Implementasi peralihan BPHTB pada DPPKA Kota Surakarta

commit to user 39

C. Pembahasan

1. Implementasi peralihan BPHTB pada DPPKA Kota Surakarta

Awalnya BPHTB adalah pajak pusat, sehingga Pemerintah Daerah hanya mendapat penerimaan BPHTB melalui pola bagi hasil, yaitu 64 dari 80 total penerimaan BPHTB. Namun kini dengan adanya Undang- Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, 100 penerimaan BPHTB menjadi hak daerah yang merupakan lokasi transaksi pajak properti guna pembiayaan kebutuhan daerah bersangkutan. BPHTB sepenuhnya dialihkan ke kabupaten atau kota sejak 1 Januari 2011. Pemerintah Kota Surakarta membuat Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2010 sebagai payung hukum yang menguatkan pelaksanaan pemungutan BPHTB di Surakarta. Perwakilan personel Pemerintah Kota Surakarta juga sudah dikirim untuk mengikuti diklat BPHTB yang diadakan di balai perpajakan di Yogyakarta. Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan personel Pemerintah Kota Surakarta agar dapat melakukan pemungutan BPHTB sesuai ketentuan yang berlaku. Adanya software dan hardware yang sudah siap, guna mekanisme pemungutan BPHTB, yaitu saat pembayaran dan pelaporan yang dilakukan masyarakat sebagai wajib pajak, misalnya mempersiapkan SSPD BPHTB Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak atas Tanah danatau Bangunan yang digunakan untuk menyetor BPHTB. Di samping itu, software yang sudah siap tersebut digunakan untuk menginput data commit to user 40 penyetoran BPHTB yang di akhir tahun akan digunakan untuk laporan realisasi pendapatan BPHTB, dan dijadikan bahan untuk menetapkan target di tahun berikutnya. Pemerintah Kota Surakarta juga sudah bekerja sama dengan Perhimpunan Notaris Surakarta, sehingga SSPD BPHTB dapat diambil di notaris. Hal ini mempermudah masyarakat selaku wajib pajak dalam pengisian SSPD BPHTB karena dalam pengisian tersebut wajib pajak mendapat bantuan dari notaris. Implementasi peralihan BPHTB ini tentunya merubah pihak yang menangani pemungutan BPHTB, yaitu yang semula tanggung jawab Direktorat Jendral Pajak melalui KPP, kini menjadi tanggung jawab DPPKA Kota Surakarta melalui Walikota. Adapun bagian pada DPPKA Kota Surakarta yang berkaitan dalam implementasi peralihan pemungutan BPHTB, meliputi: Kas Daerah, Customer Service Office CSO, Pendaftaran dan Pendataan Dafda dan Penetapan. Kegiatan yang sehubungan dengan pemungutan BPHTB pada masing-masing bagian adalah setelah dilakukannya pengisian SSPD BPHTB, wajib pajak mendatangi Kas Daerah untuk membayar BPHTB terhutang, selanjutnya wajib pajak ke CSO untuk pengecekan berkas yang diperlukan dalam pembayaran BPHTB. Dari CSO, berkas dan SSPD BPHTB masuk ke Dafda untuk diinput data. Penetapan menjadi bagian terakhir dalam pembayaran pajak oleh wajib pajak, yaitu berkas dari bagian Dafda dimasukkan ke bagian Penetapan untuk pengecekan data, pada langkah ini dapat pula dilakukan cek lapangan jika dirasa perlu. Di bidang commit to user 41 Penetapan juga dilakukan validasi untuk menentukan adanya kurang atau lebih bayar dalam perhitungan yang dilakukan wajib pajak. Apabila telah dilakukan validasi, maka berkas yang disampaikan di bagian Penetapan kemudian dikembalikan kepada wajib pajak melalui CSO, yang kemudian berkas SSPD BPHTB menjadi syarat untuk mengurus balik nama ke Badan Pertanahan Nasional. Berdasar Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 dan Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2010, dasar pengenaan BPHTB adalah NPOP, tetapi pada kenyataan yang terjadi yang digunakan adalah NJOP, karena Pemerintah Daerah untuk mengarah ke NPOP tidak mudah. Sementara wajib pajak pada dasarnya menginginkan kewajiban pajaknya rendah dan notaris juga cenderung ingin membantu meringankan klien dalam membayar pajaknya, di samping itu penggunaan NJOP lebih mudah karena sudah diketahui nominalnya, sedangkan NPOP itu sendiri sulit diketahui besaran nominalnya. Perhitungan untuk BPHTB terhutang dengan menggunakan NPOP maupun NJOP sama, yaitu menggunakan tarif tunggal 5 dari nilai transaksi setelah dikurangi NJOPTKP, yang membedakan hanyalah besaran nominalnya. Adapun apabila NJOP lebih tinggi daripada harga jual, misal NJOP Rp 825.000meter sedangkan harga jualnya adalah Rp 500.000meter, maka tetap saja yang digunakan adalah NJOP, yaitu Rp 825.000meter. Masih digunakannya NJOP sebagai dasar pengenaan di suatu daerah tidak dijadikan masalah, dan rencananya suatu saat Pemerintah commit to user 42 Daerah pasti akan menggunakan NPOP sebagai dasar pengenaan BPHTB, dimana itu masih membutuhkan kesiapan Pemerintah Daerah melalui berbagai sosialisasi kepada wajib pajak maupun notaris.

2. Perubahan penerimaan BPHTB Kota Surakarta ketika sebagai