, 4
d gan mengg
k mat ks basis te
diperoleh dan
,7, 5
en una an
ri rsebut
dari LP tersebut didapatkan:
2 1 1 0 0
1 2 0 1 0 1
A −
⎛ ⎞
⎜ ⎟
= − ⎜
⎟ ⎜
⎟ 1
⎝ ⎠
3
misalkan d pil dan
,
2 7
b ⎛ ⎞
⎜ ⎟ =⎜ ⎟
⎜ ⎟ ⎝ ⎠
Solusi 5 merupakan solusi basis karena solusi tersebut memenuhi kendala pada LP 4
dan kolom-kolom pada matriks kendala yang berpadanan dengan komponen taknol dari 5
yaitu adalah bebas linear kolom yang satu bukan merupakan kelipatan kolom yang lain.
Solusi 5 juga merupakan solusi fisibel basis, karena nilai-nilai variabelnya lebih dari atau
sama dengan nol. i
ih maka matriks basis sebagai berikut:
1 1
1 B
⎛ ⎞
⎜ ⎟
=⎜ ⎟
⎜ ⎟
⎝ ⎠
Griva et al. 2009
III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH PENGOPERASIAN BRT
Bab ini akan membahas deskripsi dan batasan masalah pengoperasian BRT.
Kemudian, dilanjutkan dengan formulasi matematika permasalahan tersebut.
3.1 Pengoperasian BRT
Pengelola BRT akan merencanakan penjadwalan pengoperasian bus guna
memenuhi kebutuhan penumpang. Penjadwalan pengoperasian bus ditentukan
dengan memperhatikan potensi penumpang pada periode tertentu. Penjadwalan
pengoperasian bus pada periode peak hour jam sibuk berbeda dengan jam biasa. Selain
itu, penjadwalan pengoperasian bus juga memperhatikan hari aktif kerja atau hari libur.
Penjadwalan pengoperasian bus ini akan menentukan banyaknya bus yang akan
dioperasikan untuk periode waktu tertentu.
Dalam pengelolaan BRT, bus berangkat dari pool bus menuju koridor busway. Bus
akan dikeluarkan satu per satu menuju koridor. Salah satu penjadwalan yang harus
ditentukan oleh pengelola BRT adalah headway dari titik awal keberangkatan.
Pengelola BRT akan menentukan kebijakan kecepatan bus yang beroperasi di
koridor busway. Hal ini bertujuan untuk menghindari tabrakan antara dua bus dan
menumpuknya bus pada shelter pemberhentian. Kecepatan bus juga
ditentukan dengan memperhatikan potensi penumpang sehingga penumpang tidak lama
menunggu datangnya bus pada shelter pemberhentian.
Koridor busway terdiri atas beberapa shelter pemberhentian. Shelter telah dirancang
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan potensi penumpang. Berdasarkan shelter yang
telah dirancang maka dapat ditentukan jarak antar-shelter yang dapat ditempuh dalam
waktu tertentu sesuai dengan kecepatan bus. Bus yang dioperasikan mempunyai
batasan kapasitas. Kapasitas penumpang terdiri atas penumpang yang duduk dan
penumpang yang berdiri. Kenyamanan penumpang dapat dinilai dengan
memperhatikan jumlah penumpang dalam bus yang tidak melebihi kapasitas maksimalnya
sehingga tidak terjadi penumpukan penumpang. Bus akan melayani penumpang
yang naik atau turun pada setiap shelter pemberhentian yang telah ditentukan. Pada
setiap shelter, penumpang akan menunggu datangnya bus untuk shelter tujuan masing-
masing. Bus mempunyai batasan kapasitas maksimal sehingga terdapat kemungkinan
adanya penumpang yang tidak terbawa jika banyaknya penumpang yang harus dibawa
melebihi kapasitas maksimal.
Penumpang yang menggunakan jasa BRT harus membayar tiket bus. Tiket bus dapat
diperoleh di loket pada shelter yang telah ditentukan. Tiket bus dijual dengan harga
tertentu dan digunakan satu kali perjalanan atau berlaku pada shelter transit yang telah
dirancang oleh pengelola BRT.
Pengoperasian BRT didukung dengan adanya feeder bus bus pengumpan. Bus ini
akan mengantarkan penumpang menuju shelter-shelter strategis BRT. Hal ini akan
memudahkan para penumpang untuk menggunakan jasa BRT.
3.2
Batasan Masalah BRT
Salah satu permasalahan dalam pengoperasian BRT adalah keterlambatan
kedatangan bus. Hal ini menyebabkan penumpukan penumpang dalam bus dan
terjadi peningkatan penumpang yang menunggu pada shelter. Permasalahan ini
menyebabkan berkurangnya kualitas pelayanan kepada para penumpang. Oleh
karena itu, penulis mengusulkan untuk melakukan analisis pengaruh headway dan
kecepatan bus dalam meminimumkan rata- rata waktu tunggu penumpang dan
peningkatan penumpang yang menunggu pada shelter sehingga mampu meningkatkan
pelayanan.
Analisis headway dan kecepatan bus ini akan memberikan kebijakan dalam
menentukan penjadwalan pengoperasian bus. Headway dan kecepatan bus berlaku untuk
periode waktu tertentu.
Untuk membatasi permasalahan pengoperasian BRT digunakan beberapa
asumsi antara lain: 1.
adanya sterilisasi jalan sehingga melancarkan perjalanan bus,
2. tidak terjadi kecelakaan atau kerusakan
pada bus yang dapat menghambat perjalanan,
3. tidak memperhatikan waktu pengisian
bahan bakar, 4.
tidak memperhatikan waktu berhenti pada lampu lalu lintas,
5. headway dari titik awal keberangkatan
yang seragam dan tidak berubah, 6.
kecepatan bus konstan dalam satuan kmmenit sehingga waktu tempuh antar-
shelter dapat ditentukan dengan pasti, 7.
tingkat kedatangan penumpang seragam dan tidak berubah,
8. penumpang yang tidak terbawa oleh bus
yang terakhir pada periode tersebut diabaikan dan dihitung untuk periode
waktu selanjutnya, 9.
lama berhentinya bus di setiap shelter dalam satuan menit diketahui,
10. banyaknya bus yang dioperasikan
diketahui.
3.3 Formulasi Masalah Pengoperasian