9 dan menciptakan lingkungan pendidikan terpadu yang kondusif bagi pembelajaran
bahasa Arab di FITK UIN ini ?‖
D. Prasyarat dan Prinsip-prinsip Pengembangan Lingkungan Berbahasa Arab
Diyakini bahwa menciptakan lingkungan berbahasa Arab yang kondusif tidak mudah. Karena itu, ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi terlebih
dahulu. Pertama, adanya sikap dan apresiasi positif terhadap bahasa Arab dari pihak-pihak terkait, yaitu: dosen bahasa Arab sendiri, ketua jurusan PBA, pimpinan
fakultas, mahasiswa dan warga kampus lainnya. Sikap dan apresiasi positif mempunyai implikasi yang besar terhadap pembinaan dan pengembangan
keterampilan berbahasa. Dari sikap dan apresiasi positif inilah akan tumbuh motivasi dan rasa butuh yang tinggi. Dalam konteks ini, Douglas menjelaskan
bahwa motivasi tersebut akan melahirkan: a rasa butuh untuk menemukan sesuatu di balik gunung, b rasa butuh berbuat dalam lingkungan kondusif dan melakukan
perubahan, c rasa butuh untuk beraktivitas praktik berbahasa, d rasa butuh untuk menggerakkan orang lain agar giat dalam berbahasa, e rasa butuh untuk
mengetahui dan memecahkan persoalan dan f rasa butuh untuk aktualisasi diri dan adaptasi terhadap lingkungan berbahasa.
13
Kedua, adanya aturan main atau pedoman yang jelas mengenai format dan model pengembangan lingkungan bahasa Arab yang dikehendaki oleh fakultas.
Aturan main ini menjadi sangat penting untuk mengikat komitmen dan menyatukan visi dan tekad bersama untuk mengembangkan lingkungan berbahasa
Arab. Sedapat mungkin aturan main itu dapat disosialisasikan sejak mahasiswa baru mulai menginjakkan kaki di kampus ini agar mereka mempunyai sikap dan apresiasi
yang positif terhadap bahasa Arab. Jika dipandang perlu, dalam aturan itu juga dibentuk semacam mahkamah al-lughah yang berfungsi sebagai pemantau,
pengawas kedisiplinan berbahasa Arab, sekaligus pemutus dan pengekskusi hukuman-hukuman tertentu bagi pelanggar kesepakatan bersama.
Ketiga, adanya beberapa figur yang mampu berkomunikasi dengan bahasa Arab aktif. Keberadaan dosen native speaker nâthiq bi al-lughah al-Arabiyyah
13
Brown H. Douglas, Usus Taallum al-Lughah wa Talîmuhâ, Terj. dari The Principles of Language Teaching, oleh Abduh al-Rajihî dan Alî Alî Ahmad Syaban, Beirut: Dar al-Nahdhah al-
Arabiyyah, 1994, h. 143.
10 tampaknya harus dioptimalkan fungsi dan perannya dalam mewarnai pembinaan dan
pengembangan keterampilan bahasa Arab. Figur-figur itu merupakan penggerak utama dan tim kreatif dalam mendinamisasi penciptaan lingkungan berbahasa Arab.
Dalam konteks ini, kita dapat belajar dari Mahad Talim al-Lughah al-Arabiyyah li al-Ajânib di Damaskus Suriah, yang menerima dan membuka kelas internasional.
Para mahasiswa dari berbagai belahan dunia itu ketika belajar di dalam kompleks lembaga pendidikan ini selalu dipandu, dilatih dan dibiasakan berbicara dengan
bahasa Arab, meskipun mereka baru pertama kali tiba di Suriah. Tidak jarang, anak- anak dan remaja-remaja Suriah diajak berkumpul dan bergaul dengan para
mahasiswa baru tersebut. Menurut penuturan direkturnya, Dr. Ibrahim Mahmud –
yang pernah sekelas dengan Prof. Dr. HD. Hidayat, MA. sewaktu studi di Khourtum Sudan- dalam waktu 3 bulan mereka sudah lancar berbicara dalam bahasa Arab
harian, dan dalam waktu 6 bulan mereka sudah bisa membaca dan memahami koran bahasa Arab.
14
Keempat, penyediaan alokasi dana yang memadai, baik untuk pengadaan sarana dan prasarana yang mendukung maupun untuk memberikan insentif bagi
para penggerak dan tim kreatif penciptaan lingkungan berbahasa Arab. Sudah saatnya eksistensi jurusan
–sebagai ujung tombak akademik di fakultas— lebih diberdayakan, termasuk sudah saatnya tunjangan ketua dan sekretaris jurusan itu
setara atau beda-beda tipis dengan pembantu dekan, karena tanggung jawab akademik dan beban kerja mereka cukup berat. Lebih dari itu, jika kita telah mampu
membangun gedung yang cukup mewah seperti sekarang ini, mengapa kita tidak bisa membangun sistem penciptaan lingkungan bahasa Arab yang dapat dijadikan
pilot project. Penulis membayangkan jika proyek ini berhasil, maka fakultas- fakultas lain di lingkungan UIN atau perguruan tinggi lain akan banyak belajar dari
kita. Hal ini berarti, FITK –sesuai dengan posisi gedungnya yang paling depan di
kampus UIN ini — mampu tampil terdepan dalam reformasi sistem pendidikan
Islam, termasuk pendidikan bahasa Arab.
14
Penuturan tersebut penulis peroleh melalui studi banding ke lembaga tersebut –bersama Dr.
Abdul Wahib Muthi dan Drs. Abdullah, MA. — ketika berada di Damaskus 2002. Penulis sendiri
sempat melakukan pengamatan terlibat dengan mengikuti beberapa sessi perkuliahan dengan para mahasiswa baru dan sekaligus bergaul dengan beberapa mahasiswa asal Rusia, Cina, Jerman, Turki,
Malaysia, Perancis, dan sebagainya.
11 Adapun prinsip-prinsip penciptaan lingkungan berbahasa Arab yang perlu
dijadikan sebagai landasan pengembangan sistem pembelajaran bahasa Arab adalah sebagai berikut. Pertama, prinsip keterpaduan dengan visi, misi dan orientasi pem-
belajaran bahasa Arab pada PBA. Penciptaan lingkungan berbahasa Arab harus diletakkan dalam kerangka mendukung pencapaian tujuan pembelajaran bahasa
Arab dan pemenuhan suasana yang kondusif bagi pendayagunaan bahasa Arab secara aktif.
Kedua, prinsip skala prioritas dan gradasi program. Implementasi penciptaan lingkungan berbahasa Arab harus dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan
skala prioritas tertentu. Misalnya, ketika warga lantai IV FITK saling bertemu, diharapkan masing-masing bisa bertegur sapa: dengan mengucapkan ahlan wa
sahlan, shabâh al-khair, kaifa hâluk, mâdzâ tadrus al-yaum, ila al-liqâ, dsb. Demikian pula, perkuliahan yang memungkinkan dilakukan dengan bahasa Arab,
seperti: nahwu, sharaf, balâghah, muthâlaah, insyâ, dan sebagainya, sudah saatnya dilakukan dengan bahasa Arab, meskipun tidak sampai 100. Penciptaan
lingkungan pandang dan visual seperti: pengumuman tertulis, undangan, majalah dinding, koran bahasa Arab, dsb. sudah dapat diwujudkan dalam waktu dekat.
Ketiga, kebersamaan dan partisipasi aktif semua pihak. Kebersamaan dalam berbahasa asing, secara psikologis dapat memberikan nuansa yang kondusif dalam
berbahasa, sehingga mahasiswa yang tidak bisa berkomunikasi akan merasa malu, kemudian berusaha untuk bisa dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Secara
psikolinguistik, lingkungan pergaulan dalam berbahasa berpengaruh cukup signifi- kan dalam pembentukan kesadaran berbahasa asing.
15
Keempat, prinsip konsistensi dan keberlanjutan. Yang paling sulit dalam penciptaan lingkungan berbahasa adalah sikap konsisten istiqâmah dari komunitas
bahasa itu sendiri. Karena itu, diperlukan adanya sebuah sistem yang memungkinkan satu sama saling mengontrol dan membudayakan penggunaan
bahasa Arab secara aktif. Boleh jadi, penciptaan lingkungan dimaksud mengalami kejenuhan. Oleh sebab itu, diperlukan adanya program berkelanjutan yang bersifat
varitif dan kreatif dalam menciptakan suasana yang kondusif.
15
Baca Nâzik Ibrâhîm Abd al-Fattâh, Musykilât al-Lughah wa al-Takhâthub fî Dhau Ilm al-Lughah al-Nafsî, Kairo: Dâr Quba, 2002.
12 Kelima, prinsip pendayagunaan teknologi dan multi-media. Di antara yang
dapat membuat lingkungan berbahasa Arab adalah teknologi informasi dan pendayagunaan multi-media. Keberadaan TV yang dapat memancarkan siaran dari
Timur Tengah perlu dioptimalkan penggunaannya. Dipandang perlu juga dosen dan mahasiswa diberikan akses untuk menggunakan internet, terutama yang berbasis di
negara-negara Arab, agar kita dapat memperoleh –dan meng-update—informasi
aktual mengenai bahasa Arab, dan pada gilirannya, kita dapat memperkenalkan kosa kata-kosa kata baru untuk konsumsi warga lantai IV FITK.
E. Strategi Pengembangan Lingkungan Berbahasa Arab