Etiologi Patofisiologi Sindrom Respons Inflamasi Sistemik Pada Anak .1 Epidemiologi

2006-2009 di Craiova didapatkan prevalensi pasien anak dengan SIRS dan mengalami sepsis adalah sebesar 78.

2.1.2 Etiologi

Penyebab SIRS dapat dikelompokkan menjadi dua yakni SIRS yang disebabkan oleh infeksi dan SIRS yang disebabkan oleh noninfeksi. Infeksi bakteri, infeksi pada luka luka bakar, luka bekas operasi, diabetic foot, kolesistitis, kolangitis, infeksi saluran cerna, pneumonia, infeksi saluran kencing, serta meningitis merupakan beberapa penyakit infeksi yang dapat menimbulkan SIRS. Sindrom respons inflamasi sistemik tidak hanya disebabkan oleh infeksi. Beberapa keadaan noninfeksi juga dapat menyebabkan SIRS antara lain trauma, luka bakar, infark myokard, perdarahan, sirosis, penyakit autoimun, serta reaksi hipersensitivitas baik terhadap obat maupun alergen yang lain Plevkova, 2011. Sebuah penelitian dilakukan oleh National Hospital Ambulatory Medical Care Survey NHAMCS di Amerika Serikat pada tahun 2007 hingga 2010 yang melibatkan 30.650 rumah sakit. Penelitian tersebut mendapatkan angka kejadian SIRS pada anak berusia 18 tahun yang datang ke rumah sakit adalah 18,1. Penyebab SIRS terbanyak yang didapatkan pada penelitian tersebut adalah infeksi 53 Horeczko dan Green, 2013.

2.1.3 Patofisiologi

Sindrom respons inflamasi sistemik atau SIRS terlepas dari apapun penyebabnya memiliki patofisiologi yang sama. Inflamasi merupakan respons tubuh terhadap stimulus yang berbahaya bagi tubuh baik berupa stimulus kimia, traumatik, maupun agen infeksi. Kaskade inflamasi merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan imunitas humoral, seluler, komplemen, dan berbagai sitokin Plevkova, 2011. Trauma, inflamasi, infeksi memicu aktivasi kaskade inflamasi. Pada SIRS yang disebabkan oleh infeksi, kaskade inflamasi dicetuskan oleh endotoksin maupun eksotosin. Makrofag pada jaringan, monosit, sel mast, trombosit, dan sel endotel mampu menghasilkan berbagai sitokin proinflamasi. Tissue necrosis factor- α TNF- α dan interleukin IL-1 merupakan sitokin pertama yang dilepaskan dan kemudian mencetuskan pelepasan sitokin yang lain. Pelepasan dari TNF- α dan IL-1 menyebabkan pemecahan nuclear factor- K B NF- K B inhibitor. Pemecahan dari NF- K B inhibitor menyebabkan produksi mRNA oleh NF- K B yang mampu mencetuskan sitokin proinflamasi yang lain. Apabila SIRS dicetuskan oleh infeksi virus, interferon gamma IFN merupakan stimulus utama yang dilepaskan oleh sel yang terinfeksi oleh virus tersebut Plevkova, 2011. Interleukin IL-6, IL- 8, dan IFN merupakan mediator proinflamasi utama yang dicetuskan oleh NF- K B. Interleukin IL-1 dan TNF- α merupakan sitokin yang dilepaskan dalam jumlah besar dalam 1 jam pertama. Kedua sitokin tersebut dapat menyebabkan kerusakan paru berat, hipotensi, demam, serta pelepasan hormon stres norepinefrin, vasopressin, aktivasi sistem renin-angiotensin- aldostreson. Sitokin lain seperti IL-6 merangsang pelepasan reaktan fase akut yakni C-reactive protein CRP. Infeksi menyebabkan pelepasan TNF- α yang lebih besar dibandingkan pada saat trauma, sehingga pelepasan IL-6 dan IL-8 juga menjadi lebih besar. Hal tersebut mendasari terjadinya demam yang lebih tinggi pada infeksi dibandingkan pada saat trauma Plevkova, 2011. Tubuh mengadakan berbagai upaya untuk mengkompensasi respons inflamasi yang sifatnya merugikan tersebut melalui mekanisme pelepasan sitokin anti inflamasi seperti TNF receptor, IL-1 receptor type II, inaktivasi komplemen, IL-10, dan IL-4. Selanjutnya akan terjadi apoptosis dari limfosit, perubahan sitokin proinflamasi yang menghasilkan sel T-helper tipe I menjadi sitokin anti inflamasi yang menghasilkan sel T-helper tipe II, dan sel T yang tidak responsif Kleinpell dkk, 2006. Semua mekanisme kompensasi tersebut diatur sedemikian rupa secara seimbang untuk mengatasi respons proinflamasi. Apabila respons anti inflamasi terjadi secara berlebihan, maka akan mengakibatkan tubuh tidak mampu untuk melawan mikroorganisme infeksi tersebut Kleinpell dkk, 2006. Pada SIRS, keseimbangan antara respons inflamasi dan anti inflamasi terganggu Aneja dan Carcillo, 2011. Kompensasi terhadap keadaan proinflamasi seringkali terjadi secara berlebihan sehingga terjadi suatu kondisi penekanan sistem imun imunosupresi. Hal tersebut kemudian mendasari terjadinya gangguan fungsi limfosit, penurunan jumlah limfosit yang berada di sirkulasi dan jaringan pada pasien sepsis Brown dkk, 2006. Berbagai keadaan tersebut mengakibatkan ketidakmampuan tubuh melawan mikroorganisme dan di sisi lain mengakibatkan ketidakmampuan untuk mencegah kerusakan jaringan. Reaksi proinflamasi yang berlebihan akan mengakibatkan kerusakan jaringan sementara reaksi anti inflamasi yang berlebihan akan menyababkan keadaan imunosupresi. Ketidakseimbangan kedua reaksi tersebut berperan dalam terjadinya sepsis dan kegagalan organ berganda Aneja dan Carcillo, 2011.

2.1.4 Diagnosis