Akibat Hukum Akuisisi Terhadap Perjanjian Tenaga Kerja

(1)

1

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh : Ezra L Sipayung

110200546

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

2

AKIBAT HUKUM AKUISISI TERHADAP PERJANJIAN TENAGA KERJA

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh: Ezra L Sipayung NIM: 110200546

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha,SH.,M.Hum NIP.197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof.Dr.Budiman Ginting,S.H.,M.Hum Windha,SH.,M.Hum

NIP.197501122005012002 NIP:195905111986011001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(3)

i

Budiman Ginting

Windha

Perkembangan perekonomian saat ini, membuat banyaknya muncul perusahaan-perusahaan baru di Indonesia yang menimbulkan persaingan antar perusahaan di pangsa pasar. Persaingan ini membuat perusahaan-perusahaan melakukan usaha agar dapat bertahan dalam persaingan dan memenangkan persaingan di pangsa pasar. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar mencapai tujuan tersebut ialah dengan melakukan pengambilalihan atau akuisisi. Akuisisi dilakukan dengan mengambil alih seluruh atau sebagian saham dari perusahaan lain biasanya yang lebih lemah atau yang lebih kecil dibandingkan pihak yang mengakuisisi. Dalam melakukan akuisisi salah satu persyaratan yang harus di perhatikan ialah dalam melakukan akuisisi harus tetap memperhatikan status atau kepentingan dari karyawan perusahaan .Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan akuisisi berdasarkan hukum positif di Indonesia, bagaimana akibat hukum akuisisi terhadap perjanjian tenaga kerja, dan bagaimana penyelesaian sengketa perburuhan terhadap perseroan yang melakukan akuisisi.

Penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka disertai dengan mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan, majalah, internet, dan sumber lainnya, kemudian diseleksi dengan data-data yang layak untuk mendukung penulisan.

Pengaturan akuisisi menurut hukum positif di Indonesia telah memberi penjelasan mengenai pengertian dan jenis akuisisi, kelebihan dan kelemahan akuisisi,syarat serta prosedur melakukan akuisisi. Akibat hukum akuisisi perseroan terbatas terhadap perjanjian kerja pada dasarnya tidak mengakibatkan berakhirnya perjanjian kerja kecuali sudah diatur sebelumnya di dalam perjanjian yang telah disepakati antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Penyelesaian sengketa perburuhan terhadap perseroan yang melakukan akuisisi dapat dilakukan dengan dua cara, dengan melalui lembaga non litigasi yang berarti di luar pengadilan atau secara litigasi yang berarti melalui Pengadilan.

Kata kunci : Akuisisi, Perjanjian, Tenaga Kerja

Mahasiswa Fakultas Hukum USU



Dosen Pembimbing I




(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan tepat waktu. Skripsi ini ditulis bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat agar dapat menyelesaikan studi pada Program Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Skripsi ini berjudul, “ Akibat Hukum Akuisisi Terhadap Perjanjian Tenaga Kerja”. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu diharapkan saran dan kritikan yang membangun sehingga penulisan kedepan dapat lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimkasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum sebagai Pembantu Umum Dekan I

Fakultas Hukum Universitas SumateraUtara dan juga sebagai Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan segenap waktu, tenaga dan

memberikan wawasan serta pengetahuan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Syafrudin Hasibuan, S.H., M.H., DFM sebagai Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak O.K Saidin, S.H., M.H sebagai dosen Pembantu Umum Dekan III


(5)

iii

mengenai skripsi yang dibahas, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

6. Bapak Ramli Siregar S.H., M.Hum sebagai Sekretaris Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum sebagai Dosen Penasihat Akademik

Penulis yang sudah memberikan bimbingan sejak awal sampai sekarang.

8. Bapak Ibu Dosen seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi selama ini.

9. Kedua orangtua yang sangat penulis cintai, Papa dan Mama yang telah

memberikan kasih sayang serta dukungan baik moril maupun materil, selalu mendoakan dan memberi nasihat kepada penulis.

10.Kepada kakak sepupu Penulis Rianawaty Panggabean, S.Pd yang selalu

memberikan semangat, dan motivasi kepada Penulis.

11.Sahabat-sahabatku tercinta, Asry Blandina, Conny, Yeni Kiki, Vanella Indah

yang selalu memberi dukungan satu sama lain walaupun jarak yang berjauhan. Kepada teman kostku tercinta Isodorus Sitanggang, dan teman-teman satu kampusku stambuk 2011, ka Rika Hanifah, Hirmawaty Fanny, Fadillah Mahraini, Syafitri Ditami, Yuliana Siregar, Ka Pidey, Marni Novita, Dayana,


(6)

iv

12.Christy Pratami, Febri Hasibuan, Bang Rashed dan teman-teman kelompok

klinis yang selalu membantu dan memberi dukungan dalam mengerjakan skripsi ini.

13.Kepada Crissy N Sianturi yang penulis sayangi, yang selalu memberikan

dukungan, semangat dan doa dalam suka maupun duka dan banyak membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14.Kepada seluruh pihak yang memberikan dukungan kepada penulis dalam

penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun serta untuk perbaikan dari semua pihak. Akhir kata, semoga skripsi ini dapar diterima dan berguna bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Medan, April 2015 Penulis


(7)

v

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan ... 8

D. Keaslian Tulisan ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan ... 10

F. Metode Penulisan ... 16

G. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II PENGATURAN AKUISISI BERDASARKAN HUKUM POSITIF DI IDONESIA ... 21

A. Pengertian dan jenis Akuisisi ... 21

1. Pengertian Akuisisi ... 21

2. Jenis Akuisisi ... 24

B. Kelebihan dan Kelemahan Melakukan Akuisisi ... 34

1. Kelebihan Melakukan Akuisisi ... 34

2. Kelemahan Melakukan Akuisisi ... 36

C. Syarat Melakukan Akuisisi ... 39

D. Prosedur melakukan akuisisi ... 44

BAB III AKIBAT HUKUM AKUISISI PERSEROAN TERBATAS TERHADAP PERJANJIAN TENAGA KERJA ... 50

A. Pengertian Perjanjian Tenaga Kerja ... 50


(8)

vi

C. Akibat Hukum Akuisisi Perseroan Terbatas Terhadap

Perjanjian Kerja ... 58

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN TERHADAP PERSEROAN YANG MELAKUKAN AKUISISI 72 A. Pengertian sengketa perburuhan ... 72

B. Penyelesaian Sengketa perburuhan melalui lembaga non litigasi 77 C. Penyelesaian sengketa perburuhan melalui lembaga letigasi ... 90

D. Eksekusi putusan terhadap sengketa perburuhan ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. Kesimpulan ... 104

B. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 108


(9)

i

Budiman Ginting

Windha

Perkembangan perekonomian saat ini, membuat banyaknya muncul perusahaan-perusahaan baru di Indonesia yang menimbulkan persaingan antar perusahaan di pangsa pasar. Persaingan ini membuat perusahaan-perusahaan melakukan usaha agar dapat bertahan dalam persaingan dan memenangkan persaingan di pangsa pasar. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar mencapai tujuan tersebut ialah dengan melakukan pengambilalihan atau akuisisi. Akuisisi dilakukan dengan mengambil alih seluruh atau sebagian saham dari perusahaan lain biasanya yang lebih lemah atau yang lebih kecil dibandingkan pihak yang mengakuisisi. Dalam melakukan akuisisi salah satu persyaratan yang harus di perhatikan ialah dalam melakukan akuisisi harus tetap memperhatikan status atau kepentingan dari karyawan perusahaan .Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan akuisisi berdasarkan hukum positif di Indonesia, bagaimana akibat hukum akuisisi terhadap perjanjian tenaga kerja, dan bagaimana penyelesaian sengketa perburuhan terhadap perseroan yang melakukan akuisisi.

Penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka disertai dengan mengumpulkan data dan membaca referensi melalui peraturan, majalah, internet, dan sumber lainnya, kemudian diseleksi dengan data-data yang layak untuk mendukung penulisan.

Pengaturan akuisisi menurut hukum positif di Indonesia telah memberi penjelasan mengenai pengertian dan jenis akuisisi, kelebihan dan kelemahan akuisisi,syarat serta prosedur melakukan akuisisi. Akibat hukum akuisisi perseroan terbatas terhadap perjanjian kerja pada dasarnya tidak mengakibatkan berakhirnya perjanjian kerja kecuali sudah diatur sebelumnya di dalam perjanjian yang telah disepakati antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Penyelesaian sengketa perburuhan terhadap perseroan yang melakukan akuisisi dapat dilakukan dengan dua cara, dengan melalui lembaga non litigasi yang berarti di luar pengadilan atau secara litigasi yang berarti melalui Pengadilan.

Kata kunci : Akuisisi, Perjanjian, Tenaga Kerja

Mahasiswa Fakultas Hukum USU



Dosen Pembimbing I




(10)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan perekonomian pada saat ini banyak timbul berbagai jenis badan usaha. Badan usaha merupakan kesatuan yuridis dan ekonomis atau kesatuan organisasi yang terdiri dari faktor-faktor produksi yang bertujuan mencari keuntungan. Adapun badan usaha tersebut terdiri atas badan usaha berbentuk badan hukum atau pun badan usaha yang bukan berbentuk hukum. Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, disamping karena pertanggungjawabannya yang bersifat terbatas, Perseroan Terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) nya untuk mengalihkan perusahaannya (kepada setiap orang) dengan menjual

seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut.1

Pengertian Perseroan Terbatas (PT) adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha bersama yang memiliki modal tersendiri dari saham-saham dan pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut dengan UUPT), memberikan pengertian bahwa Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian melakukan

1

Ahmad yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm.1.


(11)

kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan batasan yang diberikan tersebut diatas ada lima hal

pokok yang dapat dilihat yaitu pertama, perseroan terbatas merupakan suatu

badan hukum; kedua, perseroan terbatas didirikan berdasarkan perjanjian; ketiga,

menjalankan usaha tertentu; keempat, perseroan terbatas memiliki modal yang

terbagi dalam saham-saham; kelima, memenuhi persyaratan undang-undang.2

Modal Perseroan Terbatas terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, maka perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan. Perkembangan perusahaan yang semakin pesat membuat persaingan usaha diantara perusahaan-perusahaan semakin ketat. Perusahaan harus mampu mempertahankan eksistensi perusahaannya, untuk itu perusahaan harus melakukan strategi agar perusahaannya tetap bertahan dan berkembang, Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan akuisisi. Akuisisi adalah salah satu bentuk strategi yang biasanya dilakukan oleh para pelaku bisnis dalam merestrukturisasi perusahaan, mengekspansi perusahaan,atau untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan.

Akuisisi adalah bentuk pengambilalihan kepemilikan perusahaan oleh

pihak pengakuisisi (acquirer), sehingga akan mengakibatkan berpindahnya

kendali atas saham yang di ambil alih (acquirer) tersebut. Biasanya, pihak

pengakuisisi memiliki ukuran yang lebih besar dibanding dengan pihak yang

2


(12)

3

diakuisisi.3 Perseroan pengakuisisi biasanya adalah perseroan besar yang

bermodal kuat, mempunyai operasi bisnis yang luas, manajemen yang teratur, dan terkelompok dalam konglomerasi mengakuisisi perseroan yang relatif kecil (lemah), sulit berkembang tidak mampu bersaing, dan manajemen kurang teratur. Perseroan yang kelebihan dana mencari usaha untuk menggunakan dananya tersebut. Di lain pihak, ada perseroan yang sulit berkembang atau ingin bergabung dalam konglomerasi .

Keadaan demikian menjadi dasar pertimbangan terjadinya akuisisi, baik secara terpaksa karena sulit bertahan hidup maupun secara sukarela karena sulit bertahan hidup maupun secara sukarela karena ingin menjadi kelompok

konglomerasi.4 Menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut dengan PP Nomor 27 Tahun 1998) mendefinisikan akuisisi adalah pengambilalihan perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan Tersebut.

Pengertian “sebagian besar” dalam hal ini meliputi baik lebih dari 50% (lima puluh perseratus) maupun suatu jumlah tertetu yang menunjukkan bahwa

3

Susanti Adi Nugroho, Hukum Persainga Usaha di Indonesia dalam teori dan Praktik Serta Penerapan Hukumnya (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup, 2012), hlm. 449.

4

Abdulkair Muhammad, Hukum Perseroan Indonesia (Bandung: PT. Citra ditya Bakti, 2002), hlm. 140.


(13)

jumlah tersebut lebih besar dari pada kepemilikan saham dari pemegang saham

lainnya.5 Secara yuridis cara yang ditempuh untuk mengambil alih suatu

perusahaan adalah dengan membeli saham-saham baik sebagian atau seluruhnya

dari perusahaan tersebut.6 Pengambilalihan perusahaan atau akuisisi dapat

dilakukan secara internal atau eksternal, akuisisi internal adalah akuisisi terhadap perusahaan dalam kelompok sendiri, sedangkan akuisisi eksternal adalah akuisisi

terhadap perusahaan diluar kelompok atau perusahaan dari kelompok lain.7

Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas melalui direksi

Perseroan Terbatas atau langsung dari pemegang saham.8

Kegiatan akuisisi atau pengambilalihan sebagai pembayaran atau imbalan, perseroan yang mengambil alih akan memberikan kepada pemegang saham Perseroan yang diambil alih berupa uang dan/atau bukan uang. Pembayaran yang bukan dengan uang dilakukan dengan saham yang telah dikeluarkan atau saham yang baru yang akan dikeluarkan oleh Perseoran yang akan mengambil alih atau

Perseroan lain.9

Perseroan memiliki tujuan dalam melakukan akuisisi, adapun tujuan

tersebut diantaranya ialah; pertama, motif ekonomi dimana akuisisi dilakukan

5

Rai Widjaya, Hukum Perusahaan (Bekasi: Ksaint Blanc, cetakan ke 6, 2006), hlm. 354.

6

Abdul. R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Jakarta: Kenacana Prenada Media Grup, 2005), hlm. 112.

7

Ibid., hlm. 113.

8 Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang No 40

tahun 2007 (Jakarta: 2013), hlm. 164. 9 Rai Widjaya, Op. Cit., hlm. 354.


(14)

5

untuk mencapai posisi strategis perusahaan agar memberikan keunggulan

kompetitif bagi perusahaan; kedua, motif sinergi yaitu dalam rangka menghemat

biaya operasi, menghemat keuangan, meingkatkan efesiensi, dan meningkatkan

penguasaan pasar; ketiga, motif diversifikasi dimana akuisisi dilakukan untuk

mendukung aktivitas bisnis dan operasi Perusahaan untuk mengamankan posisi

bersaing; keempat, motif non ekonomi.

Perbutan atau tindakan secara hukum untuk melakukan akuisisi atau pengambilalihan tidak dapat diakukan sesuka hati melainkan wajib memperhatikan kepentingan pihak lain. Hal ini jelas dituangkan dalam Pasal 126 Ayat (1) UUPT bahwa perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditur dan mitra usaha lainnya dari perseroan dan masyarakat serta persaingan sehat dalam melakukan usaha. Pada prinsipnya menurut penjelasan Pasal 126 Ayat (1) UUPT, perbuatan hukum pengambilalihan tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan

pihak-pihak tertentu dan pengambilalihan harus “dicegah” dai kemungkinan

terjadinya “monopoli” atau “monopsoni” dalam berbagai bentuk yang merugikan

masyarakat. 10

Tindakan akuisisi haruslah memperhatikan para karyawan (di samping kepentingan para pihak lain-lain). Memang dewasa ini kedudukan karyawan dalam suatu perusahaan sangat penting dan kedudukanya yang penting ini dijamin

10


(15)

oleh suatu sistem hukum yang modern. Hak dan kewenangan dari pihak karyawan akan diperjuangkan oleh organisasi-organisasi buruh. Karena itu, perusahaan

harus memberi tempat yang baik terhadap organisasi buruh.11 Karena itu, tidak

mengherankan jika dalam undang-undang perseroan terbatas memerintahkan

pihak pelaksana akuisisi untuk memperhatikan kepentingan karyawan. 12 Pada

dasarnya apabila terjadi akuisisi atau pengambilalihan dalam Perseroan terbatas maka hak-hak perkerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali telah ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan dengan tetap memperhatikan dan tidak merugikan karyawan dari perseroan tersebut hal ini sesuai dengan apa yang di atur dalam Pasal 61 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut dengan UU Ketenagakerjaan) bahwa dalam hal terjadi pegalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.

Setiap karyawan harus mengetahui mengenai hak serta kewajibannya di dalam akuisisi. Akuisisi ini akan mengakibatkan bertambahnya Sumber Daya Manusia (SDM) bagi perseroan yang mengakuisisi, maka tidak menutup kemungkinan akan dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja. Pemutusan Hubungan Kerja ini dapat terjadi karena kebijakan dari Perseroan sebagai majikan ataupun permintaan dari karyawan atau buruh itu sendiri. Pemberian uang pesangon, uang

11

Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over, & LBO (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014) (selanjutnya disebut Munir Fuady I), hlm.136.


(16)

7

penghargaan, uang penggantian hak dalam hal terjadinya pemutusan hubungan kerja karena perubahan status adalah bergantung kepada pihak mana yang tidak ingin lagi melanjutkan hubungan kerja, apakah itu dari pihak perseroan atau dari pihak pekerja sendiri. Mengenai ketentuan hak dan kewajiban karyawan/buruh akibat Pemutusan Hubungan Kerja baik yang terjadi karena kebijakan dari peseroan atau yang terjadi karena permintaan dari karyawan / buruh diatur dalam Pasal 163 UU Ketenagakerjaan.

Setiap karyawan yang tetap bertahan atau dipertahankan maka status mereka otomatis menjadi karyawan di perusahaan baru. Para karyawan perlu melakukan perundingan kembali dengan manajemen perusahaan gabungan terkait hak dan kewajiban. Pembahasan itu untuk menentukan kembali berbagai hal yang dapat mengganjal, seperti pengakuan masa kerja, beban kerja, upah, dan tunjangan, serta bias memperbaharui perjanjian kerja bersama yang sudah ada.

Berdasarkan dari uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Akibat

Hukum Akuisisi Perseroan Terbatas Terhadap Perjanjian Tenaga Kerja”.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan paparan latar belakang yang jelas dan tegas dalam skripsi

yang berjudul “Akibat Hukum Akuisisi Perseroan Terbatas Terhadap

Perjanjian Tenaga Kerja” maka rumusan masalah yang dapat ditarik yaitu:

1. Bagaimana pengaturan akuisisi menurut hukum positif di Indonesia


(17)

3. Bagaimana penyelesaian sengketa perburuhan terhadap perseroan yang melakukan akuisisi

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tentang pengaturan akuisisi menurut hukum positif di

Indonesia.

2. Untuk mengetahui tentang akibat hukum akuisisi terhadap perjanjian tenaga

kerja.

3. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa perburuhan terhadap

perseroan terbatas yang melakukan akuisisi.

Disamping mempunyai tujuan penelitian juga mempunyai manfaat dari segi manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umum nya, perkembangan Hukum Ekonomi dan Khusus nya mengenai akuisisi terhadap perjanjian tenaga kerja .


(18)

9

2. Manfaat praktis

Sebagai acuan bahan pegangan dan referensi bagi masyarakat khususnya dalam hal akibat hukum akuisisi terhadap perjanjian tenaga kerja. Selain itu juga menjadi bahan masukan terhadap akademisi, mahasiswa, dan praktisi hukum.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul “Akibat Hukum Akuisisi Terhadap Perjanjian

Tenaga Kerja” ini ditulis dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu

pengetahuan yang telah diperoleh. Berdasarkan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka tidak ditemukan adanya kesamaan judul . Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan di teliti dalam bentuk yang sama.

Sehingga jika dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai oleh penulisan skripsi ini maka, dapat disimpulkan bahan apa yang ada di dalam skripsi ini merupakan karya sendiri dan bukan hasil jiplakan dari skripsi orang lain, dan dimana diperoleh melalui hasil pemikiran para pakar dan praktisi, referensi, buku-buku, makalah-makalah dan bahan-bahan seminar, serta media cetak berupa koran-koran , media elektronik seperti internet serta bantuan dari berbagai pihak , berdasarkan pada asas-asas keilmuan yang jujur , rasional dan terbuka. Semua ini adalah merupakan implikasi dari proses penemuan kebenaran ilmiah, sehingga hasil penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan kebenaran secara ilmiah.


(19)

E. Tinjauan kepustakaan

Perusahaan adalah suatu istilah perekonomian yang dikenal dalam Kitab Undang Hukum Dagang dan peraturan lainnya diluar Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Namun demikian, secara eksplisit, apa yang dimaksud dengan perusahaan tidak ada dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang itu sendiri. Mentri Kehakiman Nederland (minister van Justitie

Nederland) memberi pengertian perusahaan :

“Barulah dapat dikatakan adanya perusahaan apabila pihak yang berkepentingan bertindak secara tidak terputus-putus, terang-terangan serta di dalam kedudukan tertentu untuk memperoleh laba bagi dirinya sendiri”.

Pendapat Molenggraaf memberikan perumusannya bahwa perusahaan ialah

sebagai berikut:

“ Barulah dikatakan ada perusahaan jika secara terus menerus bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan dengan mempergunakan atau `

menyerahkan barang-barang atau mengadakan perdagangan”.

Dari pengertian diatas, ada dua unsur pokok yang terkandung dalam suatu perusahaan yaitu:

1. Bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha baik berupa suatu

persekutuan atau badan usaha yang didirikan, bekerja dan berkedudukan di Indonesia.

2. Jenis usaha yang berupa kegiatan dalam bidang bisnis, yang dijalankan secara


(20)

11

Berdasarkan unsur-unsur perusahaan sebagaimana dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan bahwa suatu perusahaan adalah setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam bidang perekonomian secara terus-menerus, bersifat tetap, dan terang-terangan dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/ atau laba

yang dibuktikan dengan pembukuan.13

Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, hal ini lah yang mengakibatkan banyaknya muncul perseroan-perseroan baru yang bergerak di bidang yang sama , ataupun bidang lainnya. UUPT memberikan pengertian perseroan terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Perseroan Terbatas

(PT) yang ada di Indonesia dapat dibedakan kedalam 2 (dua) bentuk yaitu:14

1. PT tertutup, adalah suatu Perseroan Terbatas yang saham-sahamnya masih

dipegang oleh beberapa orang/ perusahaan saja, sehingga jual-beli sahamnya dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan oleh Anggaran Dasar Perseroan, yang pada umunya diserahkan kepada kebijaksanaan pemegang saham yang bersangkutan

13

Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 35.

14 Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan Pola Kemitraan dan Badan Hukum


(21)

2. PT Terbuka, suatu Perseroan Terbatas yang modal dan sahamnya telah memenuhi syarat-syarat tertentu, dimana saham-sahamnya dipegang oleh banyak orang/ banyak perusahaan, yang penawaran sahamnya dilakukan kepada publik/ masyarakat sehingga jual beli sahamnya dilakukan melalui pasar modal.

Menurut dunia hukum dan bisnis, yang dimaksud dengan akuisisi adalah sederhana saja, yaitu setiap perbuatan hukum untuk mengambil alih seluruh atau sebagian besar saham dan/atau aset dari perusahaan lain. Apabila diambil alih tersebut adalah saham, maka dengan akuisisi tersebut beralihlah pula

pengendalian terhadap perusahaan target tersebut.15 UUPT ataupun PP Nomor 27

Tahun 1998 mengartikan akuisisi perusahaan sebagai suatu akuisisi saham saja. Jadi, tidak termasuk akuisisi aset ataupun akuisisi lainnya seperti akuisisi bisnis. Pengambillihan dilakukan melalui pengambilalihan saham yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Dalam Pasal 1 Ayat (3) PP Nomor 27 Tahun 1998 ini mengartikan akuisisi adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan-badan hukum atau oleh orang perorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar dari perseroan terbatas yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan terbatas.

Prinsipnya, suatu akuisisi dilakukan dengan dilatarbelakangi oleh salah satu atau lebih maksud sebagai berikut:

15


(22)

13

1. Akuisisi untuk mengeksploitasi energi

Salah satu alasan yang kerap kali dikemukakan oleh orang-orang dalam melakukan akuisisi adalah untuk menambah sinergi dari 2 (dua) perusahaan yang bergabung kepemilikannya setelah akuisisi tersebut. Namun, sebelum dilakukan suatu akuisisi, haruslah terlebih dahulu diukur seberapa jauh sinergi tersebut akan

dicapai dengan melakukan akuisisi yang bersangkutan.16

2. Akuisisi untuk meningkatkan bagian pasar

Akuisisi (dalam bentuk horizontal) dapat memperluas pasar dari produk yang dihasilkan, karena masing-masing perusahaan yang digabungkan dengan akuisisi tersebut mempunyai pasarnya sendiri-sendiri. Akan tetapi, kendala-kendala seringkali dihadapi dalam praktek, seperti kerja sama yang tidak jalan,

atau perubahan/penyesuaian yang tersendat.17

3. Akuisisi untuk melindungi pasar

Akuisisi akan melindungi pasar jika dengan akuisisi tersebut dapat menyisihkan pesaing ( jika perusahaan target adalah pesaing bisnis sendiri). Dari segi yuridis, yang harus diperhatikan adalah jangan sampai akuisisi seperti itu

bertentangan dengan peraturan tentang larangan monopoli dan anti trust di negara

yang bersangkutan.18

4. Akuisisi untuk mengakuisisi produk

16

Ibid., hlm.18.

17Ibid., hlm.20. 18


(23)

Adakalanya perusahaan perlu mengembangkan usahanya untuk menghasilkan produk lain selain dari produk yang sudah ada, untuk itu, perlu dilakukan akuisisi terhadap perusahaan lain yang sedang menghasilkan produk yang dikehendakinya, dengan harapan produk tersebut nantinya setelah akuisisi

akan dikembangkan lebih lanjut.19

5. Akuisisi untuk memperkuat bisnis inti

Adakalanya untuk memperkuat bisnis inti, suatu perusahaan perlu melakukan akuisisi perusahaan lain. Tentunya yang diakuisisi tersebut adalah perusahaan yang bergerak di bisnis inti tersebut. Dengan demikian, diharapkan

bisnis inti dari perusahaan yang bersangkutan menjadi semakin besar dan kuat.20

6. Akuisisi untuk mendapatkan dasar berpijak perusahaan di luar negeri

Untuk sebuah perusahaan, terutama yang berambisi untuk cepat berkembang menjadi besar, seringkali diperlukan pengembangannya ke luar negeri. Untuk itu mengakuisisi perusahaan di luar negeri adalah salah satu jalan yang dapat ditempuh. Disamping jalan-jalan lain misalnya pendirian perusahaan joint venture. Dalam hal ini juga perlu kehati-hatian, sebab cukup banyak juga

setelah diakuisisi perusahaan di luar Negeri, hasilnya justru rugi.21

7. Akuisisi untuk meningkatkan critical mass-competitive

Adakalanya suatu perusahaan dituntut untuk cepat menjadi besar untuk dapat menjalankan bisnisnya.misalnya, jika perusahaan tersebut ingin mengikuti

19Ibid., hlm. 21. 20Ibid.,

21


(24)

15

tender-tender mega proyek. Agar dapat mencapai ukuran yang sangat besar secara cepat, akuisisi perusahaan adalah jalan yang baik, termasuk akuisisi perusahaaan

di luar negeri.22

Pengertian tenaga kerja menurut UU Ketenagakerjaan, pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Dalam undang-undang yang berlaku sebelum diberlakukannya undang-undang Ketenagakerjaan, yakni Undang-Undang Pokok Ketenagakerjaan Nomor 14 Tahun 1969, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam hubungan ini maka pembinaan tenaga kerja merupakan peningkatan kemampuan efektivitas tenaga kerja untuk

melakukan pekerjaan. Pengertian perjanjian kerja menurut UU Ketenagakerjaan

Pasal 1 Angka 14 adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dalam Pasal 52 Ayat 1 UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar:

1. Kesepakatan kedua belah pihak;

2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

3. Adanya pekerjaan yang dijanjkan;


(25)

4. Pekerjaan yang dijanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perjanjian kerja berdasarkan Pasal 61 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan berakhir apabila:

1. Pekerja meninggal dunia;

2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;

3. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga

penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian

kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja

F. Metode Penulisan

Untuk mendapatkan data yang valid dan akurat penelitian harus dilakukan secara sistematis dan teratur, sehingga metode yang dipakai sangatlah menentukan. Metode penelitian yaitu urutan-urutan bagaimana penelitian itu

dilakukan.23

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Spesifikasi penelitian

23


(26)

17

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum. Dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah yang perumusannya

secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat.24

Penelitian ini bersifat deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan secara jelas tentang permasalahan yang terdapat pada masyarakat dan dapat dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Adapun metode pendekatan penelitian yang dipakai adalah pendekatan yuridis

2. Data penelitian

Mencapai tujuan untuk melengkapi materi skripsi, maka Peulis mencari dan mengambil bahan penelitian melalui data sekunder. Adapun data-data sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, yaitu berbagai dokumen perundang-undangan yang

tertulis yang ada dalam dunia hukum bisnis antara lain , Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, serta Peraturan Perundang-Undangan lain dibawah Undang-Undang.

24

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm. 54.


(27)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memiliki hubungan dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Semua dokumen yang dapat menjadi sumber informasi mengenai perseroan terbatas, seperti hasil seminar atau makalah-makalah dari pakar hukum, Koran, majalah.

c. Bahan hukum tersier, yaitu mencakup kamus bahasa untuk pembenahan

tata Bahasa Indonesia dan juga sebagai alat bantu pengalih bahasa beberapa istilah asing serta sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan permasalahan yang dibahas.

3. Teknik pengumpulan data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan degan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar, dan sumber-sumber lain yang terkait dengan maslaha yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis data

Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan metode kualitatif. metode kualitatif adalah metode analisa data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.


(28)

19

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan skiripsi ini, dibagi atas 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab tersebut terdiri dari beberapa bagian sub bab yang disesuaikan dengan kebutuhan jangkauan penulisan dan pembahasan bab yang dimaksudkan. Berikut ini merupakan garis besar atau sistematika tata penulisan skripsi ini yang terdiri dari:

Bab I PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang ditulisnya skripsi ini , permasalahan, tujuan, manfaat, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode dan sistematika penulisan yang terdiri dari

Bab II PENGATURAN AKUISISI BERDASARKAN HUKUM POSITIF DI

INDONESIA

Meliputi pengertian dan jenis akuisisi, kelebihan dan kelemahan malakukan akuisisi, syarat melakukan akuisisi, dan prosedur melakukan akuisisi.

Bab III AKIBAT HUKUM AKUISISI PERSEROAN TERBATAS

TERHADAP TENAGA KERJA

Meliputi pengertian tenaga kerja, jenis perjanjian tenaga kerja, dan akibat hukum akuisisi terhadap perjanjian tenaga kerja.

Bab IV PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN TERHADAP


(29)

Meliputi pengertian sengketa perburuhan, peyelesaian sengketa perburuhan melalui lembaga non litigasi, penyelesaian sengketa

perburuhan melalui lembaga litigasi, dan eksekusi putusan terhadap sengketa perburuhan.

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

Terdiri dari kesimpulan semua pembahasan pada bab-bab sebelumnya serta saran yang merupakan gagasan sebagai suatu solusi terhadap permasalahan yang dibahas sesuai dengan fakta yang telah diuraikan di dalam bab-bab sebelumnya.


(30)

21

BAB II

PENGATURAN AKUISISI BERDASARKAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA

A. Pengertian dan Jenis Akuisisi

1. Pengertian akuisisi

Terminologi “akuisisi” biasanya digunakan untuk mencakup transaksi yang terjadi antara dua pihak atau lebih, pihak yang satu, pembeli paa akhirnya mendapatkan dan menjadi pemilik dari sebagian atau seluruh aset pihak lain, penjual. Akuisisi dapat terjadi dalam bentuk “akuisisi aset”, “akuisisi saham”, “konsiidasi” dan “merger”. Akuisisi yang diakukan tanpa dukungan dari pengurus “acquired company” sering disebut dengan “take over”. Beberapa penulis tidak

dapat membedakan terminology akuisisi dan take over, tetapi menyebut menyebut

pengambilalihan aset suatu perusahaan yang dilakukan dengan dukungan

pengurus prusahaan sebagai “friendly takeover” dan tanpa dukungan pengurus

sebagai “hostile takeover”.25

Akuisisi perusahaan tidak sama dengan merger dan konsolidasi perusahaan. Secara sederhana akuisisi dapat diartikan dua perseroan atau lebih tetap ada hanya saja terjadi perubahan kepemilikan aset atau saham, sehingga

25

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Persroan Terbatas (Bandung: PT Alumni, 2004), hlm. 205.


(31)

mengakibatkan pula beralihya pengendalian terhadap persroan terbatas yang

bersangkutan yang telah di ambil alih.26

Pasal 1 Ayat (3) PP Nomor 27 Tahun 1998 memberikan pengertian bahwa pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan

tersebut. Dalam akuisisi terdapat perusahaan yang membeli (akuisisitor) dan ada

perusahaan yang menjadi target untuk dibeli sahamnya (target company). Dengan

adanya pembelian tersebut, maka perusahaan atau badan usaha pembeli akan menguasai atau mengambilalih perusahaan yang dibelinya, sehingga perusahaan pembeli akan dapat melakukan kontrol atau pengendalian terhadap perusahaan yang dibelinya tersebut, dengan kata lain perusahaan yang mengakuisisi menempatkan perusahaan yang diakuisisinya sebagai subsidiarnya.

Pasal 1 Ayat (11) UUPT memberikan pengertian pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untk mengambilalih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Dunia hukum bisnis mengartikan akuisisi adalah sederhana saja, yaitu setiap perbuatan hukum untuk mengambil alih seluruh atau sebagian besar saham dan/aset dari perusahaan lain. Apabila yang

26


(32)

23

diambil alih tersebut adalah saham, maka dengan akuisisi tersebut beralih pula

pengendalian terhadap perusahaan target tersebut.27

Istiah “akuisisi” merupakan satu komponen dari tiga serangkai perbuatan hukum yaitu yang berupa “marger”,”konsolidasi”, dan “akuisisi”. Akan tetapi, kadang-kadang dalam praktek hukum dan praktek bisnis, untuk seluruh tiga serangkai tersebut disebut saja dengan istilah “marger dan akuisisi” yang sering disingkat dengan M&A. Jika dengan merger, perusahaan yang satu masuk ke perusahaan yang lain, sehingga yang tinggal hanya satu perusahaan saja,sementara dengan konsolidasi, kedua perusahaan asal menjadi lenyap, dan yang tinggal adalah perusahaan yang baru terbentuk. Maka dengan akuisisi, baik perusahaan pengambil alih, ataupun perusahaan target tetap saja eksis. Jadi dengan akuisisi, tidak ada perusahaan yang lenyap dan tidak ada pula perusahaan yang baru yang

terbentuk akibat dari setelah tindakan akuisisi tersebut.28

Dasar hukum akuisisi adalah jual beli, direksi perusahaan yang akan mengakuisisi mengadakan jual beli dengan direksi perusahaan terakuisisi mengenai hak milik atas saham perusahaan terakuisisi/di ambil alih. Perusahaan pengakuisisi akan menerima hak milik atas saham perusahaan terakuisisi, sedangkan perusahaan terakuisisi menerima penyerahan hak atas sejumah uang harga saham tersebut. Apabila saham tersebut atas nama, maka penyerahannya

27

Munir Fuady I, Op.Cit., hlm. 4 28Ibid., hlm. 5


(33)

dilakukan dengan cessie (hak tagih) (Pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).29

Perusahaan pengakuisisi biasanya perusahaan besar yang memiliki dana yang kuat, manajemen yang baik, dan jaringan usaha yang luas, serta terkelompok dalam konglomerasi. Sedangkan perusahaan terakuisisi biasanya perusahaan kecil yang sulit berkembang atau perusahaan yang memang ingin bergabung dengan perusahaan konglomerasi tersebut, sehingga akuisisi tersebut dapat secara

sukarela/ramah (friendly takeover) atau terpaksa (unfriendly takeover/hostile

takeover).30

2. Jenis Akuisisi

Dalam perkembangannya, akuisisi bermacam-macam dan dapat di

pilah-pilah berdasarkan kriteria yang dipakai adalah sebagai berikut:31

a. Klasifikasi akuisisi dilihat dari jenis usaha

Bila dilihat dari segi jenis usaha perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam transaksi akuisisi, maka akuisisi dapat digolong-golongkan

sebagai berikut:32

1) Akuisisi horizontal

Dalam hal ini perusahaan yang di akuisisi adalah para pesaingnya, baik pesaing yang memproduksi produk yang sama, atau

29

Abdul Rasyid Saliman,dkk., Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan contoh Kasus,

(Jakarta:Kencana, 2005), hlm.116. 30 Ibid.,

31 Munir Fudy I , Op.Cit., hlm.69.


(34)

25

yang memiliki teritorial pemasaran yang sama. Jelas bahwa tujuan dari akuisisi ini adalah untuk memperbesar pangsa pasar atau membunuh pesaing

2) Akuisisi vertikal

Akuisisi vertikal dimaksudkan sebagai akuisisi oleh suatu perusahaan terhadap perusahaan lain yang masih dalam 1 (satu) mata rantai produksi, yakni suatu perusahaan dalam arus pergerakan produksi dari hulu ke hilir.

3) Akuisisi konglomerat

Yang dimaksudkan adalah akuisisi terhadap perusahaan-perusahaaan yang tidak terkait, baik secara horizontal maupun secara vertikal.

b. Akuisisi dilihat dari lokalisasi

Apabila dilihat dari segi lokalisasi, perusahaan pengakuisisi dan perusahaan target akuisisi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Akusisi eksternal

Akuisisi eksternal adalah akuisisi yang terjadi antara dua atau lebih perusahaan dalam grup yang berbeda atau tidak dalam grup yang sama.

2) Akuisisi Internal

Akuisisi internal merupakan kebalikan dari akuisisi eksternal. Pada akuisisi internal, perusahaan-perusahaan yang melakukan akuisisi


(35)

masih terdapat dalam satu grup atau kemlompok usaha. Di Indonesia, akuisisi ini sangat sering dilakukan, terlebih jika akuisisi itu merupakan perusahaan terbuka dengan pendanaan akuisisi yang

diambil dari right issue.33

c. Klasifikasi akuisisi dilihat dari objek akuisisi

Apabila dilihat dari objek, akuisisi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Akuisisi saham

Adalah akuisisi yang terjadi antara dua (dua) atau lebih perusahaan dimana yang diakuisisi adalah sebagian besar atau seluruh saham dari perusahaan target, baik saham baru dikeluarkan maupun

pembelian saham langsung dari pemegang saham.34

2) Akuisisi aset

Akuisisi aset adalah akuisisi yang terjadi antara 2 (dua) atau lebih perusahaan dimana yang diakuisisi adalah sebagian besar atau

seluruh aset dari perusahaan target.35

3) Akuisisi kegiatan usaha

Akuisisi kegiatan usaha ini merupakan akuisisi yang terjadi antara dua atau lebih perusahaan dimana yang diakuisisi dari perusaan

33

Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hlm. 486.

34Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global

(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012) (selanjutnya disebut Munir fuady II), hlm.100. 35Ibid.,


(36)

27

target adalah hanya kegiatan usahanya, termasuk jaringan bisnis, alat

produksi, hak milik intelektual, dan lain-lain.36

4) Akuisisi kombinasi

Akuisisi kombinasi adalah jenis akuisisis gabungan atau

kombinasi dari akuisisi saham dan akuisisi aset.37

5) Akuisisi bertahap

Pada jenis ini, akuisisi tidak dilaksanakan secara sekaligus.

Misalnya, perusahaan target menerbitkan terlebih dahulu convertible

bonds, sementara perusahaan pengakuisisi menjadi pembelinya. Dalam tahap ini, perusahaan pengakuisisi mantransfer sejumlah dana tertentu ke perusahaan target lewat pembelian surat utang. Tahap selanjutnya,

ditukarkan dengan equity jika kinerja perusahaan target semakin baik.

Dengan demikian, hak opsi ada pada pembeli surat utang, dalam hal ini

adalah perusahaan pengakuisisi.38

d. Klasifikasi akuisisi dilihat dari motivasi akuisisi

1) Akuisisi strategis

Akuisisi strategis merupakan akuisisi di antara 2 (dua) atau lebih perusahaan dengan motif untuk meningkatkan produktivitas perusahaan target. Dengan akuisisi ini diharapkan agar dapat

36

Ibid.,

37 Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hlm. 487. 38Ibid.,


(37)

meningkatkan sinergi usaha, mengurangi resiko, memperluas pangsa

pasar, dan sebagainya.39

2) Akuisisi finansial

Akuisisi finansial merupakan akuisisi di antara 2 (dua) atau lebih perusahaan dimana yang diakuisisi/dibeli adalah sebagian besar

atau seluruh aset dari perusahaan target.40

e. Klasifikasi akuisisi dilihat dari divestitur

1) Take over atau pencaplokan perusahaan

Akuisisi berbentuk take over atau pencaplokan perusahaan ini

seringkali di beda-bedakan ke dalam:41

a) Take over bersahabat

Hal ini take over dilakukan dengan baik-baik secara negosiasi.

b) Hostile take over

Hostile take over ini sebagai suatu usaha untuk mengontrol manajemen dan perusahaan, yang dilakukan dengan menggunakan trik-trik bisnis, bahkan secara paksa. Dalam bahasa sehari-hari sering dijuluki dengan “pencaplokan perusahaan”.

39 Munir Fuady II, Op.Cit., hlm. 101.

40

Ibid.,


(38)

29

2) Freezeouts dan squeezeouts perusahaan a) Freezeouts perusahaan

Freezeouts prusahaan adalah akuisisi yang terjadi antara 2 (dua) atau lebih perusahaan, dimana setelah pihak pengakuisisi menguasai dan mengendalikan perusahaan target, pihak pemegang saham minoritas di paksa keluar dari perusahaan target tersebut, dengan menggunakan berbagai teknik yang digunakan oleh hukum. Misalnya, dengan menjual seluruh aset perusahaan target kepada perusahaan lain dalam 1 (satu) grup, kemudian perusahaan target dilikuidasi sehingga pemegang saham minoritas keluar dari

perusahaan target tersebut.42

b) Squeezeouts perusahaan

Squeezeouts perusahaan mirip dengan Freezeouts. Akan

tetapi dengan squeezeouts, pihak pemegang saham minoritas tidak

dikeluarkan secara paksa, tetapi dibuat sedemikian rupa sehingga pemegang saham minoritas tersebut tidak betah lagi di perusahaan target dan akhirnya keluar sendiri. Misalnya, dilakukan engan jalan membuat pembukuan perusahaan target tidak pernah untung sama sekali.43

42

Munir Fuady II, Op.Cit., hlm. 100. 43Ibid., hlm. 101.


(39)

3) Manajemen buyouts (MBO)

Management Buyouts (MBO) merupakan terminology yang ditujukan kepada sekelompok manajer dari suatu perusahaan tertentu yang membeli saham (seluruhnya atau bagian substansial) dari suatu perusahaan. Misalnya, sekelompok manajer dari suatu anak perusahaan membeli saham suatu anak perusahaan dalam kelompok tersebut, yang dijual oleh pemilik kelompok konglemerat yang bersangkutan. MBO dapat mengambil pola LBO maka pendanaan diambil dari pihak ketiga

dan dibayar oleh perusahaan target.44

4) Leveraged buyouts (LBO)

Leveraged buyouts adalah suatu variasi dari akuisisi atau take over, yang dilakukan dengan teknik-teknik dan tujuan ternetntu. Tujuan dilakukannya LBO adalah dengan membeli suatu perusahaan target, perusahaan target tersebut dipermak dan dibenahi, untuk kemudian setelah perusahaan target menjadi bagus, perusahaan target tersebut dijual kembali kepada pihak lain, di mana pihak penjual akan mendapatkankeuntungan finansial karenanya. Kerena itu, sering kali yang dibeli adalah perusahaan target yang sakit, tetapi dapat disembuhkan, untuk kemudian setelah sembuh perusahaan tersebut

dijual kepada pihak ketiga.45

44

Munir Fuady I, Op.Cit., hlm. 99. 45 Munir Fuady II, Op.Cit., hlm. 101.


(40)

31

f. Klasifikasi akuisisi dilihat dari model pembayaran

1) Akuisisi dibayar tunai

Tentunya, model pembayaran harga saham dalam akuisisi yang paling jelas dilakukan adalah dengan jalan membayarnya secara tunai (cash).46

2) Akuisisi dibayar dengan saham

Pada jenis ini, pihak pengakuisisi menyerahkan sejumlah sahamnya atau saham perusahaanyya kepada pihak perusahaan yang diakuisisi atau kepada pemegang saham yang dibeli sebesar nilai harga

saham.47Dalam hal ini terdapat beberapa kemungkinan sebagai berikut:

a) Inbreng saham

Inbreng saham sebenarnya hanya salah satu metode penyetoran saham kepada perusahaan oleh pemegang saham, di mana dalam hal ini saham tersebut disetor dengan pemberian saham perusahaan lain. Dengan demikian, setelah inbreng saham terjadi, maka perusahaan yang menerima penyetoran saham tersebut menjadi pemegang saham pada perusahaan lain.48

46

Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hlm. 488. 47Ibid.,


(41)

b) Share swap

Share Swap atau “saling tukar saham” adalah pertukaran saham antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, saham mana semula berasal dari portepel, atau saham

baru yang khusus dikeluarkan untuk tujuan share swap

tersebut. Setelah transaksi share swap tersebut, maka

masing-masing perusahaan saling memegang saham satu sama lain.49

c) Penukaran saham pemegang saham

Penukaran sahan pemegang saham ini sebenarnya murni

tukar menukar saham. Berbeda dengan swap saham, dalam

penukaran saham pemegang saham ini, yang dipertukarkan bukanlah saham dalam portepel atau saham baru yang khusus

ditujukan untuk swap saham, melainkan yang dipertukarkan

adalah saham yang sudah diisukan dan sudah dibayar (paid in)

oleh pemegang sahamnya.50

3) Akuisisi dibayar dengan aset

Adakalanya pembayaran harga akuisisi dibayar oleh

perusahaan pengakuisisi dengan aset yang dimiliki kepada perusahaan

target.51 Jadi, model pembelian dengan aset ini ditandai dengan

penyerahan (pembaliknamaan) sejumlah aset dari pihak pengakuisisi

49

Ibid., hlm. 103. 50Ibid.,


(42)

33

atau pihak ketiga kepada perusahaan target atau kepada pemegang

saham perusahaan target yang sahamnya di akuisisi.52

4) Akuisisi dengan sistem pembayaran kombinasi

Sering juga dalam praktek, suatu akuisisi dibayar dengan sistem

pembayaran kombinasi. Untuk itu dapat dikombinasikan

pembayarannya antara:

a) Pembayaran tunai;

b) Pembayaran dengan saham;

c) Pembayaran dengan aset;

d) Pembayaran dengan bonds.

Sistem pembayaran kombinasi ini lebih fleksibel bagi pihak pengakuisisi, tetapi tidak selamanya memuaskan bagi pihak

perusahaan target.53

5) Akuisisi dengan tahapan

Pada akuisisi bertahap ini, akuisisi tidak dilaksanakan skaligus. Akan tetapi pembayaran dilakukan bertahap sesuai dengan

perkembangan perusahaan target setelah diakuisisi. Hal ini dapat

dilakukan misalnya sebagian di bayar tunai atau dengan saham

sedangkan sebagian lagi di bayar dengan bonds. Misalnya perusahaan

target menerbitkan convertible bonds, sementara perusahaan

52 Munir Fuady I, Op.Cit., hlm.104.

53


(43)

pengakuisisi menjadi pembelinya. Maka dalam hal ini, setelah pembayaran sejumlah tertentu, kemudian perusahaan pengakuisisi

mendrop dana ke perusahaan target lewat pembelian bonds. Tahap

selanjutnya dibayar harga saham dengan jalan menukar bonds tersebut

dengan equity, jika kinerja perusahaan target semakin baik. Dengan

demikian, hak opsi ada pada pemilik convertible bonds, yang dalam

hal ini merupakan perusahaan pengakuisisi.54

B. Kelebihan dan Kelemahan Melakukan Akuisisi

1. Kelebihan melakukan akuisisi

Akuisisi sebagai salah satu bentuk strategi penting dalam pengembangan bisnis dinilai sangat efektif dan efisien jika dibandingkan dengan melakukan

merger atau konsolidasi.55

Ada beberapa alasan, dilakukannya akuisisi perusahaan dikarenakan memiliki

manfaat lebih atau keunggulan , baik dari segi internal maupun eksternal, yakni:56

a. Perkembangan ekonomi bisnis yang semakin pesat sejalan dengan

globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang untuk menangkap kesempatan pasar yang semakin besar dan luas

54

Ibid.,

55 Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hlm. 452

56 Sere Magdalena Marnala Siahaan,Tinjauan Yuridis Atas Akuisisi Perusahaan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,” (Tesis, Ilmu Hukum, Pasca Sarjana, USU, 201), hlm. 93.


(44)

35

b. Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan bisnis, terjadi

persaingan yang semakin tajam yang membutuhkan peningkatan efisiensi agar mampu bersaing.

c. Mempertahankan posisi yang telah dimiliki atau dicapai di pasar.

d. Meningkatkan tambahan modal kerja dan perluasan pinjaman

e. Meningkatkan market share sejalan dengan rencana pengembangan usaha

yang selalu menjadi cita-cita dan idaman setiap pelaku usaha.

f. Mendapatkan cashflow dengan cepat karena produk dan pasar yang sudah

jelas

g. Meningkatkan efisiensi dan mengurangi kompetisi

h. Mendapatkan pelanggan yang telah mapan tanpa harus merintis dari awal,

dan hal ini mengurangi resiko kegagalan bisnis karena tidak harus mencari konsumen atau pelanggan yang baru.

i. Memperoleh karyawan yang telah berpengalaman.

j. Memperoleh sistem operasional dan adminitrasi yang mapan.

k. Memperoleh infrastuktur untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat.

Setiap perusahaan yang memiliki keuangan yang kuat akan dengan mudah mengambil alih saham pada berbagai perusahaan, tidak perlu bersusah payah untuk mendirikan perusahaan baru, cukup dengan mengambilalih saham perusahaan sehingga dapat mengembangkan usahanya kemana-mana. Selain itu dengan melakukan akuisisi akan berdampak pada peningkatan pendapatan, pengurangan biaya, penurunan atau pengecualian pengenaan pajak, dan


(45)

pengurangan biaya modal kerja. Dengan kata lain, akuisisi yang efektif dapat

berguna sebagai platform pertumbuhan perusahaan, memberi pondasi yang

diperlukan untuk menciptakan dan mendapatkan keuntungan-keuntungan dari

penghematan skala atau economics of scale. Oleh karena itu, akuisisi menjadi

pilihan yang lebih menjanjikan dibandingkan dengan pola yang lain.57

2. Kelemahan melakukan akuisisi

akuisisi dapat memberikan kontribusi positif, bahkan dapat menjadi jalan keluar berbagai permasalahan yang dihadapi perusahaan, karena akuisisi dapat meningkatkan uilasi kapasitas perusahaan, menekan biaya transportasi, mengganti manajer yang berkinerja buruk, dengan manajer yang lebih baik. Perusahaan dapat meningkatkan inovasi dan teknologi. Bagi perusahaan menengah kebawah, dapat memberikan banyak keuntungan kerena memungkinkan bersaing dengan

perusahaan besar.58

Namun demikian untuk mencapai manfaat dan keunggulan tersebut, tidak menutup kemungkinan sering terjadinya kendala-kendala ataupun

hambatan-hambatan di dalam pelaksanaan akuisisi, seperti misalnya:59

a. Adanya perbedaan sistem keuangan dan pengawasan.

b. Pengakuisisi tidak memiliki keahlian yang dibutuhkan untuk mengelola

bisnis yang tidak ada hubungannya.

57

Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hlm. 452. 58Ibid., hlm. 453.


(46)

37

c. Adanya beda kepentingan antara direksi perusahaan dengan pemegang

saham, sehingga sering terjadi penolakan dilakukannya akuisisi

d. Lamanya waktu pengambilan keputusan dalam hal akuisisi

e. Birokrasi yang berbelit-belit.

f. Terdapat perbedaan budaya organisasi.

g. Sulitnya mencapai proses integrasi.

h. Kesulitan menentukan nilai perusahaan target secara akurat.

i. Perusahaan target memiliki kesesuaian strategi yang rendah.

j. Perusahaan pengambilalih tidak mengkomunikasikan perencanaan dan

pengharapan mereka terhadap karyawan perusahaan target sehingga terjadi kegelisahan diantara karyawan.

Akuisisi apabila tidak dikontrol dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap persaingan maupun terhadap konsumen. Hal ini terjadi ketika transaksi akuisisi dilakukan untuk melahirkan atau menambah kekuatan perusahaan di pasar (market power). Dengan kekuatan tersebut, perusahaan dapat menaikkan harga di atas harga kompetisi dan/atau menurunkan jumlah dan kualitas produknya. Hal ini sangat merugikan konsumen. Selain itu, kekuatan atau penguasaannya dalam pasar bersangkutan menjadikan perusahaan tidak lagi mempunyai insentif untuk meningkatkan kualitas teknologi dan menambahi inovasinya. Dengan kekutan dan penguasaannya, perusahaan hasil akuisisi dapat menciptakan atau meningkatkan hambatan masuk bagi pendatang baru untuk masuk ke pasar. Oleh karena itu,


(47)

analisis aspek persaingan terhadap trnsaksi akuisisi harus dilakukan untuk

menghindari dampak negatif sebagaimana diuraikan.60

Akuisisi aset sendiri, selain dapat memberikan keuntungan, namun terdapat pula kelemahan. Proses melakukan akuisisi aset umumnya lebih sulit berhubung pengalihan aset tersebut umumnya harus dilakukan satu persatu dan masing-masing objek yang dialihkan memerlukan prosedur yang berbeda-beda sehingga dapat memakan waktu yang lebih lama. Selain itu, akuisisi aset juga akan memakan biaya lebih bayak. Hal ini disebabkan karena penjualan beberapa jenis aset memerlukan pajak penjualan yang tinggi. Berbeda dengan akuisisi saham dimana kelanjutan bisnis, jaringan bisnis, hak milik intelektual, dan

berbagai good will perusahaan lainnya dapat dilanjutkan oleh pihak yang

mengakuisisi, tetapi dengan akuisisi aset, faktor-faktor tersebut tidak ikut dialihkan kepada pihak yang melakukan akuisisi, sehingga bagi perusahaan yang

telah mampu mempunyai good will dan bisnis besar, akuisisi aset tentu kurang

menguntungkan.

Dilihat dari kelemahan akuisisi, memunculkan pandangan bahwa keputusan untuk melakukan akuisisi merupakan suatu keputusan yang kontroversial karena memiliki dampak yang sangat dramatis dan kompleks. Banyak pihak yang dirugikan, sekaligus diuntungkan, dari peristiwa akuisisi. Dampak yang merugikan lainnya dapat dilihat dari sisi karyawan karena kebijakan ini sering disertai dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang jumlahnya

60


(48)

39

barangkali sangat fantastik. Hal demikian terjadi juga pada pemegang saham. Jika diukur dari sudut pandang moneter pemegang saham perusahaan yang di akuisisi sering kali diuntungkan karena harga saham mereka dihargai diatas harga pasar. Sebaliknya, pemegang saham perusahaan yang mengakuisisi belum tentu diuntungkan karena masih tergantung dari sukses tidaknya akuisisi ini. Sukses akuisisi diantaranya diukur dari tercapainya peningkatan nilai perusahaan pasca akuisisi. Jika nilai perusahaan pasca akusisi tidak meningkat berarti pemegang saham telah kehilangan premium yang dibayarkan ditambah biaya-biaya lain

dalam rangka transaksi akuisisi.61

C. Syarat Melakukan Akuisisi

Pengambilalihan perseroan merupakan urusan “privat” dari masing-masing perseroan yang melakukan akuisisi, walau demikian Undang-Undang Perseroan terbatas memberikan batasan-batasan dalam rangka pelaksanaan kegiatan akuisisi dalam perseroan terbatas. Syarat dalam melakukan akuisisi perusahaan telah diatur dalam Pasal 4 PP Nomor 27 Tahun 1998. Selain dalam peraturan pemerintah, ketentuan mengenai persyaratan dalam melakukan pengambilalihan juga di atur dalam Pasal 126 UUPT, pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan;

1. Memperhatikan kepentingan perusahaan

61


(49)

Salah satu yang dilarang oleh hukum adalah jika dengan akuisisi tersebut akan merugikan kepentingan perusahaan, baik kepentingan perusahaan yang mengakuisisi ataupun kepentingan perusahaan target. Apabila akuisisi yang dilakukan ternyata merugikan perseroan, dalam hal ini sesuai dengan hukum acara

yang berlaku pihak perusahaan dapat meminta ke pengadilan agar:62

a. Tindakan akuisisi tersebut dibatalkan.

b. Pemberian ganti rugi terhadap perusahaan oleh si pelaku akuisisi

c. Pembatalan tindakan akuisisi disertai dengan pemberian ganti rugi.

2. Memperhatikan pemegang saham minoritas

Salah satu yang dilarang oleh UUPT adalah bahwa tindakan akuisisi (juga merger dan konsolidasi) tidak boleh merugikan hak-hak dari pemegang saham minoritas. Alasan mengapa pemegang saham minoritas yang ditekankan, bukan pemegang saham mayoritas karena dalam hal ini UUPT mengungkapkan bahwa pelaksanaan akuisisi tersebut dilakukan untuk kepentingan pemegang saham mayoritas, dengan pertimbangan bahwa apabila akuisisi dilakukan dengan merugikan kepentingan pemegang saham mayoritas, maka tentunya pemegang saham mayoritas tidak akan setuju dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk akuisisi tersebut, sehingga dengan demikian akuisisi tidak dapat dilaksanakannya, atau pihak pemegang saham mayoritas dapat menghentikan akuisisi tersebut dengan mengganti direksi yang dianggap tidak koperatif dengan pemegang saham mayoritas. Kewenangan-kewenangan yang demikian hanya

62


(50)

41

dipunyai oleh pemegang saham mayoritas dan tidak dimiliki oleh pemegang

saham minoritas.63

3. Memperhatikan karyawan perusahaan

Rencana akan adanya akuisisi harus diumumkan kepada karyawan perseroan yang akan di akuisisi dan perseroan yang akan mengakuisisi paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum RUPS. Hal ini dilakukan dalam rangka perlindungan kepentingan Karyawan.

Selanjutnya, harus telah diketahui bagaimana cara penyelesaian status karyawan. Cara penyelesaian status karyawan harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur pemutusan hubungan kerja, seperti yang di atur dalam undang-undang Ketenagakerjaan, akuisisi juga harus memperhatikan ketentuan pemutusan hubungan kerja bersama sebagaimana yang diatur dalam kesepakatan kerja bersama antara PT A dan PT B dengan masing-masing

karyawan nya.64

4. Memperhatikan kreditur

Menurut ketentuan Pasal 33 PP Nomor 27 Tahun 1998 dikatakan bahwa direksi wajib menyampaikan dengan surat tercatat rancangan pengambilalihan kepada seluruh kreditur paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham. Selanjutnya kreditur dapat mengajukan keberatan kepada perseroan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum

63

Ibid.,

64

Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi (1) (Bandung: Books Terrace&library,2009), hlm.187.


(51)

Pemegang Saham yang akan memutus mengenai rencana pengambilalihan yang telah dituangkan dalam rancangan tersebut. Jika dalam jangka waktu tersebut kreditur tidak mengajukan keberatan, maka kreditur dianggap menyetujui pengambilalihan. Dalam hal terdapat keberatan yang diajukan oleh kreditur, maka keberatan kreditur tersebut disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham guna mendapat penyelesaian dan selama penyelesaian atas keberatan kreditur yang disampaikan belum tercapai maka pengambilaihan tidak dapat

dilaksanakan.65

5. Memperhatikan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha

Pasal 126 Ayat (1) UUPT mengharuskan pihak yang melakukan akuisisi untuk memperhatikan juga kepentingan masyarakat dan persaingan sehat. Ada 2 (dua) hal yang dilarang dalam Pasal 126 Ayat (1) ini, yaitu:

a. Akuisisi yang merugikan kepentingan masyarakat;

b. Akuisisi yang merugikan kepentingan pihak tersaing secara tidak sehat.

Tidak jelas benar apa yang dimaksud dengan akuisisi yang tidak memperhatikan kepentingan masyarakat dan apa konsekuensi hukum jika terjadi akuisisi yang demikian. Namun demikian, yang pasti adalah bahwa siapapun di antara warga masyarakat yang merasa dirugikan langsung karena akuisisi tersebut

dapat menggunakan Pasal 1365 KUH Perdata.66

65

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op .Cit., hlm. 135.

66


(52)

43

Pelaku usaha dilarang melakukan pegambilalihan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha

tidak sehat.67

Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilaihan Saham Perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, adalah dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 28 Ayat (3) dan Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, menunjukkan adanya langkah awal pemerintah dalam menghadapi kegiatan penggabungan, peleburan, dan pengambilaliahan saham yang bersifat anti-persaingan atau setidaknya

mengurangi persaingan.68

Syarat yang dikemukakan di atas, bersifat “komulatif”, sehingga tentu saja

di antara syarat tersebut dilanggar, mengakibatkan perbuatan hukum pengambilalihan tidak dapat dilaksanakan. Selain persyaratan di atas, dalam Pasal 123 Ayat (4) UUPT, menambah satu lagi syarat bagi perseroan tertentu yang akan

67 Susanti Adi Nugroho, Op. Cit., hlm. 499.


(53)

melakukan akuisisi yaitu perlu mendapat persetujuan dari instansi tertentu dari instansi terkait.

Selanjutnya dalam Pasal 6 PP Nomor 27 Tahun 1998 dinyatakan:

a. Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan hanya dapat dilakukan

dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.

b. Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan dilakukan berdasarkan

keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang dihadiri oleh ¾ bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ bagian dari jumlah suara tersebut.

c. Bagi perseroan terbuka, dalam hal persyaratan bagaimana dimaksud dalam

Ayat (2) tidak tercapai maka syarat kehadiran dan pengambil keputusan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

D. Prosedur Melakukan Akuisisi

Prosedur dalam pengambilalihan perseroan sesuai dengan ketentuan Pasal 125 UUPT dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu pengambilalihan saham melalui direksi dan pengambilalihan saham langsung dari pemegang saham. Adapun prosedur dalam melakukan akuisisi adalah:

1. Pernyataan maksud untuk mengambil alih perseroan69

69


(54)

45

Pengambilalihan dilakukan melalui direksi, pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan Pengambilalihan kepada direksi perseroan yang akan di ambil alih.

2. Direksi perseroan yang akan di ambil alih dan perseroan yang akan

mengambil alih dengan persetujuan dewan komisaris masing-masing menyusun

rancangan pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya yaitu; pertama,

nama dan tempat kedudukan dan perseroan yang akan mengambil alih dan perseroan yang akan di ambil alih serta alasan serta penjelasan direksi perseroan

yang akan mengambil alih dan direksi perseroan yang akan diambil alih; kedua,

laporan keuangan untuk tahun buku terakhir dan perseroan yang akan mengambil

alih; ketiga, tata cara penilaian dan konversi saham dan perseroan yang akan

diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan

dilakukan dengan saham; keempat, jumlah saham yang akan diambil alih dan

kesiapan pendanaan; kelima, neraca konsolidasi proforma perseroan yang akan

mengambil alih setelah pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip

akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; keenam, cara penyelesaian hak

pemegang saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan, penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota direksi, dewan komisaris, dan karyawan dan perseroan

yang akan diambil alih; ketujuh, perkiraan jangka waktu pelaksanaan


(55)

pemegang saham kepada direksi perseroan; kesembilan, rancangan perubahan

anggaran dasar perseroan hasil pengambilalihan apabila ada.70

Pegambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham

ketentuan ini tidak berlaku. Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham wajib memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang telah dibuat oleh perseroan dengan pihak lain.

3. Keputusan rapat umum pemegang saham atas rencana pengambialihan

Pasal 127 Ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa keputusan RUPS mengenai penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan sah apabila diambil sesuai dengan Pasal 87 Ayat (1) dan Pasal 89. Pasal 87 Ayat (1) UUPT keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam Pasal 89 Ayat (1) UUPT adalah ¾ bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika dietujui paling sedikit ¾ bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.

4. Pasal 127 Ayat (2) UUPT direksi perseroan yang akan melakukan

penggabungan, peleburan, pangambilalihan, atau pemisahan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari perseroan yang akan melakukan

70


(56)

47

penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.

5. Rancangan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan

yang telah disetujui RUPS dituangkan kedalam akta penggabungan, peleburan, pengambilalihan, ataupemisahan yang dibuat dihadapan notaris dalam bahasa Indonesia. Akta pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dan pemegang

saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.71

6. Salinan akta pengambilalihan perseroan wajib dilampirkan pada

penyampaian pemberitahuan kepada menteri tentang perubahan anggaran dasar. Dalam hal pengambilalihan saham dilakukan secara langsung dan pemegang saham, salinan pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian

pemberitahuan kepada menteri tentang perubahan susunan pemegang saham.72

7. Setiap perubahan yang diakibatkan oleh pengambilalihan (akuisisi) baik

yang berhubungan dengan data-data pemegang saham maupun data yang berhubungan dengan data-data perseroan wajib dilaporkan pada kantor tempat

pendaftaran perusahaan oleh pemilik atau pengurus perusahaan.73

8. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan Atau

Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

71Pasal 128 UU PT.

72

Pasal 130 UU PT.

73

www.gultomlawconsultants.com/tata-cara-pengambilalihan-saham-akuisisi perseroanterbatas-di-indonesia (diakses pada 1 maret 2015).


(57)

(selanjutnya disebut PP Nomor 57 Tahun 2010) menambahkan prosedur dalam melakukan akuisisi ialah:

a. kewajiban pelaku usaha untuk menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada KPPU sejak tanggal berlaku efektif secara yuridis penggabungan, peleburan dan pengambilalihan. Tidak semua pelaku usaha yang melakukan akuisisi wajib melaporkan rencana akuisisi. Pasal 5 Ayat 2 PP Nomor 57 Tahun 2010 memberikan kriteria pelaku usaha yang wajib melaporkan adalah:

1) Nilai aset sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus

miliar rupiah); dan/atau

2) Nilai penjualan sebesar Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun

rupiah)

Pelaku Usaha yang tidak menyampaikan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud Pelaku Usaha dikenakan sanksi berupa denda administrative sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan denda administratif secara keseluruhan paling tinggi sebesar

Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).74

b. Penilaian (preview) terhadap ada atau tidaknya pelanggaran dari suatu

pengambilalihan.

Berdasarkan pemberitahuan secara tertulis kemudian komisi melakukan penilaian untuk memberikan pendapat terhadap ada atau tidaknya dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat akibat dari

74


(1)

meningkatkan pertambahan modal , menurangi kompetisi, dan memperoleh karyawan yang telah berpengalaman. Sebelum melakukan akuisisi, perusahaan yang akan melakukan akuisisi, akuisisi tersebut tidak boleh merugikan perusahaan, merugikan pemegang saham minoritas, akuisisi harus memperhatikan kepentingan karyawan, pihak kreditur, dan memperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan sehat. Akuisisi dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu akuisisi saham melalui Direksi Perseroan atau dari Pemegang Saham secara langsung.

2. Akibat hukum akuisisi perseroan terbatas terhadap perjanjian kerja menurut Pasal 61 Ayat (2) UU Ketenagakerjaan adalah bahwa perjanjian kerja tidak berakhir dengan dilakukannya akuisisi. Dengan kata lain, perjanjian kerja tersebut masih tetap berlangsung terkecuali sudah diatur atau diperjanjikan sebelumnya di dalam perjanjian yang telah disepakati oleh majikan/ pengusaha dengan pihak buruh/ pekerja. Namun, tidak menutup kemungkinan terjadinya berakhirnya hubungan kerja dikarenakan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena akuisisi. Pemutusan hubungan kerja ini dapat dilakukan oleh majikan/ pengusaha dikarenakan majikan/ pengusaha yang mengambilalih tidak mau menerima pekerja, dan dapat juga terjadi karena buruh/ pekerja yang meminta diakhirinya perjanjian kerja kepada pengusaha. Pemutusan hubungan kerja selain dapat dilakukan oleh majikan/ pekerja, dapat juga dilakukan oleh buruh/ pekerja. Dalam hal ini disebut dengan pemutusan hubungan kerja secara sukarela.


(2)

Hal ini dapat terjadi disebabkan buruh/ pekerja yang tidak ingin berkerja pada perusahaan yang mengakuisisi atau karena sebab lain yang timbul dari buruh/ pekerja itu sendiri.

3. Penyelesaian sengketa perburuhan terhadap perseroan yang melakukan akuisisi telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan UUPPHI. Menurut undang-undang ini perselisihan sengketa perburuhan terhadap perseroan yang melakukan akuisisi dapat dilakukan odengan 2 (dua) cara yaitu, penyelesaian sengketa melalui lembaga non litigasi dan melalui litigasi. Penyelesaian sengketa non litigasi juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui non litigasi dapat dilakukan oleh beberapa lembaga penyelesaian sengketa diantaranya lembaga bipartit, lembaga mediasi, lembaga konsiliasi, dan lembaga arbitrase. Kemudian penyelesaian sengketa melalui lembaga litigasi yaitu penyelesaian sengketa melalui peradilan. Penyelesaian sengketa melalui lembaga litigasi atau pengadilan ini terdiri dari 2 (dua) cara yaitu cara cepat dan cara biasa. Pelaksanaan eksekusi terhadap putusan penyelesaian perselisihan hubungan industrial ini dapat dilakukan melalui teguran, sita eksekusi, dan lelang eksekusi.


(3)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dituliskan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mencegah timbulnya kerugian yang dialami oleh perusahaan maupun oleh pekerja, akibat dari terjadinya perubahan terhadap status perusahaan akibat akuisisi, marger, konsolidasi, maka hendaknya perusahaan mencantumkan di dalam perjanjian kerja mengenai hal-hal terburuk yang mungkin terjadi nantinya yang dapat disebabkan oleh perubahan status perusahaan tersebut.

2. Hendaknya diciptakan regulasi-regulasi baru baik itu berbentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan bentuk peraturan lainnya tentang status perjanjian kerja apabila terjadi perubahan status perusahaan akibat adanya marger, akuisisi, ataupun konsolidasi agar tidak ada pihak yangmerasa dirugikan baik itu dari majikan/ pengusaha ataupun dari pihak buruh/ pekerja agar tidak terjadi sengketa mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak.


(4)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku:

Agusmidah. Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Medan: USU Press. 2010.

Ahmad, Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006.

Anwar, Saiful. Sendi-Sendi Hubungan Pekerja dengan Pengusaha. Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2007.

Asyhadie, Zaeni. Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006.

Budiono, Rachmad Abdul. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.1999.

Damanik, Sehat. Hukum Acara Perburuhan Menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial Menurut UU No.2 Tahun 2004 disertai Contoh Kasus. Jakarta: DDS Publishing. 2004.

Fuady, Munir. Hukum Tentang Akuisisi, Take Over, & LBO. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2014.

, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2012.

Harahap, Yahya. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika. 2009.

Ibrahim, Johannes. Hukum Organisasi Perusahaan Pola Kemitraan dan Badan Hukum. Bandung: Rafika Aditama. 2006.

Muhammad, Abdulkair. Hukum Perseroan Indonesia. Bandung: PT. Citra ditya Bakti. 2002.

Nadapdap, Binoto. Hukum Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang No 40 tahun 2007. Jakarta: 2013.


(5)

Nasutio, Bismar. Hukum Kegiatan Ekonomi(1). Bandung: Books Terrace&library. 2009.

Ningsih, Suria. Mengenal Hukum Ketenagakerjaan. Medan: USU Press. 2012. Nugroho, Adi Susanti. Hukum Persainga Usaha di Indonesia dalam teori dan

Praktik Serta Penerapan Hukumnya. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. 2012.

Saliman, R. Abdul. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan. Jakarta: Kenacana Prenada Media Grup. 2005.

Saliman, R. Abdul., dkk. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan contoh Kasus. Jakarta: Kencana. 2005.

Soepomo, Iman. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: Djambatan. 2001.

Ugo dan Pujio, Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Tata Cara dan Proses Penyelesaian Sengketa Perburuhan. Jakarta: Sinar Grafika. 2012.

Usman, Rachmadi. Dimensi Hukum Perusahaan Persroan Terbatas. Bandung: PT Alumni. 2004.

Widjaya, Rai. Hukum Perusahaan. Bekasi: Ksaint Blanc. cetakan ke 6. 2006

Wijayanti, Asri. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika. 2009. hlm.41.

Yana, Indra. Tips Hukum Praktis Hak&Kewajiban Karyawan. Jakarta: Raih Asa Sukses. 2010.

B. Peraturan:

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.


(6)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perusahaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

C. Tesis dan skripsi:

Chairani. Lia Tengku. Dampak Akuisisi Antara PT Philip Morris dengan PT HM Sampoerna. Tbk Terhadap Status Karyawan PT HM Sampoerna. Tbk Ditinjau Dari Segi Hukum Dagang (Studi Kasus di Medan). Skripsi Hukum. Medan: Repository USU. 2006

Siahaan. Magdalena Marnala Sere. Tinjauan Yuridis Atas Akuisisi Perusahaan Setelah Berlakunya Undang-UNdang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Tesis Hukum. Medan: Repository USU. 2011

D. Website:

www.gultomlawconsultants.com/tata-cara-pengambilalihan-saham-akuisisi-perseroan-terbatas-di-indonesia (diakses pada 01/03/ 2015).

https://mantanburuh.wordpress.com (diakses pada tanggal 06/03/2015). https://izzuljustitia.com (diakses pada tanggal 06/03/2015)

www.hukumonline.com (diakses pada tanggal 07/03/2015)

Dwikartikasari, http://dwikartikasari-18211665.blogspot.com/2015/01/contoh-kasus-dalam-masalah-akuisisi.html (diakses pada 25 maret)

http://alfareshi96.blogspot.com/2014/03/akuisisi-philip-morris-international.html (diakses pada tanggal 25/03/2015)