Ketidakseimbangan kedua reaksi tersebut berperan dalam terjadinya sepsis dan kegagalan organ berganda Aneja dan Carcillo, 2011.
2.1.4 Diagnosis
Konferensi internasional
mengenai diagnosis
SIRS pertama
kali diselenggarakan pada tahun 1991. Hasil dari konferensi tersebut memiliki
kelemahan dalam hal spesifisitas terutama untuk pasien anak. Pada tahun 2001, kembali diselenggarakan International Sepsis Definitions Conference yang
melibatkan lebih banyak peneliti dan klinisi dari seluruh dunia. Konferensi tersebut bertujuan untuk memperbaharui berbagai kriteria diagnosis sepsis
terutama dalam hal manifestasi klinis Carvalho dan Trotta, 2003. Namun konferensi pada tahun 2001 tersebut tidak secara spesifik membahas mengenai
kriteria diagnosis sepsis pada pasien pediatri. Untuk itu pada bulan Februari tahun 2002 diselenggarakan di San Antonio, Texas yang melibatkan dokter spesialis
anak dari seluruh dunia, peneliti yang memiliki pengalaman meneliti kasus sepsis pada anak serta anggota dari U.S Food and Drug Administration. Konferensi
tersebut bertujuan untuk menetapkan definisi serta kriteria penegakan diagnosis SIRS dan sepsis yang dapat diterapkan pada populasi anak Goldstein dkk, 2005.
Definisi SIRS dan disfungsi organ sangat dipengaruhi oleh faktor usia. Untuk itu, konferensi pada tahun 2002 menetapkan 6 kategori tanda vital dan hasil
laboratorium berdasarkan usia yakni baru lahir, neonatus, bayi, masa prasekolah,
masa sekolah, dan remaja Tabel 2.1 dan 2.2. Usia tersebut dikategorikan secara
spesifik berdasarkan risiko menderita infeksi berat, rekomendasi pemberian antibiotik, dan fisiologi sistem kardiorespirasi Goldstein dkk, 2005.
Penegakan diagnosis SIRS secara dini selain merupakan hal yang cukup sulit, juga merupakan tantangan tersendiri bagi para klinisi. Manifestasi klinis SIRS
yang bervariasi sehingga sering terlewatkan merupakan salah satu penyebabnya. Identifikasi maupun pengobatan SIRS yang tidak dilakukan sedini mungkin, akan
meningkatkan risiko untuk terjadinya kegagalan organ berganda bahkan kematian Carvalho dan Trotta, 2003. Berdasarkan hal tersebut, maka International
Pediatric Sepsis Consensus Conference menetapkan beberapa kriteria yang digunakan untuk menegakkan diagnosis SIRS pada anak seperti yang tertera pada
Tabel 2.3 dan 2.4
Goldstein dkk, 2005.
Tabel 2.1
Kategori usia anak berdasarkan International Pediatric Sepsis Consensus Conference 2002 Goldstein dkk, 2005
Baru lahir 0 hari – 7 hari
Neonatus 7 hari – 30 hari
Bayi 30 hari – 1 tahun
Masa pra sekolah 2 tahun – 5 tahun
Masa sekolah 6 tahun – 12 tahun
Remaja 13 tahun -
≤ 18 tahun
Tabel 2.2 Tanda vital dan hasil laboratorium berdasarkan International Pediatric
Sepsis Consensus Conference 2002 Goldstein dkk, 2005
Frekuensi Jantungmenit
Usia Takikardi
Bradikardi Frekuensi
Napasmenit Jumlah
Leukosit 10
3
mm
3
Tekanan Darah
Sistolik mmHg
0 hari – 7 hari
180 100
50 34
65 7 hari – 1
bulan 180
100 40
14,5 atau 5
75 30 hari– 1
tahun 180
90 34
17,5 atau 5
100 2 tahun – 5
tahun 140
Tidak valid 22
15,5 atau 6
94 6 tahun –
12 tahun 130
Tidak valid 18
13,5 atau 4,5
105 13 tahun -
18 tahun 110
Tidak valid 14
11 atau
4,5 117
Terdapat beberapa modifikasi pada kriteria diagnosis SIRS. Salah satu contoh adalah kriteria bradikardi. Bradikardi merupakan salah satu tanda SIRS pada
neonatus dan bayi, namun kriteria tersebut tidak valid apabila digunakan pada anak dengan usia yang lebih besar Goldstein dkk, 2005. Terdapat perbedaan
yang mendasar antara kriteria diagnosis SIRS dan sepsis pada anak dan dewasa. Pada anak, diagnosis SIRS baru dapat ditegakkan apabila terdapat abnormalitas
suhu atau abnormalitas jumlah leukosit. Jadi SIRS pada anak tidak dapat ditegakkan apabila hanya terdapat peningkatan frekuensi napas dan denyut
jantung, tanpa adanya salah satu dari abnormalitas suhu maupun jumlah leukosit Goldstein dkk, 2005.
Demam atau pireksia merupakan keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat dari peningkatan pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus yang
dipengaruhi oleh interleukin-1 Soedarmo dkk, 2010. Dalam protokol Kaiser Permanente Appointment and Advice Call Center pada tahun 2000
mendefinisikan demam untuk anak apabila suhu rektal di atas 38 ˚C, aksila di atas
37,5 ˚C, membran timpani di atas γ8,β˚C Goldstein dkk, 2005; Soedarmo dkk,
2010. Namun berdasarkan konsensus internasional sepsis pada anak, digunakan suhu inti tubuh di atas 38,5
˚C untuk mendefinisikan demam. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan spesifisitas diagnosis Goldstein dkk, 2005.
Pengukuran suhu tubuh ditujukan untuk mengukur suhu inti tubuh Soedarmo dkk, 2010. Syarat suatu pengukuran suhu tubuh yang baik adalah menggunakan
metoda pengukuran yang sederhana dan tidak invasif Kara dkk, 2009. Hal yang sama diungkapkan oleh Pooya dan Kashef 2006 bahwa teknik ideal untuk
mengukur suhu tubuh adalah nyaman bagi pasien, cepat, dan akurat untuk menggambarkan suhu inti tubuh.
Nilai suhu tubuh sangat dipengaruhi oleh metabolisme tubuh dan tempat pengukuran. Pengukuran yang dilakukan pada organ yang mendekati permukaan
tubuh memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan organ yang lebih dalam Pengukuran temperatur inti tubuh sebaiknya dilakukan pada rektum,oral,
atau melaui kateter sentral Soedarmo dkk, 2010.
Tabel 2.3 Definisi SIRS, sepsis, sepsis berat, dan syok septik berdasarkan
International Pediatric Sepsis Consensus Conference 2002 Goldstein dkk, 2005
SIRS
ditegakkan apabila terdapat minimal 2 dari 4 kriteria sebagai berikut : dengan syarat 1 dari 2 kriteria yang terpenuhi tersebut adalah abnormalitas
temperatur atau hitung jenis leukosit 1. Temperatur inti 38,5
˚C atau γ6˚C 2. Takikardi merupakan rerata frekuensi jantung di atas 2 SD di atas nilai normal
berdasarkan usia tanpa disertai rangsangan eksternal penggunaan obat dan rangsang nyeri, atau peningkatan frekuensi jantung secara menetap selama
periode 30 menit hingga 4 jam. Khusus untuk bayi usia 1 tahun, bradikardi merupakan rerata frekuensi
jantung di bawah persentil 10 berdasarkan usia selama periode minimal 30 menit, tanpa adanya rangsangan eksternal rangsangan reflex vagal, penggunaan obat
penghambat-
, penyakit jantung bawaan 3. Rerata frekuensi pernapasan diatas 2 SD di atas nilai normal berdasarkan usia
4. Peningkatan maupun penurunan jumlah leukosit berdasarkan usia bukan merupakan leukopenia akibat dari kemoterapi
Infeksi merupakan proses patologis yang disebabkan oleh invasi mikroorganisme
patogen atau yang secara potensial dapat menjadi mikroorganisme patogen pada jaringan atau cairan tubuh yang steril dalam keadaan normal .
Infeksi dapat dibuktikan melalui pemeriksaan antara lain hasil positif pada biakan, pewarnaan jaringan, atau reaksi rantai polymerase.
Sepsis merupakan SIRS dengan bukti adanya atau merupakan suatu akibat dari
infeksi baik yang sifatnya diduga maupun infeksi yang telah dapat dibuktikan. Sepsis berat
merupakan sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskular, atau disfungsi respirasi, atau minimal 2 dari disfungsi organ lainnya seperti yang
tercantum pada Tabel 2.4. Syok septik
merupakan sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskular seperti yang tercantum pada Tabel 2.4.
SD : Standar Deviasi
Tabel 2.4 Kriteria disfungsi organ berdasarkan International Pediatric Sepsis
Consensus Conference 2002 Goldstein dkk, 2005
Disfungsi Kardiovaskular Meskipun dengan pemberian bolus cairan intravena
≥ 40 mlkgBB, terdapat kondisi: Penurunan tekanan darah di bawah persentil 5 berdasarkan usia, atau tekanan darah
sistolik 2 SD di bawah nilai normal berdasarkan usia atau
Memerlukan obat vasoaktif untuk mempertahankan tekanan darah dalam rentang normal dopamin dengan dosis 5µ gkgBBmenit atau dobutamin, epinefrin, dan norepinefrin
pada semua dosis yang diberikan atau
2 dari keadaan berikut : Asidosis metabolik yang tidak dapat dijelaskan, dengan defisit basa 5 mEqL
Peningkatan kadar laktat arteri 2x lipat diatas kadar normal Oliguri, dengan produksi urin 0,5 mlkgBBjam
Pemanjangan waktu pengisian kapiler, yakni 5 detik Perbedaan antara temperatur inti dan perifer 3
˚C
Disfungsi Respirasi PaO
2
FiO
2
300 tanpa disertai penyakit jantung bawaan sianotik atau penyakit paru yang mendasari; atau
PaCO
2
65 atau 20 mmHg diatas batas bawah PaCO
2
; atau Memerlukan FiO
2
50 untuk mempertahankan saturasi perifer ≥ 9β; atau
Memerlukan alat bantu ventilasi mekanik invasif maupun non invasif Disfungsi Neurologi
Skor Glasgow Coma Scale ≤ 11
Perubahan status mental secara akut dengan penurunan skor Glasgow Coma Scale ≥ γdari
batas bawah yang abnormal Disfungsi Hematologi
Jumlah platelet 80.000mm
3
atau penurunan 50 dari jumlah platelet tertinggi selama periode 3 hari
Disfungsi Ginjal Kadar kreatinin serum
≥ β kali lipat dari batas atas kadar kreatinin serum berdasarkan usia; atau
Peningkatan kreatinin serum 2 kali lipat dari batas bawah kreatinin serum Disfungsi Hati
Kadar bilirubin total
≥ 4 mgdL kriteria ini tidak dapat digunakan pada usia 0 hari sampai 7 hari; atau
Kadar ALT 2 kali lipat diatas nilai normal berdasarkan usia
SD : Standar Deviasi; ALT : Alanin Transferase
Pengukuran suhu inti tubuh yang direkomendasikan adalah melalui daerah rektum karena hasilnya yang akurat Pooya dan Kashef, 2006. Pengukuran suhu
tubuh pada membran timpani dan aksila sebaiknya dihindari karena hasil pengukuran yang tidak akurat Goldstein dkk, 2005. Hal ini berbeda menurut
Soedarmo dkk. 2010, yang menyatakan bahwa meskipun pengukuran suhu rektal dianggap sebagai baku emas namun metoda ini memiliki beberapa
kelemahan. Pada rektum tidak ditemukan sistem termoregulai sehingga suhu rektal lebih tinggi dibandingkan tempat lain, misalnya arteri pulmonalis. Hal ini
juga disebabkan oleh aktivitas metabolik bakteri feses. Suhu rektal juga berubah sangat lambat dibandingkan penurunan suhu inti, sehingga tidak dapat digunakan
pada keadaan hipoperfusi. Hasil pengukuran suhu rektal dipengaruhi oleh kedalaman insersi termometer dan ada atau tidaknya feses Soedarmo dkk, 2010.
Pengukuran suhu rektal juga seringkali membuat pasien tidak nyaman dan berbahaya Pooya dan Kashef, 2006. Risiko pengukuran suhu rektal yang paling
sering dijumpai adalah perforasi rektal dan infeksi nasokomial Soedarmo dkk, 2010.
Rekomendasi American Academy of Pediatrics AAP adalah pengukuran suhu tubuh melalui aksila. Pengukuran suhu aksila memiliki beberapa keuntungan
antara lain mudah bagi pemeriksa, nyaman bagi pasien, dan yang paling penting adalah memiliki risiko yang paling kecil untuk penyebaran penyakit dibandingkan
dengan metoda pengukuran lainnya Pooya dan Kashef, 2006; Soedarmo dkk, 2010. Hal yang serupa dinyatakan oleh Kara dkk. 2009 bahwa pengukuran suhu
tubuh pada daerah aksila dengan menggunakan termometer air raksa memiliki
beberapa kelebihan seperti harganya yang murah dan ketersediaan alat yang luas. Kelemahan dari metoda pengukuran ini terletak pada sensitivitasnya yang rendah
dan sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan Soedarmo dkk, 2010. Kelemahan lain dari metoda ini adalah memerlukan waktu minimal 5 menit untuk
mendapatkan hasil pengukuran yang akurat Kara dkk, 2009. Menentukan suhu inti melalui suhu aksila masih menjadi perdebatan sampai
saat ini, begitu pula mengenai tingkat akurasinya Chaturvedi dkk, 2004; Pooya dan Kashef, 2006. Meta analisis dari beberapa penelitian dilakukan untuk
membandingkan suhu rektal dan aksila. Sebagian besar penelitian tidak menunjukkan hubungan konsisten antara suhu rektal dan aksila Chaturvedi dkk,
2004. Rumus untuk menghitung suhu rektal yakni sebagai berikut : Chaturvedi dkk, 2004
Suhu rektal ˚C = 0,99 x suhu aksila ˚C + 0,8β
Pada penelitian yang dilakukan oleh Pooya dan Kashef 2006, didapatkan bahwa suhu aksila adalah 0,55
˚C lebih rendah dibandingkan suhu rektal. Suhu aksila apabila ditambah 0,55
˚C mendekati suhu inti tubuh pada daerah rektum. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Chaturvedi dkk. 2004.
Perbedaan tersebut didasari oleh perbedaan metodologi penelitian yang digunakan. Pada penelitian Chaturvedi dkk, peneliti mengukur suhu aksila
dengan menggunakan termometer air raksa selama 2 menit, sementara pada penelitian Pooya dan Kashef pengukuran dilakukan selama 5 menit. Simpulan
dari penelitian yang dilakukan oleh Pooya dan Kashef adalah bahwa pengukuran suhu aksila aman, nyaman bagi pasien dan mendekati gambaran suhu rektal. Suhu
rektal didapatkan dengan menambahkan 0,55 ˚C pada suhu aksila setelah
dilakukan pengukuran dengan termometer air raksa selama 5 menit Pooya dan Kashef, 2006.
Selain demam, jumlah leukosit total dalam darah juga merupakan kriteria lain dari SIRS Goldstein dkk, 2005. Peningkatan maupun penurunan leukosit yang
terjadi pada sepsis disesuaikan dengan usia anak oleh karena sertiap kelompok usia memiliki nilai rentang normal yang berbeda Goldstein dkk, 2005; Pesce,
2007. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui titik potong
peningkatan leukosit total dalam darah yang bermakna untuk memprediksi terjadinya infeksi bakteri sistemik. Berdasarkan rekomendasi The American
College of Emergency Physicians , leukosit di atas 15.000mm
3
dapat dijadikan salah satu prediktor terjadinya infeksi bakteri sistemik pada anak dengan nilai
sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 64-82 dan 67-75 Stephens dkk, 2007. Sementara berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Andreola dkk. 2007, titik potong leukosit 15.000mm
3
memberikan nilai prediksi yang cukup baik dalam memprediksi infeksi bakteri pada anak dengan
memberikan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif NDP dan nilai duga negatif NDN masing-masing sebesar 51,6; 75,5; 2,11 dan 0,64.
Selain pada keadaan infeksi, leukosit juga mengalami peningkatan pada beberapa keadaan lain. Stres fisiologik seperti pada pasien yang menjalani operasi
dengan anastesi umum, mengalami trauma, sindrom gawat napas akut, syok hipovolemik akibat perdarahan maupun dehidrasi dapat menyebabkan
peningkatan jumlah leukosit. Secara umum, pasien yang mengalami stress fisiologik mengalami peningkatan jumlah leukosit mencapai 15.000-19.999
selmm
3
. Namun pada anak dengan sindrom gawat napas akut dapat mengalami peningkatan jumlah leukosit lebih dari 30.000 selmm
3
Wanahita dkk, 2002. Pasien yang mendapat terapi steroid seperti prednison dengan dosis
≥ 40 mghari maupun dosis ekuivalennya juga mengalami peningkatan jumlah leukosit
yang umumnya berkisar antara 15.000-19.999 selmm
3
. Keganasan hematologi seperti leukemia, limfoma, maupun metastase kanker ke sumsum tulang serta
keadaan nekrosis atau inflamasi juga dapat menimbulkan keadaan tersebut Wanahita dkk, 2002.
2.1.5 Prognosis