menjadi badan apoptosis apoptotic bodies dan mengalami fagositosis oleh makrofag lokal. Hal tersebut dapat mencegah kerusakan jaringan akibat faktor
lisis yang dilepaskan oleh neutrofil tua tersebut Brown dkk, 2006.
2.2.3 Mobilisasi neutrofil dari sumsum tulang ke sirkulasi
Sinyal spesifik seperti IL-1, IL-3, TNF- α, Colony Stimulating Factor , dan
komplemen seperti C3a dan C5a berperan dalam mobilisasi neutrofil dari sumsum tulang ke sirkulasi. Dalam keadaan normal, 90 dari neutrofil matur tetap berada
di sumsum tulang, 2-3 di sirkulasi, dan sisanya berada di jaringan Borregaard, 2010.
Retensi dan mobilisasi neutrofil terjadi berkat keseimbangan antara reseptor sitokin CXCR4 yang berperan dalam retensi neutrofil di sumsum tulang dan
CXCR2 yang berperan dalam mobilisasi neutrofil ke sirkulasi. Sitokin G-CSF merangsang mobilisasi neutrofil menuju sirkulasi secara tidak langsung dengan
cara menurunkan ekspresi SDF-1 oleh sumsum tulang dan meningkatkan ekspresi
Gro Gambar 2.2. Hal tersebut kemudian menyebabkan ketidakseimbangan
antara CXCR4 dan CXCR2. Dominasi sinyal CXCR2 menyebabkan terjadinya pelepasan neutrofil menuju ke sirkulasi. Keadaan seperti inflamasi dan infeksi
akan meningkatkan laju produksi dan pelepasan neutrofil ke sirkulasi Borregaard, 2010.
2.2.4 Produksi sitokin oleh neutrofil
Selain merupakan target dari sitokin, neutrofil sendiri juga dapat menghasilkan berbagai jenis sitokin yang bersifat proinflamasi. Berbagai agen
dilaporkan dapat menginduksi produksi sitokin. Neutrofil menjadi target dari
berbagai sitokin yang bersifat proinflamasi seperti IL-1, TNF- α, G-CSF, GM-
CSF, dan kemokin seperti IL-8. Sitokin-sitokin tersebut meningkatkan fungsi dari neutrofil seperti kapasitas menempel pada sel endotel dan pengiriman sinyal
migrasi neutrofil menuju lokasi inflamasi atau infeksi Witko-Sarsat dkk, 2000. Interleukin 8 IL-8 dan TNF-
α merupakan sitokin utama yang dihasilkan oleh neutrofil. TNF-
α meningkatkan aktivasi oksidan reaktif dan merangsang pelepasan enzim granulasi oleh neutrofil. Sementara IL-8 yang merupakan sitokin
terbanyak yang dihasilkan neutrofil menyebabkan peningkatan aktivitas degranulasi dari neutrofil Witko-Sarsat dkk, 2000.
Seperti halnya sel inflamasi yang lain, aktivitas neutrofil juga diatur oleh berbagai sitokin. Aktivitas neutrofil menghasilkan sitokin diatur oleh sel T helper
1 yakni interferon- IFN- . Sementara sitokin yang bertugas menekan aktivitas
tersebut diatur oleh sel Thelper 2 yakni IL-4, IL-10, dan IL-13 Witko-Sarsat dkk, 2000.
2.2.5 Granula neutrofil
Granula merupakan tanda atau hallmark dari granulaosit eosinofil, basofil, dan neutrofil yang terbentuk pada saat granulaopoiesis di sumsum tulang Witko-
Sarsat dkk, 2000. Granula merupakan simpanan protein yang dapat digunakan untuk membunuh mikroorganisme patogen. Keberadaan granula menandai
peralihan dari myeloblas ke promyelosit. Pembentukan granula berlanjut hingga fase segmentasi pada proses maturasi tercapai Borregaard, 2010.
Granula neutrofil diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan karakteristik kandungan protein yang dimiliki. Klasifikasi tersebut meliputi granula primer
azurofil, granula sekunder spesifik, dan granula tersier granula gelatinosa Borregaard, 2010. Sementara Witko-Sarsat dkk. 2000 mengklasifikasikan
granula neutrofil menjadi 4 dengan vesikel sekretorik sebagai tambahannya. Keempat granula tersebut memiliki perbedaan dalam fase pembentukan dan
kandungan protein yang dimiliki Gambar 2.4. Granula primer terbentuk pada
fase promyelosit dan mengandung myeloperoksidase, protease serin, dan protein antibiotik. Granula sekunder yang mengandung laktoferin dan kolagenase
terbentuk pada fase myelosit-metamyelosit, sementara granula tersier yang terbentuk pada fase sel band mengandung gelatinase. Vesikel sekretorik tampak
pada saat neutrofil telah matur Borregaard, 2010; Witko-Sarsat dkk, 2010.
2.2.6 Neutrofil pada saat sepsis