Pengaruh Kadar Kalsium Saliva Terhadap Pembentukan Kalkulus Pada Pasien Di Instalasi Periodonsia Rsgm Usu

(1)

PENGARUH KADAR KALSIUM SALIVA TERHADAP

PEMBENTUKAN KALKULUS PADA PASIEN DI

INSTALASI PERIODONSIA

RSGM USU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteraan Gigi

Oleh : LOW YONG SHENG

NIM: 110600196

Dosen pembimbing:

PITU WULANDARI, drg., S. Psi., Sp. Perio NIP : 19790514 200502 2 001

FAKULTAS KEDOKTERAAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteraan Gigi

Departemen Periodonsia

Tahun 2015

Low Yong Sheng

Pengaruh kadar kalsium saliva terhadap pembentukan kalkulus pada pasien di Instalasi Periodonsia RSGM USU.

Vii + 33 halaman

Kalsium merupakan salah satu mineral yang terdapat dalam tubuh kita dan berperan dalam pertumbuhan tulang secara umun. Namun, salah satu pengaruh kalsium adalah pembentukan kalkulus dalam rongga mulut. Kalkulus disebut sebagai tartar, yaitu suatu lapisan deposit yang melekat pada permukaan gigi. Kalkulus berwarna kuning atau coklat pada gigi dan mempunyai struktur permukaan yang keras. Kalkulus adalah plak gigi yang telah mengalami pengerasan dan remineralisasi dan akan mengakibatkan penyakit periodontal jika dibiarkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kadar kalsium saliva terhadap pembentukan kalkulus pada pasien di Instalasi Periodonsia RSGM USU. Subjek penelitian terdiri dari 40 orang pasien yang berkunjung ke Instalasi Periodonsia RSGM USU dan dipilih dengan cara purporsive

sampling. Subjek penelitian diinstruksikan mengunyah permen karet wax selama 5

menit dalam membuang saliva dengan cara spitting kedalam pot saliva. Selepas pengambilan saliva, peneliti melakukan pemeriksaan kalkulus dengan Volpe-Manhold Index dan pemeriksaan status periodontal dengan Periodontal Disease Index. Sampel


(3)

saliva dibawa ke Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU untuk diukur konsentrasi ion kalsium dengan metode spektofotometri serapan atom. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji pearson untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ion kalsium saliva terhadap pembentukan kalkulus. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh kadar ion kalsium saliva terhadap pembentukan kalkulus. Dari hasil penelitian, ada pengaruh yang signifikan (p <0,05 ) antara kadar ion kalsium dengan pembentukan kalkulus pada pasien periodontits, dimana pada pasien periodontitis dengan pembentukan kalkulus yang tinggi memiliki kadar ion kalsium saliva lebih tinggi dibandingkan dengan pasien periodontitis yang memiliki pembentukan kalkulus yang rendah. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh kadar ion kalsium saliva terhadap pembentukan kalkulus pada pasien di Instalasi Periodonsia RSGM USU.


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR GRAFIK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viiii

BAB 1PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 2

1.3Tujuan Penelitian ... 2

1.4Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kalkulus ... 4

2.1.1 Pengertian Kalkulus ... 4

2.1.2 Klasifikasi Kalkulus ... 5

2.1.3 Komposisi Kalkulus ... 6

2.1.4 Proses Pembentukan Plak dan Kalkulus ... 6

2.2 Saliva ... 7

2.2.1 Pengertian Saliva ... 7

2.2.2 Komposisi Saliva ... 8

2.2.3 Fungsi Saliva ... 8

2.3 Penyakit Periodontal ... 9

2.3.1 Pengertian Penyakit Periodontal ... 9


(5)

2.3.3 Pengaruh Kadar Kalsium Saliva Terhadap Pembentukan

Kalkulus ... 10

2.4 Kerangka Teori... 12

2.5 Kerangka Konsep ... 13

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 14

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

3.2.1 Tempat Penelitian... 14

3.2.2 Waktu Penelitian ... 14

3.3 Populasi dan Sampel ... 14

3.3.1 Populasi ... 14

3.3.2 Sampel ... 14

3.3.3 Besar Sampel ... 15

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 16

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 16

3.4.2 Kriteria Eksklusi... 16

3.5 Variabel Penelitian ... 16

3.5.1 Definisi Operasional... 17

3.6 Alat dan Bahan Penelitian ... 17

3.6.1 Alat-alat ... 17

3.6.2 Bahan Penelitian... 18

3.7 Proses Pengambilan dan Pengumpulan Data ... 18

3.7.1 Pengisian Kuesioner ... 18

3.7.2 Pemeriksaan Periodontal ... 19

3.7.3 Pemeriksaan Kalkulus ... 19

3.7.4 Proses Pemgumpulan Saliva yang Tidak Distimulasi ... 19

3.7.5 Pengukuran Kadar Ion Kalsium Saliva denganAlat Spektrofotometer ... 20

3.7.6 Skema Alur Penelitian... 22

3.8 Pengolahan dan Analisa Data... 22

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Data Demografi Subjek Penelitian ... 23

4.2 Data Kebiasaan Oral Higiene ... 24

4.3 Data Riwayat Dental ... 25

4.4 Keparahan Periodonsium Berdasarkan Periodontal Disease Index (PDI) ... 26

4.5 Pembentukan Kalkulus Berdasarkan Volpe-Manhold Index (VMI) ... 27

4.6 Kadar Kalsium Saliva Distimulasi ... 27 4.7Pengaruh Kadar Kalsium Saliva Distimulasi Dengan Volpe-Manhold


(6)

Index (VMI) ... 28 4.8Pengarug Kadar Kalsium Saliva Distimulasi Dengan Periodontal

Disease Index (PDI) ... 28 BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Umum Subjek yang Diteliti ... 29 5.2 Kadar Ion Kalsium ... 29

5.2.1 Pengaruh Kadar Kalsium Saliva Distimulasi Dengan Volpe- Manhold Index (VMI) ... 30 5.2.2 Pengaruh Kadar Kalsium Saliva Distimulasi Dengan

Periodontal Disease Index (PDI) ... 31 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 33 6.2 Saran ... 33 DAFTAR PUSTAKA ... 34


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kalkulus supragingiva ... 5

2 Kalkulus subgingiva ... 5

3 Periodontitis ... 9


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

2. Rencana Anggaran Penelitian

3. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian 4. Informed Consent

5. Personalia 6. Jadwal Kegiatan

7. Surat Ethical Clearance 8. Hasil Data Spss


(9)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kalkulus merupakan suatu endapan amorf atau kristal lunak yang terbentuk pada gigi atau protesa dan membentuk lapisan konsentris.1 Plak bakteri diperkirakan memegang peranan yang penting dalam pembentukan kalkulus yaitu dalam proses mineralisasi, meningkatkan kejenuhan cairan di sekitarnya sehingga lingkungan menjadi tidak stabil atau merusak faktor penghambat mineralisasi.2

Kalkulus melekat ke plak dental yang telah mengalami mineralisasi. Plak yang lunak menjadi keras karena pengendapan garam-garam mineral, yang biasanya dimulai pada hari pertama sampai pada hari ke-14 proses pembentukan plak.3 Kerusakan awal gingiva akibat penyakit periodontal disebabkan oleh sifat patogen mikroorganisme di dalam plak.3,4 Sifat patogen mikroorganisme dapat menjadi lebih besar karena meningkatnya jumlah mikroorganisme yang berada pada plak.4

Carneiro dan Kabulwa menyatakan bahwa penyakit periodontal merupakan masalah yang sering ditemui di rongga mulut.5 Acharya dkk cit Avn WA (2012)menemukan bahwa penyakit periodontal berkaitan dengan tingginya level kalsium saliva sehingga hal ini memungkinkan bahwa level kalsium saliva merupakan faktor risiko terhadap perkembangan penyakit periodontal.5 Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian Omar cit Avn (2013) yang menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada level kalsium saliva antara penderita periodontitis kronis dibandingkan orang yang sehat.6 Kalkulus secara langsung tidak berpengaruh terhadap terjadinya penyakit periodontal, namun akibat plak dental yang termineralisasi serta pengaruh dari komponen saliva seperti kadar kalsium saliva maka secara tidak langsung kalkulus dianggap sebagai penyebab penyakit periodontal.6

Saliva merupakan cairan kompleks yang terdiri dari sekret kelenjar saliva dan cairan sulkus gingiva yang secara terus-menerus membasahi gigi dan mukosa mulut.7 Kehadiran saliva sangat penting untuk pemeliharaan jaringan mulut yang sehat. Saliva memberikan pengaruh yang besar terhadap inisiasi, pematangan, dan metabolisme plak.


(10)

Aliran dan komposisi saliva memengaruhi pembentukan kalkulus dan penyakit periodontal.7,8 Saliva adalah sumber mineralisasi kalkulus supragingiva, sedangkan transudat serum yang dikenalkan sebagai cairan sulkus gingiva yang berperan dalam terjadi mineralisasi kalkulus subgingiva.8

Komponen anorganik plak terdiri dari fosfor, kalsium dan mineral lainnya. Kalsium mudah melekat dengan plak karena kalsium memiliki sifat afinitas.9 Peningkatan mineral pada plak dapat menyebabkan massa plak terkalsifikasi sehingga mudah membentuk kalkulus.10

Apabila kadar kalsium tinggi di dalam rongga mulut, remineralisasi enamel dan kerusakan gigi dapat terjadi. Sebaliknya, keadaan kadar kalsium yang rendah akan menyebabkan pertukaran mineral rongga mulut rendah.11 Padahal, keadaan kadar kalsium saliva yang tinggi dan ditambah dengan pH saliva yang tinggi dapat memengaruhi keadaan rongga mulut, salah satunya pembentukan kalkulus.12 Hal ini sejalan dengan penelitian Sewon, yang menyatakan bahwa penderita periodontitis memiliki kadar kalsium yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang sehat.13 Sehingga hal ini, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh kadar kalsium saliva terhadap pembentukan kakulus pada penderita periodontitis.

1.2 Rumusan Masalah

a. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara peningkatan kadar kalsium saliva dengan pembentukan kalkulus.

b. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kadar kalsium saliva terhadap

pembentukan kalkulus. 1.3Tujuan Penelitian

1.Untuk menganalisis apakah kadar kalsium saliva berpengaruh terhadap pembentukan kalkulus pada penderita periodontitis.

2.Untuk mengambil data tentang mekanisme kadar kalsium dalam saliva berpengaruh dalam pembentukan kalkulus pada penderita periodontitis.


(11)

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh dari kadar kalsium dalam saliva terhadap pembentukan kalkulus pada penderita periodontitis.

1.5 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan tambahan ilmu pengetahuan mengenai pengaruh kadar kalsium saliva terhadap pembentukan kalkulus.

2. Sebagai data dan informasi yang menunjang perkembanagan Ilmu Kedokteraan Gigi khususnya dalam bidang Periodonsia dalam hal pengaruh kadar kalsium saliva.

3. Memberikan tambahan pengetahuan dalam bidang ilmu pencegahan penyakit periodontal.

4. Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan menambah ilmu pengetahuan dalam perawatan untuk pasien khususnya yang menderita penyakit periodontal.


(12)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kalkulus

2.1.1Pengertian Kalkulus

Kalkulus dental adalah plak dental terkalsifikasi yang melekat ke permukaan gigi asli maupun gigi tiruan. Biasanya kalkulus terdiri dari plak bakteri yang telah mengalami mineralisasi.1Kerusakan awal pada margin gingiva pada penyakit periodontal adalah disebabkan oleh efek patogenik mikroorganisme di dalam plak.2 Namun, efeknya bisa menjadi lebih besar yang disebabkan oleh akumulasi kalkulus karena lebih memberikan retensi mikroorganisme plak. Pada dasarnya,kalkulus dibagi menjadi dua yaitu kalkulus supragingiva dan kalkulus subgingiva.2,6

2.1.2 Klasifikasi Kalkulus 2.1.3 Kalkulus Supragingiva

Kalkulus supragingiva terletak di koronal margin gingiva.Kalkulus biasanya berwarna putih kuningan dan keras dengan konsistensi liat dan mudah terlepas dari permukaan gigi.3Dua lokasi yang paling umum untuk perkembangan kalkulus supragingiva adalah permukaan bukal molar rahang atas dan permukaan lingual dari gigi anterior mandibula karena permukaan gigi ini mempunyai self-cleansing yang rendah.3 Kalkulus supragingiva paling sering terbentuk dibagian permukaan lingual dari gigi anterior mandibular dan di permukaan bukal dari molar pertama maksila.11 Kalkulus supragingiva juga dikenal sebagai kalkulus saliva karena pembentukannya dibantu oleh saliva.5


(13)

Gambar 1. Kalkulus Supragingiva14

2.1.4 Kalkulus Subgingiva

Kalkulus subgingiva terletak di bawah margina gingiva dan oleh karena itu, kalkulus ini tidak terlihat terutama pada pemeriksaan klinis rutin.Lokasi dan luasnya kalkulus subgingiva dapat dievaluasi atau dideteksi dengan menggunakan alat dental halus seperti sonde. Kalkulus ini biasanya berwarna coklat tua atau hitam kehijau-hijauan, dan konsistensinya keras seperti batu api, dan melekat erat ke permukaan gigi. Kalkulus subgingiva juga terbentuk dari cairan sulkular sehingga kalkulus ini disebut dengan kalkulus serumal.1,11

Gambar 2. Kalkulus Subgingiva15

2.1.5Komposisi plak dan kalkulus

Berdasarkan hasil penelitian,20% dari plak gigi terdiri dari bahan padat dan 80% adalah air. Tujuh puluh persen dari bahan padat ini adalah mikroorganisme dan sisanya


(14)

30% terdiri dari bahan organik yaitu karbohidrat, protein dan lemak dimana bahan organik yaitu kalsium, fosfor, magnesium, potasium dan sodium.1,2

Kalkulus supragingiva mengandung bahan organik dan anorganik. Proposi anorganik yang mayor pada kalkulus sekitar 76% kalsium fosfat, Ca3(PO4)2; 3%

kalsium karbonat, CaCO3 dan sisanya magnesium fosfat, Mg3(PO4)2 serta bahan lain.3

Persentase komponen anorganik pada kalkulus adalah sama dengan jaringan terkalsifikasi yang lain di dalam tubuh. Komponen anorganik mengandungi 39% kalsium, 19% fosforus, 2% karbon dioksida dan 1% magnesium serta sisanya adalah natrium, seng, strontium, bromin, tembaga, magnesium, tungsten, emas, aluminium, silikon, besi dan fluor.1,16

Komponen organik pada kalkulus terdiri dari campuran kompleks polisakarida protein, deskuamasi sel epitel, lekosit dan berbagai jenis mikroorganisme.Komposisi kalkulus subgingiva hampir sama dengan kalkulus supragingiva. Rasio kalsium biladibandingkan dengan fosfat adalah lebih tinggi pada kalkulus subgingiva, kandungan natrium meningkat sejalan dengan bertambahnya kedalaman poket periodontal.11

2.1.7Proses Pembentukan Plak dan Kalkulus

Pengendapan glikoprotein saliva membentuk acquiredpelikel,hal ini akan berjalan terus sampai terbentuk plak. Kemungkinan lain karena pengendapan protein pada pH yang asam,sehingga terjadi penambahan protein saliva dan mikroorganisme, sedangkan teori lain menyatakan bahwa pembentukan plak tergantung dari aliran saliva, variasi makanan seta adanya mekanisme penyerapan mikroorganisme secara selektif.17

Deposit tersisa yang terbentuk setelah permukaan gigi dibersihkan disebut “Acquired Pelikel”. Pelikel ini seperti membran film tipis, tidak terbentuk dengan ketebalan sekitar 1-2 mikron yang terbentuk pada gigi dan permukaan intra oral yang padat.17 Pelikel terutama terdiri dari glikoprotein yang diserap secara selektif ke permukaan kirstal-kristal hidrosiapatit dari saliva.18

Pelikel sangat mudah terlepas hanya dengan menyikat gigi tetapi mulai terbentuk kembali dalam hitungan menit. Bakteri tidak dibutuhkan selama pembentukan


(15)

pelikel, tetapi bakteri melekat dan membentuk koloni dalam waktu yang singkat setelah pelikel terbentuk.16

Empat tahapan pembentukan pelikel yaitu : tahap 1: Permukaan gigi atau gingiva dilengkapi cairan saliva, tahap 2: Glikoprotein (bermuatan positif dan negatif) diserap ke permukaan krista-kristal hidrosiapatit saliva, tahap 3: Glikoprotein kehilangan daya larutnya dan tahap 4: Glikoprotein dirubah oleh aksi dari enzim-enzim bakteri.

Pembentukan kalkulus selalu didahului oleh pembentukan plak. Awalnya terbentuk pelikel pada permukaan gigi atau sementum akar yang tidak teratur dan ketika pelikel ini terkalsifikasi, kristal kalsifikasi menciptakan ikatan yang kuat ke permukaan.22

Akumulasi plak akan menjadi matriks organik untuk mineralisasi deposit selanjutnya. Kristal kecil muncul di dalam matriks intermikrobial antara bakteri. Pada awalnya, pada matriks akan terjadi kalsifikasi dan kemudian plak yang terjadi termineralisasi. Pembentukan kalkulus supragingiva dapat terjadi dalam waktu 12 hari, dimana 80% dari bahan anorganik dapat terlibat. Namun, pengembangan dan pematangan komposisi kristal dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama.23

Mineralisasi membutuhkan nukleasi benih kristal sebelum pertumbuhan kristal. Ion untuk kalkulus supragingiva berasal dari saliva. Plak membentuk lingkungan untuk nukleasi heterogen kristal kalsium dan fosfat, yang terjadi bahkan dengan saliva yang supersaturasi sehingga plak tersebut berperan di dalam pembentukan kalkulus. Ion lain dapat dimasukkan ke dalam struktur tergantung pada kondisinya. Fosfolipid asam dan proteolipid tertentu dalam membran sel memiliki peran dalam mineralisasi mikroba. Cairan sulkus gingiva menghasilkan kalsium, fosfat, dan protein untuk pembentukan kalkulus subgingiva.23,24

2.2. Saliva


(16)

Saliva adalah cairan kompleks yang terdiri dari kelenjar saliva dan cairan sulkus gingiva,90% dari saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva mayor yang terdiri dari kelenjar parotis,submandibular dan sublingual.17 Sekitar 10% dihasilkan oleh kelenjar saliva minor dimukosa mulut(lingual,labial, bukal, palatinal, glossopalatinal), mukus (dari kelenjar saliva minor), atau campuran yaitu serus dan mukus (dari kelenjar submandibular dan sublingual).17,23

2.2.2Komposisi Saliva

Saliva adalah cairan eksokrin yang terdiri dari 99% air,berbagai elektrolit yaitu sodium, potassium, kalsium, magnesium, bikarbonat, fosfat dan terdiri dari protein yang berperan sebagai enzim,immunoglobulin, antimikroba, glikoprotein mukosa, albumin, polipeptida dan oligopeptida yang berperan dalam kesehatan.17

2.2.3Fungsi Saliva

Saliva memainkan peranan yang penting di dalam tubuh, saliva mempunyai 4 fungsi yang penting yaitu pertama, saliva membentuk lapisan seromukos yang berperan sebagai pelumas dan melindungi jaringan rongga mulut dari agen-agen yang dapat mengiritasi. Mucin sebagai protein dalam saliva memiliki peranan sebagai pelumas, perlindungan terhadap dehidrasi dan dalam proses pemeliharaan viskoelastisitas saliva.25

Kedua,saliva mempunyai kapasitas buffering. Buffer adalah suatu substansi yang dapat membantu untuk mempertahankan agar pH tetap netral. Buffer dapat menetralisasikan asam dan basa. Saliva memiliki kemampuan untuk mengatur keseimbangan buffer pada rongga mulut.26

Ketiga, menjaga oral higiene. Saliva berfungsi sebagai self-cleansing terutama pasa saat tidur dimana produksi saliva berkurang. Saliva mengandung enzimlisosomyang berperan penting dalam mengontrol pertumbuhan bakteri di rongga mulut.25,26

Keempat, saliva juga memiliki peranan yang penting dalam mempertahankan integritas kimia fisik dari enamel gigi yang mengatur proses remineralisasi dan


(17)

demineralisasi. Faktor utama untuk mengontrol stabilitas enamel adalah hidrosiapatit sebagai konsentrasi aktif yang dapat membebaskan kalsium, fosfat dan fluor didalam larutan dan didalam pH saliva.25,26

2.3Penyakit Periodontal

2.3.1Pengertian Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan periodontitis.Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai adalah proses inflamasi danmempengaruhi jaringan lunak yang mengelilingi gigi tanpa adanya kerusakan tulang,keadaan ini dikenal dengan Gingivitis.14 Apabila penyakit gingiva tidak ditanggulangisedini mungkin maka proses penyakit akan terus berkembang mempengaruhi tulangalveolar, ligamen periodontal atau sementum, keadaan ini disebut dengan Periodontitis.21

Gambar 3. Periodontitis16

2.3.2 Etiologi Penyakit Periodontal

Faktor penyebab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitufaktor lokal (ekstrinsik) dan faktor sistemik (intrinsik).22 Faktor lokal


(18)

sistemikdihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum.Kerusakan tulang dalam penyakit periodontal terutama disebabkan oleh faktorlokal yaitu inflamasi gingiva dan trauma dari oklusi atau gabungan keduanya. Kerusakanyang disebabkan oleh inflamasi gingiva mengakibatkan pengurangan ketinggian tulangalveolar, sedangkan trauma dari oklusi menyebabkan hilangnya tulang alveolar pada sisipermukaan akar. 19

2.3.3 Pengaruh Kadar Kalsium Saliva Terhadap Pembentukan Kalkulus Kalkulus adalah plak gigi yang mengalami mineralisasi. Plak lunak mengalami pengerasan oleh pengendapan garam mineral, yang biasanya dimulai antara hari pertama dan hari keempat belas dari pembentukan plak. Kalsifikasi telah dilaporkan terjadi dalam waktu 4 sampai 8 jam.24 Plak yang mengalami kalsifikasi dapat menjadi 50% termineralisasi dalam 2 hari dan 60% sampai 90% mineral dalam 12 hari. Semua plak tidak selalu mengalami kalsifikasi. Pada awalnya,plak mengandung sejumlah kecil bahan anorganik, yang akan terus meningkat setelah plak mengandung sejumlah kecil bahan anorganik, dan terus meningkat sebagai plak yang berkembang menjadi kalkulus.25 Plak yang tidak berkembang menjadi kalkulus mencapai pencapaian tertinggi kandungan mineral maksimal di dalam waktu 2 hari. Mikroorganisme tidak selalu penting dalam pembentukan kalkulus karena kalkulus mudah terjadi pada hewan pengerat yang bebas dari mikroorganisme.26

Saliva adalah sumber mineralisasi untuk kalkulus supragingiva, sedangkan transudat serum yang disebut cairan sulkus gingiva melengkapi mineral untuk kalkulus subgingiva.24 Konsentrasi kalsium dalam plak adalah 2 sampai 20 kali yang ditemukan dalam saliva. Plak awal pembentuk kalkulus berat mengandung lebih banyak kalsium, fosfor tiga kali lebih banyak, dan kalium lebih kecil dari pembentuk nonkalkulus, menunjukkan fosfor yang mungkin lebih penting daripada kalsium dalam mineralisasi plak. Pengapuran memerlukan mengikat ion kalsium ke kompleks karbohidrat-protein dari matriks organik dan pengendapan garam kalsium fosfat kristal. Kristal terbentuk awalnya dalam matriks interseluler dan pada permukaan bakteri dan akhirnya dalam bakteri.24,25


(19)

Inisiasi kalsifikasi dan tingkat akumulasi kalkulus bervariasi antara individu, berbeda antara gigi pada orang yang sama, dan pada waktu yang berbeda dengan orang yang sama.24Menurut klasifikasi ini, kalkulus dapat diklasifikasikan sebagai berat, sedang, atau sedikit pembentuk kalkulus. Peningkatan serata harian dalam pembentuk kalkulus adalah dari 0.10% menjadi 0.15% dari kalkulus berat kering. Pembentukan kalkulus terus mencapai maksimum. Waktu yang diperlukan untuk mencapai tingkat maksimal adalah antara 10 minggu dan 6 bulan.24

Kalsium saliva memainkan peran utama dalam pembentukan kalkulus supragingiva atau kalkulus subgingiva dengan adanya plak gigi yang tidak mengalami mineralisasi. Hassan Smenyatakankonsentrasi kalsium saliva diketahui secara signifikan tinggi pada pasien yang memiliki kalkulus gigi bila dibandingkan dengan kelompok kontrol.23 Kalsium adalah ion yang dapat menjadi penanda potensial untuk penyakit periodontal dalam saliva. Menurut penelitian Sewon dkk, menyatakan bahwa konsentrasi kadar kalsium yang lebih tinggi dapat terdeteksi di saliva yang distimulasi dari pasien periodontitis.13


(20)

2.4 Kerangka Teori

Saliva

Penyakit Periodontal

Saliva yang Distimulasi

Kadar Kalsium Saliva yang tinggi

Mineralisasi Plak ↑ Kalkulus ↑


(21)

Kerangka Konsep

Variabel Bebas : Kadar kalsium saliva

Variabel Tergantung : -Pembentukan kalkulus -Indek kalkulus (VMI) -Indek periodontal (PDI)

Variabel Terkendali : -Alat ukur kadar ion kalsium saliva:SSA

-Temperatur ruangan laboratorium

-Kemampuan operator -Jenis Kelamin

Variabel Tidak Terkendali : -Tingkat pendidikan

-Pekerjaan

-Tingkat ekonomi -Diet

-Suku -Ras


(22)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian cross sectional.

3.2Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat penelitian ini dilakukan di : -Instalasi Periodonsia RSGM USU

-Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Usu. 3.2.2Waktu Penelitian :

-Bulan November 2014 sampai Januari 2015

3.3Populasi dan sampel 3.3.1Populasi

Populasi penelitian ini adalah pasien yang datang berkunjung ke Instalasi Periodonsia RSGM USU.

3.3.2Sampel

Sampel penelitian diperoleh dari populasi saliva penderita gingivitis yang berkunjung ke Instalasi Periodonsia RSGM USU. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti agar maksud dan tujuan penelitian ini dapat tercapai.


(23)

3.3.3Besar Sampel

Perhitungan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus, yaitu27 :

� =�

1,64�0,5 (1−0.5) + 0,842 �0,70 (1−0,70)�2 (0,2)2

n= 36,345

Keterangan :

n= Jumlah sampel minimal

α= level of significant, penelitian ini menggunakan α= 10%, sehingga Zα = 1,64

β= power of test, penelitian ini menggunakan β= 20%, sehingga Zβ =0,842

Po= proporsi awal penelitian, pada penelitian ini diggunakan Po =50% Pα= proporsi yang diinginkan dari penelitian, pada penelitian ini digunakan Pα= 70%

Pα- Po =20%

Dari hasil perhitungan berdasarkan rumus sampel, maka besar sampel pada penelitian ini adalah sebesar 40 orang pasien di Instalasi Periodonsia RSGM USU.

� = ������(1− ��) +�����(1− ��)�

2


(24)

3.4Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1Kriteria Inklusi :

-Subjek yang berusia 18-55 tahun -Subjek yang sehat secara sistemik

-Bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian -Jenis kelamin

3.4.2Kriteria Eksklusi -Perokok berat

-Penyakit sistemik

-Pasien yang sedang menjalan terapi hormon

-Pasien yang sedang menjalani perawatan khemoterapi

-Mengkonsumsi obat yang dapat meningkatkan kadar ion kalsium saliva

3.5Variabel Penelitian Variabel Bebas

-Pasien di Instalasi Periodonsia RSGM USU Variabel Tergantung

-Kadar ion kalsium pada saliva -Indek kalkulus Volpe-Manhold Index

Variabel Terkendali

-Alat ukur kadar ion kalsium saliva: Spektrofotometer Serapan Atom -Temperatur ruangan laboratorium

-Kemampuan operator -Jenis kelamin

Variabel tidak terkendali -Tingkat pendidikan -Pekerjaan

-Tingkat ekonomi -Diet


(25)

3.5.1Definisi Operasional

1. Kadar ion kalsium pada saliva adalah jumlah kadar ion kalsium yang terdapat pada saliva. Kadar ion kalsium dari sampel dianalisa dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Pasien dikategorikan kepada saliva normal (1-1,4 Mmol/l), hiperkalsemia ringan (1,43-2 Mmol/l), hiperkalsemia sedang ( 2-3,5 Mmol/l), hiperkalsemia tinggi ( >3,5 Mmol/l) berdasarkan kadar ion kalsium didalam saliva.23

2. Whole Saliva adalah campuran atau sekresi yang tidak hanya terdiri dari sekresi saliva, tetapi juga cairan, debris dan sel-sel yang tidak berasal dari kelenjar-kelenjar saliva.

3. Metode Spitting adalah metode pengambilan saliva dengan cara meludah kedalam tabung uji.

4. Periodontitis adalah suatu penyakit inflamasi pada gingiva yang menyebabkan terjadinya perubahan pada gingiva. Ciri-ciri klinis dari periodontitis ditandai dengan adanya perdarahan yang mudah terjadi, perubahan juga terjadi pada warna, konsistensi dan tekstur permukaan gingiva.

5. Kalkulus adalah massa yang padat yang melekat pada permukaan gigi yang diukur menggunakan prob periodontal dan menggunakan metode The Volpe-Manhold calculus scoring.

6. Pasien di Instalasi Periodonsia adalah pasien yang datang berkunjung ke Instalasi Periodonsia RSGM USU untuk mendapatkan perawatan.

3.6Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1Alat-alat :

1. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 2. Pot saliva

3. Pipet saliva

4. Probe periodontal UNC 15 (Kohler, Germany) 5. Kaca mulut

6. Sarung tangan 7. Masker


(26)

3.6.2Bahan Penelitian:

1. Sampel saliva penderita periodontitis 2. Permen karet wax

3.7Proses Pengambilan dan Pengumpulan Data 3.7.1Pengisian Kuesioner

Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan wawancara langsung mengenai identitas subjek dan riwayat gingivitis dengan bantuan kuesioner terhadap para pengunjung di RSGM FKG USU Medan. Subjek yang terpilih diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian yang akan dilakukan dan apabila subjek bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian, maka subjek diminta menandatangani lembar informed consent.

Gambar 4.Peneliti sedang melakukan penjelasan kepada subjek penelitian.

3.7.2Pemeriksaan Jaringan Periodontal

Jaringan periodontal pasien diperiksa untuk melihat keadaan jaringan periodontal pasien. Dari hasil pemeriksaan tersebut akan ditentukan apakah pasien termasuk penderita gingivitis ringan, sedang, berat atau periodontitis yang dilihat melalui kehilangan perlekatan. Untuk memudahkan pengukuran, hanya gigi yang terpilih diukur untuk digunakan sebagai indeks yaitu adalah molar pertama kanan atas,


(27)

insisif pertama kiri atas, premolar pertama kiri atas, molar pertama kiri bawah, insisif pertama kanan bawah, dan premolar pertama kanan bawah.

Gambar 5. Peneliti melakukan pemeriksaan rongga mulut pada subjek penelitian.

3.7.3Pemeriksaan kalkulus

Kalkulus diperiksa menggunakan indek Volpe-Manhold dimana kalkulus diperiksa pada tiga dataran yaitu permukaan mesial,tengah dan distal dengan menggunakan prob periodontal (dalam satuan milimeter) pada permukaan lingual dari keenam gigi anterior mandibula. Untuk pengukuran pada dataran mesial dan distal, kalkulus diukur secara diagonal dengan probe sedangkan untuk pengukuran dataran tengah kalkulus diukur secara tegak lurus dengan prob.

3.7.4Proses pengumpulan saliva yang stimulasi

Pengumpulan saliva yang stimulasi adalah dengan menginstruksikan subjek untuk mengunyah permen karet wax kemudianmengumpulkan saliva pada dasar mulut selama 5 menit dan meludahkannya pada pot saliva.


(28)

Gambar 6. Subjek penelitian membuang saliva ke dalam pot saliva.

3.7.5Pengukuran Kadar Ion Kalsium Saliva dengan alat Spektrofotometer Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam, pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas.

Gambar 7. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)28

Analisa sampel dilakukan melalui pengukuran absorbansi. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).


(29)

Sebuah sampel cairan biasanya berubah menjadi gas atom melalui tiga langkah yaitu

(1) Desolvation (pengeringan): larutan pelarut menguap dan sampel kering. (2) Penguapan: sampel padat berubah menjadi gas.

(3) Atomisasi: senyawa berbentuk gas berubah menjadi atom bebas.

Cara kerja SSA didasarkan pada penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung didalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya.

Untuk keperluan analisis kuantitaif dengan SSA, maka sampel harus dalam bentuk larutan. Untuk menyiapkan larutan, disesuaikan dengan jenis sampel. Larutan sampel yang akan dianalisis haruslah sangat encer, jernih, stabil dan tidak mengganggu zat-zat yang akan dianalisis.


(30)

3.7.6Skema Alur Penelitian

3.8Pengolahan dan Analisa Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan memakai uji statistik sebagai berikut yaitu

uji Pearson untuk melihat pengaruh kadar kalsium saliva terhadap pembentukan

kalkulus pada penderita gingivitis.

Pengumpulan Saliva

Pemeriksaan Kalkulus

Pengukuran Kadar Kalsium Saliva


(31)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari 2015 di Instalasi Periodonsia RSGM USU Medan. Pengumpulan data diperoleh dari kuesioner dan pemeriksaan klinis terhadap sampel pasien di Instalasi Periodonsia RSGM USU.

Total subjek yang diperiksa berjumlah 40 orang dan seluruhnya merupakan pasien di Instalasi Periodonsia RSGM USU.

4.1Data Demografi Subjek Penelitian

Data demografi subjek penelitian ini terdiri dari jenis kelamin dan kelompok usia dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distibusi data demografi pasien di Instalasi Periodonsia RSGM USU

No Variabel Jumlah Persentase

1 Jenis kelamin a. Laki – laki b. Perempuan

7 33

17,5 82,5

Total 40 100

2 Kelompok usia a. 18-28 tahun b. 29-39 tahun c. 40-50 tahun d. 51-61 tahun

28 7 2 3 70 17,5 5 7,5


(32)

Pada tabel 1 terlihat bahwa sebagian besar subjek berjenis kelamin perempuan yaitu 33 orang (82,5%). Subjek dengan kelompok usia 18-28 tahun merupakan jumlah subjek terbanyak yaitu berjumlah 28 orang (70%) dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.

4.2Data Kebiasaan Oral Higiene

Data kebiasaan oral higiene terdiri dari frekuensi sikat gigi, frekuensi penggantian sikat gigi, kunjungan ke dokter gigi, dan alasan tidak ke dokter gigi yang dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi data kebiasaan oral higiene pasien di Instalasi Periodonsia RSGM USU

No Variabel Jumlah Persentase

1 Frekuensi sikat gigi a. 1 kali

b. 2 kali c. 3 kali d. > 3 kali

3 28 8 1 7,5 70 20 2,5

Total 40 100

2 Frekuensi penggantian sikat gigi a. 1 kali setahun

b. 2 kali setahun c. 3 kali setahun d. > 3 kali setahun

3 7 8 22 7,5 17,5 20 55


(33)

No. Variabel Jumlah Persentase

Total 40 100

3 Kunjungan ke dokter gigi a. Ya b. Tidak 31 9 77,5 22,5

Total 40 100

4 Alasan tidak ke dokter gigi a. Biaya mahal

b. Perawatan butuh waktu lama c. Penyakit gigi tidak berbahaya d. Takut dengan peralatan dokter e. Belum mengetahui pentingnya

perawatan gigi 13 8 8 8 3 32,5 20 20 20 7,5

Total 40 100

Pada tabel 2 terlihat bahwa sebagian besar subjek melakukan penyikatan gigi setiap harinya sebanyak dua kali dimana 28 subjek (70%) melakukan penyikatan gigi dua kali setiap hari. Sebagian besar subjek yaitu 22 subjek (55%) mengganti sikat gigi lebih dari tiga kali setahun. Jumlah subjek yang pernah berkunjung ke dokter gigi lebih banyak daripada yang tidak pernah berkunjung ke dokter gigi yaitu 31 subjek (77,5%). Selain itu, sebanyak 13 orang (32,5%) menyatakan tidak ke dokter gigi karena biaya yang mahal dimana ini merupakan jawaban terbanyak dari subjek penelitian ini.


(34)

4.3Data Riwayat Dental

Data riwayat dental terdiri dari sakit gigi, gusi berdarah dan bau mulut yang dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi data riwayat dental pasien di Instalasi Periodonsia RSGM USU

No Variabel Jumlah Persentase

1 Sakit gigi

a. Ya b. Tidak

28 12

70 30

Total 40 100

2 Gusi berdarah a. Ya b. Tidak

27 13

67,5 32,5

Total 40 100

3 Bau mulut a. Ya b. Tidak

14 26

35 65

Total 40 100

Pada tabel 3 terlihat bahwa jumlah subjek yang pernah sakit gigi berjumlah 28 orang (70%). Sebagian besar subjek mengalami gusi berdarah yaitu sebanyak 27 subjek (67,5%). Selain itu, sebagian besar subjek tidak sering merasakan mulut berbau yaitu sebanyak 26 subjek (65%) tidak sering merasakan bau mulut.


(35)

4.4Keparahan Periodonsium Berdasarkan Periodontal Disease Index (PDI)

Tabel berikut ini merupakan data dari Periodontal Disease Index (PDI)

keseluruhan subjek penelitian. Pada tabel ini terlihat bahwa sebagian besar subjek yaitu 32 subjek (80%) merupakan penderita gingivitis.

Tabel 4. Nilai Periodontal Disease Index (PDI) keseluruhan subjek

No Variabel Jumlah Persentase

1 Periodontal Disease Index

a. Normal b. Gingivitis c. Periodontitis 6 32 2 15 80 5

Total 40 100

4.5Pembentukan Kalkulus Berdasarkan Volpe Manhold Index (VMI)

Tabel menunjukkan data Volpe Manhold Index (VMI) dari keseluruhan subjek penelitian. Pada tabel ini terlihat bahwa sebagian besar subjek yaitu 32 subjek (80%) merupakan subjek dengan pembentukan kalkulus ringan.

Tabel 5. Nilai Volpe Manhold Index (VMI) keseluruhan subjek

No Variabel Jumlah Persentase

1 Volpe Manhold Index

a. Tidak ada pembentukan kalkulus

b. Pembentukan kalkulus ringan c. Pembentukan kalkulus berat

4 32 4 10 80 10


(36)

Total 40 100

4.6Kadar Kalsium Saliva Distimulasi

Data ini terdiri dari kadar kalsium saliva distimulasi keseluruhan subjek yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6. Nilai kadar kalsium saliva distimulasi keseluruhan subjek

No. Nilai Jumlah Persentase

1

Saliva Normal 7 17,5

2

Hiperkalsemia Ringan 11 27,5

3

Hiperkalsemia Sedang 16 27,5

4

Hiperkalsemia Tinggi 6 15

Total 40 100

Pada tabel 6 terlihat bahwa sebagian besar subjek penelitian memiliki hiperkalsemia sedang yaitu 16 subjek (40%) dan sebagian kecil memiliki kadar kalsium saliva yang normal yaitu 7 orang (17,5%).

4.7Pengaruh Kadar Kalsium Saliva Distimulasi Dengan Volpe Manhold Index (VMI)

Hasil penelitian mengenai kadar kalsium saliva distimulasi dengan Volpe Manhold Index (VMI) secara umum menunjukkan ada pengaruh antara kadar kalsium saliva terhadap Volpe Manhold Index (VMI) dimana peningkatan dari kadar kalsium saliva diikuti dengan peningkatan skor Volpe Manhold Index (VMI). Hasil uji stastik juga menunjukkan adanya korelasi yang kuat dan signifikan antara kadar kalsium


(37)

saliva dengan Volpe Manhold Index (VMI). Data penelitian dapat dilihat pada tabel 7 berikut :

Tabel 7. Nilai kadar kalsium saliva distimulasi keseluruhan subjek dengan Volpe Manhold Index

Saliva Korelasi Hasil uji statistik

Kadar kalsium saliva 0,658 0,000*

Keterangan: * Uji Korelasi Pearson signifikan pada nilai p < 0,05

4.8Pengaruh Kadar Kalsium Saliva Distimulasi Dengan Periodontal Disease Index (PDI)

Hasil penelitian mengenai kadar kalsium saliva distimulasi dengan

Periodontal Disease Index (PDI) secara umum menunjukkan adanya pengaruh

dengan korelasi moderat yang signifikan antara kadar kalsium saliva terhadap

Periodontal Disease Index (PDI) dimana peningkatan dari kadar kalsium saliva

diikuti dengan peningkatan skor Periodontal Disease Index (PDI). Data penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 9. Nilai kadar kalsium saliva distimulasi keseluruhan subjek dengan

Periodontal Disease Index

Saliva Korelasi Hasil uji statistik

Kadar kalsium saliva 0,421 0,007*


(38)

BAB 5 PEMBAHASAN

Subjek yang menjadi sampel penelitian ini adalah pasien di Instalasi Periodonsia RSGM USU yang berusia antara 18 tahun hingga 55 tahun. Alat yang digunakan untuk mengukur kadar ion kalsium adalah Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan kadar ion kalsium saliva pada pasien yang mengalami penyakit periodontal yang berkunjung ke Instalasi Periodonsia RSGM USU. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara usia, oral hygiene dan pembentukan kalkulus pada pasien yang memiliki penyakit periodontal terhadap kadar ion kalsium saliva.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar ion kalsium saliva pada pembentukan kalkulus pada pasien yang memiliki penyakit periodontal. Menurut Malikha NZ dkk, kadar ion kalsium normal pada saliva adalah 1-2 mmol/L.29 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakuan oleh Sevon L dkk, dimana terjadi peningkatan kadar ion kalsium pada pembentukan kalkulus pasien periodontitis.13

Pada tabel 1 terlihat sebagian besar subjek adalah perempuan yaitu 33 orang (82,5%). Subjek dengan kelompok usia 18-28 tahun merupakan jumlah subjek terbanyak dibanding dengan kelompok lainnya, yaitu 28 orang (70%).

Tabel 2 menunjukkan bahwa data kebiasaan oral higiene terdiri dari frekuensi menyikat gigi, frekuensi penggantian sikat gigi, kunjungan ke dokter gigi dan alasan


(39)

tidak ke dokter gigi. Menurut data frekuensi menyikat gigi, didapat bahwa frekeunsi terbanyak subjek menyikat gigi adalah sebanyak 2 kali sehari yaitu 28 orang (70%). Frekuensi penyikatan gigi sangat berpengaruh terhadap oral higiene. Berdasarkan survey olehAdult Dental Health Survey (ADHS) tahun 1998 di Inggris, pada frekuensi menyikat gigi minimal dua kali sehari menunjukkan plak gigi yang lebih sedikit dibandingkan dengan frekuensi penyikatan gigi sehari sekali.30Namun hal initidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suma G, dkk. Menurut penelitian Suma G, dkk. sebanyak 63 subjek (82,89%) menyikat gigi hanya satu kali setiap harinya dan 17,11% yang menyikat gigi dual kali sehari.31 Hal ini menunjukkan subjek mengetahui prosedur pemeliharan kebersihan rongga mulut dengan baik. Pengetahun tersebut mungkin diperoleh subjek dari guru atau orangtua.

Frekuensi penggantian sikat gigi juga memengaruhi kondisi oral higiene. Hal ini karena sikat gigi yang lama tidak diganti dapat menyimpan mikoorganisme dan memiliki bulu sikat yang keras dan kasar sehingga dapat merusak lapisan gigi dan gusi. Pada penelitian ini, didapat bahwa frekuensi terbanyak penggantian sikat gigi adalahlebih dari 3 kali setahun yaitu 22 orang (55%). Hal ini sejalan dengan

American Dental Association (ADA) yang menganjurkan untuk melakukan

penggantian sikat gigi setiap 3-4 bulan sekali atau bisa lebih cepat jika bulu sikat telah rusak.32 Sehingga dari penelitian ini, diketahui subjek mempunyai kesadaran yang tinggi bahwa kepentingan kesehatan rongga mulut. Data riwayat dental subjek meliputi sakit gigi, gusi berdarah dan bau mulut. Data riwayat dental subjek menunjukkan bahwa sebagian besar subjek (32,5%) mengatakan biaya mahal yang menjadi alasannya tidak melakukan kunjungan ke dokter gigi apabila sakit gigi.

Pada penelitian ini, kadar ion kalsium dapat dianalisis dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).33Hal ini bertujuan untuk mengetahui kadar ion kalsium dan hubungannya terhadap Volpe-Manhold Index (VMI) dan Periodontal Disease Index (PDI) pada pasien di Instalasi Periodonsia RSGM USU.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan (p<0,05) antara


(40)

penelitian, 32 orang (80%) adalah subjek dengan pembentukan kalkulus yang ringan sedangkan 4 orang (10%) merupakan subjek dengan pembentukan kalkulus yang berat. Dalam penelitian, terlihat bahwa subjek yang memiliki saliva normal yaitu 7 orang (17,5%), subjek yang hiperkalsemia ringan yaitu 11 orang (27,5%), subjek yang hiperkalsemia sedang yaitu 16 orang (40%) dan subjek yang hiperkalsemia tinggi yaitu 6 orang (15%). Dalam hasil penelitian, terlihat bahwa 16 orang (40%) subjek menderita hiperkalsemia sedang dari 40 orang subjekDari hasil penelitian terlihat bahwa subjek yang memiliki kadar kalsium yang tinggi ( > 1,14 Mmol/l) tidak sememestinya cenderung menjadi subjek yang dengan pembentukan kalkulus yang berat. Hal ini karena subjek yang memiliki kadar ion kalsium yang tinggi mungkin melakukan penyikatan gigi sebanyak 2 kali sehari dan menjaga oral higiene yang baik sehingga dengan kadar ion kalsium yang tinggi dalam rongga mulut tidak menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pembentukan plak yang banyak.Hasil penelitian ini menjelaskan hubungan bahwa subjek yang mempunyai hiperkalsemia saliva mempunyai skor VMI yang tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Acharya dkk cit Avn WA yang menyatakan bahwa subjek yang mempunyai kadar ion kalsium yang tinggi cenderung mempunyai risiko pembentukan kalkulus yang tinggi karena kadar kalsium saliva merupakaan salah satu faktor yang penting dalam pembentukan kalkulus dalam rongga mulut.34 Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian Dumitrescu AL, yang menyatakan bahwa peningkatan kelompok periodontitis memiliki hubungan yang signifikan dengan tingginya kalsium pada saliva.35

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini juga menunjukkan hasil korelasi positif yang signifikan ( p<0,05 ) dengan hubungan yang moderat dari kadar ion kalsium saliva terhadap Periodontal Disease Index (PDI) secara umum. Hal ini menunjukkan kenaikan kadar ion kalsium saliva diikuti dengan kenaikan skor

Periodontal Disease Index. Dari hasil penelitian terlihat bahwa 32 orang ( 80% ) subjek yang menderita gingivitis sedangkan 2 orang ( 5% ) yang menderita periodontitis. Hal ini sejalan dengan penelitian Hinrichs JE yang menyatakan bahwa adanya korelasi positif antara penumpukan kalkulus dengan prevalensi gingivitis.36


(41)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien dengan kadar ion kalsium saliva yang lebih tinggi cenderung untuk mempunyai penumpukan kalkulus yang lebih banyak. Hal ini diperkirakan karena kadar kalsium saliva yang tinggi dapat mendukung pembentukan kalkulus dengan cara meningkatkan kejenuhan dari komponen kalkulus pada plak gigi. Penelitian Sewon L dkk, juga menunjukkan bahwa kadar ion kalsium saliva sangat penting untuk deposisi dari kalsium fosfat yang dapat mendukung mineralisasi plak sehingga terbentuk kalkulus.13 Kandungan mineral dari kalkulus antara lain terdiri dari kalsium fosfat dalam empat bentuk yang berbeda seperti hidroksiapatit, trikalsium fosfat, oktakalsium fosfat dan dikalsium fosfat, dari keempat bentuk tersebut, hidroksiapatit adalah bentuk yang paling utama.. Ketika keadaan kadar kalsium saliva berada diatas nilai kritis, kadar ion kalsium akan mengalami kejenuhan karena hidroksiapatit sehingga meningkatkan kecenderungan deposit dari kalkulus dan remineralisasi dari lesi white spot enamel. Oleh sebab itu, pembentukan kalkulus lebih dapat terjadi ketika kadar ion kalsium melebihi kadar ion kalsium yang normal yaitu 1,14 Mmol/l dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya, pasien dengan kadar kaslium saliva yang rendah (< 1,14 Mmol/l) mempunyai penumpukan kalkulus yang lebih sedikit. Menurut Ginayah M dkk, kadar ion kalsium normal pada saliva adalah 1-1,4 mmol/L.37Hal ini disebabkan karena pada kadar kalsium saliva yang normal (1,14Mmol/l), kristal kalsium fosfat cenderung larut dan sebaliknya, pada kadar ion kalsium yang tinggi, periodontitis cenderung banyak terjadi.Hal ini sesuai dengan penelitian Khan Gj dkk menunjukkan adanya hubungan yang signifikan terhadap tingginya konsentrasi kalsium pada kelompak penderita periodontitis.38

Hipotesis penelitian ini yaitu ada pengaruh dari kadar ion kalsium saliva terhadap pembentukan kalkulus diterima. Hal ini terbukti dengan diperolehnya hasil penelitian yang menunjukkan bahwa individu dengan kadar ion kalsium saliva yang tinggi mempunyai penumpukan kalkulus yang lebih banyak.


(42)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengukuran kadar ion kalsium saliva pada pasien periodontitis disimpulkan bahwa:

1. Peningkatan kadar ion kalsium saliva pada pasien penderita penyakit periodontal yang berkunjung ke Instalasi Periodonsia RSGM USU.

2. Ada pengaruh yang signifikan (p< 0,05 ) antara Periodontal Disease

Indexdengan kadar ion kalsium saliva pada pasien periodontitis, yaitu terjadi

peningkatan kasar ion kalsium saliva seiring dengan tambahnya pembentukan kalkulus.

3. Ada pengaruh yang signifikan (p <0,05 ) antara Volpe-Manhold Indexdengan kadar ion kalsium saliva pada pasien periodontits, dimana pada pasien periodontitis dengan pembentukan kalkulus yang tinggi memiliki kadar ion kalsium saliva lebih tinggi dibandingkan dengan pasien periodontitis yang memiliki pembentukan kalkulus yang rendah.

6.2Saran

1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan tempat pengambilan sampel saliva sama dengan tempat laboratorium menguji kadar ion kalsium saliva agar sampel saliva dapat diuji selepas pengambilannya untuk mencegah perubahan suhu atau fiziknya sampel.

2. Saliva diharapkan kedepannya dapat dijadikan sebagai alat diagnostik untuk penyakit periodontal dalam bidang kedokteraan gigi.

3. Pada penelitian ini, jumlah sampel perempuan lebih banyak daripada laki-laki sehingga diharapkan jumlah sampel dapat dihomogenkan untuk mendapatkan hasil yang lebih signifikan.


(43)

Daftar Pustaka

1. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. Carranza’s Clinical Periodontology. 11 th ed., Singapore: Elsevier., 2012: 219-240.

2. Glickman I. Clinical Periodontology: the etiology of gingival and periodontal disease. 4 th ed. Philadelpia : WB Saunders Company, 1973: 290-9.

3. Yip Hak-Kong. Supragingival Calculus: Formation and Control. J SAGE 2002; 13(5): 426-441.

4. Ramfjord PS, Ash MM. Periodontology and periodontics modern theory and practice. 1 th USA: inc. 2000: 47-50, 61-7.

5. Carneiro LC, Kabulwa Mn. Dental caries, and supragingival plaque and calculus among students,tanga,tanzania. ISRN Dentistry 2012; 1-5


(44)

6. Adler Christina J. Sequencing ancient calcifies dental plaque. J Nature Genetics 2013; 45: 450-455.

7. Fabian Tibor K. Saliva in Health and disease, chemical Biology. J Wiley Encyclopedia of Chemical Biology 2007; 10(12): 2-4.

8. Damle S G. Quantitative Determination of Inorganic Constituents in Saliva andtheir Relationship with Dental Caries Experience in Children. J Dent Scien and Research India 2012; 2(3): 2-3.

9. Hubbell Rebecca B. Calcium and Phosphorus of Saliva In Realtion To DentalCaries. J Uni of Michigon 1932; 5(6): 1-6.

10.Albandar Jasim M. Ginigval State and Dental Calculus in Early-Onset

Periodontitis. J Periodontology Online 1996; 67(10): 1-4. 11.Romanita G. Gingivitis and Periodontitis – Patient.

http://www.dentistry.utoronto.ca/dpes/periodontic/patients/gingivitis-and- periodontitis-patient (September 1. 2014).

12.Fiyaz Mohamed. Association of salivary calcium, phosphate, pH and flow rate onoral health. J Indian Society of Periodontology 2013; 17(4): 2-3.

13.La Sewon. Calcium and other salivary factors in periodontitis-affected subjects prior to treatment. J Clin Periodontol 1995; 22(4) 1.

14.Colgate. Supragingival Kalkulus.

http://www.colgateprofessional.com/patient-

education/images-videos/supragingival-calculus. (September 2. 2014).

15.Oral health. Periodontal diseases. http://drc.hhs.gov/report/3_1.htm (September

15. 2014).

16.Reddy Shantipriya. Essentials of Clinical Periodontology and Periodontic. 2 th ed., India : Jaypee Brothers Co., 2009: 66-81


(45)

17.Nupur Sah. Estimation and Comparision of salivary calcium levels in healthysubjects and patient with gingivitis and periodontitis. J Archives of Oral Science & Research 2012;2(1): 13-16.

18.Morris, Cecile. Impact of calcium on salivary α-amylase, starch paste apparentviscosity and thickness perception. J Sheffield Hallam Uni 2011; 3: 112-16.

19.Ginayah M, Sanusi H. Hiperkalsemia. CDK. 2011: 38(3): 191-4.

20.Khashu Himanshu. Salivary biomarkers: A Periodontal Overview. J Oral Health Community Dent 2012; 6(1): 2-3.

21.Almoharib Hani S. Oral fluid based biomarkers in periodontal disease: Part 1 Saliva. J International Oral Health 2014; 6(4): 1-5.

22.Ranney Richard R. Pathogenesis of gingivitis and periodontal disease in childrenand young adults. J Pediatric Dent 1981;3: 89-93.

23.Hassan Shatha A. Salivary calcium concentration in patients with high incidenceof calculus formation. J Dep. Basic Dent Sciences 2005; 5(1):88-90. 24.Sah Nupur. Estimation and comparision of salivary calcium levels. J

Archieves Oral Science & Research 2012; 2(1): 13-6.

25.Abid Aun Wasan A. Inorganic ions level in saliva of patients with chronicperiodontitis. J Bagh College Dent 2012; 24(3): 1-6.

26.Kalburgi Veena. Estimating and comparing salivary calcium levels in healthy andtobacco users. J Dept. Basic Dent Sciences 2002; 3(1):53-62.

27.Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto, 2011. 368-9.

28.Asmin LO. Spektrofotometri serapan atom (SSA). Karya Ilmiah. Kendari: Jurusan Fisika FMIPA Universitas Haluoleo, 2010: 1-30.

29.Malikha NZ, Murdiastuti K, Lastianny SP . Efek radioterapi area kepala dan leher terhadap kadar kalsium saliva. Maj Ked Gi 2008; 15(2): 117-20.


(46)

30.Adult Dental Health Survey. Tooth brushing behaviour in Europe: opportunities for dental public health. International dental journal, 2008; 58: 287-93.

31.Suma G, Usha MD, Akshatha BS. Dentition status and oral health practice among hearing and speech impaired chlidren : a cross sectional study.

International journal of clinical pediatric dentistry, 2011; 4 (2): 105-8.

32.American dental association (ADA). Statement on toothbrush care: cleaning,

storage and replacement.

November 2013).

33. Asmin LO. Spektrofotometri serapan atom (SSA). Karya Ilmiah. Kendari: Jurusan Fisika FMIPA Universitas Haluoleo, 2010; 1-30.

34.Reddy GL, Sujathamalini J. Children with disabilities: awaremess, attitude, and competencies of teachers. Discovery Publishing House, New Delhi. 2006: 33

35.Dumitrescu AL, Kobayashi J. Genetic variants in periodontal health and disease. German: Springer-verlag berlin heidelberg, 2010: 1-14.

36.Hinrichs JE. The role of dental calculus and other local predisposing factors. In: Carranza FA ed. Carranza’s clinical periodontology. Edisi ke-11. Missouri: Elsevier, 2012: 217-22.

37.Ginayah M, Sanusi H. Hiperkalsemia. CDK. 2011; 38(3); 191-4.

38.Khan Gj, More SP, Bhutani H. Estimation and comparison of salivary calcium levels in healthy subjects and patients with gingivitis and periodontitis: a cross-sectional biochemical study. Archives of oral sciences & research 2012; 2(1); 13-6.


(1)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien dengan kadar ion kalsium saliva yang lebih tinggi cenderung untuk mempunyai penumpukan kalkulus yang lebih banyak. Hal ini diperkirakan karena kadar kalsium saliva yang tinggi dapat mendukung pembentukan kalkulus dengan cara meningkatkan kejenuhan dari komponen kalkulus pada plak gigi. Penelitian Sewon L dkk, juga menunjukkan bahwa kadar ion kalsium saliva sangat penting untuk deposisi dari kalsium fosfat yang dapat mendukung mineralisasi plak sehingga terbentuk kalkulus.13 Kandungan mineral dari kalkulus antara lain terdiri dari kalsium fosfat dalam empat bentuk yang berbeda seperti hidroksiapatit, trikalsium fosfat, oktakalsium fosfat dan dikalsium fosfat, dari keempat bentuk tersebut, hidroksiapatit adalah bentuk yang paling utama.. Ketika keadaan kadar kalsium saliva berada diatas nilai kritis, kadar ion kalsium akan mengalami kejenuhan karena hidroksiapatit sehingga meningkatkan kecenderungan deposit dari kalkulus dan remineralisasi dari lesi white spot enamel. Oleh sebab itu, pembentukan kalkulus lebih dapat terjadi ketika kadar ion kalsium melebihi kadar ion kalsium yang normal yaitu 1,14 Mmol/l dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya, pasien dengan kadar kaslium saliva yang rendah (< 1,14 Mmol/l) mempunyai penumpukan kalkulus yang lebih sedikit. Menurut Ginayah M dkk, kadar ion kalsium normal pada saliva adalah 1-1,4 mmol/L.37Hal ini disebabkan karena pada kadar kalsium saliva yang normal (1,14Mmol/l), kristal kalsium fosfat cenderung larut dan sebaliknya, pada kadar ion kalsium yang tinggi, periodontitis cenderung banyak terjadi.Hal ini sesuai dengan penelitian Khan Gj dkk menunjukkan adanya hubungan yang signifikan terhadap tingginya konsentrasi kalsium pada kelompak penderita periodontitis.38

Hipotesis penelitian ini yaitu ada pengaruh dari kadar ion kalsium saliva terhadap pembentukan kalkulus diterima. Hal ini terbukti dengan diperolehnya hasil penelitian yang menunjukkan bahwa individu dengan kadar ion kalsium saliva yang tinggi mempunyai penumpukan kalkulus yang lebih banyak.


(2)

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengukuran kadar ion kalsium saliva pada pasien periodontitis disimpulkan bahwa:

1. Peningkatan kadar ion kalsium saliva pada pasien penderita penyakit periodontal yang berkunjung ke Instalasi Periodonsia RSGM USU.

2. Ada pengaruh yang signifikan (p< 0,05 ) antara Periodontal Disease Indexdengan kadar ion kalsium saliva pada pasien periodontitis, yaitu terjadi peningkatan kasar ion kalsium saliva seiring dengan tambahnya pembentukan kalkulus.

3. Ada pengaruh yang signifikan (p <0,05 ) antara Volpe-Manhold Indexdengan kadar ion kalsium saliva pada pasien periodontits, dimana pada pasien periodontitis dengan pembentukan kalkulus yang tinggi memiliki kadar ion kalsium saliva lebih tinggi dibandingkan dengan pasien periodontitis yang memiliki pembentukan kalkulus yang rendah.

6.2Saran

1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan tempat pengambilan sampel saliva sama dengan tempat laboratorium menguji kadar ion kalsium saliva agar sampel saliva dapat diuji selepas pengambilannya untuk mencegah perubahan suhu atau fiziknya sampel.

2. Saliva diharapkan kedepannya dapat dijadikan sebagai alat diagnostik untuk penyakit periodontal dalam bidang kedokteraan gigi.

3. Pada penelitian ini, jumlah sampel perempuan lebih banyak daripada laki-laki sehingga diharapkan jumlah sampel dapat dihomogenkan untuk mendapatkan hasil yang lebih signifikan.


(3)

Daftar Pustaka

1. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR. Carranza’s Clinical Periodontology. 11 th ed., Singapore: Elsevier., 2012: 219-240.

2. Glickman I. Clinical Periodontology: the etiology of gingival and periodontal disease. 4 th ed. Philadelpia : WB Saunders Company, 1973: 290-9.

3. Yip Hak-Kong. Supragingival Calculus: Formation and Control. J SAGE 2002; 13(5): 426-441.

4. Ramfjord PS, Ash MM. Periodontology and periodontics modern theory and practice. 1 th USA: inc. 2000: 47-50, 61-7.

5. Carneiro LC, Kabulwa Mn. Dental caries, and supragingival plaque and calculus among students,tanga,tanzania. ISRN Dentistry 2012; 1-5


(4)

Genetics 2013; 45: 450-455.

7. Fabian Tibor K. Saliva in Health and disease, chemical Biology. J Wiley Encyclopedia of Chemical Biology 2007; 10(12): 2-4.

8. Damle S G. Quantitative Determination of Inorganic Constituents in Saliva andtheir Relationship with Dental Caries Experience in Children. J Dent Scien and Research India 2012; 2(3): 2-3.

9. Hubbell Rebecca B. Calcium and Phosphorus of Saliva In Realtion To DentalCaries. J Uni of Michigon 1932; 5(6): 1-6.

10.Albandar Jasim M. Ginigval State and Dental Calculus in Early-Onset Periodontitis. J Periodontology Online 1996; 67(10): 1-4.

11.Romanita G. Gingivitis and Periodontitis – Patient.

http://www.dentistry.utoronto.ca/dpes/periodontic/patients/gingivitis-and- periodontitis-patient (September 1. 2014).

12.Fiyaz Mohamed. Association of salivary calcium, phosphate, pH and flow rate onoral health. J Indian Society of Periodontology 2013; 17(4): 2-3.

13.La Sewon. Calcium and other salivary factors in periodontitis-affected subjects prior to treatment. J Clin Periodontol 1995; 22(4) 1.

14.Colgate. Supragingival Kalkulus.

http://www.colgateprofessional.com/patient-

education/images-videos/supragingival-calculus. (September 2. 2014).

15.Oral health. Periodontal diseases. http://drc.hhs.gov/report/3_1.htm (September

15. 2014).

16.Reddy Shantipriya. Essentials of Clinical Periodontology and Periodontic. 2 th ed., India : Jaypee Brothers Co., 2009: 66-81


(5)

17.Nupur Sah. Estimation and Comparision of salivary calcium levels in healthysubjects and patient with gingivitis and periodontitis. J Archives of Oral Science & Research 2012;2(1): 13-16.

18.Morris, Cecile. Impact of calcium on salivary α-amylase, starch paste apparentviscosity and thickness perception. J Sheffield Hallam Uni 2011; 3: 112-16.

19.Ginayah M, Sanusi H. Hiperkalsemia. CDK. 2011: 38(3): 191-4.

20.Khashu Himanshu. Salivary biomarkers: A Periodontal Overview. J Oral Health Community Dent 2012; 6(1): 2-3.

21.Almoharib Hani S. Oral fluid based biomarkers in periodontal disease: Part 1 Saliva. J International Oral Health 2014; 6(4): 1-5.

22.Ranney Richard R. Pathogenesis of gingivitis and periodontal disease in childrenand young adults. J Pediatric Dent 1981;3: 89-93.

23.Hassan Shatha A. Salivary calcium concentration in patients with high incidenceof calculus formation. J Dep. Basic Dent Sciences 2005; 5(1):88-90. 24.Sah Nupur. Estimation and comparision of salivary calcium levels. J

Archieves Oral Science & Research 2012; 2(1): 13-6.

25.Abid Aun Wasan A. Inorganic ions level in saliva of patients with chronicperiodontitis. J Bagh College Dent 2012; 24(3): 1-6.

26.Kalburgi Veena. Estimating and comparing salivary calcium levels in healthy andtobacco users. J Dept. Basic Dent Sciences 2002; 3(1):53-62.

27.Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto, 2011. 368-9.

28.Asmin LO. Spektrofotometri serapan atom (SSA). Karya Ilmiah. Kendari: Jurusan Fisika FMIPA Universitas Haluoleo, 2010: 1-30.

29.Malikha NZ, Murdiastuti K, Lastianny SP . Efek radioterapi area kepala dan leher terhadap kadar kalsium saliva. Maj Ked Gi 2008; 15(2): 117-20.


(6)

opportunities for dental public health. International dental journal, 2008; 58: 287-93.

31.Suma G, Usha MD, Akshatha BS. Dentition status and oral health practice among hearing and speech impaired chlidren : a cross sectional study. International journal of clinical pediatric dentistry, 2011; 4 (2): 105-8.

32.American dental association (ADA). Statement on toothbrush care: cleaning,

storage and replacement.

November 2013).

33. Asmin LO. Spektrofotometri serapan atom (SSA). Karya Ilmiah. Kendari: Jurusan Fisika FMIPA Universitas Haluoleo, 2010; 1-30.

34.Reddy GL, Sujathamalini J. Children with disabilities: awaremess, attitude, and competencies of teachers. Discovery Publishing House, New Delhi. 2006: 33

35.Dumitrescu AL, Kobayashi J. Genetic variants in periodontal health and disease. German: Springer-verlag berlin heidelberg, 2010: 1-14.

36.Hinrichs JE. The role of dental calculus and other local predisposing factors. In: Carranza FA ed. Carranza’s clinical periodontology. Edisi ke-11. Missouri: Elsevier, 2012: 217-22.

37.Ginayah M, Sanusi H. Hiperkalsemia. CDK. 2011; 38(3); 191-4.

38.Khan Gj, More SP, Bhutani H. Estimation and comparison of salivary calcium levels in healthy subjects and patients with gingivitis and periodontitis: a cross-sectional biochemical study. Archives of oral sciences & research 2012; 2(1); 13-6.