95
Berdasarkan hasil penelaahan pada salah satu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu PKWT diketahui bahwa dalam perjanjian dimuat, antara lain :
a. Nama Perusahaan, dan Nomor Perjanjian serta waktu dan identitas para pihak
yang menandatangani perjanjian, yaitu tenaga kerja dan pihak yang mewakili perusahaan.
b. Pertimbangan dilakukannya perjanjian kerja, yang menguraikan tentang alasan
dilaksanakannya perjanjian kerja. c.
Isi Perjanjian yang meliputi 1
Lingkup dan Tugas Pekerjaan 2
Kewajiban dan Tanggung Jawab 3
Sifat Hubungan Kerja 4
Waktu Kerja dan Istirahat Off 5
Upah Bulanan, Lembur dan THR 6
Kesepakatan Jamsostek 7
Cuti 8
Mangkir dan Izin Meninggalkan Pekerjaan 9
Pemutusan Hubungan Kerja 10
Ganti Rugi 11
Penyelesaian Perselisihan 12
Berakhirnya Kesepakatan 13
Penutup Perjanjian Kerja dimaksud selanjutnya ditandatangani oleh para pihak yang
tercantum dalam Perjanjian Kerja ini.
126
2. Perjanjian Kerja Untuk Jangka Waktu Tidak Tertentu PKWTT
Seperti halnya pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu PKWT berdasarkan hasil penelaahan pada salah satu Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tentu PKWT juga
diketahui bahwa dalam perjanjian dimuat, antara lain :
126
Lihat Lampiran, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, PT NIKITA SANJAYA Nomor : 01 PKWTXII2009
Universitas Sumatera Utara
96
a. Nama Perusahaan, dan Nomor Perjanjian serta waktu dan identitas para pihak
yang menandatangani perjanjian, yaitu tenaga kerja dan pihak yang mewakili perusahaan.
b. Pertimbangan dilakukannya perjanjian kerja, yang menguraikan tentang alasan
dilaksanakannya perjanjian kerja. c.
Isi perjanjian yang meliputi 1.
Persetujuan tenaga kerja untuk bekerja dengan jangka waktu yang tidak tentu dan jenis pekerjaan yang menjadi kewajibannya
2. Imbalan atau Kompensasi
3. Jangka waktu pekerjaan sebagai masa percobaan dan hak pengusaha dalam
melakukan pemutusan hubungan kerja. 4.
Pemberitahuan mengenai pemutusan hubungan kerja 5.
Larangan mangkir kerja 6.
Pemutusan hubungan kerja atas keinginan tenaga kerja tanpa pesangon 7.
Larangan bagi tenaga kerja 8.
Persetujuan tanpa paksaan 9.
Penyelesaian perselisihan dan 10.
Ketentuan penutup dan juga diakhir dengan penandatanganan oleh para pihak.
127
Berdasarkan penelaahan dari kedua jenis perjanjian tersebut diketahui bahwa kerangka yang diatur di dalam perjanjian kerja belum sepenuhnya menggambarkan
adanya perlindungan bagi tenaga kerja. Dari kedua jenis perjanjian kerja dimaksud perlindungan sebagian besar hanya berlaku bagi pekerja dengan status tetap.
Berdasarkan penelitian terhadap Surat Perjanjian Kerja yang dibuat oleh pengusaha dan hasil wawancara singkat dengan pekerjaburuh, ditemukan PKWT
dan juga PKWTT yang dibuat tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-
127
Lihat Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu, PT. Mekada Abadi No. 010AUDIT- MEDAN HRDMEI2007
Universitas Sumatera Utara
97
undangan yang berlaku. PKWT yang diterapkan pengusaha tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal ini dapat dilihat dalam salah satu klausul dalam perjanjian kerja tersebut khususnya mengenai lamanya atau jangka waktu pekerjaan. Dari kedua perjanjian
kerja terlampir tersebut sebagian besar ketentuan yang diatur lebih memberatkan tenaga kerja dan menguntungkan baik mengenai waktu kerja maupun terhadap hak
pekerja atas UMK, Jamsostek, dan perlindungan terhadap keselamatan kerja. Khusus terhadap penetapan upah masih sering terjadi pelanggaran, dimana menurut
Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 5614894KTAHUN 2010 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010 yang berlaku adalah
sebesar Rp. 965.000,- sembilan ratus enam puluh lima ribu rupiah, sedangkan untuk menurut Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 561032KTAHUN
2010 tentang Penetapan Upah Minimum Kota Medan Tahun 2010 adalah sebesar Rp 1.100.000,- satu juta seratus ribu rupiah. Namun pihak pengusaha di Kota Medan
dalam menetapkan upah lebih memilih menetapkan berdasarkan UMK dan provinsi yang relatif lebih rendah.
Padahal undang-undang dan peraturan lainnya mengharuskan perjanjian kerja harus memenuhi ketentuan yang berlaku baik Undang-Undang No. 13 Tahun 2004,
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100MenVI2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Tertentu maupun ketentuan upah
Universitas Sumatera Utara
98
minimum yang berlaku khusus di tingkat daerah. Namun demikian, tenaga kerja tetap saja menerima pekerjaan sebagai PKWT maupun PKWTT meskipun
bertentangan dengan undang-undang dengan berbagai alasan diantaranya alasan ketidaktahuan dan alasan kebutuhan akan pekerjaan walaupun kedudukannya sangat
lemah dan perjanjian yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.
Universitas Sumatera Utara
99
BAB III FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERMASALAHAN DALAM
PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA YANG DIDAFTARKAN
A. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia
Perkembangan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia sejak zaman sebelum kemerdekaan sampai saat ini, telah terjadi pergeseran istilah yang
disebabkan oleh berbagai alasan baik yang bersifat sosiologis maupun yuridis. Sampai saat ini belum ada kesatuan pendapat mengenai pengertian mengenai hukum
ketenagakerjaan. Akan tetapi secara umum dapat dirumuskan, bahwa hukum ketenagakerjaan itu adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan hukum
antara pekerja atau organisasi pekerja dengan majikan atau pengusaha atau organisasi majikan dan pemerintah, termasuk didalamnya adalah proses-proses dan
keputusan-keputusan yang dikeluarkan untuk merealisasikan hubungan tersebut menjadi kenyataan.
Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa, hukum ketenagakerjaan itu adalah suatu himpunan peraturan yang mengatur hubungan hukum antara pekerja,
majikan atau pengusaha, organisasi pekerja, organisasi pengusaha, dan pemerintah.
128
128
Darwin Prinst, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Buku Pegangan Pekerja Untuk Mempertahankan hak-haknya,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hal. 1
87
Universitas Sumatera Utara
100
Sedjun H. Manulang, mengutip beberapa pendapat para sarjana mengenai hukum ketenagakerjan, yaitu :
1. Menurut Moleenar, bahwa Hukum Ketenagakerjaan adalah sebagian dari hukum
yang berlaku pada pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dengan pengusaha.
2. Menurut Mr. G. Lavenbach, bahwa Hukum Ketenagakerjaan adalah hukum yang
berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu, dilakukan dibawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut
dengan hubungan kerja itu.
3. Menurut Mr. N.E.H. Van Esveld, bahwa Hukum Ketenagakerjaan adalah tidak
hanya meliputi hubungan kerja dimana pekerjaan itu dibawah pimpinan, tetapi meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja yang melakukan pekerjaan
atas tanggung jawab resiko sendiri.
4. Menurut Mr. Mok, bahwa Hukum Ketenagakerjaan adalah hukum yang
berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain dan dengan penghidupan yang layak langsung bergantung pada pekerjaan itu.
129
Dari pengertian di atas, diketahui bahwa tenaga kerja merupakan unsur yang sangat penting dalam hukum ketenagakerjaan Mengingat faktor tenaga
kerja dalam proses pembangunan ini harus diperhatikan, oleh karena itu diperlukan usaha-usaha untuk membina, mengarahkan serta perlindungan bagi tenaga kerja
untuk menciptakan kesejahteraan yang berkaitan dengan yang dilakukannya. Pada dasarnya perlindungan bagi tenaga kerja dimaksudkan untuk menjaga
agar tenaga kerja menjadi lebih dimanusiakan. Para tenaga kerja mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan berbagai tugas dan kewajiban sosialnya, dapat
mengembangkan potensi dirinya, sehingga pada giliriannya dapat meningkatkan kualitas hidup dan karenanya dapat hidup layak sebagai manusia. Untuk
129
Sedjun H. Manulang, Pokok-Pokok Ketenagakerjaan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1987, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
101
mensukseskan perlindungan terhadap tenaga kerja itu memerlukan beberapa perencanaan dan pelaksanaan secara komprehensif, terpadu, dan berkesinambungan.
Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia sangatlah kompleks, selain itu sistem ekonomi nasional yang dikuasai oleh keluarga atau yang dekat dengan sumbu
kekuasaan, juga disebakan oleh rapuhnya fundamental ekonomi yang dibangun. Manakala rezim penguasa jatuh secara otomatis membawa akibat pada runtuhnya
perekonomian dan PHK pemutusan hubungan kerja yang tidak mungkin dihindari. Disadari bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja
memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan. Sejalan dengan itu pembangunan ketenagakerjaan diarahkan
untuk meningkatkan kualitas dan kontribusinya dalan pembangunan serta untuk melindungi hak dan kepentingan sesuai dengan harkat dan martabat manusia.
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku untuk mencapai tujuan
pembangunan. Sejalan dengan itu pembangunan ketenagakerjaan diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kontribusinya dalan pembangunan serta untuk melindungi
hak dan kepentingan sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dan
kemitraan, oleh karena itu sebagaimana diterapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 bahwa pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk menciptakan
pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja dan penyediaan tenaga
Universitas Sumatera Utara
102
kerja yang sesuai dengan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dalam mewujudkan kesejahteraannya.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 di dalam Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang danatau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Jadi dalam hal ini tenaga kerja merupakan unsur
utama dalam hukum ketenagakerjaan yang memiliki peranan dan kedudukan penting dalam pelaksanaan pembangunan.
Tujuan hukum ketenagakerjaan adalah untuk mencapai atau melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan dan untuk melindungi tenaga kerja
terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha, misalnya yang membuat atau menciptakan peraturan-peraturan yang sifatnya memaksa agar pengusaha tidak
bertindak sewenang-wenang terhadap para tenaga kerja sebagai pihak yang lemah.
130
Dari perumusan tersebut di atas dapatlah diketahui bahwa hukum ketenagakerjaan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut; serangkaian peraturan
yang tertulis maupun yang tidak tertulis bahwa peraturan tersebut mengenai suatu kejadian dengan adanya orang yang bekerja pada orang lain majikan dan adanya
balas jasa yang berupa upah.
131
130
Dian Octaviani Saraswati, Perlindungan Hukum Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Terhadap Tenaga Kerja Di Perusahaan Tenun
, Thesis, Undip, Semarang, 2007, hal. 18
131
Halili Toha, Hari Pramono, Hubungan Kerja Antara majikan dan Buruh, Cetakan Pertama, Penerbit Bina Aksara, Jakarta, 1987, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
103
Sedangkan peranan hukum ketenagakerjaan adalah menyamakan keadilan sosial ekonomi tenaga kerja serta arah yang harus ditempuh dalam mengatur
kebutuhan ekonomi tenaga kerja sesuai dengan cita-cita dan aspirasi bangsa Indonesia dengan arah gotong royong sebagai ciri khas kepribadian bangsa dan unsur
pokok Pancasila. Sifat hukum ketenagakerjaan dapat bersifat perdata privat dan bersifat
publik. Dikatakan bersifat privat adalah karena manusia kita ketahui bahwa hukum perdata mengatur kepentingan perorangan, dalam hal ini antara tenaga kerja dan
pengusaha, yaitu dimana mereka mengadakan suatu perjanjian yang disebut dengan perjanjian kerja, sedangkan mengenai hukum perjanjian sendiri terdapat atau diatur
didalam KUH Perdata Buku Ke III.
132
Di samping bersifat perdata, hukum ketenagakerjaan juga bersifat publik pidana, adalah :
133
a. Dalam hal-hal tertentu atau pemerintah turut ikut campur dalam masalah ketenagakerjaan.
b. Adanya sanksi-sanksi atau aturan hukum didalam setiap undang-undang atau Peraturan Perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan.
Sedangkan hubungan antara buruh dan majikan pada hakekatnya adalah sebagai berikut :
132
Dian Octaviani Saraswati, Op.Cit., hal 18.
133
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
104
a. Secara yuridis, Tenaga Kerja adalah bebas karena prinsip negara kita ialah bahwa tidak ada seorangpun boleh diperbudak, diperukur, atau diperhambat.
b. Secara sosiologis adalah sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup selain dari pada tenaganya, terpaksa bekerja pada orang lain, dan majikan yang pada
dasarnya menentukan syarat-syarat kerja. Dengan demikian segala sesuatu mengenai hubungan kerja antara
tenaga kerja dengan majikan diserahkan pada kedua belah pihak yang langsung berkepentingan, maka untuk mencapai suatu keseimbangan antara kedua belah pihak
dan memenuhi rasa keadilan sosial yang merupakan tujuan pokok ketenagakerjaan, oleh karena itu pemerintah mengadakan peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan
yang bertujuan melindungi pihak-pihak yang lemah.
B. Tenaga Kerja dan Hubungan Kerja
Tenaga kerja memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku actor dalam mencapai tujuan pembangunan. Sejalan dengan itu,
pembangunan ketenagakerjaan diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kontribusinya dalam pembangunan serta melindungi hak dan kepentingannya sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
134
Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dan kemitraan.
135
Oleh karena itu,
134
B. Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Pendekatan Administratif Dan Operasional,
PT. Bumi Aksara, Jakarta , 2005, hal. 1.
135
Lihat, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi “Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui
koordinasi fungsional sektoral pusat dan daerah”, bahwa penjelasan dari pasal tersebut asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas adil dan merata. Pembangunan
ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara
Universitas Sumatera Utara
105
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa pembangunan ketenagakerjaan
bertujuan untuk : 1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi; 2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; 3. Memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan;
4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha
dan pekerja atau buruh. Hubungan kerja yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ini adalah suatu perikatan kerja yang bersumber
dari perjanjian, tetapi tidak mencakup perikatan kerja yang bersumber dari undang- undang. Ketentuan perjanjian kerja yang ada hubungan kerja atau ketenagakerjaan
bukan merupakan bagian dari hukum perjanjian, oleh karena itu dikatakan bahwa ketentuan perjanjian kerja bukan hukum pelengkap. Hal ini berarti ketentuan
perjanjian kerja bersifat memaksa artinya ketentuan perjanjian kerja dalam Hukum Ketenagakerjaan tersebut wajib ditaati atau diikuti.
136
pemerintah, pengusaha dan pekerjaburuh. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling mendukung.
136
Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Ghalia Indonesia, Jakarta , 2004, hal. 70, bahwa para pihak dalam perjanjian kerja tidak dapat membuat perjanjian kerja yang menyimpang dari
ketentuan peraturan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Hukum Ketenagakerjaan bersifat memaksa yaitu tidak dapat dikesampingkan oleh para pihak dalam membuat perjanjian kerja adalah merupakan
bagian hukum ketenagakerjaan, bukan bagian dari Hukum Perjanjian. Hukum Perjanjian yang mengatur ketentuan umum, sepanjang tidak diatur oleh hukum ketenagakerjaan berlaku dalam
perjanjian kerja, tetapi bila Undang-Undang Ketenagakerjaan telah mengaturnya maka ketentuan tersebut bersifat memaksa, artinya tidak dapat dikesampingkan.
Universitas Sumatera Utara
106
Soepomo memberikan definisi mengenai hubungan kerja, yaitu :
137
“Suatu hubungan antara seorang buruh dan seorang majikan, dimana hubungan kerja itu terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara kedua belah
pihak. Mereka terikat dalam suatu perjanjian, di satu pihak pekerjaburuh bersedia bekerja dengan menerima upah dan pengusaha mempekerjakan
pekerja dengan buruh dengan memberi upah”.
Hubungan kerja terjadi apabila seseorang karyawan, pekerja, atau pegawai menyediakan keahlian dan tenaganya untuk orang lain majikan atau pimpinan
sebagai imbalan sejumlah uang. Hubungan kerja tersebut harus dilakukan secara teratur dan terus-menerus, untuk membedakannya dengan keadaan bahwa seorang
kontraktor bebas membuat perjanjian hanya untuk suatu pekerjaan tertentu, kemudian ia pergi dan menjual jasanya di tempat lain. Pekerjaan itu dapat dilakukan
selama jangka waktu tertentu dan tidak tertentu, lama atau singkat, atau sampai suatu pekerjaan tertentu itu diselesaikan tetapi pada umumnya pihak-pihak lebih terikat
secara teratur. Sebuah perusahaan dapat mempekerjakan beberapa direkturnya sendiri dengan membuat suatu perjanjian kerja dan menjadi anggota serikat buruh.
Jika terjadi suatu perselisihan yang mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan kerja PHK, maka serikat buruhlah yang akan memberikan perlindungan hukum
terhadap para pekerjanya.
138
137
Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta, 2001, hal. 1.
138
S.B. Marsh dan J. Soulsby dialih bahasa oleh Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 2006, hal. 314, bahwa suatu persekutuan tidak mempunyai kepribadian hukum
tersendiri, karena walaupun seorang sekutu itu digaji, ia bukanlah seorang pekerja. Pekerja sering juga menjadi agen dari majikannya, jika mereka berhubungan dengan pihak ketiga atas nama majikannya.
Universitas Sumatera Utara
107
Hubungan kerja ini pada dasarnya adalah hubungan antara buruh dan majikan setelah adanya perjanjian kerja. Perjanjian kerja yang akan ditetapkan oleh
pekerjaburuh dan majikan tidak boleh bertentangan dengan perjanjian perburuhan yang telah dibuat oleh majikan dengan serikat buruh yang ada pada perusahaannya.
Demikian juga dengan perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan yang dibuat oleh pengusaha.
Adanya hubungan kerja ini maka lahirlah perjanjian kerja yang sebenarnya tidak dikenal dalam KUH Perdata, yang ada ialah perikatan atau verbintenis Pasal
1233 KUH Perdata dan persetujuan atau overeenkomst Pasal 1313 KUH Perdata. Beberapa ahli hukum juga berbeda pendapat dalam menggunakan istilah-istilah
tersebut. Di Indonesia istilah verbintenis diterjemahkan dalam 3 tiga arti, yaitu: perikatan,
perhutangan dan
perjanjian, sedangkan
istilah overeenkomst
diterjemahkan dalam 2 dua arti, yaitu : perjanjian dan persetujuan.
C. Faktor yang Menjadi Penyebab Terjadinya Permasalahan dalam Perjanjian
Kerja antara Perusahaan dan Tenaga Kerja
Hubungan kerja, hubungan antara tenaga kerja dan pengusahamajikan, terjadi setelah diadakan perjanjian kerja antara tenaga kerja dan pengusaha, dimana
Jadi, seorang penjual barang itu mungkin kedua-duanya sebagai pekerja dan sebagai agen. Pekerjaan itu adalah suatu perjanjian, dan syarat-syarat perjanjian ini baik secara tegas maupun secara diam-
diam selalu menjadi dasar hubungan antara majikan dan pekerja. Sebaliknya, karena alasan-alasan sosial, ekonomi, dan politik, pemerintah telah meningkatkan campur tangannya dalam menangani
masalah hubungan kerja dalam waktu 150 tahun terakhir ini. Dewasa ini banyak hak dan kewajiban pihak-pihak diatur dengan undang-undang. Menganggap pekerjaan itu semata-mata sebagai suatu
perjanjian akan merupakan hal yang sangat keliru.
Universitas Sumatera Utara
108
tenaga kerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada perusahaan majikan dengan menerima upah dan pengusahamajikan menyatakan kesanggupannya untuk
memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah. Perjanjian yang sedemikian itu disebut perjanjian kerja dan adanya perjanjian kerja maka menimbulkan
kewajiban satu pihak untuk bekerja. Dengan demikian berbeda dengan perjanjian perburuhan, yang tidak menimbulkan hak atas dan kewajiban untuk melakukan
pekerjaan, tetapi memuat syarat-syarat tentang perburuhan. Undang-undang hanya menetapkan bahwa jika perjanjian diadakan secara
tertulis, biaya surat dan biaya tambahan lainnya harus dipikul oleh majikan. Perjanjian kerja yang harus diadakan secara tertulis misalnya memuat :
a. Macam pekerjaan, b. Lamanya perjanjian itu berlaku,
c. Besarnya upah berupa uang sebulannya, d. Lamanya waktu istirahat cuti dan besdarnya upah selama cuti itu,
e. Jika ada, besarnya bagian dari keuntungan tantie dan caranya menghitung, keuntungan,
f. Jika ada, caranya pemberian pensiun atau bentuk pemberian untuk hari tua lainnya,
g. Bentuk upah lainnya, h. Tempat kemana nanti buruh itu harus dikembalikan atas biaya majikan.
Dalam perjanjian kerja yang dibedakan secara sukarela dengan tertulis, tidak membuat banyak janji yang menguntungkan buruh. Oleh karena itu perlunya ada
Universitas Sumatera Utara
109
peraturan yang secara lengkap memuat semua hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dalam prakteknya hubungan kerja saat ini di Indonesia juga dikenal dengan
hubungan industrial. Hubungan industrial dikenal dengan Perjanjian Kerja Perorangan baik untuk pekerjaan tertentu maupun waktu tertentu dan perjanjian
kerja untuk waktu tidak tertentu serta perjanjian kerja kollektif yang dibuat antara perwakilan pekerja Serikat PekerjaSerikat Buruh SPSB dengan pengusaha atau
gabungan pengusaha. Perjanjian kerja pada masa sekarang ini masih sangat diperlukan sebagai
pendamping dari peraturan perundangan yang berlaku karena secara umum peraturan perundangan ketenagakerjaan kita belum mengatur secara terperinci
tentang syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak, khususnya dalam peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Untuk pengaturan
syarat-syarat kerja tersebut agar dapat dipedomani sehari-hari dalam hubungan kerja, maka perlu diatur melalui Perjanjian Kerja atau Peraturan Perusahaan
maupun Perjanjian Kerja Bersama. Berdasarkan wawancara dengan B Elida Ginting, S.H., selaku Kasi Syaker
dan Pengupahan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan bahwa sifat pendaftaran disini adalah sebagai pengesahan agar memperjelas status hak dan
kewajiban para pihak pengusaha dan pekerja yang terlibat di dalam perjanjian kerja artinya pendaftaran sebagai bukti bahwa pemerintah menyaksikan atau
campur tangan terhadap isi perjanjian kerja yang dibuat. Campur tangan ini dilakukan oleh Mediator Hubungan Industrial dimana tugas Mediator tersebut
Universitas Sumatera Utara
110
adalah melakukan pembinaan terhadap kedua belah pihak mengenai substansi perjanjian kerja dan memperbaiki isi perjanjian kerja yang bertentangan dengan
undang-undang.
139
Untuk melindungi tenaga kerja dari permasalahan perburuhan yang kompleks, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Mengenai
perlindungan bagi
tenaga kerja
secara umum
dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan tersebut diatur mengenai perlindungan terhadap penyandang cacat, perlindungan terhadap perempuan, perlindungan terhadap waktu kerja, keselamatan
dan kesehatan kerja, juga perlindungan dalam hal pengupahan dan dalam hal kesejahteraan. Namun perlindungan di tersebut sebagian besar hanya berlaku bagi
pekerja dengan status tetap atau yang terikat dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu PKWTT. Sedangkan bagi pekerja dengan PKWT pengaturannya diatur
dalam Keputusan Menteri. Adanya pembagian pekerja dengan PKWT dan PKWTT, berawal dari adanya pekerjaan yang memang membutuhkan waktu tertentu terbatas
dalam pelaksanaan pekerjaannya. Berbeda dengan pekerja dengan PKWTT yang pada Pasal 1603 q KUH Perdata ayat 1 yang dinyatakan bahwa pekerjaan yang
lamanya hubungan kerja tidak ditentukan, baik dalam perjanjian atau peraturan majikan maupun dalam peraturan perundang-undangan atau pula menurut kebiasaan.
Sedangkan PKWT berdasarkan Pasal 56 ayat 2 dinyatakan bahwa PKWT
139
Hasil Wawancara dengan B Elida Ginting, S.H., selaku Kasi Syaker dan Pengupahan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, Nopember 2010.
Universitas Sumatera Utara
111
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 didasarkan atas jangka waktu tertentu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Dari kedua jenis pekerjaan untuk waktu tertentu tersebut di atas, PKWT atas dasar jangka waktu, menimbulkan implikasi bagi pekerjaburuh.
140
Implikasi ini disebabkan dengan diakuinya PKWT atas dasar jangka waktu ini menimbulkan
interpretasi bahwa pekerjaan yang tidak didasarkan pada jenis, sifat atau kegiatan yang bersifat sementara dapat diperjanjikan berdasarkan PKWT atas dasar jangka
waktu. Penafsiran ini tidak sejalan dengan Pasal 59 ayat 2 yang menyatakan bahwa PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Bahkan dalam ayat 7 dinyatakan bahwa pelanggaran terhadap Pasal 59 ayat 2 ini akan berakibat PKWT tersebut demi hukum berubah menjadi PKWTT.
141
Berangkat dari uraian tersebut maka seyogyanya aturan PKWT atas jangka waktu direvisi karena tidak sejalan dengan Pasal 59 ayat 2. Adanya interpretasi bahwa
PKWT dapat diperjanjikan dengan tidak didasarkan pada jenis, sifat atau kegiatan yang bersifat sementara, melahirkan praktek perjanjian antara pekerjaburuh dengan
pengusaha yang tidak sesuai dengan tujuan pengaturan PKWT. Hal ini bisa disebabkan karena setidaknya 3 alasan, yaitu:
142
Pertama , ketidaktahuan dari salah satu atau masing-masing pihak
pekerjaburuh dan pengusaha. Kedua
, karena kekosongan hukum.
140
Aloysius Uwiyono, Implikasi Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Terhadap Iklim Investasi
, Vol. 22 No. 5, Jurnal Hukum Bisnis, Jakarta, 2003, hal. 10.
141
Ibid.
142
Muhammad Fajrin Pane, Op.Cit, hal 22.
Universitas Sumatera Utara
112
Ketiga , ada iktikad buruk dari pengusaha dan ketidaktahuan tenaga kerja juga
karena inkonsistensi dalam Pasal ayat 2 dan 59 ayat 2 yang memungkinkan PKWT dengan tidak berdasarkan jenis, sifat atau kegiatan
yang bersifat sementara dapat dilaksanakan.
Akibatnya perlindungan terhadap pekerjaburuh menjadi lemah, hal ini dapat dilihat dari beberapa indikasi, di antaranya tidak berhak atas sejumlah tunjangan
jamsostek, asuransi kecelakaan, pensiun, uang penghargaan kerja pada saat terjadinya pemutusan hubungan kerja PHK, upah yang lebih rendah, tidak adanya
jaminan kerja dan jaminan pengembangan karir. Bahkan belakangan muncul fenomena adanya PHK massal dan penggantian status pekerja oleh perusahaan dari
PKWTT menjadi PKWT. Praktik-praktik yang menyimpang dari ketentuan undang- undang ini merupakan salah satu dari tuntutan buruh pada saat melakukan
demonstrasi besarbesaran.
143
Kondisi buruh yang sudah memprihatinkan, ditambah adanya diskriminasi perlindungan terhadap pekerja PKWT menambah keprihatinan
itu. Terlepas dari tujuan pengusaha untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi,
juga tujuan pengusaha agar dapat menciptakan kesempatan kerja seluas-luasnya, perlindungan hukum terhadap pekerjaburuh juga harus tetap menjadi prioritas.
Pentingnya perlindungan bagi pekerjaburuh biasanya berhadapan dengan kepentingan pengusaha untuk tetap dapat bertahan survive dalam menjalankan
143
Tim Kontan, Ada Apa Dengan Buruh, Majalah Kontan Vol. IIEDISI XXIII, 07-20 Mei 2006, Jakarta, 2006, hal. 9.
Universitas Sumatera Utara
113
usahanya. Sehingga seringkali pihak yang terkait secara langsung adalah pengusaha dan pekerjaburuh.
144
Secara umum persoalan perburuhan lebih banyak diidentikkan dengan persoalan antara pekerja dengan pengusaha.
145
Pemahaman demikian juga dipahami sebagian besar para pengambil kebijakan perburuhan sehingga terjadi reduksi
pemahaman terhadap buruh sebagai pekerja dan buruh sebagai suatu profesi dan kategori sosial. Pemahaman tersebut mengakibatkan perlindungan terhadap
pekerjaburuh dengan PKWT menjadi sangat lemah. Menghadapi realita tersebut, peran pemerintah diperlukan untuk melakukan
campur tangan dengan tujuan mewujudkan perburuhan yang adil melalui peraturan perundang-undangan.
146
Hubungan antara pengusaha dan buruh idealnya merupakan hubungan yang saling menguntungkan. Namun seringkali posisi pekerjaburuh tidak
seimbang dengan posisi pengusaha. Ketidakseimbangan posisi tersebut di antaranya karena rendahnya pendidikan pekerjaburuh sehingga tidak mengetahui hak dan
kewajibannya, tidak memiliki keahlian khusus serta regulasi dalam hukum perburuhan tidak seimbang dalam mengatur hak dan kewajiban pihak pekerjaburuh
dan pengusaha. Melihat kenyataan di atas, dituntut adanya perlindungan terhadap pekerjaburuh khususnya dengan status PKWT. Ditinjau dari segi perlindungan
144
Eggy Sudjana, Nasib dan Perjuangan Buruh di Indonesia, Renaissan, Jakarta 2005, hal.1.
145
Muslimin B.Putra, Buruh dalam Proses Penyusunan Kebijakan, Paper disampaikan pada Workshop Kebijakan Partisipatif Peran Pemuda dalam Proses Penyusunan Perundang-undangan yang
diselenggarakan Komite Advokasi Buruh KAB tanggal 27 Juni 2005 di gedung YLBHI Jakarta.
146
Lalu Husni, Op.Cit., hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
114
perburuhan, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diharapkan dapat memberikan perlindungan perburuhan yang dapat dilihat dari tiga
aspek, yaitu: aspek perlindungan sosial, perlindungan ekonomis dan perlindungan teknis.
Perlindungan sosial pada dasarnya merupakan suatu perlindungan perburuhan yang bertujuan agar pekerjaburuh dihargai harkat dan martabatnya sebagai manusia,
bukan hanya sebagai faktor produksi faktor ekstern, melainkan diperlakukan sebagai manusia dengan segala harkat dan martabatnya faktor intern atau konstitutif,
147
sedangkan perlindungan ekonomis merupakan perlindungan perburuhan yang bertujuan agar pekerjaburuh dapat menikmati penghasilan secara layak dalam
memenuhi kebutuhan hidup baik bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarganya. Sebagaimana diketahui bahwa lahirnya hukum ekonomi sendiri disebabkan
oleh semakin pesatnya pertumbuhan perekonomian yang berfungsi untuk mengatur dan membatasi kegiatan-kegiatan ekonomi dengan harapan pembangunan
perekonomian tidak mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat.
148
147
Aloysius Uwiyono, Op.Cit.
148
Advendi Simangunsong, Hukum dan Ekonomi, Grasindo, Jakarta 2004, hal.4.
Universitas Sumatera Utara
115
BAB IV AKIBAT HUKUM DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA
KERJA ATAS PERJANJIAN KERJA
A. Akibat Hukum yang timbul dari Perjanjian Kerja
Kerangka dasar pembangunan ketenagakerjaan adalah Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga Negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Disini jelas bahwa penyediaan kesempatan kerja merupakan arahan pasal tersebut, tetapi disisi
lain pasal tersebut juga mengarahkan agar lapangan kerja yang tersedia harus dapat memberikan suatu tingkatan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan, kehidupan
yang layak bagi pekerja dan keluarganya.
149
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada dasarnya merupakan penjabaran dari Pasal 27 ayat
2 Undang-Undang Dasar 1945.
150
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 102 ayat 1 menyebutkan bahwa, “dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi
menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan”. Selanjutnya dalam ayat 2 dinyatakan bahwa “dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerjaburuh dan serikat pekerjaserikat
149
Thoga M. Sitorus, makalah ini di sampaikan pada seminar sehari ”Penyakit akibat Kerja dan Kecelakaan Kerja di lingkungan Perusahaan
, Medan tanggal 08 Desember 2008 di Tiara Convention Center Medan
150
Ibid. hal.1
103
Universitas Sumatera Utara
116
buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara
demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta
keluarganya”. Dalam ayat 3 dinyatakan, bahwa “dalam melaksanakan hubungan
industrial, pengusaha dan organisasi pengusaha hanya mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan
memberikan kesejahteraan kepada pekerjaburuh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan”.
151
Secara umum perjanjian dapat diartikan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Perjanjian dalam arti luas boleh dilakukan terhadap apa saja yang disepakati sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dan norma yang berlaku.
Perjanjian bisa dilakukan dalam usaha, pekerjaan, akibat perbuatan, penyelesaian sengketa dan lain-lain.
Hubungan industrial dikenal dengan Perjanjian Kerja Perorangan baik untuk pekerjaan tertentu maupun waktu tertentu dan perjanjian kerja untuk waktu
tidak tertentu serta perjanjian kerja kollektif yang dibuat antara perwakilan pekerja Serikat PekerjaSerikat Buruh SPSB dengan pengusaha atau gabungan
pengusaha. Perjanjian kerja pada masa sekarang ini masih sangat diperlukan
151
Pasal 102 Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Universitas Sumatera Utara
117
sebagai pendamping dari peraturan perundangan yang berlaku karena secara umum peraturan perundangan ketenagakerjaan kita belum mengatur secara
terperinci tentang syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak, khususnya dalam peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Untuk
pengaturan syarat-syarat kerja tersebut agar dapat dipedomani sehari-hari dalam hubungan kerja, maka perlu diatur melalui Perjanjian Kerja atau Peraturan
Perusahaan maupun Perjanjian Kerja Bersama. Pengaturan terhadap perjanjian kerja dan akibat hukum yang timbul dari
dari hubungan kerja dalam pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dari hak asasi manusia HAM. Kondisi ini disebabkan karena dilihat dari sudut pandang
ilmu hukum, masalah yang menyangkut dengan Hak Asasi Manusia yang tidak boleh dilanggar, sudah merupakan bagian dari hukum positif di Indonesia. Meskipun
Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur secara lengkap tentang Hak-Hak Asasi Manusia akan tetapi hak untuk hidup, hak persamaan dalam hukum, kebebasan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dan pendapat telah dijamin dalam konstitusi.
Di samping itu, sebagai anggota PBB Indonesia terikat deklarasi universal Hak Asasi Manusia. Meskipun Indonesia belum meratifikasi konvensi hak
sipil dan politik, tidak berarti Indonesia boleh melanggar Hak-Hak Asasi
Universitas Sumatera Utara
118
tersebut karena konvensi ini telah menjadi International Customary Law dimana Indonesia mempunyai kewajiban moral untuk menghormati dan melindunginya.
152
Adapun hak-hak pekerja dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:
1. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan Pasal 5;
2. Setiap pekerjaburuh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha Pasal 6;
3. Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh danatau meningkatkan danatau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya melalui pelatihan kerja Pasal 11; 4. Setiap pekerjaburuh memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan
kerja sesuai dengan bidang tugasnya Pasal 12 ayat 3; 5. Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti
pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta atau pelatihan di tempat kerja Pasal 18 ayat 1;
6. Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi Pasal 23;
152
Bahder Johan Nasution, Hukum Ketenagakerjaan, Kebebasan Berserikat Bagi Pekerja, Mandar Maju, Bandung 2004, hal. 139.
Universitas Sumatera Utara
119
7. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di
dalam atau di luar negeri Pasal 31; 8. Pekerjaburuh perempuan berhak memperoleh istirahat selama satu setengah
bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan Pasal 82
ayat 1; 9. Pekerjaburuh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak
memperoleh istirahat satu setengah bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan Pasal 82 ayat 2;
10. Setiap pekerjaburuh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat 2 huruf b, c dan d, Pasal 80 dan Pasal 82 berhak
mendapat upah penuh Pasal 84; 11. Setiap pekerjaburuh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan kerja; b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama Pasal 86 ayat 1;
12. Setiap pekerjaburuh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan Pasal 88 ayat 1;
13. Setiap pekerjaburuh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja Pasal 99 ayat 1;
Universitas Sumatera Utara
120
14. Setiap pekerjaburuh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerjaburuh Pasal 104 ayat 1;
15. Mogok kerja sebagai hak dasar pekerjaburuh dan serikat pekerjaserikat buruh dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan
Pasal 137; 16. Dalam hal pekerjaburuh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam
melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerjaburuh berhak mendapatkan upah Pasal 145;
Adapun hak-hak pekerja dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Jamsostek adalah antara lain sebagai berikut:
1. Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja Pasal 3 ayat 2; 2. Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima Jaminan
Kecelakaan Kerja Pasal 8 ayat 1; 3. Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, keluarganya
berhak atas Jaminan Kematian Pasal 12 ayat 1; 4. Tenaga kerja, suami atau istri dan anak berhak memperoleh Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Pasal 16 ayat 1; 5. Setiap tenaga kerja atau keluarganya berhak atas Jaminan Hari Tua, karena faktor
usia pensiun 55 lima puluh lima tahun, cacat total tetap atau beberapa alas an lainnya Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap pekerjaburuh dalam status apapun termasuk PKWT atau PKWTT sesuai dengan ketentuan di atas berhak
Universitas Sumatera Utara
121
menerima Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Pengaturan hak atas kebebasan berserikat yang diimplementasikan dalam bentuk serikat pekerja, di dalamnya terkandung hak
right yang antara lain meliputi:
1. Hak membuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga secara mandiri;
2. Hak memilih wakil organisasi secara bebas tanpa tekanan atau campur tangan
pihak lain; 3.
Hak mengorganisasikan kegiatan administrasi dan aktivitas secara bebas dan mandiri;
4. Hak membuat program kerja organisasi;
5. Hak untuk bebas dari campur tangan pemerintah dalam menjalankan
kegiatannya; 6.
Hak untuk melakukan kerja sama dalam bentuk federasi atau konfederasi, maupun melakukan afiliasi dengan organisasi-oragnisasi pekerja pada tingkat
internasional; 7.
Hak membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha; 8.
Hak mewakili pekerja dalam penyelesaian perselisihan industrial; 9.
Hak mewakili pekerja dalam lembaga ketenagakerjaan. Selanjutnya Pasal 23 deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia 1948
sebelumnya juga menentukan bahwa: 1. Setiap orang berhak atas pekerjaan, atas pilihan pekerjaan secara bebas, atas
kondisi-kondisi kerja yang adil dan menguntungkan serta atas perlindungan dari pengangguran;
Universitas Sumatera Utara
122
2. Setiap orang tanpa diskriminasi apapun berhak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama;
3. Setiap orang yang bekerja berhak atas imbalan yang adil dan menguntungkan yang menjamin suatu eksistensi yang layak bagi martabat manusia untuk dirinya
sendiri dan keluarganya dan dilengkapi, manakala perlu oleh sarana perlindungan sosial lainnya;
4. Setiap orang berhak untuk membentuk dan bergabung ke dalam serikat buruh guna melindungi kepentingan-kepentingannya.
B. Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja
Secara umum dapat dijelaskan bahwa pengertian perlindungan hukum adalah tindakan melindungi atau memberikan pertolongan dalam bidang hukum. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI yang dimaksud Perlindungan adalah cara, proses, perbuatan melindungi. Menurut Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, yang dimaksud perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman
kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pelaksana lainnya baik sementara maupun
berdasarkan penetapan pengadilan. Mengingat peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin
meningkat disertai berbagai tantangan dan resiko yang dihadapinya. Oleh karena itu, bagi tenaga kerja perlu diberikan perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan
Universitas Sumatera Utara
123
kesejahteraannya, sehingga pada gilirannya akan dapat meningkatkan produktivitas nasionalnya.
Bentuk perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan dimaksud diselenggarakan dalam bentuk program jaminan sosial tenaga kerja yang bersifat
dasar, dengan berasaskan usaha bersama, kekeluargaan dan gotong-royong sebagaimana terkandung dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Pada dasarnya program ini menekankan pada perlindungan bagi tenaga kerja yang relatif mempunyai kedudukan yang lebih lemah. Oleh sebab itu
pengusaha memikul tanggung jawab utama dan secara moral pengusaha mempunyai kewajiban untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja.
Untuk lebih jelasnya mengenai bentuk perlindungan hukum bagi tenaga kerja dapat dilihat pada uraian berikut.
1. Perlindungan melalui Jaminan Sosial Tenaga Kerja Jamsostek