Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara merupakan wadah bagi suatu bangsa untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsanya. Hakikat Negara berkaitan erat dengan tujuan dari
negaranya
1
. Tujuan Negara Republik Indonesia termuat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar UUD 1945 alenia ke-4 yang merupakan dasar
konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu salah satunya Memajukan Kesejahteraan Umum”. Adanya tujuan negara tersebut memberikan hak
kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk memperoleh jaminan kesejahteraan yang wajib dipenuhi oleh negaranya. Berdasarkan hal tersebut
dapat dikatakan bahwa negara adalah wadah bagi masyarakat untuk mencapai kesejahteraan.
Upaya untuk mewujudkan tujuan negara yaitu memajukan kesejahteraan umum tersebut dilaksanakan melalui pembangunan nasional. Pembangunan
nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Pembangunan
nasional diwujudkan oleh Pemerintah dengan cara mengupayakan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional yang kondusif guna mendorong
pemerataan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan.
1
Soehino. “Ilmu Negara”. Yogyakarta : Liberty, 2008, hlm.146
Universitas Kristen Maranatha
Pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional memerlukan pembiayaan yang sangat besar, menuntut partisipasi aktif dari pelaku usaha dan
masyarakat. Dukungan terhadap pembangunan ekonomi nasional tersebut membutuhkan pengaturan mekanisme yang memungkinkan masyarakat dapat
berpartisipasi dalam pembangunan dengan cara ikut menyertakan modal. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah mengambil kebijakan dengan membuka
pasar modal melalui Bursa Efek Indonesia. Pasar modal dalam ekonomi suatu negara adalah suatu kebutuhan guna
mewujudkan pembangunan ekonomi nasional. Pasar modal yang berwujud dengan adanya bursa efek, memainkan peran penting dan telah menjadi suatu
kebutuhan karena di sanalah ekonomi menunjukkan aktivitasnya
2
. Pasar modal menjadi petunjuk bagaimana usahawan dan investor berinteraksi
dalam kegiatan ekonomi. Pasar modal dapat pula menjadi alat ukur bagi perkembangan perekonomian di tanah air dan cerminan tingkat kepercayaan
investor domestik maupun internasional terhadap perangkat hukum dan kinerja pemerintah dalam dunia perekonomian.
Mengingat pentingnya peranan pasar modal terhadap perekonomian Indonesia dan adanya permasalahan hukum yang dapat terjadi di pasar modal
maka diperlukan perangkat hukum yang tegas dan jelas untuk mengaturnya. Saat ini Indonesia memiliki Undang-Undang khusus yang mengatur tentang
pasar modal, yaitu Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal selanjutnya disebut UUPM.
2
Hamud M.Balfas.“Hukum Pasar Modal Indonesia”. Jakarta : Tatanusa, 2006, hlm.23
Universitas Kristen Maranatha
Pasar modal dalam pengertian klasik diartikan sebagai suatu bidang usaha perdagangan surat-surat berharga seperti saham, sertifikat saham, dan
obligasi atau efek-efek pada umumnya
3
. Pasar Modal berdasarkan Pasal 1 angka 13 UUPM diberi pengertian :
“Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan
dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pasar modal adalah sebuah tempat yang memperdagangkan efek yang diterbitkan oleh
perusahaan publik yang melibatkan lembaga dan profesi yang terkait dengan efek. Melalui pasar modal, perusahaan dapat mengembangkan instrumen
keuangan, mendiversifikasi resiko, dan memobilisasi dana masyarakat sehingga dapat tercipta pengalokasian sumber dana secara efisien dan dapat
melahirkan budaya fairness melalui keterbukaan yang pada akhirnya akan menciptakan mekanisme pasar yang bebas dan ekonomi yang sehat dari suatu
negara
4
. Pada dasarnya, pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen
keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas saham, instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya. Pasar
modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lainnya misalnya pemerintah dan sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan
3
Najib A. Gisymar.“Insider Trading dalam Transaksi Efek”. Bandung : Citra Aditya Bakti,1999, hlm.10
4
Tjiptono Darmadji dan Hendy M Fakhruddin.“Pasar Modal di Indonesia : Pendekatan Tanya Jawab”. Jakarta : Salemba 4, 2009, hlm.1
Universitas Kristen Maranatha
demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.
Pengaturan pasar modal melalui UUPM mengamanatkan adanya prinsip- prinsip utama dalam menjalankan kegiatan di pasar modal. Prinsip tersebut
antara lain: keterbukaan informasi, profesionalitas dan tanggungjawab para pelaku pasar modal, pasar yang tertib dan modern, efisiensi, kewajaran, serta
perlindungan investor. Segala bentuk kegiatan yang dilakukan di pasar modal haruslah dilakukan dengan mengutamakan perlindungan bagi kepentingan
investor atau pemodal selanjutnya disebut sebagai pihak ketiga. Investor adalah masyarakat baik perorangan atau lembaga yang membeli saham atau
obligasi yang diterbitkan oleh emiten
5
. Perlindungan bagi investor di pasar modal diwujudkan melalui penerapan
prinsip keterbukaan. UUPM mengamanatkan adanya prinsip keterbukaan full disclosure yang harus dilakukan dalam menjalankan segala bentuk kegiatan
di pasar modal atau bursa efek oleh setiap pihak. Pasal 1 angka 25 UUPM mengartikan prinsip keterbukaan sebagai pedoman umum yang mensyaratkan
emiten, perusahaan publik dan pihak lain yang tunduk pada undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat
seluruh informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau
harga dari efek tersebut.
5
Tavinayati dan Yulia Qamariyanti. “Hukum Pasar Modal Indonesia”. Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hlm.23
Universitas Kristen Maranatha
Prinsip keterbukaan ini merupakan suatu bentuk perlindungan kepada investor atau pemodal. Dari segi substansial, prinsip keterbukaan
memampukan publik untuk mendapatkan akses informasi penting yang berkaitan dengan perusahaan. Suatu pasar modal dikatakan fair dan efisien
apabila semua pemodal memperoleh informasi dalam waktu bersamaan disertai kualitas informasi yang sama equal treatment dalam mengakses
informasi
6
. Secara yuridis, prinsip keterbukaan ini merupakan jaminan bagi hak
publik khususnya pihak ketiga untuk terus mendapatkan akses penting dengan sanksi untuk hambatan atau kelalaian yang dilakukan perusahaan.
Emiten dituntut untuk mengungkapkan informasi mengenai keadaan bisnisnya, termasuk keadaan keuangan, aspek hukum dari harta kekayaan,
persoalan hukum yang dihadapi perusahaan dan manajemen. UUPM melalui prinsip keterbukaan telah mengakomodasi prinsip-prinsip
Good Corporate Governance GCG yaitu untuk melindungi kepentingan pemegang saham publik atau investor dari adanya kegiatan emiten yang dapat
merugikan transaksinya. Amanat dari adanya prinsip keterbukaan dapat dilihat pada Pasal 86 Ayat 1 UUPM yang menyebutkan emiten, perusahaan
publik, atau pihak lain yang terkait wajib menyampaikan informasi yang penting yang berkaitan dengan tindakan atau efek perusahaan tersebut pada
waktu yang tepat kepada masyarakat dalam bentuk laporan berkala dan laporan peristiwa penting.
6
Ibid hlm.26
Universitas Kristen Maranatha
Informasi material yang disampaikan oleh emiten harus lengkap dan akurat. Lengkap berarti informasi yang diberikan utuh, tidak ada yang
tertinggal, disembunyikan, disamarkan, atau tidak menyampaikan data yang benar akan fakta material. Akurat berarti informasi yang disampaikan
mengandung kebenaran dan ketepatan, sehingga tidak menimbulkan gambaran palsu akan kondisi perusahaan
7
, jika tidak memenuhi syarat, maka informasi tersebut dikatakan sebagai informasi yang tidak benar atau
menyesatkan. Prinsip keterbukaan yang diamanatkan oleh UUPM diwujudkan melalui
kewajiban emiten atau perusahaan publik untuk membuat Prospektus pada saat sebelum go public dan sesudah go public. Perusahaan publik atau emiten
yang akan melakukan penawaran umum sebelum go public wajib melaksanakan pernyataan pendaftaran kepada Otoritas Jasa Keuangan
selanjutnya disebut OJK dengan meyertakan kelengkapan dokumen dan prospektus yang berisi informasi sebenarnya.
OJK mewajibkan emiten yang akan melakukan penawaran umum untuk membuat prospektus yang berisi informasi mengenai keadaan emiten.
Ketentuan mengenai prospektus ini diatur dalam Pasal 78 UUPM yang diatur lebih lanjut dalam Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-51PM1996 tanggal
17 Januari 1996 Peraturan No.IX.C.2 mengenai Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus dalam Rangka Penawaran Umum. Berdasarkan Pasal 1
Angka 26 UUPM menyebutkan :
7
Ibid hlm.226.
Universitas Kristen Maranatha
“Prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan penawaran umum dengan tujuan agar pihak lain membeli efek”.
Prospektus juga didefinisikan sebagai suatu dokumen resmi yang dibuat oleh perusahaan, agennya atau penerbit sekuritas yang berisi informasi dan
penjelasan ringkas namun padat mengenai berbagai hal, antara lain: 1. Status, struktur permodalan, kegiatan perusahaan serta hal lain
yang berkaitan dengan perusahaan. 2. Keterangan tentang sekuritas yang diterbitkan.
Dokumen tersebut dimaksudkan agar investor atau masyarakat umum mengetahui keadaan perusahaan yang bersangkutan sebelum mengambil
keputusan untuk melakukan investasi
8
. Pernyataan pendaftaran yang dibuat oleh emiten wajib disampaikan dan dilaporkan kepada OJK. OJK selaku
ujung tombak dalam melakukan law enforcement di Pasar Modal memiliki kewajiban untuk memperhatikan kelengkapan seluruh dokumen termasuk
prospektus yang diserahkan oleh emiten. Hal tersebut dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 75 Ayat 1 UUPM menyebutkan bahwa :
“Bapepam wajib memperhatikan kelengkapan, kecukupan, objektivitas, kemudahan untuk dimengerti, dan kejelasan dokumen Pernyataan
Pendaftaran untuk memastikan bahwa Pernyataan Pendaftaran memenuhi prinsip keterbukaan”.
Namun ketentuan Pasal tersebut dibatasi dengan adanya ketentuan dalam Pasal 75 Ayat 2 UUPM yang menyebutkan bahwa OJK dalam
memperhatikan kelengkapan dokumen dan prospektus sebagaimana disebutkan diatas tidak memberikan penilaian dan keunggulan atas
8
Normin S. Pakpahan. “Kamus Hukum Ekonomi Edisi Pertama”. Jakarta: Elips,1997, hlm.135
Universitas Kristen Maranatha
kelemahan suatu efek. Hal tersebut mengakibatkan pembuatan prospektus harus mencantumkan klausul yang melepaskan OJK dari tanggungjawab
hukum apabila terdapat informasi yang tidak benar di dalam prospektus. Pasal 1 Huruf l Peraturan Bapepam No.IX.C.2 mengenai Pedoman Mengenai
Bentuk dan Isi Prospektus dalam Rangka Penawaran Umum menyebutkan bahwa di dalam prospektus harus memuat pernyataan yang menggunakan
huruf kapital sebagaimana diatur dalam ketentuan tersebut yang berbunyi :
“BAPEPAM TIDAK MEMBERIKAN PERNYATAAN MENYETUJUI ATAU
TIDAK MENYETUJUI
EFEK INI.
TIDAK JUGA
MENYATAKAN KEBENARAN
ATAU KECUKUPAN
ISI PROSPEKTUS
INI. SETIAP
PERNYATAAN YANG
BERTENTANGAN DENGAN HAL-HAL TERSEBUT ADALAH PERBUATAN MELAWAN HUKUM”
Emiten dan Perusahaan Publik bertanggungjawab sepenuhnya apabila
terdapat informasi yang menyesatkan di dalam prospektus yang dibuatnya. Dengan demikian diharapkan emiten dan perusahaan publik sangat berhati-
hati dalam mengungkap fakta materiil terkait kondisi perusahaannya. Namun dalam pelaksanaannya situasi demikian justru menjadi celah bagi
emiten atau perusahaan publik untuk membuat prospektus yang tidak memberikan informasi yang tepat terkait dengan fakta material perusahaan
guna menarik pihak ketiga untuk membeli efek yang ditawarkannya. Hal ini dapat dilihat dari adanya pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan yang
dilakukan oleh emiten dan perusahaan publik di pasar modal, yang mengakibatkan Misleading Information bagi pihak ketiga.
Pemberian informasi yang menyesatkan Misleading Information dilakukan dengan membuat pernyataan yang tidak benar tentang fakta
Universitas Kristen Maranatha
material atau tidak mengungkapkan fakta material agar pernyataan yang dibuat menyesatkan tentang keadaan yang terjadi, dengan tujuan
menguntungkan atau menghindarkan untuk diri sendiri atau pihak lain ataupun untuk mempengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek.
Tindakan Misleading Information yang dilakukan oleh emiten dan perusahaan publik di pasar modal dapat dilihat dari beberapa kasus yang
pernah terjadi di Indonesia. Beberapa kasus yang berkaitan dengan prospektus yang menyesatkan antara lain kasus yang dilakukan PT Bakrie
Finance Corporation Tbk, dimana PT Bakrie Finance Corporation Tbk terlambat menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan 1999. Selain itu,
penggunaan dana hasil Penawaran Umum Terbatas III pada tahun 1998 sebesar Rp.475.746.987.000,00 empat ratus tujuh puluh lima miliar tujuh
ratus empat puluh enam juta sembilan ratus delapan puluh tujuh rupiah yang diinvestasikan dalam wesel tagih PT Putra Surya Perkasa Intiutama dan PT
Putra Swadana Perkasa tidak sejalan dengan rencana penggunaan dana hasil PUT III sebagaimana diungkapkan dalam prospektus.
Hal yang sama dilakukan PT. Pembangunan Graha Lestari Indah Tbk. Kasus ini terjadi pada tahun 2002 dimana PT. Pembangunan Graha Lestari
Indah Tbk tidak membuat laporan tahunan pada tahun 2000, dengan alasan bahwa pada saat yang bersamaan PT. Pembangunan Graha Lestari Indah Tbk
sedang membuat prospektus sehingga informasi laporan tahunan hanya dimuat didalam prospektus. PT Pembangunan Graha Lestari Indah Tbk
melakukan misleading information dengan membuat prospektus tanpa
Universitas Kristen Maranatha
membuat laporan tahunan terlebih dahulu sehingga prospektus yang dibuatnya tidak memiliki keakuratan data dan dasar pertimbangan.
Selain dua kasus diatas, kasus lainnya terjadi pada tahun 2011 yang melibatkan PT Media Nusantara Citra Tbk. Pihak ketiga selaku pemegang
saham dari PT Media Nusantara Citra Tbk yaitu Abdul Malik Jan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan
dasar gugatan Perbuatan Melawan Hukum PMH yang objeknya adalah prospektus yang dikeluarkan oleh PT Media Nusantara Citra Tbk saat emiten
tersebut melakukan Penawaran Umum Perdana atas saham miliknya pada tahun 2007
9
. Pihak ketiga selaku penggugat yang merupakan pemegang saham merasa
dirugikan dengan jatuhnya harga saham setelah proses Penawaran Umum Perdana yang didaftarkan di Bursa Efek Indonesia dan diperdagangkan di
lantai bursa. Setelah dilakukan analisa oleh penggugat, ditemukan hasil bahwa prospektus yang dikeluarkan oleh PT Media Nusantara Citra Tbk
adalah prospektus yang menyesatkan karena tidak memuat informasi material yang sebenarnya.
Prospektus PT Media Nusantara Citra Tbk tidak memuat fakta material adanya sengketa kepemilikan saham PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia
yang mana sengketa tersebut telah dipublikasikan di media massa nasional pada bulan Maret 2005 serta sudah diketahui persis oleh jajaran direksi dan
komisaris PT Media Nusantara Citra Tbk. Penyesatan informasi dilakukan
9
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Putusan Nomor : 29PDT.G2011PN.JKT.PST”. Jakarta, 21 Juni 201, hlm.1
Universitas Kristen Maranatha
dengan tidak menyebutkan sengketa tersebut dalam prospektus, dan pada halaman 150 dan 151 prospektus tersebut dengan berani menyatakan bahwa
PT Media Nusantara Citra Tbk memiliki penyertaan yang sah pada PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia
10
. Kerugian yang dialami pihak ketiga muncul dari adanya penurunan harga
saham dimana sejak dilaksanakannya Penawaran Umum pada tahun 2007, sama sekali tidak memberikan keuntungan bagi investor. Harga perdana
adalah Rp.900,00 sembilan ratus rupiah, tiga tahun pasca Penawaran Umum harga saham terus mengalami penurunan sampai di level Rp.800,00 delapan
ratus rupiah dengan return minus sebesar 14 empat belas persen
11
. Beberapa kasus Misleading Information dalam prospektus yang
dilakukan oleh emiten dan perusahaan publik tersebut memperlihatkan lemahnya penegakan hukum terhadap pengawasan prospektus yang diberikan
kepada pihak ketiga sebagai bahan pertimbangan pihak ketiga untuk melakukan transaksi di pasar modal. Akibat yang ditimbulkan dari adanya
Misleading Information dalam prospektus adalah penyesatan informasi kepada pihak ketiga sehingga pihak ketiga dalam mengambil keputusan
transaksi tidak didasari oleh data yang akurat yang mana pada akhirnya menimbulkan kerugian dalam jumlah besar bagi pihak ketiga dan hilangnya
kepercayaan pihak ketiga di Pasar Modal. Hilangnya kepercayaan pihak ketiga di Pasar Modal mengakibatkan
menurunnya tingkat transaksi di bursa efek yang sangat mempengaruhi harga
10
Ibid hlm.16
11
Ibid hlm.17
Universitas Kristen Maranatha
indeks saham gabungan, pihak ketiga melepaskan sahamnya di pasar, dan pada akhirnya akan meruntuhkan kredibilitas pasar modal nasional. Dengan
demikian, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan hukum di atas
dengan judul “Perlindungan Hukum bagi Pihak Ketiga akibat Misleading Information dihubungkan dengan Prinsip Keterbukaaan dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal jo Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”.
B. Identifikasi Masalah