Kepailitan Dana Pensiun Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

(1)

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

070200388

IGNATIUS PRATAMA

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

KEPAILITAN DANA PENSIUN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

Oleh

070200388

IGNATIUS PRATAMA

Disetujui Oleh

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

NIP. 19750112 200501 2 002 Windha, SH. M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Windha, SH., M.Hum

NIP. 19750112200505012002 NIP. 195303121983031002

Ramli Siregar, SH., M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

KEPAILITAN DANA PENSIUN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

* Ignatius Pratama ** Ramli Siregar

*** Windha

Jaminan kesejahteraan yang dikemas dalam manfaat pensiun diberikan pada karyawan dan keluarganya secara berkala sesuai dengan cara yang ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun, yaitu Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992. Undang-undang tersebut didukung PP Nomor 76 1992 tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Perangkat-perangkat peraturan tersebut diundangkan dengan maksud untuk mendukung terselenggaranya pengelolaan dana pensiun yang dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pesertanya.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana peranan dana pensiun dalam menunjang pembangunan perekonomian di Indonesia. Bagaimana kepailitan dana pensiun menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, bagaimana Penyelesaian kewajiban dana pensiun kepada para nasabah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif (Legal Research). Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisa berbagai kaidah dan pengaturan mengenai Hukum Kepailitan dan Hukum Perusahaan. Sedangkan pendekatan normatif digunakan untuk menambah pemahaman yang lebih luas terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas serta hal-hal yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian.

Peranan dana pensiun dalam perekonomian nasional antara lain adalah sebagai kegiatan investasi, sebagai sumber modal pembangunan, membantu pemerintah dalam mendorong perkembangan pembangunan, membantu pemerintah dalam mendorong kegiatan investasi dan membantu pemerintah dalam menciptakan kesempatan kerja. Kepailitan dana pensiun dapat terjadi jika telah terpenuhi syarat pailit seperti yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan 2 ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU. Penyelesaian kewajiban dana pensiun kepada para nasabah adalah dalam hal Dana Pensiun pailit, maka likuidator mengalihkan dana yang merupakan hak Peserta ke Dana Pensiun lain. Pengurus Dana Pensiun dapat ditunjuk sebagai likuidator dan biaya yang timbul dalam rangka pembubaran Dana Pensiun dibebankan pada Dana Pensiun.KUH Perdata adalah sebagai kreditur konkuren, kreditur yang harus berbagi dengan kreditur lainnya dalam memperoleh haknya setelah kekayaan bank tersebut dikurangi untuk kreditur preferen dan kreditur istimewa lainya.

Kata Kunci : Kepailitan Dana Pensiun *Mahasiswa

**Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul Kepailitan Dana Pensiun Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

Penulis menyadari bahwa yang disajikan dalam penulisan Skripsi ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun sehingga dapat menjadi perbaikan di masa akan datang.

Dalam penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak baik secara moril dan materil, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Windha, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai dosen pembimbing II pada penulisan skripsi ini.


(5)

6. Bapak Ramli Siregar, SH., M.Hum, selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan saran mulai dari awal sampai akhir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada kedua orang tua ayahanda dan ibunda yang telah banyak memberikan dukungan doa dan kasih sayang yang tak pernah putus sampai sekarang.

9. Kepada rekan-rekan mahasiswa/i, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

10.Rekan-rekan diluar kampus yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Maret 2014 Penulis

07020038 Ignatius Pratama


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 7

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II PERANAN DANA PENSIUN DALAM MENUNJANG PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ... 20

A. Pengaturan Dana Pensiun didalam Undang-Undang Dana Pensiun Nomor 11 Tahun 1992 ... 20

B. Peranan Dana Pensiun Dalam Perekonomian Indonesia ... 21

C. Pengelolaan Dana Pensiun ... 34

BAB III KEPAILITAN DANA PENSIUN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 ... 41

A. Penyebab Kepailitan Dana Pensiun ... 41

B. Prosedur Permohonan Pailit Dana Pensiun ... 42


(7)

BAB IV PENYELESAIAN KEWAJIBAN DANA PENSIUN KEPADA

PARA NASABAH DANA PENSIUN ... 60

A. Pengurusan dan Pemberesan Dalam Pailitnya Dana Pensiun .... 60

B. Kedudukan Nasabah Dana Pensiun Dalam Pailitnya Dana Pensiun ... 71

C. Upaya Hukum yang dilakukan oleh Nasabah Dana Pensiun Untuk Memperoleh Haknya ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA


(8)

ABSTRAK

KEPAILITAN DANA PENSIUN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

* Ignatius Pratama ** Ramli Siregar

*** Windha

Jaminan kesejahteraan yang dikemas dalam manfaat pensiun diberikan pada karyawan dan keluarganya secara berkala sesuai dengan cara yang ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun, yaitu Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992. Undang-undang tersebut didukung PP Nomor 76 1992 tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Perangkat-perangkat peraturan tersebut diundangkan dengan maksud untuk mendukung terselenggaranya pengelolaan dana pensiun yang dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pesertanya.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana peranan dana pensiun dalam menunjang pembangunan perekonomian di Indonesia. Bagaimana kepailitan dana pensiun menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, bagaimana Penyelesaian kewajiban dana pensiun kepada para nasabah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif (Legal Research). Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisa berbagai kaidah dan pengaturan mengenai Hukum Kepailitan dan Hukum Perusahaan. Sedangkan pendekatan normatif digunakan untuk menambah pemahaman yang lebih luas terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas serta hal-hal yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian.

Peranan dana pensiun dalam perekonomian nasional antara lain adalah sebagai kegiatan investasi, sebagai sumber modal pembangunan, membantu pemerintah dalam mendorong perkembangan pembangunan, membantu pemerintah dalam mendorong kegiatan investasi dan membantu pemerintah dalam menciptakan kesempatan kerja. Kepailitan dana pensiun dapat terjadi jika telah terpenuhi syarat pailit seperti yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan 2 ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU. Penyelesaian kewajiban dana pensiun kepada para nasabah adalah dalam hal Dana Pensiun pailit, maka likuidator mengalihkan dana yang merupakan hak Peserta ke Dana Pensiun lain. Pengurus Dana Pensiun dapat ditunjuk sebagai likuidator dan biaya yang timbul dalam rangka pembubaran Dana Pensiun dibebankan pada Dana Pensiun.KUH Perdata adalah sebagai kreditur konkuren, kreditur yang harus berbagi dengan kreditur lainnya dalam memperoleh haknya setelah kekayaan bank tersebut dikurangi untuk kreditur preferen dan kreditur istimewa lainya.

Kata Kunci : Kepailitan Dana Pensiun *Mahasiswa

**Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dana pensiun diselenggarakan dalam upaya memberikan jaminan kesejahteraan pada karyawan. Jaminan tersebut diberikan dalam bentuk manfaat atau imbalan pensiun pada saat karyawan tersebut memasuki masa pensiun atau mengalami kecelakaan. Jaminan tersebut secara psikologis, jaminan akan masa depan ini akan meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga akan menguntungkan baik perusahaan maupun karyawan itu sendiri.

Jaminan kesejahteraan yang dikemas dalam manfaat pensiun diberikan pada karyawan dan keluarganya secara berkala sesuai dengan cara yang ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun, yaitu Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992, selanjutnya disebut (UU Dana Pensiun) Undang-undang tersebut didukung PP Nomor 76 1992 tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Perangkat-perangkat peraturan tersebut diundangkan dengan maksud untuk mendukung terselenggaranya pengelolaan dana pensiun yang dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pesertanya.1

Di Indonesia, melalui Undng-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 250/KMK.00111985 tanggal 6 Maret 1985 telah memberikan perlakuan khusus kepada dana pensiun, sebagai salah satu upaya dalam mengembangkan minat swasta untuk

1


(10)

penyelenggaraan program pensiun guna memberikan kesejahteraan dan jaminan hidup hari tua kepada karyawannya. Selain itu diharapkan bahwa dana pensiun, sebagai salah satu alternatif pembiayaan, akan ikut memarakkan sektor keuangan dalam upaya mendorong kehidupan ekonomi dan pembangunan yang lebih dinamis di Indonesia.

Dana Pensiun terdiri dari dua kata yaitu Dana dan Pensiun. Dana sering disamakan dengan uang kontan. Dana merupakan bentuk yang paling mudah yang dapat digunakan untuk menyatakan nilai ekonomis dan karena dana atau uang dapat dengan segera dirubah dalam bentuk barang dan jasa. Pensiun adalah hak sesorang untuk memperoleh penghasilan setelah bekerja sekian tahun dan sudah memasuki usia pensiun atau ada sebab-sebab lain sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan2

Keadaan tersebut berakibat timbulnya masalah-masalah yang berantai yang apabila tidak diselesaikan akan berdampak luas, antara lain hilangnya lapangan pekerjaan dan permasalahan sosial lain yang mengakibatkan memburuknya pembangunan perekonomian nasional. Salah satu sarana hukum

.

Seiring dengan perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi melanda dunia usaha dewasa ini serta mengingat modal usaha yang dimiliki para pengusaha pada umumnya, sebagian besar merupakan pinjaman yang berasal dari berbagai sumber, baik dari bank, penanaman modal, penerbitan obligasi maupun cara yang diperbolehkan, telah menimbulkan banyak permasalahan penyelesaian utang piutang dalam masyarakat.

2


(11)

yang diperlukan dalam menunjang pembangunan perekonomian nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban pembayaran utang yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. Atas dasar tersebut, kemudian diberlakukan Undang-undang No. 37 Tahun 2004 yang merupakan perubahan dan penyempurnaan dari Undang-undang Kepailitan yang telah ada sebelumnya. Putusan pernyataan pailit mengubah status hukum dari para subyek hukum seseorang menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, menguasai dan mengurus harta kekayaannya sejak putusan pernyataan pailit diucapkan.

Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Kepailitan Tahun 1998 menentukan syarat untuk mengajukan permohonan pailit adalah apabila Debitur memiliki lebih dari 2 (dua) kreditur, dimana salah satu dari utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih, akibatnya terdapat beberapa implikasi dalam pelaksanaan pasal ini. Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan tidak membedakan syarat voluntarybankruptcy, sebaiknya persyaratan untuk pengajuan pailit adalah mewajibkan debitur untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar dalam atau akan mengalami kesulitan keuangan. Oleh karena persyaratan kepailitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU tersebut dapat menimbulkan malapetaka dalam dunia usaha, dan lebih lanjut dapat mengurangi minat luar negeri untuk menanamkan modal di Indonesia, dan dapat menyebabkan keengganan lembaga-lembaga pemberi kredit untuk membiayai perusahaan-perusahaan di Indonesia, oleh karena itu syarat-syarat kepailitan yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat (1) UU UU Kepailitan dan


(12)

PKPU harus segera dirubah. Undang-undang Kepailitan seharusnya menganut azas bahwa hanya perusahaan yang insolven saja yang dapat dinyatakan pailit sebagaimana dianut oleh Undang-undang Kepailitan dibanyak Negara maju. 3

Pembentukan dana pensiun diawali dari satu keinginan untuk mengupayakan taraf kesejahteraan yang lebih baik pada masa pensiun. Terkandung suatu pemahaman bahwa untuk mencapai keinginan tersebut maka peserta dari suatu dana pensiun wajib menyerahkan iurannya masing-masing kepada dana pensin agar dimasa pensiun kelak dapat dibayarkan kepada peserta sebagai manfaat pensiun

Dari sisi kreditur pasal ini memberikan perlindungan atas hak-hak kreditur, namun perlindungan yang diberikan dapat disalah gunakan oleh kreditur dan menurut Undang-undang Kepailitan Tahun 1998, dimungkinkan seorang Kreditur yang memiliki piutang Rp 1.-,(satu rupiah) dapat mengajukan permohonan pailit terhadap Debiturnya.

Jadi untuk ketentuan pailit perlu resolusi dalam upaya penyelesaian konflik utang-piutang dalam wilayah Hukum Indonesia yang merupakan salah satu bagian permasalahan utama untuk segera mendapat penyelesaian dalam upaya membangun kembali kemampuan pemerintah untuk menggerakkan roda perekonomian Indonesia setelah krisis moneter 1997.

4

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik memilih judul “Kepailitan Dana Pensiun menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004”.

3

Ibid

4


(13)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut

1. Bagaimana peranan dana pensiun dalam menunjang pembangunan perekonomian di Indonesia?

2. Bagaimana kepailitan dana pensiun menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004?

3. Bagaimana Penyelesaian kewajiban dana pensiun kepada para nasabah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui peranan dana pensiun dalam menunjang

pembangunan perekonomian di Indonesia.

b. Untuk mengetahui kepailitan dana pensiun menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

c. Untuk mengetahui Penyelesaian kewajiban dana pensiun kepada para nasabah

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang ingin dicapai, meliputi manfaat dari segi teoritis maupun segi praktis, yaitu:

a. Segi Teoritis

1) Untuk memperkaya khasanah pengembangan Ilmu Pengetahuan Hukum di bidang hukum ekonomi, khususnya hukum kepailitan.


(14)

2) Bagi kalangan akademisi, dari hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan referensi dalam hal kegiatan belajar mengajar hukum kepailitan di lingkungan civitas akademika atupun masyarakat luas.

b. Segi Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan oleh berbagai pihak yang terkait dalam persoalan pailitnya sebuah Badan Usaha Milik Negara

D. Keaslian Penelitian

Penelusuran kepustakaan, khususnya di perpustakaan Fakultas Hukum dan pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara penelitian tentang Kepailitan Dana Pensiun menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tidak ditemukan judul penelitian yang sama, dengan demikian penelitian ini dapat disebut asli dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional dan objektif serta terbuka, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Penulis juga telah melewati pengujian tentang kesamaan dan keaslian judul yang diangkat di Perpustakaan Fakultas Hukum USU. Hal ini dapat mendukung tentang keaslian penulisan

Adapun judul-judul yang telah ada di perpustakaan universitas cabang Fakultas Hukum yang mirip yang penulis temukan adalah :

1. Nama : Chrisse c. Bramana NIM : 050200287


(15)

Judul : Aspek hukum peranan dan kewenangan Bank Umum sebagai salah satu penyelenggaraan investasi dana pensiun

2. Nama : Harri Sugandi H NIM : 010200102

Judul : Kewenangan Bank Indonesia terhadap kepailitan Bank Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Kepailitan

Pengertian pailit jika ditinjau dari segi istilah, dapat dilihat dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris dengan istilah yang berbeda-beda. Dalam bahasa Prancis istilah failite artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran sehingga orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar disebut lefailli. Dalam bahasa Belanda untuk arti yang sama dengan bahasa Prancis juga digunakan istilah faillete, sedangkan di dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah to fail dan dalam bahasa Latin digunakan istilah fallire. yang memiliki arti rangkap, yaitu sebagai kata benda dan sebagai kata sifat. Di dalam bahasa Perancis, istilah “faillite” artinya kemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Sedangkan di dalam bahasa Inggris


(16)

dikenal dengan istilah “to fail” dan di dalam bahasa latin digunakan istilah “fallire”.5

Istilah berhenti membayar ini tidak mutlak diartikan debitur sama sekali berhenti membayar utang-utangnya, tetapi diartikan dalam keadaan tidak dapat membayar utang-utangnya ketika diajukan permohonan pailit ke pengadilan. Berhubung pernyataan pailit harus melalui proses pengadilan, maka segala sesuatu yang menyangkut peristiwa pailit itu disebut dengan istilah ”kepailitan”. Keadaan debitur yang perusahaannya dalam keadaan berhenti membayar utangnya disebut dengan insolvable. Di negara-negara yang berbahasa Inggris untuk pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan istilah bankruptcy.

Pailit dalam khasanah ilmu pengetahuan hukum diartikan sebagai keadaan debitur/yang berutang yang berhenti membayar/tidak membayar utang-utangnya, hal ini tercermin dalam Pasal 2 ayat (1) PKPU

”Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya”.

6

5

Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), hlm.27.

6

Ibid, hlm. 27.

Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah.


(17)

Mengutip pendapat Siti Soemarti Hartono7

7

Siti Soemarti Hartono, Seri Hukum Dagang, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, (Yogyakarta :Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1993), hlm. 3.

, kepailitan adalah suatu lembaga hukum perdata Eropa sebagai asas realisasi dari dua asas pokok dalam hukum perdata Eropa yang tercantum dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata. Pasal 1131 KUH Perdata menentukan bahwa “Segala Kebendaan si berutang, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.

Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan: “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.”

Berdasarkan uraian kedua pasal tersebut, maka dapat diketahui bahwa tujuan kepailitan sebenarnya adalah suatu usaha bersama baik oleh kreditur maupun debitur untuk mendapatkan pembayaran bagi semua kreditur secara adil dan proporsional. Di dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut PKPU) dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (1): Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.


(18)

Berdasarkan beberapa pengertian kepailitan yang diberikan oleh para sarjana di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepailitan mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Adanya sita umum atas seluruh kekayaan si debitur; b. Untuk kepentingan semua kreditur;

c. Debitur dalam keadaan berhenti membayar utang; d. Debitur tidak kehilangan hak keperdataannya;

e. Terhitung sejak pernyataan pailit, debitur kehilangan hak untuk mengurus harta kekayaannya;

f. Merealisasikan asas yang tercantum dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata

2. Pengertian Dana Pensiun

Dana pensiun sebenarnya merupakan lembaga yang berasal dari sistem hukum Anglo Saxon. Ia berkembang di Indonesia seiring dengan berkembangnya bisnis dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada saat itu timbul pemikiran untuk membentuk tabungan jangka panjang karyawan yang hasilnya akan dinikmati setelah pensiun. Penyelenggaraannya dilakukan dalam suatu program, yaitu program pensiun.

Dana pensiun adalah salah satu lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang mempunyai aktivitas memberikan jaminan kesejahteraan pada masyarakat baik untuk kepentingan pensiun maupun akibat kecelakaan. Menurut Undang-Undang No. 11 tahun 1992 Dana Pensiun ialah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun.


(19)

Dana Pensiun, menurut sistem hukum Anglo Saxon, adalah dana yang sengaja di himpun secara khusus dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada karyawan pada saat mereka mencapai usia pensiun, meninggal dunia atau cacat.8

Dana Pensiun adalah yang secara khusus dihimpun dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada peserta ketika mencapai usia pensiun, mengalami cacat, atau meninggal dunia.9

3. Asas-asas Dana Pensiun

Program dana pensiun adalah dana yang dibentuk untuk pembayaran karyawan setelah tidak bekerja lagi karena memasuki masa pensiun. Dengan adanya dana pensiun karyawan peserta kelak akan tetap memperoleh jumlah penghasilan tertentu, sekalipun sudah tidak bekerja lagi.

Dana tersebut kemudian dikelola oleh suatu lembaga yang disebut trust, sedangkan pengelolanya disebut trustee. Namun konsep trust ini tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia. Maka bentuk trust ini kemudian diadaptasi sehingga menjadi dana pensiun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.

Dalam pengelolaan dana pensiun, pemerintah menganut asas-asas berikut ini.10

8

A. Setiadi, Dana Pensiun Sebagai Badan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hlm 4.

9

Abdul Kadir Muhammad dan Rita Murniati , Dana Pensiun, (Jakarta: Ghlmia Indonesia, 2000) , hlm. 89.

10

Veithzal, Rivai dkk. 2007. Bank and Financial Institution Management. (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm.1072.


(20)

a. Penyelenggaraan yang dilakukan dengan sistem pendanaan

Dengan asas ini, penyelenggaraan program pensiun, baik bagi karyawan, maupun bagi pekerja mandiri, harus dilakukan dengan pemupukan dana yang dikelola secara terpisah dari kekayaan pendiri sehingga cukup untuk memenuhi pembayaran hak peserta. Pemupukan dana tersebut bersumber dari iuran dan hasil pengembangannya. Oleh karena itu, pembentukan cadangan pensiun dalam perusahaan untuk membiayai pembayaran manfaat pensiun tidak diperkenankan.

b. Pemisahan kekayaan dana pensiun dari kekayaan pendiri

Kekayaan dana pensiun harus dipisahkan dari kekayaan pendiri. Dengan demikian, tidak diperkenankan adanya pembentukan “cadangan pensiun” dalam pembukuan pendiri atau perusahaan.

c. Kesempatan untuk mendirikan dana pension

Setiap pemberi kerja memperoleh kesempatan untuk mendirikan dana pensiun bagi karyawannya. Keputusan untuk membentuk dana pensiun merupakan tindak lanjut dari prakarsa pemberi kerja yang menjanjikan manfaat pensiun bagi karyawannya. Janji itu membawa konsekuensi pendanaan, yaitu timbulnya kewajiban pemberi kerja untuk membayar iuran.

d. Penundaan manfaat

Penghimpunan dana dalam penyelenggaraan program pensiun dimaksudkan untuk memenuhi pembayaran hak peserta yang telah pensiun agar kesinambungan penghasilan terpelihara. Sejalan dengan


(21)

itu, berlaku asas penundaan manfaat yang mengharuskan pembayaran hak peserta hanya dapat dilakukan setelah peserta memasuki masa pensiun dan dapat diberikan secara berkala.

e. Pembinaan dan pengawasan

Pengelolaan dan penggunaan kekayaan dana pensiun harus dihindarkan dari pengaruh kepentingan-kepentingan yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya maksud utama dari pemupukan dana, yaitu memenuhi kewajiban pembayaran hak peserta. Di samping pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Dana Pensiun Departemen Keuangan dan pelaksanaan sistem pelaporan, pengawasan dilakukan pula melalui kewajiban para pengelola dana pensiun untuk memberikan informasi kepada para pesertanya.

f. Kebebasan

Maksud asas ini adalah kebebasan untuk membentuk atau tidak membentuk dana pensiun. Berdasarkan asas ini, keputusan membentuk dana pensiun merupakan prakarsa pemberi kerja untuk menjanjikan manfaat pensiun bagi karyawan, yang membawa konsekuensi pendanaan. Dengan demikian, prakarsa tersebut harus didasarkan pada kemampuan keuangan pemberi kerja.

4. Landasan Hukum Operasional Dana Pensiun

Program dana pensiun di Indonesia dilaksanakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta. Pelaksanaan dana pensiun pemerintah di Indonesia antara lain jamsostek, suatu program kontribusi tetap wajib untuk karyawan swasta dan


(22)

BUMN di bawah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Namun, Departemen Keuangan memegang peranan dalam pengawasannya (UU No. 3/1992). Taspen, yaitu tabungan pensiun pegawai negeri sipil dan program pensiun swasta yang ditanggungjawabi oleh Departemen Keuangan (Keputusan Presiden No. 8/1997), dan ASABRI dana pensiun angkatan bersenjata, berada di bawah Departemen Pertahanan (Kepres No. 8/1977). Ketiga program ini diatur melalui ketentuan hukum yang berbeda-beda.

Undang-undang Dana Pensiun No. 11 Tahun 1992 merupakan kerangka hukum dasar untuk dana pensiun swasta di Indonesia. Undang-undang ini didasarkan pada prinsip “kebebasan untuk memberikan janji dan kewajiban untuk menapatinya” yaitu, walaupun pembentukan program pensiun bersifat sukarela, hak penerima manfaat harus dijamin. Tujuan utama diajukannya Undang-Undang Pensiun adalah untuk menetapkan hak peserta, menyediakan standar peraturan, yang dapat menjamin diterimanya manfaat-manfaat pensiun pada waktunya, untuk memastikan bahwa manfaat pensiun digunakan sebagai sumber penghasilan yang berkesinambungan bagi para pensiunan, untuk memberikan pengaturan yang tepat untuk dana pensiun, untuk mendorong mobilisasi tabungan dalam bentuk dana pensiun jangka panjang, dan untuk memastikan bahwa dana tersebut tidak ditahan dan digunakan oleh pengusaha untuk investasi-investasi yang mungkin berisiko dan tidak sehat, tetapi akan mengalir ke pasar-pasar keuangan dan tunduk pada persyaratan tentang penanggulangan resiko11

11

Andri, Soemitra. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hlm 292.


(23)

F. Metode Penelitian

Di dalam suatu penelitian metode merupakan faktor yang sangat penting sebagai proses penyelesaian suatu permasalahan yang diteliti. Pengertian metode itu sendiri adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan, dan penjelasan kebenaran.12 Sedangkan penelitian diartikan sebagai semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian.13

1. Jenis penelitian

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan mengenai arti dari metode penelitian yaitu cara yang diatur secara sistematis dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan penelitian sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif (Legal Research). Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisa berbagai kaidah dan pengaturan mengenai Hukum Kepailitan dan Hukum Perusahaan. Sedangkan pendekatan normatif digunakan untuk menambah pemahaman yang lebih luas terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas serta hal-hal yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian.14

2. Spesifikasi penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah Penelitian Inventarisasi Hukum Positif. Dimaksudkan sebagai penelitian Inventarisasi Hukum Positif disebabkan pengetahuan peneliti tentang gejala yang mau diteliti telah diatur di dalam

12

Moh. Nasir, Metodologi Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 42.

13

Ibid, hlm. 99.

14

Ronny Hanitijo Sumitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghlmia Indonesia, 2010), hlm. 9.


(24)

peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai hukum positif. Sedangkan tujuan dari penelitian Inventarisasi Hukum Positif adalah agar masalah penelitian dapat dirumuskan dengan lebih jelas dan terperinci.

3. Jenis dan sumber data

Jenis sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro data sekunder adalah :15

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang terdiri dari :

Data yang diperoleh dari bahan kepustakaan dengan membaca dan mengkaji bahan-bahan kepustakaan. Data sekunder dalam penelitian hukum terdiri dari bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer berupa : Norma Dasar Pancasila, UUD 1945, Undang-undang, Yurisprudensi dan traktat dan berbagai peraturan perundang-undangan sebagai peraturan organilnya. Bahan hukum sekunder berupa : Rancangan peraturan perundang-undangan, buku-buku hasil karya para sarjana dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dan bahan hukum tersier berupa Bibliograf dan indeks komulatif .Dalam penelitian ini yang dijadikan data sekunder adalah data yang bersumber dari :

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 Dana Pensiun

15


(25)

4) PP Nomor 76 1992 tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan 5) Yurisprudensi.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang terdiri dari :

1. Hukum kepailitan, buku yang membahas tentang kepailitan.

2. Hukum perusahaan, buku-buku yang membahas tentang perseroan terbatas.

4. Analisa data

Analisa data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara Normatif kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Pengertian analisa di sini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis, sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir deduktif-induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan-laporan penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.16

16

H.B. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif Bagian II (Surakarta: UNS Press, 1988), hlm. 37.

Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan ini.


(26)

G. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi yang berjudul “Kepailitan Dana Pensiun Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004”, sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang akan menguraikan mengenai hal-hal berkaitan dengan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan dan metode penelitian yang digunakan serta sistematika penulisan. BAB II PERANAN DANA PENSIUN DALAM MENUNJANG

PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

Pada bab ini akan membahas tentang Pengaturan Dana Pensiun didalam Undang-Undang Dana Pensiun Nomor 11 Tahun 1992, Peranan dana pensiun dalam perekonomian Indonesia dan Pengelolaan Dana Pensiun

BAB III KEPAILITAN DANA PENSIUN MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

Pada bab ini akan menguraikan tentang penyebab kepailitan dana pensiun, prosedur permohonan pailit dana pensiun, kewenangan pengadilan niaga pada kepailitan dana pensiun dan akibat hukum kepailitan dana pensiun.

BAB IV PENYELESAIAN KEWAJIBAN DANA PENSIUN KEPADA PARA NASABAH DANA PENSIUN


(27)

Bab ini akan menguraikan tentang pengaturan dan pemberesan dalam pailitnya dana pensiun, kedudukan nasabah dana pensiun dalam pailitnya dana pensiun dan upaya hukum yang dilakukan oleh nasabah dana pensiun untuk memperoleh haknya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan membahas mengenai kesimpulan dan saran terhadap hasil analisis yang dilakukan. Kesimpulan merupakan intisari dari pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini, sedangkan saran yang ada diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi para pembacanya dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian kewajiban dana pensiun kepada para nasabah dana pensiun


(28)

A. Pengaturan Dana Pensiun didalam Undang-Undang Dana Pensiun Nomor 11 Tahun 1992

Program dana pensiun di Indonesia dilaksanakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta. Pelaksanaan dana pensiun pemerintah di Indonesia antara lain Jamsostek, suatu program kontribusi tetap wajib untuk karyawan swasta dan BUMN di bawah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Namun, Departemen Keuangan memegang peranan dalam pengawasannya (UU No. 3 tahun 1992). Taspen, yaitu tabungan pensiun pegawai negeri sipil dan program pensiun swasta yang ditanggungjawabi oleh Departemen Keuangan (Keputusan Presiden No. 8/1997), dan ASABRI dana pensiun angkatan bersenjata, berada di bawah Departemen Pertahanan (Kepres No. 8/1977). Ketiga program ini diatur melalui ketentuan hukum yang berbeda-beda.

Undang-undang Dana Pensiun No. 11 Tahun 1992 merupakan kerangka hukum dasar untuk dana pensiun swasta di Indonesia. Undang-undang ini didasarkan pada prinsip “kebebasan untuk memberikan janji dan kewajiban untuk menapatinya” yaitu, walaupun pembentukan program pensiun bersifat sukarela, hak penerima manfaat harus dijamin.

Tujuan utama diajukannya Undang-Undang Pensiun adalah untuk menetapkan hak peserta, menyediakan standar peraturan, yang dapat menjamin


(29)

diterimanya manfaat-manfaat pensiun pada waktunya, untuk memastikan bahwa manfaat pensiun digunakan sebagai sumber penghasilan yang berkesinambungan bagi para pensiunan, untuk memberikan pengaturan yang tepat untuk dana pensiun, untuk mendorong mobilisasi tabungan dalam bentuk dana pensiun jangka panjang, dan untuk memastikan bahwa dana tersebut tidak ditahan dan digunakan oleh pengusaha untuk investasi-investasi yang mungkin berisiko dan tidak sehat, tetapi akan mengalir ke pasar-pasar keuangan dan tunduk pada persyaratan tentang penanggulangan resiko.17

B. Peranan Dana Pensiun Dalam Perekonomian Indonesia

Investasi dana pensiun harus dilakukan di dalam negeri, sehingga secara teoritis tidak akan terjadi capital flight atas kekayaan dana pensiun. Sampai akhir tahun 2002 jumlah investasi dana pensiun telah mencapai Rp. 39,5 Triliun. Dengan jumlah investasi tersebut, kontrbusi dana pensiun terhadapa perekonomian setara dengan 2,46% dari PDB berdasarkan harga berlaku.18

Fakta ini menggambarkan betapa dana pensiun berkontribisi dalam perekonomian nasional. Kontribusi dana pensiun terhadap perekonomian nasional dijembatani oleh berbagai instrument investasi yang dihasilkan oleh sector perbankan, dalam tahun-tahun yang akan dating diperkirakan dominasi tersebut akan semakin berkurang karena sebagian dana milik dana pensiun akan beralih ke berbagai instrument yang dihasilkan oleh pasar modal. Diharapkan dengan

17

Andri, Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group.2009) hlm 291

18


(30)

semakin bertambahnya partisipasi dana pensiun melalui pasar modal, peranan dana pensiun sebagai sumber modal pembangunan yang berasal dari dalam negeri dapat lebih dirasakan oleh para pelaku sector riil.

Sampai dengan akhir tahun 2005, jumlah dana yang dikelola oleh Dana Pensiun di Indonesia mencapai jumlah kurang lebih Rp. 60 Triliun. Dengan penambahan berupa hasil pengembangan, dan Iuran Pensiun (disamping pengurangan berupa pembayaran Manfaat Pensiun) jumlah dana tersebut secara pasti setiap saat akan semakin meningkat dan semakin besar.

Dari tahun ketahun, Dana Pensiun semakin diakui keberadaannya sebagai salah satu lembaga keuangan yang secara aktif melakukan penanaman (investasi) dana, baik di Pasar Uang dan Pasar Modal, maupun Properti.

Kenyataan seperti itu telah semakin menegaskan adanya sebuah pengertian, bahwa dana yang dikelola Dana Pensiun ikut berperan penting sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan ekonomi nasional yang potensi.

Namun, sangat disayangkan, bahwa peranan Dana Pensiun sebagai lembaga Investor tersebut oleh banyak pihak (juga dari kalangan Dana Pensiun sendiri), dipandang secara kurang tepat, dari sisi yang terbatas, dan seringkali malahan secara berlebihan dianggap sebagai fungsi dan peranan utama dari Dana Pensiun.

Selama ini, setiap kali membicarakan keberadaan Dana Pensiun, yang lebih mengemuka dan lebih menyita perhatian adalah fungsi dan peranannya sebagai pemegang dan “pemilik” dana atau sejumlah asset yang semakin potensiil.


(31)

Pandangan seperti itu tentu saja sama sekali tidak keliru, namun sebenarnya kurang lengkap atau kurang proporsional, serta memungkinkan terjadinya pemahaman yang kurang tepat.

Hal itu mungkin saja timbul karena adanya kekurang pahaman (atau terlupakan), bahwa pada hakekatnya pengelolaan dana oleh Dana Pensiun memiliki latar belakang dan ciri serta kharakter yang khusus, dan tidak sepenuhnya dapat dibandingkan, apalagi disejajarkan dan dipersamakan dengan para pemilik dana atau lembaga investor yang lain.

Pandangan dan pemahaman yang kurang lengkap dan terbatas hanya pada sisi Investasi tersebut berdampak pada timbulnya berbagai sikap dan pendapat serta perlakuan yang juga kurang tepat terhadap Dana Pensiun dan pengembangannya.

Ada pihak yang berpendapat bahwa sebagai sebuah lembaga investor, sebaiknya kepada Dana Pensiun diberikan kebebasan Investasi yang lebih luas. Ada juga yang berpendapat, bahwa dana Investasi Dana Pensiun sebaiknya disatukan dan dikelola sebagai sebuah kumpulan dana (pooling fund), atau diarahkan bagi pembiayaan bidang atau proyek tertentu sesuai prioritas ekonomi nasional. Bahkan timbul pula pendapat dan ide, agar sebaiknya semua Dana Pensiun dari kelompok pemberi kerja tertentu (misalnya Dana Pensiun perusahaan BUMN) disatukan atau di merger, dan sebagainya.19

Dari sisi dan aspek investasi, berbagai pendapat tersebut mungkin saja benar dan sangat beralasan, mengingat peranan Dana Pensiun sebagai lembaga Investor

19


(32)

yang semakin besar dan tentunya harus dimanfaatkan secara lebih maksimal. Namun demikian, latar belakang keberadaan dan berbagai ciri serta karakter yang dimiliki oleh Dana Pensiun serta dana yang dikelolanya, yang berbeda dengan dana investasi lainnya, seharusnya terlebih dulu memperoleh perhatian dan menjadi pertimbangan. Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, seyogyanya kita semua dapat kembali menelaah dan melakukan kajian tentang apa dan bagaimana sebenarnya keberadaan serta kedudukan dan peranan serta fungsi Dana Pensiun sebagai Lembaga Keuangan, serta keberadaan dana yang ada pada Dana Pensiun.

Sebagai sebuah lembaga, Dana Pensiun adalah sebuah Badan Hukum yang memiliki karakter khusus. Dana Pensiun adalah Badan Hukum yang terpisah dari lembaga, organisasi atau perusahaan pendirinya, atau lebih tepatnya lembaga “sponsor”nya. Dan, walaupun Dana Pensiun didirikan oleh organisasi atau perusahaan tertentu, tidak berarti bahwa Dana Pensiun adalah merupakan Unit Organisasi atau Anak Perusahaan dari organisasi atau perusahaan pendirinya tersebut.

Berbeda dengan sebuah Perseroan Terbatas (PT) misalnya, Dana Pensiun bukan sebuah lembaga yang didirikan dan dimiliki oleh para pemegang sahamnya. Dana Pensiun adalah sebuah lembaga yang didirikan untuk berdiri sendiri, tidak dimiliki oleh pendirinya, atau oleh siapapun juga. Pendiri Dana Pensiun tidak menyisihkan dana atau kekayaannya sebagai “modal” bagi Dana Pensiun, tetapi menyerahkan dan mempercayakan pengelolaan himpunan dana yang secara


(33)

khusus juga dipisahkan dari kekayaan pendirinya, untuk pembiayaan Program Pensiun. 20

20

Ibid

Himpunan dana tersebut bersumber pada Iuran Pensiun, baik yang dibayarkan oleh Pendiri (Pemberi Kerja) dan dikeluarkan (dibukukan) sebagai “biaya”, maupun Iuran Pensiun yang dibayar oleh para peserta Karena dikeluarkan sebagai biaya, dana dari Iuran Pensiun Pemberi Kerja tersebut tidak lagi berada dalam pembukuan Pemberi Kerja, dan oleh Dana Pensiun juga tidak dibukukan sebagai Modal. Sehubungan dengan itu, Dana Pensiun tidak memiliki “Pemegang saham” sebagaimana sebuah perusahaan atau sebuah PT. Disatu sisi Dana Pensiun memiliki “Pendiri”, yang bertanggungjawab terhadap kecukupan dana bagi penyelenggaraan Program Pensiun, dan disisi yang lain, Dana Pensiun memiliki “Peserta”, yang berkepentingan sebagai penerima Manfaat Pensiun. Lebih lanjut, kepentingan Pendiri terhadap penyelenggaraan Dana Pensiun tidak diwakili oleh Komisaris seperti halnya pada sebuah PT, tetapi secara bersama-sama dengan kepentingan para Peserta, diwakili dalam bentuk “Dewan Pengawas”.

Penjelasan Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun menegaskan, bahwa pembangunan Nasional, pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Sejalan dengan itu, upaya memelihara kesinambungan penghasilan pada hari tua perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang lebih berdayaguna dan berhasilguna.


(34)

Dana Pensiun adalah sebuah bentuk Tabungan Jangka Panjang para karyawan, yang akan dinikmati hasilnya setelah karyawan yang bersangkutan pensiun. Dengan demikian akan tercipta kesinambungan penghasilan hari tua, yang akan menimbulkan ketentraman kerja, sehingga akan meningkatkan motivasi kerja karyawan yang merupakan iklim kondusif bagi peningkatan produktifitas.

Bahwa Dana Pensiun diselenggarakan dengan sistim pendanaan, yang memungkinkan terbentuknya akumulasi dana yang tentu saja dibutuhkan untuk memelihara kesinambungan penghasilan hari tua tersebut. Dalam dimensi yang lebih luas, akumulasi dana dari penyelenggaraan program pensiun tersebut merupakan salah satu sumber dana yang diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan nasional, Dengan demikian, secara mendasar, keberadaan Dana Pensiun sejak awalnya bertitik tolak dan bermula dari kepentingan pemeliharaan kesinambungan penghasilan hari tua dan ketentraman kerja serta peningkatan produktifitas.

Dalam menjalankan kegiatannya, Dana Pensiun benar-benar hanya berurusan dan berkepentingan dengan penyelenggaraan Program Pensiun. Dengan demikian, Dana Pensiun hanya berkepentingan dan mengenal dana yang berupa himpunan dana untuk Program Pensiun tersebut. Dana Pensiun sama sekali tidak dapat menerima dana yang lain dalam bentuk apapun juga, dan dari siapapun juga, termasuk dari Pendiri dan Peserta, kecuali Iuran Pensiun.

Dana Pensiun juga tidak dapat melakukan pembayaran atau pengeluaran apapun juga dan kepada siapapun juga, diluar pembayaran Manfaat Pensiun dan biaya pengelolaan atau biaya operasionil, yang juga ditetapkan oleh pendiri. Oleh


(35)

karena itu, dana yang terhimpun dan dikelola oleh Dana Pensiun sepenuhnya hanya berupa himpunan dana yang diterima dari Pendiri dan Peserta, dan secara khusus dan terpisah dimaksudkan sebagai dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan kesinambungan penghasilan hari tua bagi para pesertanya. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Dana Pensiun, para peserta sebuah Dana Pensiun selalu diindentifikasikan dengan pemberian sebuah “Nomor Dana”, bukan “Nomor Induk Peserta” atau “Nomor Pokok Peserta” misalnya. Hal ini mengandung pengertian, bahwa setiap peserta dicatat berdasarkan (bagian) dana yang menjadi haknya, atau dengan kata lain berarti bahwa himpunan dana yang ada pada Dana Pensiun pada hakekatnya adalah himpunan kewajiban Dana Pensiun terhadap para peserta atau pemegang “Nomor Dana” tersebut.

Pemahaman seperti itu akan lebih memberikan penegasan, bahwa Dana Pensiun, sebagai sebuah lembaga, sebenarnya tidak “memiliki” himpunan dana tersebut, melainkan hanya “mengelola”nya, berdasarkan kepercayaan dan amanah dari para Peserta dan Pendiri/Pemberi kerja. Dengan demikian, pengelolaan dana tersebut tentu saja harus dilaksanakan dengan pertama kali selalu menyadari, bahwa himpunan dana tersebut sebenarnya menjadi ada dan timbul karena adanya sebuah “himpunan kewajiban“ terhadap kepentingan para Peserta dan Pemberi kerja.

Dalam rangka pengelolaan himpunan dana tersebut, Dana Pensiun juga harus memperhatikan kepentingan Pendiri atau Pemberi Kerja, yang setiap saat harus bertanggungjawab atas kecukupan dana bagi penyelenggaraan Program Pensiun. Oleh karena itu, Dana Pensiun sedapat mungkin harus mengusahakan,


(36)

agar himpunan dana (yang telah ada) tidak menjadi semakin berkurang, tetapi dapat berkembang dan semakin bertambah jumlahnya.

Untuk itu, Dana Pensiun melakukan kegiatan pengembangan dana, dengan melakukan investasi, yang harus dilakukan semata-mata untuk kepentingan Pendiri atau Pemberi Kerja. Oleh karena itu, kegiatan Investasi Dana Pensiun harus dilakukan berdasarkan Arahan Investasi yang ditetapkan dan diberikan oleh Pendiri atau Pemberi Kerja. Hasil pengembangan dana melalui kegiatan Investasi tersebut juga tidak dapat digunakan untuk keperluan apapun juga, kecuali harus diperlakukan sebagai sumber pemupukan himpunan dana, seperti halnya Iuran Pensiun.

Hasil Investasi tersebut sama sekali bukan merupakan “laba” atau “keuntungan” bagi Dana Pensiun sebagai sebuah lembaga, akan tetapi merupakan penambah kekayaan Dana Pensiun untuk pemenuhan kewajiban pembayaran Manfaat Pensiun. Dengan demikian, penyelenggaraan pendanaan Dana Pensiun harus terlebih dulu diartikan sebagai sebuah penyelenggaraan pemeliharaan “kewajiban”, dan sebagai konsekuensinya, timbul sebuah penyelenggaraan pengembangan “kekayaan”.

Pengelolaan kewajiban Dana Pensiun harus lebih dulu memperoleh perhatian, dan menjadi dasar dari pengelolaan kekayaannya. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendanaan Dana Pensiun adalah merupakan sebuah “Liabilities Assets Management”. Dari uraian diatas, jelaslah, bahwa sebelum memahami dan memperlakukan Dana Pensiun sebagai sebuah lembaga Investor, terlebih dulu harus memahami dan memperlakuan Dana Pensiun sebagai sebuah lembaga


(37)

pemegang amanah dan kepercayaan untuk memenuhi kewajiban, memelihara kelangsungan dan kesinambungan penghasilan hari tua para Peserta.

Apabila hanya didasarkan kepada kepentingan penghimpunan dan penyatuan jumlah dana investasi Dana Pensiun, sehingga menjadi himpunan dana yang sangat besar dan tentunya dapat lebih memiliki kesempatan dan kemungkinan yang lebih besar untuk berkembang lebih pesat, wacana penyatuan atau merger Dana Pensiun tersebut dapat dipahami dan akan bermanfaat, baik bagi Dana Pensiun sendiri, maupun bagi kepentingan pembiayaan pembangunan ekonomi. Namun demikian, mengingat berbagai hal seperti yang telah diuraikan diatas, wacana untuk merger Dana Pensiun tersebut nampaknya akan sangat sulit (atau hampr mustahil) untuk dapat dilaksanakan, dan selayaknya dipertimbangkan kembali.

Penyatuan, penggabungan, atau merger, atau apapun namanya terhadap Dana Pensiun (apalagi meliputi jumlah Dana Pensiun yang besar), bukan berarti hanya penggabungan dan penyatuan kekayaan, yang nampaknya seolah-olah tidak terlalu sulit.

Masalah yang akan timbul adalah, bahwa keberadaan dan pengelolaan kekayaan tersebut sangat bervariasi dan berbeda-beda antara Dana Pensiun yang satu dengan Dana Pensiun yang lain, karena kewajiban yang menjadi latar belakang dari adanya kekayaan tersebut juga sangat bervariasi.

Oleh karena itu, sebenarnya penyatuan, penggabungan, atau merger antara Dana Pensiun pada hakekatnya merupakan penyatuan dan penggabungan kewajiban dari Dana Pensiun. Dan hal itu sama sekali bukan merupakan hal yang


(38)

mudah dan sederhana, serta sama sekali berbeda dengan penyatuan dan penggabungan kewajiban pada badan usaha yang lain.

Penggabungan kewajiban Dana Pensiun akan melibatkan sistim pendanaan yang berbeda. Dan sistim pendanaan yang berbeda tersebut tidak hanya berkaitan dengan perbedaan rasio pendanaan (perbandingan kekayaan dan kewajiban), tetapi juga perbedaan pada berbagai parameter yang mempengaruhi perhitungan besarnya kewajiban, yang sangat kompleks dan bervariasi antara Dana Pensiun yang satu dengan yang lain.

Sistim Pendanaan itu juga memiliki kaitan dan sangkut paut dengan kebijakan financial Pendiri, serta kebijakan Sumber Daya Manusia untuk jangka panjang . Lebih dari itu semua, harus pula selalu disadari, bahwa penyatuan dan penggabungan atau merger Dana Pensiun tidak hanya melibatkan kepentingan serta menjadi persoalan bagi Pengurus Dana Pensiun atau Pendiri, akan tetapi (terutama) menyangkut kepentingan para Peserta Program Pensiun. Kiranya dapat dipahami, bahwa penyatuan dan penggabungan dana investasi yang dikelola oleh Dana Pensiun yang didirikan oleh perusahaan BUMN, yang meliputi jumlah kurang lebih Rp. 45 Triliun (tahun 2005), akan melibatkan kepentingan beberapa ratus pendiri, beberapa ratus Dana Pensiun dengan beberapa ratus sistim pendanaan yang berbeda, dan kepentingan kesinambungan penghasilan hari tua bagi beberapa ratus ribu orang Peserta Karyawan Aktif, dengan beberapa ratus ribu perhitungan Kewajiban berkaitan dengan Masa Kerja, serta kepentingan beberapa ratus ribu orang Pensiunan, dengan berbagai variasi masalah dan persoalan.


(39)

Peranan Dana Pensiun dalam perekonomian nasional ditunjukkan antara lain oleh kegiatan investasinya. Berdasarkan peraturan yang berlaku saat ini investasi Dana Pensiun harus dilakukan di dalam negeri. Dengan peraturan seperti ini secara teoritis tidak akan terjadi capital flight atas kekayaan Dana Pensiun. Sampai akhir tahun 2002 jumlah investasi Dana Pensiun telah mencapai Rp 39,65 trilyun. Dengan jumlah investasi tersebut kontribusi Dana Pensiun terhadap perekonomian setara dengan 2,46% dari PDB berdasarkan harga berlaku.

Lebih dari 70% investasi Dana Pensiun ditempatkan pada instrumen deposito berjangka, sertifikat deposito dan SBI. Sampai akhir tahun 2002 ketiganya masih menjadi instrument investasi yang paling banyak diminati oleh para pengelola Dana Pensiun. Alasannya sederhana karena selain aman dan likuid, deposito berjangka, sertifikat deposito dan SBI mampu memberikan return yang memadai. Dengan peta investasi yang didominasi oleh produk perbankan seperti ini, pemanfaatan kekayaan Dana Pensiun sebagai modal pembangunan tentunya akan sangat tergantung pada proses pemulihan fungsi intermediasi perbankan.

Seiring dengan menurunnya tingkat bunga SBI, menjelang akhir tahun 2002 suku bunga deposito berjangka dan sertifikat deposito juga menunjukkan trend penurunan yang cukup signifikan. Hal tersebut menyebabkan para pengelola Dana Pensiun mulai mencari dan mempelajari instrumen investasi selain deposito yang bisa memberikan return yang memadai bagi Dana Pensiun. Dalam situasi seperti itu surat utang jangka panjang atau obligasi mulai dilirik oleh para pengelola Dana Pensiun. Apalagi data menunjukkan bahwa menjelang akhir tahun 2002 tingkat return yang diperoleh oleh sebagian besar obligasi ternyata lebih


(40)

tinggi dibandingkan bunga deposito. Daya tarik pasar obligasi semakin bertambah setelah pemerintah pada akhir tahun 2002 menerbitkan obligasi atau T-bond atau secara resmi disebut Surat Utang Negara (SUN).

Peranan Dana Pensiun pada pasar SUN relatif masih rendah. Data menunjukkan bahwa dari jumlah SUN yang beredar (outstanding) sampai akhir tahun 2002 yaitu Rp 419,36 trilyun, penempatan investasi langsung Dana Pensiun pada SUN baru mencapai Rp 50,68 milyar. Sebenarnya jumlah investasi Dana Pensiun pada SUN akan lebih tinggi lagi apabila memperhitungkan jumlah investasi pada SUN yang dilakukan Dana Pensiun melalui instrumen reksadana. Meskipun partisipasi Dana Pensiun dalam pasar SUN relative masih rendah, namun dari sisi industri jumlah investasi yang ditempatkan oleh Dana Pensiun pada SUN mengalami peningkatan yang 34,23% dibandingkan tahun 2001.21

Memperhatikan kecenderungan iklim investasi yang akan terjadi pada tahun 2003, diprediksikan pada tahun-tahun yang akan datang akan terjadi pergeseran yang cukup signifikan dalam kebijakan penempatan investasi yang dilakukan oleh para pengelola Dana Pensiun. Diperkirakan sejumlah pengelola Dana Pensiun akan mengalihkan sebagian investasinya dari deposito ke instrumen investasi seperti obligasi, saham dan reksadana. Apabila prediksi di atas terjadi, maka akan terjadi perubahan dalam pendekatan atau mekanisme kontribusi Dana Pensiun terhadap perekonomian nasional. Apabila saat ini kontribusi Dana Pensiun terhadap perekonomian dijembatani oleh berbagai instrument investasi yang dihasilkan oleh sektor perbankan, maka dalam tahun-tahun yang akan datang

21

www.bapepam.go.id/dana_pensiun/publikasi_dp/.../IsiLengkap.pdf‎, diakses tanggal 17 Februari 2014


(41)

diperkirakan dominasi tersebut akan semakin berkurang, karena sebagian dana milik Dana Pensiun akan beralih ke berbagai instrumen yang dihasilkan oleh Pasar Modal.

Diharapkan dengan semakin bertambahnya partisipasi Dana Pensiun melalui Pasar Modal, peranan Dana Pensiun sebagai sumber modal pembangunan yang berasal dari dalam negeri dapat lebih dirasakan oleh para pelaku sektor riil.

Untuk mempercepat pemahaman para pengelola dana pensiun terhadap berbagai kebijakan baru yang diterbitkan pemerintah tersebut. Selama tahun 2003 Direktorat dana pensiun secara intensif telah melaksanakan kegiatan sosialisasi dan pelatihan kepada para pengelola dana pensiun.

Peran dana pensiun dalam perekonomian Indonesia yakni sebagai berikut:22

1. Sejalan dengan hakikat pembangunan nasional, diperlukan penghimpunan dan pengelolaan dana guna memelihara kesinambungan penghasilan pada hari tua dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Dana pensiun merupakan sarana penghimpun dana guna meningkatkan peran serta masyarakat dalam melestarikan pembangunan nasional yang terus bertumbuh dan berkelanjutan.

3. Dana pensiun dapat pula menambah motivasi dan ketenangan kerja sehingga meningkatkan produktivitas.

22


(42)

Berdasarkan hal-hal tersebut, diharapkan dana pensiun dapat berperan secara aktif dalam pembangunan, sebagai salah satu lembaga keuangan penghimpunan dana, sekaligus membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja.

C. Pengelolaan Dana Pensiun

Dalam Undang-undang dana pensiun, lembaga pengelola dana pensiun dibedakan dalam dua jenis, yaitu Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Pembedaan kedua jenis lembaga pengelola dana pensiun ini didasarkan pada penyelenggaraannya atau pihak yang mendirikan.23

Dari pengertian di atas, jelas bahwa DPPK merupakan dana pensiun yang didirikan oleh perusahaan maupun perorangan yang memiliki karyawan. Perlu dijelaskan bahwa pendirian dan penyelenggaraan program pensiun melalui dana pensiun oleh pemberi kerja sifatnya tidak wajib. Akan tetapi, mengingat dampak dan peranan yang positif dari program dana pensiun kepada para karyawan, pemerintah sangat menganjurkan kepada setiap pemberi kerja untuk mendirikan dana pensiun.

1. Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)

DPPK dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, untuk menyelenggarakan program pensiun.

23


(43)

Dana pensiun pemberi kerja dapat menyelenggarakan, baik program pensiun manfaat pasti, maupun program pensiun iuran pasti. Pemilihan jenis program pensiun didasarkan pada kemampuan pemberi kerja terhadap dana pensiun. Dengan mendirikan dana pensiun, timbul kewajiban dari perusahaan untuk menggiur sejumlah uang kepada dana pensiun. Mengingat adanya perbedaan mendasar diantara kedua jenis program pensiun ini yang tentunya menimbulkan konsekuensi yang berbeda pula, sebelumnya pemberi kerja harus mempertimbangkan semuanya ini dengan seksama. Begitu mendirikan dana pensiun, pemberi kerja terikat dan tidak dapat menarik kembali keinginan tersebut.

Dana pensiun pemberi kerja dibentuk oleh oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri dan untuk menyelenggarakan sebagian atau seluruh karyawan sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja.

2. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)

Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 menyatakan bahwa dana pensiun lembaga keuangan adalah dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi pekerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. Pihak yang diperkenankan untuk mendirikan dana pensiun hanyalah bank umum dan perusahaan asuransi jiwa. Oleh karena itu, bank umum


(44)

dan perusahaan asuransi jiwa dapat menyelenggarakan dua jenis dana pensiun, yaitu Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan.

DPLK dibentuk secara terpisah dari bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan dan terpisah pula dari dana pensiun pemberi kerja yang mungkin didirikan oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa tersebut. Sebagaimana diketahui, bank atau perusahaan asuransi jiwa dalam kapasitasnya sebagai pemberi kerja karyawannya, juga dapat memberikan dana pensiun pemberi kerja. Dana pensiun lembaga keuangan hanya dapat menjalankan program pensiun iuran pasti. Program ini terutama diperuntukkan bagi para pekerja mandiri atau perorangan mislanya dokter, pengacara, pengusaha yang bukan merupakan karyawan dari lembaga atau orang lain.

Pemerintah Indonesia setiap tahun harus menyisihkan anggaran sebesar Rp40 triliun untuk membayar pensiun bagi 2,1 juta mantan pegawai negeri sipil atau PNS, angka ini diperkirakan akan meningkat karena setiap tahun setidaknya ada 120 pensiunan baru. Untuk mengantisipasi pembengkakan anggaran untuk pensiun pegawai negeri, pemerintah Indonesia menugaskan PT Taspen untuk mengelola dana pensiun PNS dengan tujuan agar dana itu berkembang dan mandiri.24

24

Pengelolaan dana pensiun memiliki banyak manfaat bagi sistem perbankan. Namun, pelaksanaan program pensiun tidak sepenuhnya diminati oleh masyarakat, khususnya masyarakat dari golongan menengah atau kecil.


(45)

Pasal 45 Undang-Undang Dana Pensiun mengatakan bahwa kekayaan Dana Pensiun Lembaga Keuangan harus dikecualikan dari setiap tuntutan hukum atas kekayaan Bank atau Perusahaan Asuransi Jiwa Pendiri Dana Pensiun Lembaga Keuangan.

Mengenai kekayaan dana pensiun dan pengelolaannya ini diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai investasi dana pensiun yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 511/KMK.06/2002.

Pengelolaan kekayaan dana pensiun adalah untuk melindungi kepentingan peserta. Oleh karena itu investasi dana pensiun harus sesuai dengan arahan investasi yang penentuannya harus sejalan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Dana pensiun dilarang meminjam atau mengagunkan kekayaan sebagai pinjaman kepada pihak terafiliasi. Sebagaimana diketahui, hasil investasi kekayaan dana pensiun pada sektor-sektor tertentu yang ditetapkan Menteri Keuangan oleh Undang-Undang Dana Pensiun dinyatakan bebas pajak (bukan merupakan objek pajak). Hal ini merupakan ketentuan Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Dana Pensiun.

Berdasarkan UU No 11 tahun 1992 dana pensiun adalah “Badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun”. Dengan demikian bahwa yang mengelola dana pensiun adalah badan hukum seperti bank umum atau asuransi iwa. di Indonesia mengenal 3 jenis dana pensiun yaitu:


(46)

1. Dana pensiun pemberi kerja

Dana pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri,dan untuk menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti atau program pensiun iuran pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja.

2. Dana pensiun lembaga keuangan

Dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti, bagi perorangan, baik karyawan maupun pkerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atai perusahaan asuransi jiwa.

3. Dana pensiun berdasarkan keuntungan

Dana pensiun pemberi kerja yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti, dengan iuran hanya dari pemberi kerja yang didasarkan pada rumus yang dikaitkan dengan keuntungan pemberi kerja.

Seiring dengan perkembangan zaman dewasa ini, pelaksanaan pensiun atau harapan untuk memperoleh pensiun dihubungkan dengan berbagai tujuan. Masing – masing tujuan memiliki makna tersendiri, baik penerima pensiun maupun penyelenggara pensiun.

Tujuan penyelenggara dan penerima pensiun dapat dilihat dari 2 atau 3 pihak yang terlibat. Jika 2 pihak berarti antara pemberi kerja dengan karyawannya sendiri. Sedangkan 3 pihak yaitu pemberi kerja, karyawan dan lembaga pengelola dana pensiun.


(47)

Adapun tuuan bagi pemberi kerja dengan menyelenggarakan dana pensiun bagi karyawannya adalah :

1. Memberikan penghargaan kepada para karyawannya yang telah mengabdi di perusahaan tersebut.

2. Agar masa usia pensiun karyawan tersebut tetap dapat menikmati hasill yang diperoleh setelah bekerja diperusahaannya.

3. Memberikan rasa aman dari segi batiniah, sehingga dapat menurunkan turn over karyawan.

4. Meningkatkan motivasi karyawan dalam melaksanakan tugas sehari – hari. 5. Meningkatkan citra perusahaan dimata masyarakat dan pemerintah.

Bagi karyawan yang menerima pensiun manfaat yang diperoleh dengan adanya pensiun adalah :

1. Kepastian memperoleh penghasilan dimasa yang akan datang. 2. Memberikan rasa aman dan dapat meningkatkan motivasi bekerja.

Sedangkan bagi lembaga pengelola dana pensiun tujuan penyelenggaraan dana pensiun adalah :

1. Sebagai bakti sosial terhadap para karyawan.

2. Mengelola dana pensiun untuk memperoleh keuntungan. 3. Turut membantu dan mendukung program pemerintah.

Jenis – Jenis Dana Pensiun

1. Manfaat pensiun normal, adalah manfaat pensiun bagi peserta yang mulai dibayarkan pada saat peserta pensiun setelah mencapai usia pensiun normal atau sesudahnya.


(48)

2. Manfaat pensiun dipercepat, adalah manfaat pensiun bagi peserta yang dibayarkan bila peserta pensiun pada usia tertentu sebelum usia pensiun normal

3. Manfaat pensiun ditunda, adalah manfaat pensiun bagi peserta yang dibayarkan bila peserta menjadi cacat


(49)

A. Penyebab Kepailitan Dana Pensiun

Dalam UU Kepailitan dan PKPU, tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan tetapi hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.

Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepailitan berarti suatu keadaan debitur berhenti membayar, baik karena keadaan tidak mampu membayar atau karena deadaan tidak mau membayar. Debitur sebagai pihak yang dinyatakan pailit akan kehilangan hak penguasaan atas harta bendanya dan akan diserahkan penguasaannya kepada kurator dengan pengawasan seorang hakim pengadilan yang ditunjuk.

Dalam Pasal 33 Undang-undang Dana Pensiun disebutkan bahwa penyebab terjadinya kepailitan dana pensiun antara lain :

1. Pembubaran Dana Pensiun dapat dilakukan berdasarkan permintaan pendiri kepada Menteri.

2. Dana Pensiun dapat dibubarkan apabila Menteri berpendapat bahwa Dana Pensiun tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada peserta, pensiunan dan pihak lain yang berhak, atau dalam hal terhentinya iuran dinilai dapat membahayakan keadaan keuangan Dana Pensiun dimaksud.


(50)

B. Prosedur Permohonan Pailit Dana Pensiun

Penjelasan Pasal 2 dari Undang-Undang Kepailitan Indonesia, BAPEPAM mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang berada dibawah pegawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap bank. Hal ini sangat tepat mengingat pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh BAPEPAM dengan tujuan untuk menciptakan kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar dan efisien.

Dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, dana pensiun atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, menurut Pasal 2 (dua) ayat 5 (lima) Undang-Undang Kepailitan, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Dalam penjelasan ayat 5 (lima) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Perusahaan Asuransi adalah Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Asuransi Kerugian.25

Kewenangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi Perusahaan Asuransi dan Dana Pensiun sepenuhnya ada di Menteri Keuangan. Ketentuan ini sangat diperlukan mengingat Perusahaan Asuransi sebagai lembaga pengelola resiko dan sekaligus lembaga pengelola dana masyarakat memiliki kedudukan yang strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian. Selain itu juga Dana Pensiun merupakan pengelolaan dana masyarakat dalam jumlah yang besar dan dana tersebut merupakan hak dari peserta yang banyak

25


(51)

jumlahnya. Menteri Keuangan dalam hal ini sangat tepat untuk menjadi pihak yang memohonkan kepailitan, mengingat keberadaan masyarakat sebagai golongan ekonomi yang lemah akan kebutuhan hukum.

C. Kewenangan Pengadilan Niaga Pada Kepailitan Dana Pensiun

Pembentukan Pengadilan Niaga di Indonesia didasarkan kepada UU No. 4 tahun 1998 jo Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1998. Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang UU Kepailitan dan PKPU menyebutkan hanya Pengadilan Niaga sebagai pemeriksa dan pemutus permohonan pailit, PKPU dan sengketa niaga lainnya akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 300 UU Kepailitan dan PKPU, tetapi kemudian penetapan penyelesaian sengketa tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) ditetapkan dengan Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No. 14 tahun 2001 tentang Paten, Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek, dan Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Hal ini sebagai perwujudan ketentuan Pasal 280 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU, yang menentukan bahwa Pengadilan Niaga selain memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan UU Kepailitan dan PKPU, berwenang memeriksa dan memutus pula perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan peraturan pemerintah, memperluas kewenangan absolut ke bidang-bidang lain yang terkait dengan niaga. Setidaknya ada lima bidang dominan yang ingin diperluas kewenangan absolutnya, yaitu perbankan, perseroan, asuransi, pasar modal, dan HaKI. Bidang yang terakhir (HaKI) kini telah diselenggarakan Pengadilan Niaga, Kewenangan Absolut tersebut juga diperluas dengan menambahkan pemeriksaan


(52)

sengketa pada merk dan paten. Bidang-bidang yang dapat ditangani Pengadilan Niaga antara lain adalah Desain Industri dan Tata Letak Sirkuit Terpadu, serta terkait dengan perkara-perkara yang menyangkut Undang-Undang Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Sejak rencana pembentukan Pengadilan Niaga tahun 1998, telah digariskan pula rencana untuk pengembangan kompetensinya. Cetak Biru 1998 telah menggarisbawahi bahwa pengembangan Pengadilan Niaga akan difokuskan pada masalah-masalah hukum perniagaan. Selain menangani perkara PKPU sejak 1998, pada 2001 perkara-perkara HAKI juga masuk menjadi kompetensi Pengadilan Niaga. Untuk pengembangan kompetensi selanjutnya, perlu dipikirkan apakah Pengadilan Niaga akan dijadikan lembaga pemutus yang dapat memutus dalam jangka waktu tertentu atau dikhususkan untuk menangani perkara yang berkaitan dengan hukum perniagaan yang belum tentu bisa diputus dalam waktu tertentu Persinggungan Kewenangan dengan Pengadilan Lain.

Permasalahan dari beberapa kasus yang mengemuka, sengketa kewenangan antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Niaga untuk perkara-perkara kepailitan dirasakan tidak produktif, membuang waktu dan menghambat eksekusi. Padahal, berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU setelah sebuah perusahaan dinyatakan pailit, maka perusahaan tersebut harus diwakili oleh kurator dalam setiap perbuatannya, dan secara hukum tidak berhak lagi untuk mengajukan gugatan ke pengadilan. Untuk mencegah hal diatas, perlu dibuat mekanisme agar perkara-perkara kepailitan dan PKPU, serta HAKI yang menjadi kompetensi Pengadilan Niaga, tidak masuk ke Pengadilan Negeri. Masalahnya,


(53)

bila perkara-perkara yang berhubungan dengan kepailitan dan HAKI tersebut, ternyata diajukan melalui Pengadilan Negeri, tidak ada mekanisme untuk mencegahnya. Karena, berdasarkan ketentuan undang-undang, setelah diterima panitera, Hakim harus memproses semua perkara yang diajukan oleh pencari keadilan. Melakuan sosialisasi ulang mengenai kompetensi dan kewenangan Pengadilan Niaga. Perlu pula disosialisasikan mengenai rencana perluasan kewenangan Pengadilan Niaga. Sosialisasi diberikan khususnya terhadap Hakim dan pegawai administrasi Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Tujuannya, agar persinggungan kewenangan antara Pengadilan Niaga dan pengadilan lain bisa dideteksi secara dini sebelum perkaranya disidangkan.

Merancang mekanisme yang memungkinkan untuk mendeteksi secara dini adanya persinggungan antara dua kewenangan pengadilan. Salah satu caranya, di pengadilan negeri dibuat suatu formulir khusus untuk mengetahui status dari calon penggugat. Sebelum mengajukan gugatan, orang atau perusahaan, harus menjelaskan statusnya, apakah berada dalam keadaan pailit atau tidak. Bila ternyata diketahui statusnya pailit, maka pendaftaran gugatannya harus seizin kurator dan Hakim Pengawas. Bila syarat tersebut tidak dipenuhi, maka Pengadilan Negeri harus menolak pendaftaran gugatan tersebut karena tidak memenuhi persyaratan UU Kepailitan dan PKPU serta Pengadilan Niaga sangat diperlukan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa niaga secara cepat; juga menyelesaikan aneka masalah kepailitan, seperti masalah pembuktian, verifikasi utang, action pauliana, dan lain sebagainya. Di sinilah kadang terjadi persimpangan dengan kompetensi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam hal


(54)

pemeriksaan perkara, teruama perkara-perkara yang bersifat perdata. Melalui UUK, kewenangan mutlak (kompetensi absolut) Pengadilan Umum untuk memeriksa permohonan pailit dialihkan ke Pengadilan Niaga.

D. Akibat Kepailitan Dana Pensiun Pailit

Akibat hukum bagi dana pensiun dalam hal telah dijatuhi putusan pailit, maka akan terlebih dahulu penulis akan membahas mengenai pengertian dana pensiun sebagai suatu badan hukum karena hal ini berkaitan erat dengan pertanggungjawaban suatu kegiatan yang telah dilakukan oleh badan hukum perseroan terbatas tersebut.

Pasal 1 ayat (1) UUPT menegaskan bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum. Dengan statusnya sebagai badan hukum maka berarti perseroan berkedudukan sebagai subyek hukum yang mampu mendukung hak dan kewajibannya sebagaimana halnya dengan orang dan mempunyai harta kekayaan tersendiri terpisah dari harta kekayaan para pendirinya, pemegang saham, dan para pengurusnya, atau dapat dikatakan bahwa kita dapat menemui keoknuman (rechtpersoonlijkheid) dalam badan hukum korporasi atau perseroan. Akan tetapi dalam UUPT tidak akan kita temui batasan apa itu sebenarnya yang dimaksud dengan badan hukum tersebut.

Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli mengenai badan hukum antara lain sebagai berikut :26

26

R. Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung: Alumni, 2002), hlm 7


(55)

1. Teori Fiktif dari Von Savigny

Teori ini menyatakan bahwa badan hukum itu semata-mata buatan Negara saja. Sebetulnya menurut alam hanya manusia sajalah sebagai subyek hukum, badan hukum itu hanya suatu fiksi saja, yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum (badan hukum) sebagai subyek hukum diperhitungkan sama dengan manusia.

2. Teori harta kekayaan bertujuan dari Brinz

Menurut teori ini hanya manusia saja yang dapat menjadi subyek hukum. Namun, juga tidak dapat dibantah adanya hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tiada manusia pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa yang kita namakan hak-hak dari suatu badan hukum sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang memilikinya dan sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atas kekayaan kepunyaan suatu tujuan.

3. Teori Organ dari Otto Von Gierki

Menurut teori ini badan hukum adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada dalam pergaulan hukum. Di sini tidak hanya suatu pribadi yang sesungguhnya, tetapi badan hukum itu juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya (pengurus, anggota-anggotanya). Apa yang mereka putuskan, adalah kehendak atau kemauan dari badan hukum. Teori


(56)

ini menggambarkan badan hukum sebagai suatu yang tidak berbeda dengan manusia.

4. Teori propiete collective dari Planiol

Menurut teori ini hak dan kewajiban badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama disamping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu merupakan harta kekayaan bersama. Anggota-anggota tidak hanya dapat memiliki masing-masing untuk bagian yang tidak dapat dibagi, tetapi juga sebagai pemilik bersama-sama untuk keseluruhan. Di sini dapat dikatakan bahwa orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang dinamakan badan hukum. Maka dari itu badan hukum adalah suatu konstruksi yuridis saja.

Dengan demikian dari berbagai teori itu dapat dibagi menjadi dua kelompok teori yaitu sebagai berikut :

1. Mereka yang menganggap bahwa badan hukum itu sebagai wujud yang nyata, dianggap mempunyai “panca indera” sendiri seperti manusia, akibatnya badan hukum itu disamakan dengan orang atau manusia.

2. Mereka yang menganggap badan hukum itu tidak sebagai wujud yang nyata. Di belakang badan hukum itu sebenarnya berdiri manusia. Akibatnya kalau badan hukum itu membuat kesalahan maka kesalahan itu


(57)

adalah kesalahan manusia yang berdiri di belakang badan hukum itu secara bersama-sama.27

Perbedaan teori mengenai badan hukum ini mempunyai implikasi yang besar terhadap pemisahan pertanggungjawaban antara badan hukum dan orang-orang yang berada di belakang badan hukum tersebut. Yang dimaksudkan dengan pertanggungjawaban adalah siapa yang harus membayar utang yang timbul dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam rangka kegiatan bersama ? Siapa yang harus menanggung atas kerugian yang timbul. Berikut ini akan dipaparkan mengenai akibat hukum keputusan kepailitan bagi perseroan terbatas itu sendiri.

Pada dasarnya sebelum pernyataan pailit, hak-hak debitur untuk melakukan semua tindakan hukum berkenaan dengan kekayaannya harus dihormati. Tentunya dengan memperhatikan hak-hak kontraktual serta kewajiban debitur menurut peraturan perundang-undangan.28

Si pailit masih diperkenankan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum di bidang harta kekayaan, misalnya membuat perjanjian, apabila dengan perbuatan hukum itu akan memberi keuntungan bagi harta (boedel) si pailit, Semenjak pengadilan mengucapkan putusan kepailitan dalam sidang yang terbuka untuk umum terhadap debitur berakibat bahwa ia kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya (persona standy in ludicio) dan hak kewajiban si pailit beralih kepada kurator untuk mengurus dan menguasai boedelnya.

27

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm 29

28

Imran Nating, Peranan dan Tanggungjawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, (Jakarta: Raja Grafindo, Persada, 2004), hlm 39


(58)

sebaliknya apabila dengan perjanjian atau perbuatan hukum itu justru akan merugikan boedel, maka kerugian itu tidak mengikat boedel.

Ada beberapa harta yang dengan tegas dikecualikan dari kepailitan, yaitu : a. Alat perlengkapan tidur dan pakaian sehari-hari;

b. Alat perlengkapan dinas; c. Alat perlengkapan kerja;

d. Persediaan makanan untuk kira-kira satu bulan; e. Buku-buku yang dipakai untuk bekerja;

f. Gaji, upah, pensiun, uang jasa dan honorarium;

g. Sejumlah uang yang ditentukan oleh hakim komisaris untuk nafkahnya (debitur);

h. Sejumlah uang yang diterima dari pendapatan anak-anaknya

Begitu pula hak-hak pribadi debitur yang tidak dapat menghasilkan kekayaan atau barang-barang mililk pihak ketiga yang kebetulan berada di tangan pailit, tidak dapat dikenakan eksekusi, misalnya : hak pakai dan hak mendiami rumah.29

Dalam kepailitan badan hukum Perseroan Terbatas, beroperasi atau tidaknya perseroan setelah putusan pailit dibacakan tergantung pada cara pandang kurator terhadap prospek usaha perseroan pada waktu yang akan datang. Hal ini dimungkinkan karena berdasar ketentuan di dalam Pasal 104 UUK dan PKPU yang berbunyi :

a. Akibat hukum bagi Perseroan Terbatas selama kepailitan

29

Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm 54.


(59)

(1) Berdasarkan persetujuan panitia Kreditur sementara, kurator dapat melanjutkan usaha debitur yang dinyatakan pailit walaupun terhadap pernyataan putusan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

(2) Apabila dalam kepailitan tidak diangkat panitia kreditur, kurator memerlukan izin hakim pengawas untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Berdasarkan bunyi pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kepailitan Badan Hukum Perseroan Terbatas di Indonesia tidak secara otomatis membuat perseroan kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaan perseroan tersebut karena kepailitan perseroan terbatas menurut hukum Indonesia tidak menyebabkan terhentinya operasional perseroan. Akan tetapi dalam hal perusahaan yang dilanjutkan ternyata tidak berprospek dengan baik, maka hakim pengawas akan memutuskan untuk menghentikan beroperasinya perseroan terbatas dalam permohonan seorang Kreditur. Setelah perseroan tersebut dihentikan, maka Kurator mulai menjual aktiva boedel tanpa memerlukan bantuan/persetujuan debitur pailit.

Akan tetapi pasal tersebut di atas tidak berlaku apabila di dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan perdamaian atau jika rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima atau pengesahan perdamaian ditolak sehingga demi hukum harga pailit berada dalam keadaan insolvensi. Kurator/Kreditur yang hadir dalam rapat mengusulkan supaya perusahaan debitur pailit dilanjutkan (Pasal 179 ayat (1)) dan usul tersebut hanya dapat diterima apabila usul tersebut


(60)

disetujui oleh para kreditur yang mewakili lebih dari ½ (setengah) dari semua piutang yang diakui dan diterima dengan sementara yang tidak dijamin dengan hak gadai, jaminan fiducia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya (Pasal 180 ayat (1)).

Walaupun syarat-syarat seperti di atas telah terpenuhi, tetap beroperasi tidaknya suatu badan hukum perseroan masih harus tetap mendapatkan persetujuan dari Hakim Pengawas dalam suatu rapat yang dihadiri oleh Kurator, Debitur dan Kreditur, yang diadakan khusus untuk membahas atas usul kreditur sebagaimana tersebut di dalam Pasal 179 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 180 ayat (1), Pasal 183 UUK & PKPU.

Dengan diteruskannya kelanjutan usaha dari debitur (perseroan terbatas) pailit maka dimungkinkan adanya keuntungan yang akan diperoleh diantaranya yaitu :

1. Dapat menambah harta si pailit dengan keuntungan-keuntungan yang mungkin diperoleh dari perusahaan itu.

2. Ada kemungkinan lambat laun si pailit akan dapat membayar utangnya secara penuh.

3. Kemungkinan tercapai suatu perdamaian.30

Dalam hal usaha dari perseroan terbatas diteruskan atau perseroan tetap beroperasi yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang akan melakukan tindakan pengurusan sehari-hari dari perseroan tersebut, apakah pengurusan tetap dilakukan

30

Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002),.hlm 76


(1)

(2)

Jadi apabila pengadilan mengabulkan upaya hukum nasabah penyimpan dana maka pemegang saham lama atau pihak yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia yang terbukti menyebabkan bank menjadi dana pensiun gagal berkewajiban untuk membayar ganti kerugian tersebut namun hanya akan membayar dana simpanan milik nasabah penyimpan dana beserta bunga yang wajar.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Peranan dana pensiun dalam perekonomian nasional antara lain adalah sebagai kegiatan investasi, sebagai sumber modal pembangunan, membantu pemerintah dalam mendorong perkembangan pembangunan, membantu pemerintah dalam mendorong kegiatan investasi dan membantu pemerintah dalam menciptakan kesempatan kerja

2. Kepailitan dana pensiun dapat terjadi jika telah terpenuhi syarat pailit seperti yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan 2 ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU.

3. Penyelesaian kewajiban dana pensiun kepada para nasabah adalah dalam hal Dana Pensiun pailit, maka likuidator mengalihkan dana yang merupakan hak Peserta ke Dana Pensiun lain. Pengurus Dana Pensiun dapat ditunjuk sebagai likuidator dan biaya yang timbul dalam rangka pembubaran Dana Pensiun dibebankan pada Dana Pensiun.KUH Perdata adalah sebagai kreditur konkuren, kreditur yang harus berbagi dengan kreditur lainnya dalam memperoleh haknya setelah kekayaan bank tersebut dikurangi untuk kreditur preferen dan kreditur istimewa lainya.


(4)

B. Saran

1. Dalam pengelolaan dana pension, pihak pengelola harus menjalankan tugasnya, apabila terjadi suatu sengketa dalam pengelolaan dana pension tersebut harus diselesaikan secara musyawarah.

2. Dalam menyelesaikan masalah harus didahulukan musyawarah untuk mufakat agar dapat ditemukan penyelesaian terbaik yang tidak merugikan kedua belah pihak, apabila penyelesaian melalui proses litigasi, pengadilan sebagai lembaga penegak hukum harus harus cermat dalam menganalisa perkara wanprestasi agar putusannya dapat memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat dan dapat memberikan kepastian hokum bagi penegakan hukum.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdul Kadir, Muhammad. Hukum Perseroan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1996.

Abdul Kadir, Muhammad dan Rita Murniati. Dana Pensiun. Jakarta: Ghlmia Indonesia, 2000.

Budiarto, Agus. Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Jakarta: Ghlmia Indonesia, 2002.

Fuady, Munir. Hukum Pailit 1998 Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Pers, 2010. Nasir, Moh. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghlmia Indonesia, 2003.

Nating, Imran. Peranan dan Tanggungjawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Pandia, Frianto, dkk, Lembaga Keuangan. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Setiadi, A. Dana Pensiun Sebagai Badan Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995.

Soemitra. Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2009.

Sutopo, H.B., Metode Penelitian Kualitatif Bagian II. Surakarta: UNS Press, 1988.

Sumitro, Ronny Hanitijo. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghlmia Indonesia, 2010.

R. Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan,

Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf. Bandung: Alumni, 2002.

Prasojo, Ratnawati. Pembubaran Perseroan, Likuidasi dan Hak Implikasinya Terhadap Kepailitan, Rangkaian Lokakarya terbatas hukum kepailitan dan wawasan hukum bisnis lainnya. Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2003.


(6)

Peter Salim, Slim’s Ninth Collegiate English – Indonesian Dictionary. Jakarta: Modern English Press, 2000.

Siti Soemarti Hartono, Seri Hukum Dagang, Pengantar Hukum Kepailitan dan

Penundaan Pembayaran. Yogyakarta :Seksi Hukum Dagang Fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada, 1993.

Veithzal, Rivai dkk. Bank and Financial Institution Management. Jakarta: Raja Grafindo Persada,2007.

Asikin, Zainal Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang No. 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

Peraturan Pemerintah Nomor 76 1992 tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan

C. Website

Bapepam.go.id/dana_pensiun/publikasi_dp/.../IsiLengkap.pdf‎, diakses tanggal 17 Februari 2014

diakses tanggal 11 Februari 2014

diakses tanggal 17 Februari 2014

Maret 2014


Dokumen yang terkait

Pembebanan Harta Pailit Dengan Gadai Dalam Pengurusan Harta Pailit Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaankewajiban Pembayaran Utang

1 76 108

PERANAN PENGADILAN NIAGA DALAM MEMUTUS PERKARA KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2OO4.

0 0 7

Tinjauan Yuridis Kewenangan Penyidik Dalam Penyitaan Boedel Pailit Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang kepailitan dan PKPU serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP.

0 0 2

KAJIAN TENTANG PENGATURAN SYARAT KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 | Wijayanta | Mimbar Hukum 16063 30607 1 PB

0 1 13

ANALISIS YURIDIS HAMBATAN PELAKSANAAN PUTUSAN KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 | NOVALDI | Legal Opinion 5679 18735 2 PB

0 0 8

Hak Suara Kreditor Separatis Dalam Proses Pengajuan Upaya Perdamaian Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 0 3

Hak Suara Kreditor Separatis Dalam Proses Pengajuan Upaya Perdamaian Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 0 32

Hak Suara Kreditor Separatis Dalam Proses Pengajuan Upaya Perdamaian Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 1 32

Pembebanan Harta Pailit Dengan Gadai Dalam Pengurusan Harta Pailit Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaankewajiban Pembayaran Utang

0 10 50

JURNAL ILMIAH RENVOI DALAM KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 16