I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suatu negara dikatakan memiliki ketahanan pangan yang baik apabila pangan dapat tersedia, rakyat mampu membeli, dan tidak tergantung sumber
pangan dari negara lain Sambung Hati, September 2008. Kebutuhan akan pangan semakin lama semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk. Oleh karena itu, produksi pertanian khususnya padi sebagai sumber makanan pokok harus ditingkatkan agar kebutuhan pangan setiap orang dapat
terpenuhi. Salah satu sistem budidaya yang sedang marak dikembangkan adalah
System of Rice Intensification SRI. SRI pertama kali dikembangkan oleh Henri de Lauline, seorang pastor Jesuit di Madagaskar pada awal tahun 1980. Norman
Uphoff, Direktur Institut Pengembangan Pangan dan Pertanian Cornell University, setelah mengamati keberhasilan SRI, kemudian mempromosikan
metode tersebut ke berbagai negara Asia sejak 1997. Pendekatan ini telah dicoba paling sedikit di 17 negara dengan kondisi iklim yang beraneka ragam, termasuk
di Indonesia. Dalam konferensi internasional mengenai SRI di Cina tahun 2002, terungkap beragam keuntungan penerapan SRI.
Penerapan SRI di daerah Ranomafana, Madagaskar dapat memperoleh hasil rata-rata 8 tonha. Kemudian di beberapa negara seperti: Ethiopia, Ghana,
Malaysia, Zambia, Thailand, Filipina, dll termasuk di Indonesia dapat diperoleh hasil rata-rata 12 hingga 15 tonha, bahkan dapat mencapai 20 tonha pada kondisi
maksimal Anonim, 2009a. Tanaman padi dikenal sebagai tanaman yang sangat membutuhkan air dan
unsur hara dalam jumlah yang cukup, karena itu pengaruh faktor tanah menjadi sangat penting dalam pertumbuhan tanaman padi. Budidaya SRI sendiri
merupakan upaya meningkatkan produktifitas padi dengan cara meminimalisasi penggunaan air dan pupuk kimia. SRI mengembangkan praktek pengelolaan padi
yang memperhatikan kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di zona perakaran, dibandingkan dengan teknik budidaya konvensional. Zona
perakaran yang baik dipengaruhi oleh meningkatnya aerasi dan aktifitas mikrob
dalam tanah dengan cara menurunkan populasi bibit, menghemat penggunaan air dan menambahkan bahan organik. Cara ini mendapatkan respon yang tidak sama
dari tanaman padi, tergantung sifat-sifat tanah. Sistem tanah sawah memiliki beberapa alternatif “input”. Input dalam suatu
sistem tanah sawah dapat berasal dari penambahan pupuk, pelapukan mineral dan kandungan hara pada tanah itu sendiri. Input yang berasal dari pelapukan mineral
dan kandungan hara pada tanah awal tergantung jenis tanah dan bahan induk yang terdapat pada daerah tersebut.
Di lain pihak, walaupun metode SRI telah diyakini berhasil meningkatkan produksi padi tanpa menggunakan pupuk anorganik dan lebih menghemat air,
namun masih banyak hal yang belum dapat dipahami dalam menerapkan SRI. Surridge 2004 mengemukakan bahwa penerapan SRI berhasil di suatu daerah
tergantung kondisi lingkungan. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa peneliti CSIRO Australia memberikan hipotesis, metode SRI akan memberikan hasil yang
lebih baik pada lahan-lahan yang lebih reduktif. Sementara itu, menurut peneliti IRRI peningkatan produksi padi dengan penggunaan SRI mungkin berdasarkan
genetika padi, iklim dan masukan unsur hara Sheehy et al., 2005. Darmawan dan Sastiono 2007 mengemukakan bahwa produksi padi SRI yang ditanam di lapang
menunjukkan hasil sebanyak 8-9 tonha gabah kering panen tidak berbeda dengan padi yang ditanam secara konvensional. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian
Nareswari 2008, dengan penanaman 3 benih per lubang tanam dapat menghasilkan 9 tonha gabah kering panen. Berdasarkan hal tersebut, maka
penelitian mengenai karakteristik tanah termasuk mineralnya, konsumsi air dan bahan organik perlu dilakukan.
1.2. Tujuan