Neutrofil pada saat sepsis

azurofil, granula sekunder spesifik, dan granula tersier granula gelatinosa Borregaard, 2010. Sementara Witko-Sarsat dkk. 2000 mengklasifikasikan granula neutrofil menjadi 4 dengan vesikel sekretorik sebagai tambahannya. Keempat granula tersebut memiliki perbedaan dalam fase pembentukan dan kandungan protein yang dimiliki Gambar 2.4. Granula primer terbentuk pada fase promyelosit dan mengandung myeloperoksidase, protease serin, dan protein antibiotik. Granula sekunder yang mengandung laktoferin dan kolagenase terbentuk pada fase myelosit-metamyelosit, sementara granula tersier yang terbentuk pada fase sel band mengandung gelatinase. Vesikel sekretorik tampak pada saat neutrofil telah matur Borregaard, 2010; Witko-Sarsat dkk, 2010.

2.2.6 Neutrofil pada saat sepsis

Pada manusia, neutrofil merupakan leukosit utama dalam darah Brown dkk., 2006. Neutrofil menempati 70 dari jumlah leukosit yang berada di sirkulasi Fraser dan Tilyard, 2008. Neutrofil berperan sebagai lini pertama pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme patogen. Pada tempat terjadinya infeksi, neutrofil berfungsi untuk melakukan fagositosis, menghasilkan metabolit toksik, dan enzim proteolitik. Meskipun membantu dalam eliminasi mikroorganisme patogen, neutrofil juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan Gregory dan Wing, 2002. Gambar 2.4 Granula neutrofil. Elektron mikroskop memperlihatkan neutrofil dengan berbagai granula intrasitoplasma. Granula primer primary granulae, pg tampak sebagai granula yang berwarna gelap dengan ukuran relatif besar. Granula Sekunder secondary granulae, sg memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan granula primer. Nukleus N; mitokondria m; sentriol ce Dikutip dari Witko-Sarsat dkk, 2000 Neutrofil memiliki banyak simpanan enzim proteolitik dan dapat menghasilkan spesies oksigen reaktif atau ROS Reactive Oxygen Species untuk membunuh bakteri patogen. Apabila faktor litik maupun sitokin proinflamasi yang dihasikan neutrofil dilepaskan ke ekstrasel akan menyebabkan kerusakan jaringan lokal. Pada infeksi bakteri yang bersifat lokal, maka kerusakan jaringan yang terjadi hanya sebatas pada lokasi infeksi tersebut. Sementara pada keadaan sepsis, terjadi infeksi bakteri sistemik yang kemudian mengaktifkan neutrofil secara sistemik sehingga kerusakan jaringan yang terjadi akan lebih luas Brown dkk, 2006. Berdasarkan hal tersebut, maka neutrofil diibaratkan seperti pisau bermata dua. Neutrofil di satu sisi sangat berperan dalam eradikasi patogen. Namun di sisi lain, pelepasan oksidan dan protease berlebihan oleh neutrofil justru menyebabkan kerusakan organ Hotchkiss dan Karl, 2003. Sitokin yang berperanan dalam mobilisasi neutrofil ke sirkulasi adalah Colony Stimulating Factor CSF meliputi Granulaocyte-Colony Stimulating Factor G-CSF dan Granulaocyte-Macrophage Stimulating Factor GM-CSF. Keduanya meningkatkan jumlah neutrofil yang beredar di sirkulasi, mempercepat maturasi, dan memperpanjang umur neutrofil. Pada individu normal, konsentrasi G-CSF dalam darah adalah sangat rendah. Sementara pada sepsis, konsentrasi G- CSF yang beredar dalam darah meningkat beberapa kali lipat Brown dkk, 2006. Sitokin juga mempengaruhi berbagai aspek dari aktivitas neutrofil. TNF- α memiliki aktivitas anti inflamasi dengan merangsang apoptosis dari neutrofil. Berlawanan dengan TNF- α, peningkatan sitokin proinflamasi seperti pada keadaan sepsis terutama IL-1 dan IL-6 dapat memperpanjang umur neutrofil dengan cara menekan apoptosis yang diatur oleh TNF- α Gregory dan Wing, 2002. Terdapat 3 bentuk neutrofil dalam tubuh yakni neutrofil dalam keadaan istirahat resting,unstimulated, neutrofil primer melawan mikroorganisme maupun produknya dengan nilai ambang lebih rendah dibandingkan yang diperlukan untuk activated neutrophil dan neutrofil yang teraktivasi atau activated neutrophil. Peralihan neutrofil dari bentuk neutrofil istirahat di sirkulasi menjadi neutrofil teraktivasi di tempat terjadinya infeksi dicetuskan oleh beberapa hal antara lain C5a, sitokin dan lipopolisakarida. Pada pasien dengan sepsis, neutrofil yang berada di sirkulasi adalah neutrofil dalam bentuk primer. Hal ini dibuktikan dengan tingginya aktivitas neutrofil dan peningkatan ekspresi gen transkripsi nuclear factor kB NFkB Brown dkk, 2006. Proses apoptosis neutrofil merupakan suatu mekanisme homeostatis. Mekanisme tersebut bertujuan untuk mencegah kerusakan jaringan berlebihan akibat produk yang dihasilkan oleh neutrofil yang telah lisis. Namun pada keadaan inflamasi sistemik, infeksi sistemik sepsis, sepsis berat, dan kegagalan organ berganda, proses apoptosis dari neutrofil menjadi terhambat. Hal tersebut diakibatkan oleh lipopolisakarida dan lipoteichoic acid serta sitokin proinflamasi yang menyebabkan pemanjangan umur neutrofil melalui mekanisme penempelan pada endotel. Pemanjangan umur neutrofil yang menginfiltrasi jaringan akan meningkatkan terjadinya kerusakan ekstraselular akibat ketidakmampuan neutrofil mengontrol pelepasan radikal oksigen dan enzim proteolitik Brown dkk, 2006. Pada pasien sepsis terjadi peningkatan konsentrasi C5a dalam darah yang dapat menyebabkan deaktivasi respons kemotaksis dari neutrofil. Selain itu, peningkatan konsentrasi TNF- α pada pasien sepsis menyebabkan gangguan migrasi dari neutrofil, memperpanjang umur neutrofil dengan menghambat proses apoptosis, serta meningkatkan produksi ROS. Hal tersebut membuktikan bahwa pada sepsis terjadi aktivasi sistemik dari neutrofil yang justru menyebabkan disfungsi dari neutrofil tersebut Brown dkk, 2006. Gambar 2.5 Perbedaan respons neutrofil dalam keadaan normal dan pada saat sepsis Dikutip dari Brown dkk., 2006 Sebagai respons terhadap adanya infeksi bakteri, sitokin seperti G-CSF dan GM-CSF akan merangsang migrasi neutrofil dari sumsum tulang Gambar 2.5. Pada keadaan normal, neutrofil di sirkulasi dalam jumlah besar akan menuju tempat terjadinya infeksi dengan menempel pada endotel yang telah teraktivasi, sebelum migrasi sepanjang gradien konsentrasi dari faktor kemotaksis seperti C5a, leukotrin B, dan IL-8 yang dihasilkan pada tempat infeksi. Perlawanan terhadap bakteri gram positif dilakukan neutrofil dengan cara mengekpresikan TLR2, sementara TLR4 digunakan neutrofil untuk melawan bakteri gram negatif. Ekspresi kedua reseptor tersebut kemudian akan mengakibatkan fagositosis terhadap bakteri Brown dkk, 2006. Pada pasien sepsis, terdapat rangsangan terhadap neutrofil di sirkulasi oleh faktor inflamasi dalam konsentrasi tinggi di sirkulasi seperti IL-1, TNF- α, G- CSF, C5a, dan oxida nitrat dan produk dari bakteri seperti lipopolisakarida dan lipoteichoic acid. Faktor-faktor inflamasi tersebut menyebabkan neutrofil menempel secara kuat pada endotel. Namun beberapa dari faktor inflamasi tersebut juga menekan ekspresi reseptor kemotaksis. Selain menyebabkan ikatan yang sangat kuat dengan endotel, aktivitas faktor inflamasi yang menekan ekspresi reseptor kemotaksis juga menyebabkan neutrofil tidak responsif terhadap reseptor kemotaksis tersebut dibandingkan pada keadaan normal Brown dkk, 2006.

2.2.7 Gambaran neutrofil toksik