Revitalisasi Lingkungan Berbahasa Arab

5 Permata Simprug, Bali View, Telaga Golf Sawangan — kemudian nilai jual tanah dan bangunannya menjadi sangat tinggi dan mahal. Mereka yang berduit tertarik untuk membeli kapling atau rumah tinggal di sana, meskipun harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Jadi, penataan dan pengelolaan lingkungan pendidikan bahasa Arab yang sehat dan kondusif akan menjadi daya tarik dan nilai jual yang tinggi dari lembaga pendidikan tersebut. Karena itu, penciptaan lingkungan berbahasa Arab perlu mendapat perhatian serius dan pengelolaan yang profesional dan optimal. Dalam konteks itu, perlu ditegaskan bahwa tujuan utama penciptaaan lingkungan berbahasa Arab, tentu, bukan untuk mereduksi nasionalisme sebagai warga bangsa, melainkan menumbuhkan tradisi positif dalam belajar bahasa Arab aktif. Tujuan penciptaan lingkungan berbahasa Arab, tidak lain, adalah: 1 untuk membiasakan dan membisakan sivitas akademika dalam memanfaatkan bahasa Arab secara komunikatif, melalui praktik percakapan muhâdatsah, diskusi munâqasyah, seminar nadwah, ceramah muhâdharah dan berekspresi melalui tulisan tabîr tahrîrî; 2 memberikan penguatan reinforcement pemerolehan bahasa Arab yang sudah dipelajari dalam kelas, sehingga para mahasiswa lebih memiliki kesempatan untuk mempraktikkan bahasa Arab; dan 3 menumbuhkan kreativitas dan aktivitas berbahasa Arab yang terpadu antara teori dan praktik dalam suasana informal yang santai dan menyenangkan. 5 Singkatnya, tujuan utama penciptaan lingkungan berbahasa Arab adalah meningkatkan kemampuan dan keterampilan mahasiswa, dosen dan lainnya dalam berbahasa Arab secara aktif, baik lisan maupun tulisan, sehingga proses pembelajaran bahasa Arab di kampus ini menjadi lebih dinamis, efektif dan bermakna.

C. Revitalisasi Lingkungan Berbahasa Arab

Lingkungan pendidikan educational environment merupakan bagian integral dari sistem pendidikan itu sendiri. Karena itu, para pengelola pendidikan, guru, karyawan dan stakeholder pengguna jasa pendidikan harus memperlakukan lingkungan pendidikan sebagai faktor yang sangat determinan, meskipun bukan 5 Diadaptasi dari Hasan Jafar al-Khalîfah, Fushûl fî Tadrîs al-Lughah al-Arabiyyah, Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2003, Cet. II, h. 373-4. 6 satu-satunya faktor penentu. Keberadaan lingkungan pendidikan merupakan ―mata rantai‖ dari perjalanan panjang proses pembelajaran. Beberapa ahli pendidikan membagi lingkungan menjadi tiga bagian, yaitu: 1 lingkungan keluarga, 2 lingkungan sekolah dan 3 lingkungan masyarakat 6 . Jika ketiga lingkungan tersebut dipandang sebagai satu kesatuan, maka pengelolaan dan penciptaan lingkungan tidak hanya terbatas pada lingkungan di sekolah. Lingkungan keluarga dan masyarakat harus dilibatkan dan disinergikan dengan lingkungan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, muncullah gagasan revitalisasi pendidikan berbasis masyarakat. Inti gagasan ini adalah bagaimana masyarakat, termasuk keluarga, dilibatkan dan diberi ruang partisipasi dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan maupun pemerintah, karena pendidikan pada dasarnya adalah milik masyarakat, bukan milik pemerintah. Masyarakat perlu dilibatkan dalam perumusan visi, misi, tujuan dan program-program lembaga pendidikan. Masyarakat adalah sumber belajar; semua potensi dan daya yang dimiliki oleh masyarakat dapat menjadi lingkungan yang memberikan andil besar dalam pencerdasan warga bangsa. Gagasan semacam ini, tentu saja, sangat menarik, karena sinergi dan kerjasama berbagai pihaklingkungan tersebut diharapkan dapat melahirkan masyarakat belajar learning society. 7 Selain itu, ada juga yang mengklasifikasikan lingkungan menjadi empat kategori, yaitu: 1 lingkungan manusia, meliputi: keluarga, teman bermain, tetangga, guru, teman sekolah dan sebagainya; 2 lingkungan kesenian, meliputi: berbagai: pertunjukan, gambar, wayang, sandiwara, film, sinetron, dsb.; 3 lingkungan kesusastraanbudaya, meliputi: koran, majalah, buku, bacaan, kondisi sosial-budaya, politik, dsb.; dan 4 lingkungan fisiktempat, meliputi: tempat sekolah, rumah tinggal peserta didik, iklim, cuaca, dan sebagainya. 8 Dalam konteks pengembangan lingkungan berbahasa Arab, setidak-tidaknya, ada 5 macam lingkungan yang perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak. Pertama, lingkungan pandang dan penglihatan al-bîah al-mariyyah. Lingkungan 6 Sutari Imam Barnadib, Ilmu Pendidikan Sistematis, Yogyakarta: Andi Offset, 1995, Cet. XV, h. 118. 7 Indra Djadi Sidi, Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta: Paramadina dan Logos, 2001, h. 4-8. 8 Sutari Imam Barnadib, Loc.cit. 7 ini dapat berupa gambar, liflet, pengumuman, majalah dinding dan papan informasi, yang kesemuanya berisi tulisan Arab yang mendukung. Idealnya, lantai IV FITK harus disterilkan dari tulisan yang tidak berbahasa Arab dan Inggris. Penulis membayangkan bahwa ruang belajar di lantai empat itu berisi gambar peta, sketsa sejarah peradaban Islam, jaringan ulama Nahwu, bagan klasifikasi ilmu bahasa Arab dan sebagainya yang ditulis dalam bahasa Arab. Bahkan, tidak mustahil, setiap kelas dilengkapi dengan: koran-koran dan majalah-majalah berbahasa Arab. 9 Kedua, lingkungan pendengaran dan visual al-bîah al-samiyyah wa al- mariyyah, yaitu: lingkungan yang memungkinkan sivitas akademika mende- ngarkan: khuthbah, pengumuman, perkuliahan, musik, siaran radio dan TV yang memungkinkan mereka terlatih menyimak secara langsung bunyi bahasa Arab, terutama dari native speaker. Dalam konteks ini, saya membayangkan FITK mempunyai media pengeras suara idzâah internal pada lantai empat, yang secara periodik atau dalam waktu tertentu, dapat digunakan untuk memberikan informasi, pengumuman, atau kultum dalam bahasa Arab kepada sivitas akademika. Bahkan, sangat mungkin suatu saat nanti, setiap kelas dilengkapi dengan TV yang menyiarkan siaran berita, sinetron, atau drama berbahasa Arab. Jika mimpi ini dapat terwujud di kemudian hari, maka dosen istimâ, muhâdatsah dan insyâ akan sangat terbantu dan perkuliahannya bisa lebih efektif dan menyenangkan. Demikian pula, jika FITK di kemudian hari memiliki idzâah jâmiiyyah, maka para dosen maupun mahasiswa akan semakin terlatih mendengar, menyampaikan informasi, pengumuman, dan siaran dengan lebih baik. Idzâah ini pada hari dan jam tertentu dapat juga diisi dengan pembacaan ayat-ayat suci al-Quran dan hadits Nabi saw., sehingga suasana kampus menjadi lebih teduh dan mendamaikan hati, atau dapat mengoptimalkan kecerdasaran spiritual bagi semua. Singkatnya, keberadaan idzâah ini, sangat penting untuk melatih para mahasiswa dapat mendengar, mengek- spresikan dan mengoptimalkan kemampuan dan keterampilan berbicara secara thalâqah lancar dan baik. 10 9 Agaknya tidak terlalu sulit mendapatkan koran dan majalah berbahasa Arab. Beberapa kedutaan besar negara-negara timur tengah di Jakarta, seperti: Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Lebanon, Suriah dan Kuwait, biasanya kesulitan membuang koran bekas mereka, sehingga –asal kita rajin berkunjung ke kantor mereka, dipastikan kita dapat memanfaatkan koran-koran itu untuk kepentingan penciptaan lingkungan pandangbaca berbahasa Arab. 10 Bandingkan dengan Hasan Syahâtah, Talîm al-Lughah al-Arabiyyah Baina al-Nazhariyyah wa al-Tathbîq, Kairo: al-Dâr al-Mishriyyah al-Lubnâniyyah, 1996, Cet. III, h. 392-4. 8 Ketiga, lingkungan pergaulangan atau interaksi belajar-mengajar. Dosen- mahasiswa-pimpinan dan semua karyawan dalam berkomunikasi lisan satu sama lain idealnya mengutamakan bahasa Arab. Belajar dari pesantren modern Gontor atau LIPIA Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab, tampaknya kekurangan kita adalah pembiasaan menggunakan bahasa Arab secara aktif, baik sebagai bahasa perkuliahan maupun sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, minimal di zona wajib berbahasa asing lantai IV FITK. Keempat, lingkungan akademik, yakni: adanya kebijakan secara makro universitas, bukan hanya mikro FITK, mengenai pewajiban penggunaan bahasa asing pada hari tertentu bagi sivitas akademika UIN, misalnya Jumat. Demikian pula, sudah saatnya, FITK menginisiasi dan memotivasi para mahasiswa untuk mengembangkan kreativitas mereka dalam berbahasa asing, pada hari dan jam tertentu, misalnya Jumat dari jam 07.30-08.30, untuk berlatih: debat, pidato, latihan membaca berita dan menyanyi dalam bahasa Arab, secara terbuka. Kelima, lingkungan psikologis yang kondusif bagi pengembangan bahasa Arab. Hal ini dapat dimulai dengan pembentukan citra positif di mata sivitas akademika FITK. Cara yang dapat ditempuh, antara lain: 1 memberikan penjelasan kepada para mahasiswa secara obyektif, realistis dan tidak melebih-lebihkan, tentang peranan bahasa Arab sebagai bahasa agama Islam, bahasa ilmu pengetahuan, bahasa komunikasi internasional bahasa resmi PBB sejak 1973, dan perannya dalam pembentukan [sekitar 13 kosakata] bahasa Indonesia; 2 menjelaskan manfaat memiliki keterampilan berbahasa Arab dalam kehidupan pribadi, sosial dan dunia kerja, serta tuntutan globalisasi. Penjelasan tersebut akan mempunyai dampak psikologis yang kuat jika didukung dengan fakta-fakta dan data kuantitatif yang meyakinkan; dan 3 menampilkan model pembelajaran bahasa Arab yang menarik, membangkitkan motivasi serta menyenangkan dan bermanfaat bagi mahasiswa. 11 Dari uraian tersebut, dapat ditegaskan bahwa lingkungan dalam arti luas perlu direvitalisasi, agar semua potensi dan sumber belajar dapat dimanfaatkan dan dioptimalkan untuk kepentingan peningkatan mutu pendidikan bahasa Arab itu sendiri. 12 P ersoalan kita selanjutnya adalah: ―Bagaimana kita mendesain, mengelola 11 Ahmad Fuad Effendy, Loc.cit. 12 Conny Semiawan, dkk., Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar, Jakarta: Gramedia, 1992, h. 96-97. 9 dan menciptakan lingkungan pendidikan terpadu yang kondusif bagi pembelajaran bahasa Arab di FITK UIN ini ?‖

D. Prasyarat dan Prinsip-prinsip Pengembangan Lingkungan Berbahasa Arab