IMPLEMENTASI PERALIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PADA DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET KOTA SURAKARTA

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IMPLEMENTASI PERALIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PADA DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN

KEUANGAN DAN ASET KOTA SURAKARTA

TUGAS AKHIR

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III Perpajakan

Oleh :

MEIRISSA LINDA HAPSARI NIM F3408056

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

ABSTRACT

IMPLEMENTASI PERALIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PADA DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN

KEUANGAN DAN ASET KOTA SURAKARTA

Meirissa Linda Hapsari F3408056

The purpose of this final task are to know change of earning, contribution provided by BPHTB to Local Original Income (PAD) of Surakarta, to know barrier facing DPPKA Surakarta and efforts conducted by DPPKA Surakarta in optimizing income of BPHTB as local tax. The writing is completes by performing a research in DPPKA Surakarta for two months and then by combining theories and the real condition of BPHTB in Surakarta.

The results of the research are that earning of BPHTB as a local tax was lower than when it was national tax. Nevertheless, contribution provided by BPHTB was high enough. It can be seen from greater ratio of BPHTB earning than ratio of the other local tax earning. Contribution of BPHTB to PAD can be known by compiring realization of earning of BPHTB and realization of PAD times 100%. The 5% BPHTB tariff with the collection system is Self Assesment, and itS npoptkp IS 60 million rupiah.

The conclusion of the research is DPPKA Surakarta is ready for shifting BPHTB collection from national tax to local tax. It can be seen from continuous increased ratio of BPHTB and there is a Local Rule No. 13 of 2010 and mayor’s rule as legal protection for BPHTB collection. Low awareness of taxpayers and inadequates amount of personnel of DPPKA who were able to work on BPHTB were some barriers facing in DPPKA. However, DPPKA was also performing several strategic efforts in order to optimize earning of BPHTB. One of the strategic efforts is to perform field checking related to tax object of BPHTB.

Based on results of the research, the researcher give some suggestions, namely, socialization about tax should be conducted to taxpayers in order to grow awareness of them in paying tax and personnel of DPPKA should be trained and guided and also, amount of personnel of DPPKA should be added with skilled individuals who are able to handle BPHTB works.

Keyworsd: Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Local Original Income (PAD), contribution, optimalization.


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(4)

commit to user


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”(Q.S Al-Baqarah:45)

“Apabila anda berbuat kebaikan kepada orang lain, maka anda telah berbuat baik kepada diri sendiri.”(Benyamin Franklin)

“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.”(Thomas Alva Edison)

“Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan, keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian, keramahtamahan dalam memberi menciptakan

kasih.”(Lao Tse)

Karya ini penulis persembahkan kepada:

Ø Allah SWT

Ø Mama dan Papa tercinta

Ø Kakak tersayang

Ø Seseorang yang telah menjadi motivasi penulis

Ø Teman-teman Perpajakan A dan B 2008


(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan rahmat-Nya, sehingga Tugas Akhir dengan judul Implementasi Peralihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta dapat terselesaikan dengan baik.

Penulisan Tugas Akhir ini ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada pihak– pihak yang membantu penyusunan laporan Tugas Akhir ini:

1. Allah SWT, atas kasih sayang, kemudahan yang diberikan kepada penulis.

2. Bapak Prof. DR. Bambang Sutopo, M.Com, Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Univrsitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Drs. Santoso Tri Hananto, M.si., Ak. selaku Ketua Program Diploma III Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Sri Suranta, SE., M.si., Ak. selaku Sekretaris Program Diploma III

Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah berkenan membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan Tugas Akhir di sela kesibukan.


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

5. Bapak–Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang

telah memberi banyak wawasan yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi penulis.

6. Mama, Papa, Mas Indra, dan Mba Indri, terimakasih atas pengorbanan waktu, perhatian, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

7. Seluruh karyawan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota

Surakarta yang telah menerima dengan baik, memberi arahan selama magang serta membantu penulis dalam mendapatkan informasi dan data guna terselesaikannya Tugas Akhir ini.

8. Sahabat, saudara, kekasih penulis, Purnama Erdan Tiyasa.

9. Teman–teman DIII Perpajakan angkatan 2008, terimakasih atas kebersamaan

selama ini.

10. Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam penulisan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Demikian, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis dan pihak yang berkesempatan mempelajarinya.

Surakarta, 8 April 2011


(8)

commit to user

viii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

ABSTRACT ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Perusahaan ... 1

1. Gambaran Umum DPPKA Kota Surakarta ... 1

2. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi DPPKA Surakarta ... 3

3. Sumber Daya Manusia ... 4

4. Struktur Organisasi ... 5

5. Deskripsi Jabatan ... 9

6. Tata Kerja DPPKA ... 14


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

B. Latar Belakang Masalah ... 16

C. Perumusan Masalah ... 22

D. Tujuan Penelitian ... 23

E. Manfaat Penelitian ... 23

F. Metode Penelitian ... 24

1. Desain Penelitian ... 24

2. Obyek Penelitian ... 25

3. Lokasi Penelitian ... 25

4. Jenis Penelitian ... 25

5. Jenis dan Sumber Data ... 26

6. Teknik Pengumpulan Data ... 27

7. Teknik Pembahasan ... 27

G. Analisis Data ... 27

BAB II ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Landasan Teori ... 30

1. Definisi Pajak ... 30

2. Pajak Daerah... 31

B. Tinjauan Umum BPHTB ... 33

1. Definisi dan Dasar Hukum BPHTB ... 33

2. Pelaksanaan Pemungutan BPHTB ... 34

C. Pembahasan ... 39

1. Implementasi peralihan BPHTB pada DPPKA Kota Surakata.... 39


(10)

commit to user

x

pajak pusat dan setelah menjadi pajak daerah ... 42

3. Kontribusi penerimaan BPHTB terhadap Pendapatan Asli

Daerah Kota Surakarta ... 44

4. Hambatan yang dihadapi oleh pihak DPPKA Kota Surakarta

dalam mengoptimalkan penerimaan BPHTB ... 48

5. Upaya yang dilakukan DPPKA Kota Surakarta dalam

mengoptimalkan penerimaan BPHTB ... 49 BAB III TEMUAN

A. Kelebihan... 51 B. Kelemahan ... 52 BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ... 53 B. Rekomendasi ... 56 DAFTAR PUSTAKA


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

I.1 Sumber Daya Manusia DPPKA Surakarta Menurut Jabatan ... ..4

I.2 Sumber Daya Manusia DPPKA Surakarta Menurut Tingkat Pendidikan ... ..5

II.1 Penerimaan BPHTB di Kota Surakarta ... 43

II.2 Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kota Surakarta selama enam bulan ... 45


(12)

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Pernyataan

2. Surat Permohonan Magang

3. Surat Perizinan Magang

4. Surat Keterangan Penyelesaian Magang

5. Lembar Penilaian Magang

6. Surat Memo Penyerahan Laporan Magang

7. Realisasi Penerimaan PAD dan BPHTB Kota Surakarta


(14)

commit to user ABSTRACT

IMPLEMENTASI PERALIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PADA DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN

KEUANGAN DAN ASET KOTA SURAKARTA

Meirissa Linda Hapsari F3408056

The purpose of this final task are to know change of earning, contribution provided by BPHTB to Local Original Income (PAD) of Surakarta, to know barrier facing DPPKA Surakarta and efforts conducted by DPPKA Surakarta in optimizing income of BPHTB as local tax. The writing is completes by performing a research in DPPKA Surakarta for two months and then by combining theories and the real condition of BPHTB in Surakarta.

The results of the research are that earning of BPHTB as a local tax was lower than when it was national tax. Nevertheless, contribution provided by BPHTB was high enough. It can be seen from greater ratio of BPHTB earning than ratio of the other local tax earning. Contribution of BPHTB to PAD can be known by compiring realization of earning of BPHTB and realization of PAD times 100%. The 5% BPHTB tariff with the collection system is Self Assesment, and itS npoptkp IS 60 million rupiah.

The conclusion of the research is DPPKA Surakarta is ready for shifting BPHTB collection from national tax to local tax. It can be seen from continuous increased ratio of BPHTB and there is a Local Rule No. 13 of 2010 and mayor’s rule as legal protection for BPHTB collection. Low awareness of taxpayers and inadequates amount of personnel of DPPKA who were able to work on BPHTB were some barriers facing in DPPKA. However, DPPKA was also performing several strategic efforts in order to optimize earning of BPHTB. One of the strategic efforts is to perform field checking related to tax object of BPHTB.

Based on results of the research, the researcher give some suggestions, namely, socialization about tax should be conducted to taxpayers in order to grow awareness of them in paying tax and personnel of DPPKA should be trained and guided and also, amount of personnel of DPPKA should be added with skilled individuals who are able to handle BPHTB works.

Keyworsd: Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Local Original Income (PAD), contribution, optimalization.


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRAKSI

IMPLEMENTASI PERALIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PADA DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN

KEUANGAN DAN ASET KOTA SURAKARTA

Meirissa Linda Hapsari F3408056

Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk mengetahui perubahan penerimaan, kontribusi yang diberikan oleh BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta, untuk mengetahui hambatan serta upaya yang dilakukan DPPKA Surakarta dalam optimalisasi penerimaan BPHTB sebagai pajak daerah. Langkah penulisan ini adalah dengan melakukan penelitian di DPPKA Surakarta selama 2 bulan, kemudian menyatukan antara teori dengan kondisi BPHTB di Surakarta..

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa penerimaan BPHTB sebagai pajak daerah lebih rendah dibandingkan ketika sebagai pajak pusat. Walaupun begitu, kontribusi yang diberikan BPHTB terhadap PAD cukup tinggi, dapat dilihat dari lebih besarnya rasio penerimaan BPHTB dibandingkan rasio penerimaan dari pajak daerah lainnya. Kontribusi BPHTB terhadap PAD dapat diketahui dengan membandingkan realisasi penerimaan BPHTB terhadap realisasi PAD dikali 100%..

Kesimpulan dari penelitian ini adalah DPPKA sudah siap dengan peralihan pemungutan BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah, terbukti dari selalu meningkatnya rasio penerimaan BPHTB dan sudah adanya Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2010 dan Peraturan Walikota sebagai payung hukum untuk dapat memungut BPHTB. Rendahnya tingkat kesadaran wajib pajak dan minimnya personel DPPKA yang mampu menangani BPHTB merupakan hambatan yang dialami DPPKA, tetapi di sampibg itu DPPKA juga melaksanakan beberapa upaya strategis untuk mengoptimalkan penerimaan BPHTB salah satunya adalah pemeriksaan lapangan terkait objek pajaka BPHTB.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis memberi beberapa saran antara lain diadakannya sosialisasi kepada wajib pajak agar tumbuh kesadaran membayar pajak dengan baik dan diadakannya bimbingan bagi personel DPPKA agar menambah jumlah tenaga yang mampu menangani bidang BPHTB.

.

Kata kunci: Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pendapatan Asli Daerah (PAD), kontribusi, optimalisasi.


(16)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Gambaran Umum Perusahaan

1. Gambaran Umum DPPKA Kota Surakarta

Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kotamadya Surakarta tanggal 30 Juni 1972 No.162/Kep/Kdh.IV/Kp.72 tentang penghapusan Bagian Pajak dari Dinas Pemerintahan Umum karena bertalian dengan pembentukan dinas baru. Dinas baru tersebut adalah Dinas Pendapatan Daerah yang kemudian sering disingkat DIPENDA. Dinas Pendapatan Daerah yang dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan langsung serta bertanggung jawab kepada Walikota. Pada saat itu, Dinas Pendapatan Daerah dibagi menjadi empat seksi, yaitu Seksi Umum, Seksi Pajak Daerah, Seksi Pusat atau Provinsi yang diserahkan kepada Seksi Doleansi/P3 serta Retribusi dan Leges. Masing–masing seksi dipimpin oleh Kepala Seksi yang dalam menjalankan tugasnya langsung di bawah pimpinan dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah.

Terbitnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. KUPD 7/12/41-101 tahun 1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II makin memperjelas keberadaan Dinas Pendapatan Daerah, disesuaikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 26 Mei 1988 No. 473–442


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

tentang Sistem dan Prosedur Perpajakan, Retribusi Daerah, dan Pendapatan Daerah lainnya telah mengakibatkan pembagian tugas dan fungsi dilakukan berdasarkan tahapan kegiatan pemungutan pendapatan daerah, yaitu pendataan, pemetaan, pembukuan dan seterusnya. Sistem dan prosedur tersebut dikenal dengan MAPADA (Manual Pendapatan Daerah). Sistem ini diterapkan di Kotamadya Surakarta dengan terbitnya Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 1990 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II.

Pemerintah Kota Surakarta kembali mengalami perbaikan, dengan pertimbangan–pertimbangan yang matang, Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 1990 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II diubah menjadi Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta. Dalam peraturan baru tersebut, nama Dinas Pendapatan Daerah berubah menjadi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset atau yang sering disebut dengan DPPKA. Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta berlaku mulai tanggal 1 Januari 2009. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset dalam melaksanakan tugas dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Saat ini Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset dibagi ke dalam bidang–bidang yang dipimpin langsung oleh seorang Kepala Dinas. Masing–masing bagian


(18)

commit to user

dipimpin oleh Kepala Bagian atau yang biasa disebut Kabag yang dalam menjalankan tugasnya langsung di bawah pimpinan dan langsung bertanggung jawab kepada Kepala DPPKA Kota Surakarta.

2. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi DPPKA Surakarta

Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset yang dipimpin langsung oleh Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota Surakarta. DPPKA Surakarta mempunyai tugas pokok seperti yang tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2008 Pasal 34 ayat (2) yaitu menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah.

Adapun fungsi DPPKA antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan kesekretariatan dinas.

b.Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi dan pelaporan.

c. Penyelenggaraan pendaftaran dan pendataan wajib pajak dan wajib

retribusi.

d.Pelaksanaan perhitungan, penetapan dan angsuran pajak dan retribusi.

e. Pengelolaan dan pembukuan penerimaan pajak dan retribusi serta

pendapatan lain.

f. Pelaksanaan penagihan atas keterlambatan pajak, retribusi dan

pendapatan lain.


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

h.Pengelolaan aset barang daerah.

i. Penyiapan penyusunan, perubahan dan perhitungan anggaran

pendapatan dan belanja daerah.

j. Penyelenggaraan administrasi keuangan daerah.

k.Penyelenggaraan sosialisasi.

l. Pembinaan jabatan fungsional.

m.Pengelolaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).

3. Sumber Daya Manusia

a. Menurut Jabatan

Sumber daya manusia di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta menurut jabatan adalah sebagai berikut:

Tabel I.1

Sumber Daya Manusia DPPKA Surakarta Menurut Jabatan

No Jabatan Jumlah

1 Eselon II 1

2 Eselon IIIA 1

3 Eselon IIIB 6

4 Eselon IVA 20

5 Eselon IVB 3

6 Staf PHS 103

7 Staf THL 19


(20)

commit to user

b. Menurut Tingkat Pendidikan

Sumber daya di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta menurut tingkat pendidikannya sebagai berikut:

Tabel I.2

Sumber Daya Manusia DPPKA Surakarta Menurut Tingkat Pendidikan

No Pendidikan Jumlah

1 S 2 14

2 S 1 50

3 D 3 9

4 SLTA 58

5 SLTP -

6 SD 3

Sumber: DPPKA Surakarta

4. Struktur Organisasi

Struktur organisasi yang baik perlu diterapkan untuk mempermudah dalam pengawasan manajemen agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat berjalan dengan lancar. Penetapan struktur organisasi yang jelas sangat diperlukan sesuai dengan bagian masing–masing. Adapun tujuan disusunnya struktur organisasi adalah sebagai berikut:

a. Menentukan kedudukan seseorang dalam fungsi dan kegiatan sehingga

mampu menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya.

b. Mempermudah dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan.


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

d. Mengkoordinasi kegiatan untuk mencapai tugas yang diharapkan.

Susunan organisasi DPPKA Surakarta seperti yang tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2008 adalah sebagai berikut:

a. Kepala

b. Sekretariat, membawahi:

1) Subbagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan

2) Subbagian Keuangan

3) Subbagian Umum dan Kepegawaian

c. Bidang Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi, membawahi:

1) Seksi Pendaftaran dan Pendataan

2) Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data

d. Bidang Penetapan, membawahi:

1) Seksi Perhitungan

2) Seksi Penerbitan Surat Ketetapan

e. Bidang Penagihan, membawahi:

1) Seksi Penagihan dan Keberatan

2) Seksi Pengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lain

f. Bidang Anggaran, membawahi:

1) Seksi Anggaran I

2) Seksi Anggaran II

g. Bidang Perbendaharaan, membawahi:

1) Seksi Pembendaharaan I


(22)

commit to user

h. Bidang Akuntansi, membawahi:

1) Seksi Akuntansi I

2) Seksi Akuntansi II

i. Bidang Asset, membawahi:

1) Seksi Perencanaan Aset

2) Seksi Pengelolaan Aset

j. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)

k. Kelompok Jabatan Fungsional

Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada di bawah

dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Sedangkan Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Tenaga Fungsional Senior sebagai Ketua Kelompok dan

bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Subbagian-subbagian

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas yang bersangkutan. Untuk masing–masing bidang dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang atau Kabid yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas yang bersangkutan.

Untuk lebih jelas mengenai struktur organisasi DPPKA Surakarta menurut Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2008 dapat dilihat dalam gambar berikut:


(23)

1

Gambar I. 1

BAGAN ORGANISASI DINAS PENDAPATAN PENGELOAAN KEUANGAN DAN ASET KOTA SURAKARTA

KEPALA DINAS Ir. BUDI YULISTIANTO,M.SI

Pembina Utama Muda/IV.b NIP. 19580719 198901 1 001

JABATAN FUNGSIONAL 1. Pranata Komputer 2. Arsiparis 3. Pustakawan 4. Auditor 5. Pemeriksa Pajak

SEKRETARIS Drs. Triyana, MM

Pembina/IV.a NIP. 19581224 199310 1 001

SUB. BAG UMUM & KEPEGAWAIAN Sri Rahayu , SE

Penata Tk. I/III.d NIP. 19590917 198103 2 004

SUB.BAG. PERENCANAAN EVALUASI DAN PELAPORAN

Maya Pramita, SH.M.Hum Pembina/IV.a NIP . 19631005 199403 2 003 SUB.BAG KEUANGAN

Sri Widyaningsih , SE Penata/III.c NIP. 19590414 198603 2 008

KA.BID PENAGIHAN Kinkin Sultanul Hakim,SH,MM

Pembina/IV.a NIP. 19670610 199402 1 003

KA.BID ANGGARAN Tulus Widayat, SE,M.Si

Pembina/IV.a NIP. 19720407 199703 1 005

KA.BID PERBENDAHARAAN Drs. Suyamto

Pembina/IV.a NIP. 19620703 198910 1 003

KA. BID AKUNTANSI Drs. Djoko Sutianto,MM

Pembina/IV.a NIP. 19590324 198903 1 006

KA.BID ASET Drs. Hery Mulyono, MM

Pembina/IV.a NIP. 19660621 199303 1 005

SEKSI PENAGIHAN & KEBERATAN Taufik Suryadharmawan, SE,MM

Pembina/IV.a NIP. 19680110 199301 1 002

SEKSI ANGGARAN I Budi Murtono,SE

Penata/III.c NIP. 19711010 199803 1

SEKSI PERBENDAHARAAN I Sri Redjeki,SK,SE,MM

Penata/III.c NIP.19580903 198103 2 003

SEKSI AKUNTANSI I Sri Hastuti, SE

Penata/III.c NIP. 19730126 199903 2 005

SEKSI PERENCANAAN ASET Moeh.Yani,S.Sos, MM

Pembina/IV.a NIP. 19651113 198603 1 011

SEKSI PENGELOLAAN PENERIMAAN SUMBER PENDAPATAN LAIN-LAIN

Dra. Endang Murdiastuti Penata Tk. I/III.d NIP.19570426 199211 2 001

SEKSI ANGGARAN II Erni Listyowati, SE

Penata Tk. I/III.d NIP. 19660120 199112 2

003

SEKSI PERBENDAHARAAN II Eny Yuliarsi, SE Penata Tk. I/III.d NIP. 19640729 198503 2 004

SEKSI AKUNTANSI II Kurnia Widiyanto,SE

Penata Tk. I/III.d NIP. 19670911 199803 1 005

SEKSI PENGELOLAAN ASET Chris Subijono, S.Sos

Penata/III.c NIP. 19551212 198103 1 019

UPTD III Drs. Muhammad Nasrullah

Penata Tk. I/III.d NIP. 19690310 199703 1 009 UPTD I

Drs .Sri Idayatno Penata Tk. I/III.d NIP. 19670708 199203 1 008 SEKSI PERHITUNGAN

Supartono, SE Penata Tk. I/III.d NIP. 19620713 198503 1 013

SEKSI PENERBITAN SURAT KETETAPAN Dra.Victoria Heny Sulistyarini

Penata Tk. I/III.d NIP. 19641223 198903 2 009

UPTD II Sigit Triyono, SE

Penata Tk. I/III.d NIP. 19590201 198403 1 014 KA.BID DAFDA &

DOKUMENTASI Ir. Suhanto , MM Pembina/IV.a NIP. 19650501 198603 1

SEKSI PENDAFTARAN & PENDATAAN Puguhno Mersiyanto, SE.MM

Pembina/IV.a NIP.19660705 199603 2 002

SEKSI DOKUMENTASI & PENGOLAHAN DATA Sinto Retno Wandyastuti,SE,MM

Penata Tk. I/III.d NIP.19660705 199603 2 002

Ka. Sub. Bag. TU UPTD I Winarno , S.Sos Penata Tk. I/III.d NIP. 19561203 198603 1 004

Ka. Sub. Bag. TU UPTD I Muh.Jaka Susanta, SE,MM

Penata Muda Tk. I/III.b NIP. 19620909 199309 1 001

Ka. Sub. Bag. TU UPTD I A.Sri Suwarni, SE

Penata/III.c NIP. 1955106 197905 2 001 KA.BID PENETAPAN

Drs. AG Agung Hendratno , M.Si Pembina/IV.a NIP.19680813 199001 1 002


(24)

commit to user

5. Deskripsi Jabatan

a. Kepala Dinas

Kepala Dinas mempunyai tugas yang cukup berat yaitu melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pendapatan daerah. Uraian tugas seorang Kepala Dinas adalah sebagai berikut:

1) Menyusun rencana strategis dan program kerja tahunan dinas

sesuai dengan program pembangunan daerah.

2) Membagi tugas kepada bawahan sesuai bidang tugas agar

tercipta pemerataan tugas.

3) Memberi petunjuk dan arahan kepada bawahan guna

kejelasan pelaksanaan tugas.

b. Sekretariat

Sekretariat yang posisinya di bawahi langsung oleh Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan persiapan, perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi dan pelaksanaan di bidang perencanaan, evaluasi dan pelaporan, keuangan, umum dan kepegawaian.

Sekretariat membawahi subbagian–subbagian sebagai berikut:

1) Subbagian Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan

Subbagian ini mempunyai tugas untuk mengumpulkan, mengolah, serta menyajikan data sebagai bahan penyusunan rencana strategis dan program kerja tahunan Dinas. Selain itu


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

juga bertugas sebagai pelaksana atau melaksanakan monitoring dan pengendalian, analisa dan evaluasi, serta menyusun laporan hasil pelaksanaan rencana strategis dan program kerja tahunan Dinas.

2) Subbagian Keuangan

Subbagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan.

3) Subbagian Umum dan Kepegawaian

Subbagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas yang cukup banyak yaitu melaksanakan urusan surat–menyurat, kearsipan, penggandaan, administrasi, perijinan, perjalanan dinas, hubungan rumah masyarakat, sistem jaringan dokumentasi, informasi hukum, administrasi kepegawaian, rumah tangga, pengaturan penggunaan kendaraan dinas dan perlengkapannya, dan pengelolaan barang inventoris.

c. Bidang Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi

Bidang ini mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pendaftaran, pendataan, dokumentasi dan pengolahan data sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Bidang Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi membawahi seksi–seksi berikut:


(26)

commit to user

1) Seksi Pendaftaran dan Pendataan

Seksi ini mempunyai tugas melaksanakan pendaftaran, pendataan dan pemeriksaan di lapangan terhadap Wajib Pajak Daerah dan Wajib Pajak Retribusi Daerah.

2) Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data

Tugas dari Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data adalah menghimpun, mendokumentasi, menganalisa dan mengolah data Wajib Pajak Daerah dan Wajib Pajak Retribusi Daerah.

d. Bidang Penetapan

Bidang Penetapan bertugas menyelenggarakan pembinaan dan bombingan di bidang perhitungan, penerbitan Surat Penetapan Pajak dan Retribusi serta perhitungan besarnya angsuran bagi pemohon sesuai dengan kebijakan teknis yang telah ditetapkan Kepala Dinas.

Bidang Penetapan membawahi seksi–seksi sebagai berikut:

1) Seksi Perhitungan

Tugas dari Seksi Perhitungan adalah melaksanakan perhitungan dan penetapan besarnya pajak dan retribusi.

2) Seksi Penerbitan Surat Ketetapan

Seksi Penerbitan Surat Ketetapan mempunyai tugas menetapkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Retribusi (SKR), dan surat–surat ketetapan pajak lainnya.


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

e. Bidang Penagihan

Bidang Penagihan mempunyai tugas menyelenggarakan

bimbingan dan pembinaan di bidang penagihan dan keberatan serta pengelolaan penerimaan sumber pendapatan lainnya, sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Bidang Penagihan membawahi seksi–seksi sebagai berikut:

1) Seksi Penagihan dan Keberatan

Seksi ini bertugas melaksanakan penagihan tunggakan pajak daerah, retribusi daerah dan sumber pendapatan lainnya serta melayani permohonan keberatan dan penyelesaiannya.

2) Seksi Pengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lain

Tugas yang dibebankan kepada seksi ini adalah

mengumpulkan data sumber–sumber penerimaan lain di luar pajak daerah dan retribusi daerah sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

f. Bidang Anggaran

Bidang Anggaran mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang perencanaan, pengelolaan dan pengendalian anggran pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan APBD dan Perubahan APBD. Bidang Anggaran terdiri dari dua seksi yang merupakan satu kesatuan tim kerja, yaitu sebagai berikut:


(28)

commit to user

1) Seksi Anggaran I

2) Seksi Anggaran II

g. Bidang Perbendaharaan

Bidang Perbendaharaan bertugas melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pengelolaan perbendaharaan I dan II. Bidang Akuntansi membawahi seksi–seksi sebagai berikut:

1) Seksi Perbendaharaan I

2) Seksi Perbendaharaan II

h. Bidang Akuntansi

Bidang akuntansi mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang penyelenggaraan tata akuntansi keuangan daerah pada tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Kota Surakarta. Bidang Akuntansi dibantu dua kelompok seksi, yaitu:

1) Seksi Akuntansi I

2) Seksi Akuntansi II

i. Bidang Aset

Bidang Aset mempunyai tugas untuk mencatat serta mengelola semua aset yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta. Bidang Aset membawahi dua seksi, yaitu:


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

1) Seksi Perencanaan Aset

Seksi ini bertugas merencanakan dan mengembangkan semua aset yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota Surakarta sehingga dapat berguna bagi masyarakat dan pemerintah.

2) Seksi Pengelolaan Aset

Seksi ini bertugas sebagai pelaksana rencana yang telah dibuat oleh Seksi Perencanaan Aset dan juga sebagai pengelola aset tersebut.

j. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)

UPTD bertugas memungut dan mengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Surakarta.

k. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas pada cabang dinas di kecamatan.

6. Tata Kerja DPPKA

DPPKA Kotamadya II Surakarta mendapatkan pembinaan teknis fungsional dari DPPKA Tingkat I Jawa Tengah. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Dinas menerapkan prinsip-prinsip koordinasi, integrasi, sinkronasi, dan simplikasi sesuai dengan bidang tugasnya masing–masing.

Kepala Sekretariat, para Kepala Seksi, dan Kepala Unit Penyuluhan bertanggung jawab memberikan bimbingan atau pembinaan kepada bawahannya serta melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya menurut hierarkis jabatan masing–masing. Kepala


(30)

commit to user

Sekretariat, Kepala Seksi, Kepala Unit Penyuluhan, dan Kepala Unit Pelaksanaan, dan Kepala Unit Pelaksanaan Teknis Dinas bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Para Kepala Seksi pada DPPKA bertanggung jawab kepada Kepala Bagian yang membidanginya. Kepala Dinas, Kepala Sekretariat, dan Kepala Seksi di lingkungan DPPKA Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat II Surakarta. Kepala Urusan, Kepala Seksi, dan Kepala Unit Penyuluhan di lingkungan DPPKA Kotamadya Daerah Tingkat II diangkat dan diberhentikan oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta.

7. Visi dan Misi DPPKA

a. Visi DPPKA

Visi DPPKA adalah mewujudkan peningkatan pendapatan daerah yang optimal untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.

b. Misi DPPKA

Misi DPPKA antara lain sebagai berikut:

1) Mengutamakan kualitas pelayanan ketertiban.

2) Meningkatkan pendapatan daerah secara optimal.


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

B. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang–Undang Dasar 1945. Dalam perkembangannya telah menghasilkan pembangunan yang pesat dalam kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan dengan dukungan pemerintah dan seluruh potensi masyarakat, karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Dahulu penyelenggara pemerintahan menggunakan dua sistem, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi ataupun desentralisasi sebagai suatu sistem administrasi pemerintahan, dalam banyak hal tidak dapat dilepaskan dari proses pertumbuhan suatu negara. Namun, adanya krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 membuat daerah menjadi bergantung kepada setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat, sehingga sekarang ini pemerintah hanya menerapkan satu sistem yaitu desentralisasi. Adapun pengertian desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Sistem pemerintahan inilah yang kemudian disebut dengan otonomi daerah. Otonomi daerah dilancarkan sejak 1 Januari 2001. Daerah–daerah otonom (kabupaten/kota) diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sesuai aspirasi masyarakat dan tidak bertentangan dengan peraturan


(32)

commit to user

perundang–undangan yang berlaku.

Otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab disertai dengan kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri memerlukan dukungan tersedianya pendapatan daerah yang memadai. Lahirnya otonomi daerah telah memberikan kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus sumber–sumber penerimaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan sumber penerimaan lainnya.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu sumber penerimaan daerah yang berasal dari dalam daerah yang bersangkutan harus ditingkatkan seoptimal mungkin dalam rangka mewujudkan semangat kemandirian lokal. Dalam hubungannya dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka peranan yang dimainkan oleh Pemerintah Daerah perlu mendapatkan penekanan sekaligus dukungan yang sungguh–sungguh, maka terdapat dua pandangan tentang peranan yang seharusnya dimainkan oleh Pemerintah Daerah, yaitu:

Pertama, Pemerintah Daerah pada dasarnya adalah lembaga yang menyelenggarakan pelayanan tertentu untuk masyarakat, memberikan pelayanan yang semata–mata bermanfaat untuk daerah. Tujuan Pemerintah Daerah bersifat tata usaha dan ekonomi.

Kedua, menekankan peranan Pemerintah Daerah yang

mencerminkan keinginan masyarakat setempat. Tujuan Pemerintah Daerah pada dasarnya bersifat politik, dalam arti Pemerintah Daerah


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

merupakan wadah bagi penduduk setempat untuk mengemukakan aspirasi mereka. Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tercermin dalam pembagian kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sehingga tiap tingkatan memiliki lingkup kewenangan sendiri–sendiri. Menurut Prof. DR. H. Rahardjo Adidasmita (2011:13) peranan Pemerintah Daerah mencangkup tiga aspek:

1. Pemerintah daerah diberi kekuasaan untuk menghimpun sendiri

pajak yang dapat menghasilkan pendapatan daerah dan untuk menentukan sendiri tarif pajak daerah.

2. Bagi hasil penerimaan pajak nasional antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah.

3. Bantuan umum dari Pemerintah Pusat tanpa pengendalian dari

Pemerintah Pusat atas penggunaanya.

Tanah mempunyai fungsi sosial sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan bangunan memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang baik bagi orang pribadi atau badan yang mempunyai hak atasnya, oleh karena itu mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan wajar bila menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, dalam hal ini Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Namun, pengenaan BPHTB menurut Undang– undang ini telah memperhatikan aspek keadilan bagi masyarakat


(34)

commit to user

terutama masyarakat golongan ekonomi lemah dan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yaitu dengan mengatur nilai perolehan hak atas tanah dan bangunan yang tidak dikenakan pajak (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak).

BPHTB tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia karena merupakan pajak yang menyangkut kepemilikan tanah dan bangunan. Seperti yang dikemukakan Mudrajad Kuncoro dalam Otonomi dan Pembangunan Daerah (2004:28), BPHTB menurut Undang–Undang No. 25 tahun 1999 pasal 6 merupakan dana perimbangan bagian daerah (dana bagi hasil), yang selama ini pelaksanaan pemungutan BPHTB dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan penerimaan pajaknya diberikan kembali ke Pemerintah Daerah melalui pola bagi hasil. Tetapi, seperti yang diamanatkan melalui Undang–undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, BPHTB dialihkan dari pajak pusat menjadi pajak daerah, terhitung sejak 1 Januari 2011.

Dahulu ketika BPHTB sebagai pajak pusat, daerah tidak mendapat 100% penerimaan pajak ini. Pemerintah pusat mendapat bagian 20% dari seluruh penerimaan BPHTB yang kemudian bagian Pemerintah Pusat ini dibagikan secara merata ke seluruh daerah Kabupaten/Kota, sedangkan Pemerintah Daerah mendapat bagian sebesar 80% yang dibagi 16% untuk Daerah Provinsi dan 64% untuk Daerah Kabupaten/Kota. Kini, 100% penerimaan BPHTB menjadi hak pemerintah daerah yang menjadi lokasi transaksi properti. Pengalihan


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

pengelolaan ini memiliki beberapa tujuan, di antaranya adalah memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan, penyempurnaan sistem pungutan pajak dan retribusi daerah, peningkatan efektifitas pengawasan sebagai perwujudan pemerintahan daerah yang mandiri serta jika dikaitkan dengan unsur pelayanan masyarakat, akuntabilitas dan transparansi menjadi isu yang paling disoroti di era otonomi daerah. Beban pajak properti sering dikaitkan langsung dengan pelayanan masyarakat yang diberikan Pemerintah Daerah, misalnya dalam menyediakan sarana prasarana, sehingga logikanya wajar bila pajak properti dikelola langsung oleh Pemerintah Daerah untuk otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah. Fungsi pelayanan dan pengawasan terhadap subjek dan objek pajak diharapkan dapat lebih optimal apabila Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab atas pemungutan pajaknya.

Sistem yang digunakan dalam pemungutah pajak BPHTB adalah

Self Assessment System yang memberi kepercayaan penuh kepada

Wajib Pajak (WP) untuk melaksanakan hak dan kewajibannya, mulai dari menghitung, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang

terutang, sehingga idealnya Wajib Pajak akan bersikap proaktif

terhadap kewajibannya dalam membayar pajak. Tarif yang ditetapkan pemerintah untuk Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan adalah tarif tunggal sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak


(36)

commit to user

(NPOPKP) atas Tanah dan Bangunan. Tarif tersebut ditetapkan secara tunggal agar Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam melaksanakan

Sistem Self Assessment yang diberlakukan pemerintah. Dalam

pemberlakuan sistem ini pemerintah membuat Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB) agar Wajib Pajak dapat menyetorkan secara langsung BPHTB yang terutang. SSB ini digunakan sebagai bukti bagi Wajib Pajak dalam proses pengalihan hak bagi pejabat atau tempat pembayaran dilakukan. Dengan peralihan tersebut diharapkan BPHTB akan menjadi salah satu sumber PAD yang cukup potensial bagi daerah tertentu dibandingkan dari keseluruhan penerimaan pajak daerah yang selama ini ada. Perubahan ini tentunya merubah pihak yang melayani BPHTB, yang selama ini tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak menjadi tanggung jawab Dinas Pendapatan Daerah. Pengalihan kewenangan ini bukan hal yang mudah karena diperlukannya kesiapan dari semua pihak yang terkait agar pengalihan kewenangan berjalan optimal.

Implementasi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:374) mempunyai arti penerapan atau pelaksanaan. Dalam hal ini merupakan pelaksanaan peralihan BPHTB dari Pajak Pusat kemudian menjadi Pajak Daerah, yaitu mulai 1 Januari 2011 telah dikelola langsung oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta.


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

penerimaan BPHTB, kendala dan upaya yang dilakukan pihak Pemerintah Daerah untuk mengoptimalkan penerimaan tersebut. Mengingat pentingnya pelaksanaan pengoptimalan pendapatan daerah dari peralihan BPHTB yang dikelola Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta, maka penulis mengambil judul “IMPLEMENTASI PERALIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PADA DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET KOTA SURAKARTA”.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi peralihan BPHTB pada DPPKA Kota

Suakarta?

2. Bagaimana perubahan penerimaan BPHTB Kota Surakarta

ketika sebagai pajak pusat dan setelah menjadi pajak daerah?

3. Bagaimana kontribusi penerimaan BPHTB terhadap Pendapatan

Asli Daerah Kota Surakarta?

4. Hambatan apa saja yang dihadapi oleh pihak DPPKA Kota

Surakarta dalam mengoptimalkan penerimaan BPHTB di Surakarta?

5. Bagaimana upaya yang dilakukan DPPKA Kota Surakarta


(38)

commit to user

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui implementasi peralihan BPHTB pada

DPPKA Kota Surakarta.

2. Untuk mengetahui perubahan penerimaan BPHTB ketika

sebagai pajak pusat dan setelah menjadi pajak daerah.

3. Untuk mengetahui kontribusi penerimaan BPHTB terhadap

Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta.

4. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh pihak DPPKA

Kota Surakarta dalam mengoptimalkan penerimaan BPHTB.

5. Untuk mengetahui dan mengkaji upaya yang dilakukan DPPKA

Kota Surakarta dalam mengoptimalkan penerimaan BPHTB.

E. Manfaat penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Penulis

Dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh BPHTB bagi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta serta dapat mengaplikasikan ilmu perpajakan yang diperoleh di bangku kuliah ke dalam dunia kerja sesungguhnya, khususnya dalam bidang BPHTB.


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

2. Bagi Instansi atau Lembaga

Diharapkan dapat memberikan masukan bagi DPPKA Kota Surakarta sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan yang berkenaan dengan BPHTB, sehingga dapat meningkatkan penerimaan pendapatan daerah dari sektor BPHTB. Selain itu, dapat digunakan sebagai evaluasi atas pelaksanaan kegiatan pemungutan pajak yang selama ini sudah dilakukan, dengan harapan akan dapat lebih meningkatkan kinerja DPPKA Kota Surakarta di masa yang akan datang.

3. Bagi Pihak Lain

Semoga penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai BPHTB, pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta serta diharapkan dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya yang lebih luas dan mendalam.

F. Metode Penelitian

Ada beberapa metode yang dilakukan penulis dalam mengumpulkan data antara lain:

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah Desain Kasus, dilakukan apabila pertanyaan “ bagaimana ” menjadi permasalahan utama penelitian dengan keharusan membuat deskripsi atau analisis yang terbatas pada kasus tertentu untuk menjawab permasalahan


(40)

commit to user

tersebut. Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis membahas tentang bagaimana implementasi peralihan BPHTB pada DPPKA Kota Surakarta, perubahan penerimaan BPHTB, hambatan dan

upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta untuk

mengoptimalkan penerimaan BPHTB.

2. Obyek Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian Tugas Akhir ini, maka obyek yang diteliti adalah pajak daerah yang berada di Surakarta terutama Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta untuk memudahkan pemenuhan dalam penyesuaian serta memperoleh data-data primer dan sekunder yang langsung dengan obyek penelitian.

4. Jenis Penelitian

a. Penelitian kepustakaan, yaitu dengan membaca dan mempelajari

buku dan data-data yang berhubungan dengan BPHTB.

b. Penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan

terjun langsung ke instansi yang berhubungan dengan objek penelitian.


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

5. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

1) Data Kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk

kata, kalimat dan gambar.

2) Data Kuantitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk

angka atau data kualitatif yang diangkakan.

b. Sumber Data

1) Sumber data berasal dari:

a) Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari

obyek yang diteliti, seperti target dan realisasi penerimaan Pajak BPHTB di Kota Surakarta.

b) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan

mempelajari buku–buku, arsip, Undang–undang

Perpajakan yang berlaku, serta Surat Keputusan tentang Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

2) Sumber data diambil dari:

a) Informan, yaitu orang yang dipandang mengetahui

permasalahan yang akan dibahas dan bersedia

memberikan informasi mengenai hal terkait.

b) Dokumen, merupakan sumber data yang memiliki posisi


(42)

commit to user

6. Teknik Pengumpulan Data

a. Interview atau wawancara, yaitu metode pengumpulan data

dalam penelitian yang dilakukan dengan mengadakan tanya jawab langsung untuk mendapatkan keterangan atau informasi dari pejabat instansi terkait dengan berdasarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

b. Observasi, yaitu pengamatan secara langsung pada instansi

yang menangani langsung obyek penelitian.

7. Teknik Pembahasan

Teknik pembahasan yang digunakan penulis dalam membuat Tugas Akhir ini adalah Pembahasan Deskriptif, yaitu membuat gambaran atau deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai implementasi peralihan BPHTB pada DPPKA Kota Surakarta, perubahan penerimaan BPHTB, kontribusi penerimaan BPHTB bagi Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta, hambatan serta upaya yang dilakukan DPPKA dalam meningkatkan penerimaan BPHTB di Surakarta.

G. Analisis Data

Setelah data diperoleh dan dikumpulkan secara lengkap selanjutnya data dianalisa kemudian disimpulkan untuk mendapatkan gambaran atau jawaban permasalahan yang dikehendaki, dalam hal ini adalah implementasi peralihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Bangunan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta. Adapun permasalahan tersebut antara lain:

1. Implementasi peralihan BPHTB pada DPPKA Kota Surakarta

Untuk mengetahui implementasi peralihan BPHTB pada DPPKA Kota Surakarta, dapat dijelaskan berdasar pelaksanaan pemungutan BPHTB, hasil pungutan BPHTB, dan semua kewenangan dalam pemungutan BPHTB menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Kota Surakarta melalui Walikota, dan Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2010 adalah peraturan daerah yang merupakan payung hukum implementasi peralihan BPHTB pada DPPKA Kota Surakarta.

2. Perubahan Penerimaan BPHTB Kota Surakarta ketika sebagai

pajak pusat dan setelah menjadi pajak daerah

Dahulu BPHTB adalah pajak pusat dan merupakan dana perimbangan, yakni dikelola Pemerintah Pusat dan hasil penerimaannya dibagikan secara merata ke Pemerintah Daerah. Tetapi sejak 1 Januari 2011, BPHTB sudah dialihkan menjadi pajak daerah. Untuk mengetahui perubahan penerimaan tersebut dilakukan perbandingan penerimaan BPHTB ketika sebagai pajak pusat dan setelah menjadi pajak daerah. Dalam hal ini, jangka waktu yang penulis ambil adalah 3 bulan terakhir 2010 dan 3 bulan awal 2011.


(44)

commit to user

3. Kontribusi penerimaan BPHTB terhadap Pendapatan Asli

Daerah Kota Surakarta

Untuk mengetahui kontribusi penerimaan BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta, dilakukan dengan cara perhitungan sebagai berikut:

4. Hambatan yang dihadapi oleh pihak DPPKA Kota Surakarta

dalam mengoptimalkan penerimaan BPHTB di Surakarta Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh pihak DPPKA Kota Surakarta dalam mengoptimalkan penerimaan BPHTB adalah dengan melakukan wawancara dengan pihak dalam instansi terkait.

5. Upaya yang dilakukan DPPKA Kota Surakarta dalam

mengoptimalkan penerimaan BPHTB di Surakarta

Untuk mengetahui upaya yang dihadapi oleh pihak DPPKA Kota Surakarta dalam mengoptimalkan penerimaan BPHTB adalah dengan melakukan wawancara dengan pihak dalam instansi terkait.

Realisasi penerimaan BPHTB

Kontribusi = x 100%


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30 BAB II

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Landasan Teori

1. Definisi Pajak

Beberapa kutipan difinisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli, adalah sebagai berikut:

a. Pajak (P. J. A. Adriani dalam Waluyo, 2007) adalah iuran kepada

kas negara (yang dapat dipisahkan) yang terutang oleh wajib pajak yang membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.

b. Pajak (Rochmat Soemitro dalam Richard dan Wirawan, 2004) adalah

iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa–imbal (kontra– prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Adapun fungsi pajak (Mardiasmo, 2003) antara lain:

a. Fungsi Budgeter yaitu sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi


(46)

commit to user

b. Fungsi Reguler yaitu sebagai alat mengatur atau melaksanakan

kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sistem Pemungutan Pajak dapat dibagi menjadi:

a. Official Assesment System adalah sistem pemungutan yang memberi

wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

b. Self Assesment System adalah sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada wajib pajak menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

c. With Holding System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang pada pihak ketiga.

Seperti yang dikutip dalam buku Perpajakan Teori dan Kasus oleh Siti Resmi, pajak menurut lembaga pemungut dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Pajak Pusat, adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat

yang dalam pelaksanaanya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak.

b. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

2. Pajak Daerah

Berdasarkan Undang–Undang No. 28 tahun 2009, yang disebut dengan pajak daerah adalah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan


(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kriteria pajak daerah secara spesifik diuraikan oleh Davey (1988) dalam Pajak dan Retribusi Daerah, terdiri dari empat hal:

a. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan

dari daerah sendiri.

b. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi

penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah.

c. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah.

d. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat

tetapi hasil pungutannya diberikan kepada pemerintah daerah.

Adapun jenis Pajak Daerah yang tercantum dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah antara lain:

a. Pajak propinsi yang terdiri dari:

1) Pajak Kendaraan Bermotor

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

4) Pajak Air Permukaan, dan

5) Pajak Rokok

b. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:

1) Pajak Hotel


(48)

commit to user

3) Pajak Hiburan

4) Pajak Reklame

5) Pajak Penerangan Jalan

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

7) Pajak Parkir

8) Pajak Air Tanah

9) Pajak Sarang Burung Walet

10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan

11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

B. Tinjauan Umum BPHTB

1. Definisi dan Dasar Hukum

Berdasarkan Peraturan Daerah No. 13 tahun 2010 yang dimaksud dengan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.

Sesuai dengan bunyi Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi sebagai berikut: “Bumi, dan air, dan kekayaan dan yang


(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, di samping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagian dari nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran pajak, yang dalam hal ini adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Dasar hukum pemungutan BPHTB pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta adalah:

a. Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

b. Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 13 tahun 2010 tentang Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2. Pelaksanaan Pemungutan BPHTB

Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Subyek pajak berkewajiban membayar pajak sebagai wajib pajak, sedangkan obyek BPHTB yaitu perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi:


(50)

commit to user

a. Pemindahan Hak

Pemindahan hak disebabkan oleh peristiwa hukum jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukkan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha dan hadiah.

b. Pemberian Hak Baru, meliputi:

1) Kelanjutan pelepasan hak.

2) Di luar pelepasan hak.

Menurut ketentuan Pasal 4 (empat) Peraturan Daerah No. 13 tahun 2010, obyek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah sebagai berikut:

a. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasar asas timbal balik.

b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan

pembangunan guna kepentingan umum.

c. Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri.

d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum

lain dengan tidak adanya perubahan nama.

e. Karena wakaf.

f. Untuk digunakan kepentingan ibadah.

Prinsip-prinsip yang diatur dalam Undang-Undang BPHTB adalah:

a. Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkar sistem Self


(51)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

b. Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek

Pajak Kena Pajak.

c. Adanya sanksi bagi Wajib Pajak maupun pejabat-pejabat umum

yang melanggar ketentuan atau tidak melaksnakan kewajibannya menurut Undang-Undang yang berlaku.

d. Hasil penerimaan BPHTB sebagian besar diserahkan kepada

Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan pendapatan daerah.

e. Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan di

luar ketentuan ini tidak diperkenankan.

Berdasarkan prinsip di atas, pemenuhan kewajiban Bea Perolehan

Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah menggunakan sistem Self

Assesment yaitu sistem pemungutan di mana Wajib Pajak harus

menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan jumlah pajak

yang terutang. Aparat Pajak (fiskus) hanya bertugas melakukan

penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak. Menurut ketentuan Pasal 6 (enam) Peraturan Daerah No. 13 tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan menyebutkan adanya:

a. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP).

b. Nilai Perolehan Obyek Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dalam

hal:

1) Jual-beli adalah harga transaksi.


(52)

commit to user

3) Hibah adalah nilai pasar.

4) Hibah wasiat adalah nilai pasar.

5) Waris adalah nilai pasar.

6) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah

nilai pasar.

7) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar.

8) Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang

tercantum dalam risalah lelang.

9) Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum

tetap adalah nilai pasar.

10)Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan

hak adalah nilai pasar.

11)Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai

pasar.

12)Penggabungan usaha adalah nilai pasar.

13)Peleburan usaha adalah nilai pasar.

14)Pemekaran usaha adalah nilai pasar.

15)Hadiah adalah nilai pasar.

NPOP apabila tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP PBB, maka yang digunakan adalah NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan. Sesuai Peraturan Daerah No. 13 tahun 2010, tarif BPHTB merupakan tarif tunggal sebesar 5% (lima persen). Penentuan tarif tunggal dimaksudkan untuk kesederhanaan dan kemudahan perhitungan. Khusus untuk tanah


(53)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

dan/atau bangunan yang diperoleh dari waris atau hibah ditetapkan sebesar 2,5% (dua setengah persen).

Adapun Pasal 7 Undang-Undang No. 28 tahun 2009 mengatur mengenai besarnya Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Khusus untuk tanah dan/atau bangunan yang diperoleh dari waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau istri, Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Perhitungan BPHTB terutang: 5% x NPOP Kena Pajak


(54)

commit to user

C. Pembahasan

1. Implementasi peralihan BPHTB pada DPPKA Kota Surakarta

Awalnya BPHTB adalah pajak pusat, sehingga Pemerintah Daerah hanya mendapat penerimaan BPHTB melalui pola bagi hasil, yaitu 64% dari 80% total penerimaan BPHTB. Namun kini dengan adanya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, 100% penerimaan BPHTB menjadi hak daerah yang merupakan lokasi transaksi pajak properti guna pembiayaan kebutuhan daerah bersangkutan. BPHTB sepenuhnya dialihkan ke kabupaten atau kota sejak 1 Januari 2011.

Pemerintah Kota Surakarta membuat Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2010 sebagai payung hukum yang menguatkan pelaksanaan pemungutan BPHTB di Surakarta. Perwakilan personel Pemerintah Kota Surakarta juga sudah dikirim untuk mengikuti diklat BPHTB yang diadakan di balai perpajakan di Yogyakarta. Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan personel Pemerintah Kota Surakarta agar dapat melakukan pemungutan BPHTB sesuai ketentuan yang berlaku. Adanya

software dan hardware yang sudah siap, guna mekanisme pemungutan BPHTB, yaitu saat pembayaran dan pelaporan yang dilakukan masyarakat sebagai wajib pajak, misalnya mempersiapkan SSPD BPHTB (Surat Setoran Pajak Daerah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan) yang digunakan untuk menyetor BPHTB. Di samping itu,


(55)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

penyetoran BPHTB yang di akhir tahun akan digunakan untuk laporan realisasi pendapatan BPHTB, dan dijadikan bahan untuk menetapkan target di tahun berikutnya. Pemerintah Kota Surakarta juga sudah bekerja sama dengan Perhimpunan Notaris Surakarta, sehingga SSPD BPHTB dapat diambil di notaris. Hal ini mempermudah masyarakat selaku wajib pajak dalam pengisian SSPD BPHTB karena dalam pengisian tersebut wajib pajak mendapat bantuan dari notaris.

Implementasi peralihan BPHTB ini tentunya merubah pihak yang menangani pemungutan BPHTB, yaitu yang semula tanggung jawab Direktorat Jendral Pajak melalui KPP, kini menjadi tanggung jawab DPPKA Kota Surakarta melalui Walikota. Adapun bagian pada DPPKA Kota Surakarta yang berkaitan dalam implementasi peralihan

pemungutan BPHTB, meliputi: Kas Daerah, Customer Service Office

(CSO), Pendaftaran dan Pendataan (Dafda) dan Penetapan. Kegiatan yang sehubungan dengan pemungutan BPHTB pada masing-masing bagian adalah setelah dilakukannya pengisian SSPD BPHTB, wajib pajak mendatangi Kas Daerah untuk membayar BPHTB terhutang, selanjutnya

wajib pajak ke CSO untuk pengecekan berkas yang diperlukan dalam

pembayaran BPHTB. Dari CSO, berkas dan SSPD BPHTB masuk ke

Dafda untuk diinput data. Penetapan menjadi bagian terakhir dalam pembayaran pajak oleh wajib pajak, yaitu berkas dari bagian Dafda dimasukkan ke bagian Penetapan untuk pengecekan data, pada langkah ini dapat pula dilakukan cek lapangan jika dirasa perlu. Di bidang


(56)

commit to user

Penetapan juga dilakukan validasi untuk menentukan adanya kurang atau lebih bayar dalam perhitungan yang dilakukan wajib pajak. Apabila telah dilakukan validasi, maka berkas yang disampaikan di bagian Penetapan

kemudian dikembalikan kepada wajib pajak melalui CSO, yang

kemudian berkas SSPD BPHTB menjadi syarat untuk mengurus balik nama ke Badan Pertanahan Nasional.

Berdasar Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 dan Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2010, dasar pengenaan BPHTB adalah NPOP, tetapi pada kenyataan yang terjadi yang digunakan adalah NJOP, karena Pemerintah Daerah untuk mengarah ke NPOP tidak mudah. Sementara wajib pajak pada dasarnya menginginkan kewajiban pajaknya rendah dan notaris juga cenderung ingin membantu meringankan klien dalam membayar pajaknya, di samping itu penggunaan NJOP lebih mudah karena sudah diketahui nominalnya, sedangkan NPOP itu sendiri sulit diketahui besaran nominalnya. Perhitungan untuk BPHTB terhutang dengan menggunakan NPOP maupun NJOP sama, yaitu menggunakan tarif tunggal 5% dari nilai transaksi setelah dikurangi NJOPTKP, yang membedakan hanyalah besaran nominalnya. Adapun apabila NJOP lebih tinggi daripada harga jual, misal NJOP Rp 825.000/meter sedangkan harga jualnya adalah Rp 500.000/meter, maka tetap saja yang digunakan adalah NJOP, yaitu Rp 825.000/meter.

Masih digunakannya NJOP sebagai dasar pengenaan di suatu daerah tidak dijadikan masalah, dan rencananya suatu saat Pemerintah


(57)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Daerah pasti akan menggunakan NPOP sebagai dasar pengenaan BPHTB, dimana itu masih membutuhkan kesiapan Pemerintah Daerah melalui berbagai sosialisasi kepada wajib pajak maupun notaris.

2. Perubahan penerimaan BPHTB Kota Surakarta ketika sebagai

pajak pusat dan setelah menjadi pajak daerah

Dahulu BPHTB adalah pajak pusat dan merupakan dana perimbangan, yaitu dikelola Pemerintah Pusat dan hasil penerimaannya dibagikan secara merata ke Pemerintah Daerah. Tetapi seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang No. 28 tahun 2009, BPHTB dialihkan menjadi pajak daerah, terhitung sejak 1 Januari 2011. Untuk

mengetahui perubahan penerimaan tersebut maka dilakukan

perbandingan penerimaan BPHTB ketika sebagai pajak pusat yaitu tahun 2010 dan setelah menjadi pajak daerah yaitu tahun 2011. Dalam hal ini, jangka waktu yang penulis ambil adalah 3 (tiga) bulan terakhir 2010 dan 3 (tiga) bulan awal 2011.

Selama tiga bulan terakhir 2010, penerimaan BPHTB adalah Rp 13.535.319.168,00 sedangkan untuk tiga bulan awal tahun 2011 adalah Rp 5.583.713.121,25. Berdasarkan data tersebut terlihat jelas bahwa penerimaan BPHTB setelah menjadi pajak daerah lebih rendah dibandingkan ketika menjadi salah satu pajak pusat. Perkembangan penerimaan BPHTB di Kota Surakarta selama 6 (enam) bulan terakhir dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(58)

commit to user

Tabel II. 1

Penerimaan BPHTB di Kota Surakarta

Pajak Pusat Penerimaan BPHTB

Oktober 2010 Rp 3.537.408.287,00

November 2010 Rp 1.675.581.842,00

Desember 2010 Rp 8.322.329.039,00

Total Rp 13.535.319.168,00

Pajak Daerah

Januari 2011 Rp 323.775.425,00

Februari 2011 Rp 2.382.190.800,00

Maret 2011 Rp 2.877.746.896,25

Total Rp 5.583.713.121,25

Sumber: DPPKA Kota Surakarta

Penerimaan BPHTB ketika setelah menjadi pajak daerah lebih rendah bukan semata-mata masa transisi atau adaptasi dari kantor pajak kepada DPPKA Kota Surakarta, namun karena Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) batasannya naik. Berdasar Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu NPOPTKP yang semula Rp 20 juta naik menjadi Rp 60 juta dan khusus untuk waris dan hibah wasiat NPOPTKP naik menjadi Rp 100 juta yaitu yang semula Rp 200 juta menjadi Rp 300 juta, sehingga otomatis wajib pajak yang terjaring akan lebih sedikit. Berdasar wawancara yang penulis lakukan dengannsalah satu pejabat di instansi terkait, target tersebut sudah bagus untuk di Kota Surakarta, di samping itu Surakarta nyaman, kondusif dan investasi banyak berdatangan. Jual beli tanah di Surakarta juga pesat, banyak dilirik oleh para investor.


(59)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Terlepas dari lebih rendahnya penerimaan BPHTB setelah menjadi pajak daerah, penerimaan BPHTB yang dimulai sejak Januari 2011 hingga Maret 2011 selalu mengalami kenaikan. Hal ini dapat menjadi salah satu catatan positif bagi DPPKA Kota Surakarta karena merupakan awal keberhasilan dalam pemungutan BPHTB sebagai pajak daerah.

3. Kontribusi penerimaan BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah

Kota Surakarta

Keberhasilan suatu daerah dapat diukur dengan melihat kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah. PAD terdiri dari beberapa komponen, salah satunya adalah pendapatan pajak daerah yang di dalamnya terdapat 11 (sebelas) jenis pajak di antaranya yaitu Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Berikut ini adalah beberapa penerimaan masing-masing jenis pajak di Kota Surakarta selama 3 (tiga) bulan terakhir tahun anggaran 2010 dalam bentuk tabel II. 2 sebagai berikut:


(60)

commit to user

Dari tabel II.2 dapat dilihat penerimaan yang dihasilkan oleh beberapa jenis pajak daerah sejak Oktober 2010 sampai dengan Maret 2011 dan BPHTB menduduki peringkat pertama dengan total penerimaan Rp 19.119.032.289.

Besarnya kontribusi yang diberikan oleh BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat diketahui dengan membandingkan antara realisasi penerimaan BPHTB dengan realisasi penerimaan PAD. Realisasi merupakan jumlah yang diterima dari hasil pemungutan pajak pada periode tertentu dengan potensi yang ada pada BPHTB. Kontribusi BPHTB terhadap PAD Kota Surakarta dapat dihitung dengan formula berikut:

Realisasi penerimaan BPHTB

Kontribusi = x 100%

Realisasi Pendapatan Asli Daerah Tabel II. 2

Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kota Surakarta 6 (enam) bulan terakhir

PAJAK 2010 2011

Oktober November Desember Januari Februari Maret

Hotel 1.013.991.817 1.327.533.669 1.149.575.552 1.428.706.022 1.061.229.683

995.047.462 Restoran 982.869.711

903.087.692 1.043.441.025 1.129.843.169

970.430.087

822.628.160

Hiburan 581.869.824

485.371.669 538.461.923 507.148.385 454.739.878 372.369.058

Reklame 417.471.425

463.400.682 467.416.415 285.026.389 423.808.457 595.662.520

PPJ 2.183.517.871 4.665.391.182 2.845.343.291 4.867.393.443 2.458.096.716

Parkir 85.273.850 108.480.300 118.054.400

94.464.851 58.299.200

133.040.500

BPHTB 3.537.408.287 1.675.581.842 8.322.329.039

323.775.325 2.382.190.800 2.877.746.896


(61)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Berdasarkan formula di atas, maka dapat dihitung kontribusi penerimaan BPHTB Kota Surakarta terhadap PAD Kota Surakarta untuk bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan Maret 2011.

Kontribusi BPHTB terhadap PAD bulan Oktober 2010

3.537.408.287,00

= x 100%

8.603.147.631,00 = 41,11%

Kontribusi BPHTB terhadap PAD bulan November 2010 1.675.581.842,00

= x 100%

12.942.566.732,00 = 12,94%%

Kontribusi BPHTB terhadap PAD bulan Desember 2010 8.322.329.039,00

= x 100%

12.682.303.656,25 = 65,62%%

Kontribusi BPHTB terhadap PAD bulan Januari 2011 323.775.425,00

= x 100%

3.860.625.423,00 = 8,38%

Kontribusi BPHTB terhadap PAD bulan Februari 2011 2.382.190.800,00

= x 100%

10.355.777.184,00 = 23,00%


(62)

commit to user

Kontribusi BPHTB terhadap PAD bulan Maret 2011 2.877.746.896,00

= x 100%

8.587.076.879,03 = 33,51%

Tabel II. 3

Rekapitulasi Kontribusi BPHTB

Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta

Bulan Penerimaan BPHTB Penerimaan PAD %

Oktober 2010 Rp 3.537.408.287,00 Rp 8.603.147.631,00 41,11

November 2010 Rp 1.675.581.842,00 Rp 12.942.566.732,00 12,94

Desember 2010 Rp 8.322.329.039,00 Rp 12.682.303.656,25 65,62

Januari 2011 Rp 323.775.325,00 Rp 3.860.625.423,00 8,38

Februari 2011 Rp 2.382.190.800,00 Rp 10.355.777.184,00 23,00

Maret 2011 Rp 2.877.746.896,00 Rp 8.587.076.879,03 33,51

Sumber: DPPKA Kota Surakarta

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa kontribusi BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta pada bulan Oktober 2010 mencapai 41,11% dari total penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Tetapi pada bulan November 2010 kontribusi BPHTB mengalami penurunan sebesar 28,17% yaitu dari 41,11% menjadi 12,94%. Kemudian meningkat sebesar 52,68% di bulan Desember 2010. Januari 2011 merupakan awal mula BPHTB dipungut sebagai pajak daerah, dan di bulan inilah kontribusi awal BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surakarta yaitu sebesar 8,38% yang kemudian selama dua bulan berikutnya masih


(63)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

mengalami peningkatan, yaitu 23,00% di bulan Februari dan 33,51% di bulan Maret 2011.

Data di atas menunjukkan bahwa prosentase kontribusi yang diberikan BPHTB terhadap Pendapatan Asli Daerah cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari adany peningkatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan penurunan yang terjadi di bulan November 2010 dan Januari 2011. BPHTB mempunyai potensi penerimaan yang cukup tinggi di Kota Surakarta dan BPHTB merupakan salah satu penyumbang bagi pendapatan daerah yang tergolong potensial, sehingga diperlukan langkah-langkah strategis dari Pemerintah Kota Surakarta untuk mengoptimalkan penerimaan BPHTB.

4. Hambatan yang dihadapi oleh pihak DPPKA Kota Surakarta dalam

mengoptimalkan penerimaan BPHTB

Hambatan yang timbul dalam mengoptimalkan penerimaan BPHTB terdapat 2 (dua) faktor, antara lain:

1) Dari pihak wajib pajak:

Masih rendahnya tingkat kesadaran wajib pajak. Terbukti dengan adanya wajib pajak yang tidak melaporkan data mengenai BPHTB tersebut apa adanya (real time). Hal tersebut terjadi karena pada dasarnya wajib pajak menginginkan membayar kewajiban pajaknya yang ringan atau sedikit, misalnya wajib pajak melaporkan data yang berupa tanah saja, padahal kenyataan yang sebenarnya adalah terdapat


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

B. Kelemahan

1. Masih rendahnya tingkat kesadaran wajib pajak sehingga mempengaruhi besar kecilnya penerimaan BPHTB di Surakarta.

2. Pemerintah Kota Surakarta belum memiliki appraisal, padahal appraisal tersebut harus dimiliki oleh setiap daerah sebagai tenaga ahli penilai BPHTB.

3. Belum tersedianya alat pengukur tanah dan/atau bangunan yang memadai

dan baru dimilikinya satu loket pembayaran BPHTB di DPPKA Kota Surakarta, sehingga pelayanan kurang efisien.

4. Masih minimnya personel yang mampu menangani BPHTB di Kota


(2)

commit to user 53

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan analisis data menganai penerimaan BPHTB di Kota Surakarta yang penulis lakukan, maka dapat diketahui bahwa pemungutan BPHTB oleh DPPKA Kota Surakarta sebagai pajak daerah yang mulai diberlakukan sejak Januari 2011 sudah cukup baik, terbukti dari keberhasilan dalam pemungutan BPHTB yang selalu mengalami peningkatan penerimaan. Di samping itu, potensi BPHTB di Kota Surakarta cukup tinggi yang terlihat jelas dari lebih besarnya penerimaan BPHTB dibandingkan penerimaan dari pajak daerah lainnya di Kota Surakarta.

Sesuai dengan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan yang berkenaan dengan implementasi peralihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta sebagai berikut:

1. Awalnya BPHTB adalah pajak pusat. Pemerintah Daerah hanya mendapat penerimaan BPHTB melalui pola bagi hasil, yaitu 64% dari 80% total penerimaan BPHTB. Namun adanya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, 100% penerimaan BPHTB adalah hak daerah yang menjadi lokasi transaksi pajak properti. Implementasi peralihan BPHTB merubah pihak yang memungut BPHTB, yang semula tanggung jawab DJP melalui KPP, kini menjadi tanggung jawab


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

DPPKA Kota Surakarta. Adapun bagian pada DPPKA Kota Surakarta yang berkaitan dalam implementasi peralihan BPHTB, meliputi: Kas Daerah, Customer Service Office (CSO), Pendaftaran dan Pendataan (Dafda) dan Penetapan. Berdasar Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 dan Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2010, dasar pengenaan BPHTB adalah NPOP, tetapi pada kenyataan yang terjadi yang digunakan adalah NJOP, karena Pemerintah Daerah untuk mengarah ke NPOP tidak mudah. Sementara wajib pajak pada dasarnya menginginkan kewajiban pajaknya rendah dan notaris juga cenderung ingin membantu meringankan klien dalam membayar pajaknya, di samping itu penggunaan NJOP lebih mudah karena sudah diketahui nominalnya, sedangkan NPOP itu sendiri sulit diketahui besaran nominalnya. Perhitungan untuk BPHTB terhutang

dengan menggunakan NPOP maupun NJOP sama, yaitu

menggunakan tarif tunggal 5% dari nilai transaksi setelah dikurangi NJOPTKP, yang membedakan hanyalah besaran nominalnya.

2. BPHTB dalam pelaksanaannya menggunakan sistem self assesment, yaitu wajib pajak diwajibkan untuk menghitung besarnya pajak, menyetor pajak yang terutang sendiri sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Ditetapkan tarif sebesar 5% (lima persen) untuk kesederhanaan dan kemudahan bagi wajib pajak. Penerimaan BPHTB di Kota Surakarta lebih banyak mengalami peningkatan, selain dipengaruhi oleh tanah dan/bangunan itu sendiri hal ini juga


(4)

commit to user

merupakan hasil dari upaya yang dilakukan Pemerintah Kota

Surakarta dalam mengoptimalkan penerimaan BPHTB.

Perkembangan penerimaan BPHTB di Kota Surakarta adalah sebagai berikut:

a. Ketika sebagai pajak pusat:

· Oktober 2010 sebesar Rp 3.537.408.287.

· November 2010 sebesar Rp 1.675.581.842.

· Desember 2010 sebesar Rp 8.322.329.039.

b. Setelah menjadi pajak daerah:

· Januari 2011 sebesar Rp 323.775.425.

· Februari 2011 sebesar Rp 2.382.190.800.

· Maret 2011 sebesar Rp 2.877.746.896.

3. Potensi hambatan yang dialami oleh DPPKA Kota Surakarta dalam upaya peningkatan penerimaan BPHTB, antara lain:

a. Rendahnya tingkat kesadaran wajib pajak, baik dalam pelaporan data mengenai tanah dan/atau bangunannya atau data mengenai nilai perolehannya.

b. Minimnya personel dari DPPKA yang mampu di bidang

BPHTB.

4. Upaya yang dilakukan oleh DPPKA Kota Surakarta untuk

mengoptimalkan penerimaan BPHTB antara lain dengan cara pemeriksaan kondisi lapangan terkait obyek pajak bersangkutan, pemeliharaan aparat yang jujur, peningkatan kinerja sumber daya


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

manusia, serta adanya komunikasi intensif antara Pemerintah Daerah dengan wajib pajak agar tercipta iklim perpajakan yang baik.

B. Rekomendasi

Peralihan BPHTB dari pusat ke daerah tidak hanya sebatas pemungutan melainkan juga pada pendataan, penilaian, penetapan, pelayanan yang menyeluruh di samping pengadministrasian yang harus dilaksanakan daerah. Berdasarkan perumusan masalah dan analisis data yang ada, maka dapat diajukan rekomendasi untuk meningkatkan penerimaan BPHTB di masa mendatang adalah sebagai berikut:

1. Perlu diadakannya sosialisasi kepada masyarakat mengenai BPHTB dan peranan pajak bagi pembangunan daerah supaya dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak, selain itu peningkatan pelayanan public oleh DPPKA Surakarta agar tercipta kepatuhan dalam pembayaran pajak oleh masyarakat.

2. Dibutuhkannya appraisal sebagai tenaga penilai BPHTB di

Surakarta. Setiap daerah harus memiliki appraisal, sedangkan Surakarta belum memiliki appraisal tersebut.

3. Pemerintah Kota Surakarta diharapkan memiliki alat ukur yang memadai guna efektif dan efisiensi pemeriksaan lapangan juga membuka lebih dari satu loket pembayaran guna kelancaran pelayanan dalam pembayaran oleh wajib pajak.

4. Diadakannya bimbingan, konsultasi dan pelatihan bagi personel DPPKA Kota Surakarta sebagai supervisi dalam rangka peralihan


(6)

commit to user

kewenangan pemungutan pajak, sehingga mampu menambah jumlah personel DPPKA Surakarta yang menangani BPHTB.

5. Dalam rangka meningkatkan penerimaan BPHTB perlu terus

ditingkatkan kerjasama dengan pihak yang terkait dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB, misalnya dengan perbankan. Pemerintah daerah harus membuka rekening BPHTB pada bank yang ditunjuk sebagai bank persepsi agar memberi kemudahan pula pada wajib pajak dalam prosedur pembayaran.

6. Pemeriksaan lapangan secara langsung oleh personel lapangan DPPKA Surakarta terkait obyek BPHTB lebih ditingkatkan lagi agar di masa mendatang tidak ada wajib pajak yang melaporkan data yang tidak sesuai lagi, sehingga dapat meningkatkan penerimaan BPHTB Surakarta.

7. Diberikannya sanksi tegas kepada wajib pajak ataupun aparat hukum yang tidak mentaati norma peraturan hukum yang berlaku.

8. Wajib pajak dapat lebih mentaati peraturan yang berlaku sehingga terjadi kerjasama yang baik antara wajib pajak dan DPPKA Kota Surakarta, dengan begitu akan tercipta pembangunan yang lebih baik di Surakarta.