5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Endometriosis merupakan penyakit jinak yang didefenisikan sebagai adanya kelenjar dan stroma endometrium diluar uterus dan
dihubungkan dengan nyeri panggul, termasuk nyeri yang bersifat siklik, dysmenorrhea, dyspareunia, dysuria, dyschezia dan infertilitas. Jaringan
endometrium ektopik ini biasanya berlokasi di panggul tetapi bisa juga terlihat di berbagai tempat ditubuh.
1,2
2.2 Patogenesis dari Endometriosis
Teori arus balik menstruasi Salah satu penyebab potensial dari penyakit ini adalah arus balik
menstruasi yang menghasilkan penumpukan jaringan endometrium pada rongga peritoneum. Penelitian terhadap binatang menunjukkan jika sel
endometrium menumpuk di rongga peritoneum, akan terbentuk lesi yang sama dengan lesi endometriosis pada wanita. Baboon digunakan sebagai
hewan percobaan untuk memahami kejadian awal dan perkembangan yang berhubungan dengan munculnya penyakit ini. Jika darah menstruasi
diletakkan pada peritoneum hewan yang bebas penyakit, akan terbentuk lesi ektopik. Selanjutnya, seiring waktu akan terjadi perkembangan dan
perubahan yang dapat diamati pada ektopik dan eutopik endometrium secara bersamaan.
9,10
Universitas Sumatera Utara
6 Tidak adekuatnya penghancuran debris dari refluks menstruasi,
dipasangkan dengan adanya kemampuan jaringan endometrium yang terlepas untuk menghindari respon alami imun dan dengan cepat
menginvasi peritoneum, hal ini merupakan faktor yang paling berperan pada wanita untuk mengalami endometriosis. Dalam hal ini, makrofag
merupakan sel imunitas primer didalam rongga peritoneum yang berperan untuk mengeliminasi debris selular dan sel apoptosis, termasuk
penumpukan jaringan endometrium akibat arus balik menstruasi. Penyebaran melalui kelenjar limph atau pembuluh darah
11
Banyak bukti yang menyokong konsep terjadinya endometriosis akibat penyebaran jaringan endometrium melalui saluran limfatik atau
pembuluh darah. Dijumpainya endometriosis pada tempat yang tidak lazim, seperti pada perineum atau selangkangan, mendukung teori ini.
Regio retroperitoneal memiliki sirkulasi limfatik yang sangat banyak. Karenanya, kasus dimana tidak adanya implantasi pada peritoneal , tetapi
terdapat lesi retroperitoneal yang cukup jelas, menunjukkan penyebaran secara limfatik. Sebagai tambahan. Kecenderungan penyebaran
adenocarcinoma endometrium melalui jalur limfatik juga mengindikasikan adanya kemungkinan transport endometrium melalui rute ini. Walaupun
teori ini sangat menarik, sedikit sekali penelitian eksperimental yang bertujuan untuk mengevaluasi transmisi endometriosis melalui jalur
limfatik.
12
Universitas Sumatera Utara
7 Teori coelomic metaplasia
Teori lainnya menyatakan bahwa epitel peritoneum dapat bertransformasi menjadi jaringan endometrium, mungkin hal ini terjadi
karena inflamasi kronis atau iritasi kimiawi akibat arus balik darah menstruasi. Teori “coelomic metaplasia” didasari dengan observasi sel
endometrium dan peritoneum yang berasal dari epitel coelomic, hal ini memungkinkan terjadinya transformasi dari satu bentuk sel ke bentuk sel
lainnya. Faktor keturunan
9,13
Ada peningkatan bukti yang menunjukkan kemungkinan
endometriosis merupakan penyakit turunan. Temuan terbaru yang
mendukung teori ini termasuk resiko keluarga pada manusia dan pada monyet rhesus, efek penunjang yang terdeteksi pada populasi islandia,
kejadian yang sama pada kembar identik, munculnya keluhan pada umur yang sama pada saudara kandung yang tidak kembar, prevalensi
endometriosis yang meningkat 6 sampai 9 kali pada saudara kandung dibandingkan dengan populasi umum dan gambaran MRI pada saudara
kandung wanita dengan endometriosis derajat III-IV 15 prevalensinya menunjukkan endometriosis sesuai dengan classification of the American
Society of Reproductive Medicine. Induksi terbentuknya endometriosis pada manusia karena aktivasi genetik allele oncogenic K–ras juga
mendukung teori genetik untuk penyakit ini.
13
Universitas Sumatera Utara
8 Ketergantungan pada Hormonal
Aktivasi COX-2 pada sel stroma endometrium terjadi akibat upregulasi PGE2 , stimulator yang kuat untuk aromatase pada sel stroma
endometrium. Aktivitas aromatase terjadi akibat aromatisasi androgen intraselular untuk meningkatkan estradiol intraselular melalui suatu
mekanisme intracrine. a = androgen; E2 = estradiol; COX-2 = cyclooxygenase 2; PGE2 = prostaglandin E2; IL-1 = interleukin 1 ; VEGF =
vascular endothelial growth factor. Satu faktor yang secara pasti dinyatakan menjadi penyebab
terbentuknya endometriosis adalah estrogen. Walaupun kebanyakan estrogen pada wanita secara langsung diproduksi oleh ovarium, berbagai
jaringan perifer juga bisa menghasilkan estrogen dengan cara aromatisasi androgen ovarium dan adrenal. Implantasi endometriosis
menunjukkan ekspresi dari aromatase dan 17 -hydroxysteroid dehydrogenase tipe 1, enzim ini bertanggung jawab untuk konversi
androstenedione menjadi estrone dan estrone menjadi estradiol, secara
12
Universitas Sumatera Utara
9 berurutan. Implantasi mengalami defisiensi 17 -hydroxysteroid
dehydrogenase tipe 2, yang menginaktivasi estrogen. Kombinasi enzim ini akan membuat implantasi terpapar pada kondisi estrogenik. Selanjutnya
produksi estrogen lokal pada lesi endometriosis akan mengeluarkan efek biologis untuk jaringan atau sel yang sama sesuai tempat produksinya,
proses ini dikenal dengan sebutan intracrinology. Sebaliknya,
endometrium normal tidak menunjukkan aromatase dan memiliki peningkatan kadar 17 -hydroxysteroid dehydrogenase tipe 2 sebagai
respon terhadap progesteron, hal ini melemahkan estrogen sabagai respon terhadap progesteron.Hasilnya progesteron melawan efek
estrogen pada endometrium normal selama fase luteal saat siklus haid. Endometriosis, merupakan manifestasi dari resistensi relatif terhadap
progesteron, yang mencegah berkurangnya stimulasi estrogen pada jaringan ini.
Prostaglandin E2 PGE2 merupakan pemicu utama aktifitas aromatase pada sel stroma endometrium, bekerja melalui subtipe reseptor
prostaglandin EP2. Produksi estradiol merupakan respon terhadap peningkatan aktivitas aromatase yang secara tidak langsung
meningkatkan produksi PGE2 dengan menstimulasi enzim cyclooxygenase tipe 2 COX-2 pada sel endotel uterus. Ini menghasilkan
feed back positif dan menambah efek estrogenik terhadap proliferasi endometriosis. Konsep produksi lokal estrogen dan aksi estrogen
intracrine pada endometriosis menjadi dasar inhibisi farmakologik dari aktifitas aromatase pada kasus endometriosis sebagai terapi standar.
12,14
12,14
Universitas Sumatera Utara
10
Penyebaran Iatrogenik
Banyak laporan tentang penyebaran transplantasi sel endometrium iatrogenik akibat prosedur operasi ginekologi. Endometriosis
pada bekas luka di dinding abdomen yang terjadi setelah operasi seksio sesaria, myomektomi dan hysterotomi. Bertumpuknya eksfoliasi sel
endometrium akibat arus menstruasi yang pertumbuhannya terlihat secara in vitro dan in vivo. Darah haid di suntikkan pada lemak subcutaneous
abdomen wanita yang direncanakan menjalani operasi. Lokasi suntikan kemudian dieksisi untuk pemeriksaan histologi 90–180 hari sebelum
tindakan laparotomi. Satu dari delapan wanita memiliki kelenjar endometrium yang viabel pada lokasi implantasi dan yang lainnya memiliki
fibrosis dan struktur kelenjar. Pada penelitian sebelumnya terhadap tujuh orang perempuan, satu menjadi endometriosis pada tempat implantasi.
Empat lainnya menunjukkan fibrosis dan haemosiderin-laden
macrophages dan kelenjar tambahan, yang menunjukkan terjadinya pembentukan endometriosis.
Teori sisa jaringan embrionik
8
Teori akhir menyatakan hipotesa bahwa sisa saluran müllerian bisa berdiferensiasi menjadi jaringan endometrium. Situasi yang mungkin
terjadi ini belum begitu jelas, tetapi begitu dijumpai endometrium, hal ini akan menimbulkan gejala yang terjadi secara siklik.
9
Universitas Sumatera Utara
11
2.3 Morfologi