11
2.3 Morfologi
Tiga tipe primer dari endometriosis adalah lesi superfisial peritoneum, endometrioma ovarium dan deep infiltrating endometriosis
DIE. Ketiga tipe lesi ini berhubungan dengan nyeri panggul kronis, lokasi dan kedalam lesi tidak terlalu berpengaruh terhadap nyeri dan lokasi nyeri
yang dialami. Bagaimanapun, beberapa karakteristik lesi yang dijumpai saat laparaskopi operatif bisa menjadi prediksi kita terhadap kesuburan.
Endometriosis yang tampak dipermukaan berupa lesi “powder burn” atau “gunshot” pada ovarium, permukaan serosa dan peritoneum-
lesi berwarna hitam, coklat kehitaman, atau tonjolan berwarna kebiruan, nodul atau kista kecil mengandung bekas perdarahan yang lama dan
dikelilingi oleh beragam bentuk fibrosis. Lesi atipikal atau ‘subtle’ juga sering dijumpai, termasuk implantasi berwarna merah petechial,
vesicular, polypoid, hemorrhagic, red flame-like dan vesikel serous atau jernih. Tampilan lainnya termasuk plak berwarna putih dan berupa bekas
luka skar dan peritoneum yang berubah warna menjadi kuning kecoklatan. Endometrioma biasanya mengandung cairan kental seperti
ter, kista ini biasanya melekat kedinding peritoneum pada fossa ovarium dan fibrosis yang mengenai tuba dan usus.
2
9
2.4 Menegakkan diagnosa secara klinis
Endometriosis didiagnosa secara inspeksi visual pelvis saat laparaskopi, idealnya diikuti dengan pemeriksaan histologi; gambaran
Universitas Sumatera Utara
12 histologi yang positif secara pasti akan menegakkan diagnosa, tetapi
gambaran histologi yang negatif belum tentu benar juga. Anamnesa lengkap dan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan
dengan spekulum dan pemeriksaan bimanual, akan membantu diagnosa. Penyakit ini bergantung pada estrogen seperti pada wanita yang haidnya
berlebihan, endometriosis diduga lebih sering terjadi pada wanita yang selalu mengalami nyeri saat siklus haid. Tetapi nyeri haid bukan suatu
pathognomonik untuk endometriosis, wanita yang menderita fibroid dan adenomiosis juga akan mengalami dismenore. Lebih jauh lagi, banyak
penderita endometriosis mengalami nyeri kronis yang tidak terkait dengan siklus haid, merasakan nyeri pada waktu tertentu saat siklus haid, seperti
saat ovulasi. Pasien juga dapat mengalami dispareunia, nyeri pada usus maupun saluran kemih, atau kelelahan yang kronis.
12
Penderita endometriosis juga menderita akibat sindroma nyeri lainnya seperti rasa nyeri saat berkemih, irritable bowel syndrome,
fibromyalgia, dan migrain. Endometriosis dapat dihubungkan dengan gangguan saluran kemih maupun saluran cerna seperti konstipasi, diare,
atau hematokezia atau sering berkemih maupun urgensi berkemih yang bersifat siklik. Gejala gejala ini dapat menjadi panduan untuk melakukan
pemeriksaan klinis dan pencitraan.
2
Sering juga tidak ditemukan abnormalitas pada pemeriksaan fisik pasien endometriosis dan pemeriksaan dengan spekulum tidak
membantu untuk menegakkan diagnosa. Begitupun, nodul bersifat fokal ataupun lunak pada ligamentum sakro uterina atau pada cul-de-sac bisa
Universitas Sumatera Utara
13 diketahui saat melakukan pemeriksaan bimanual. Pembesaran, rasa
lunak, massa kistik pada adnexal bisa dicurigai sebagai endometrioma. Uterus retrofleksi yang terfiksir atau “frozen pelvis” bisa dinilai saat
pemeriksaan atau dengan MRI, hal ini akan menyarankan pemeriksaan saluran cerna sebelum dilakukan tindakan operasi. Walaupun ada
pernyataan bahwa nodul pada ligamentum sakro uterina lebih mudah dipalpasi saat haid, belum ada penelitian yang menyimpulkan hal ini.
Kenyataannya, negative predictive value yang jelek dari pemeriksaan pelvis telah dibuktikan pada suatu penelitian terhadap 91 pasien,
sebanyak 47 pasien yang terbukti menderita endometriosis secara operatif dan mengalami nyeri pelvis yang kronis memiliki hasil
pemeriksaan bimanual yang normal. Walau pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas, spesifisitas, atau predictive value yang jelek untuk diagnosa
endometriosis, hasil pemeriksaan ini akan membuat kita melakukan pencitraan sebelum tindakan operasi.
Beberapa pasien datang dengan keluhan nyeri dan akan kesulitan untuk menahan rangsangan yang tidak menghasilkan nyeri, termasuk
pemeriksaan dengan spekulum atau pemeriksaan bimanual; respon terhadap jenis rangsangan yang tidak menghasilkan nyeri ini disebut
hyperalgesia. Pasien pasien ini juga cenderung mengalami allodynia exaggerated respon terhadap rangsang nyeri dan mengalami penurunan
ambang batas nyeri. Jika dijumpai nyeri sistemik yang parah pada penderita endometriosis, hal ini mungkin tidak akan terobati dengan
laparaskopi operatif maupun terapi hormonal. Hal ini dapat digunakan
2
Universitas Sumatera Utara
14 untuk menegakkan diagnosa endometriosis pada pasien, mereka mungkin
menderita akibat berbagai sindroma nyeri. Pasien seperti ini harus ditangani dengan berbagai cara penanganan nyeri kronis, melibatkan tim
dari berbagai bagian, termasik ahli nyeri, urologi, gastroenterologi, dan bagian non-ginekologi lainnya.
2
Mekanisme yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada penderita endometriosis salah satunya adalah inflamasi lokal pada peritoneum,
deep infiltration dengan kerusakan jaringan, adanya perlengketan, penebalan fibrosis, dan penumpukan darah haid yang keluar pada implan
endometriosis, menimbulkan rasa nyeri akibat tarikan pada gerakan jaringan yang fisiologis. Pada nodul endometriosis rektovaginal, terdapat
hubungan yang dekat secara histologi antara persarafan dan lesi endometriosis juga antara persarafan dengan komponen nodul yang
mengalami fibrosis. Untuk memahami hubungan endometriosis dengan rasa nyeri,
sangat penting untuk memulai dengan prinsip awal: nyeri untuk semua individu terjadi akibat aktivitas CNS individu tersebut. Karenanya muncul
pertanyaan, bagai mana dan dalam kondisi seperti apa endometriosis berhubungan dengan CNS untuk memicu simptom nyeri yang berbeda.
Beberapa hipotesa menyatakan bagaimana lesi endometriosis berhubungan dengan CNS sehingga menghasilkan nyeri. Lesi bisa saja
menimbulkan nyeri karena menekan atau menginfiltrasi persarafan yang dekat dengan lesi tersebut. Adanya nerve growth factor NGF pada lesi
mungkin menjadi penyebab nyeri, khususnya pada nodul deep
13
Universitas Sumatera Utara
15 adenomyotic yang dapat menimbulkan hyperalgesia, yaitu intensitas nyeri
yang muncul jika dilakukan penekanan pada fornix posterior. Yang lebih penting, Mechsner et al. 2009 menemukan densitas
serabut saraf berhubungan dengan keparahan rasa nyeri pada panggul atau dismenore.
17
17
Gambar ini menunjukkan bagaimana lesi endometriosis berhubungan
dengan sistem persyarafan untuk menimbulkan rasa nyeri dan kondisi co- morbid
17.
Bagian 1: bagian ini menunjukkan gambaran laparoskopik dari organ panggul dilihat dengan memasukkan laparoscope melalui
umbilikus untuk melihat organ reproduksi pada gambar ini tampak lesi deeply infiltrating pada ligamentum sakrouterina kiri yang masuk kedalam.
Peptidergic sensory biru dan serabut saraf simpatis hijau cabang axon garis merah putus putus dari serabut saraf yang inervasinya dekat
dengan pembuluh darah untuk inervasi lesi ini.
Universitas Sumatera Utara
16 Serabut sensorik yang memiliki axon baru menjadi terangsang
bintang merah. Rangsangan tambahan secara dinamis dimodulasi oleh estradiol dan penyatuan sympatis-sensory. Bagian 2: koneksi dua arah
antara innervasi lesi dan tulang belakang terjadi di segmen sakrum regio pelvis. Rangsangan saraf tepi, akan merangsang neuron pada sacrum.
‘central sensitization’ ini, ditunjukkan oleh bintang merah pada segmen sacrum, bisa bersifat independen dan modulasinya berbeda dari
rangsangan perifer. Bagian 3: walaupun input serabut aferen saraf tepi ke spinal cord melalui akar bagian dorsal yang terdapat pada segmen tempat
inervasi serabut saraf segmen sakrum, cabang dari serabut ini memanjang ke segmen lainnya garis biru putus putus. Secara normal,
cabang akar bagian dorsal memiliki pengaruh yang sedikit terhadap neuron di segmen lainnya jika serabutnya tidak dirangsang. Tetapi jika
serabutnya dirangsang, maka neuron pada segmen lainnya ikut terangsang juga. Aksi ini ditunjukkan dengan garis merah putus putus dan
bintang merah pada masing masing tingkat kedalam tonjolan tulang lumbal, thorakal dan servikal. Bagian 4: secara normal, koneksi multipel
intersegmental pada tulang belakang bertujuan untuk koordinasi fungsi tubuh yang sehat dengan jalan merangsang dan menghambat koneksi
sinaptik, ditunjukkan dengan tanda panah dua arah berwarna hitam. Komunikasi intersegmental ini mempengaruhi sensitisasi sentral untuk
modifikasi neuron
untuk modifikasi informasi nociceptive
dan nonnociceptive remote central sensitization, ditunjukkan dengan bintang
merah.
Universitas Sumatera Utara
17 Secara bersamaan, aksi pada bagian 3 dan 4 akan meningkatkan
nociception tidak hanya pada segmen sakrum tetapi pada semua segmen. Bagian 5: berbagai koneksi yang muncul dari setiap tingkat spinal cord
sampai ke otak ditunjukkan oleh garis biru dan turun dari otak menuju spinal cord ditunjukkan oleh garis hijau. Pada keadaan sehat, input dari
spinal cord berhubungan dengan neuron mencapai otak yang secara sendiri terhubung melalui kompleks sinaps inhibitoryexcitatory ascending
dan descending. Input rangsangan dari neuron spinal mempengaruhi aktivitas melalui neuroaxis, merubah proses normal informasi nociceptive
dan non-nociceptive. Beberapa regio yang terlibat ditunjukkan oleh bintang merah.
Walaupun tanda bintang tampak dipermukaan medial cortex, pengaruh terhadap beberapa area meluas ke lateral prefrontal, frontal,lobus parietal
dan didalam lobus temporal dotted black ellipses. Pengaruhnya bisa menjadi independent dan berhubungan dengan sensitisasi perifer yang
terkait dengan innervasi lesi Part 1. Aksi ini mendukung mekanisme nyeri yang berbeda beda terkait dengan endometriosis dan nyeri co-
morbid, tidak hanya pada pelvis tetapi juga pada daerah lainnya.
17
Universitas Sumatera Utara
18
2.5 Stadium