Keterangan Cara Skoring untuk peneliti KOMPONEN :
1.
Kualitas tidur subyektif  Dilihat dari pertanyaan nomor 11 sangat baik = 0
baik            = 1 kurang        = 2
sangat kurang = 3
2. Latensi tidur kesulitan memulai tidur  total skor dari pertanyaan nomor 7
dan 10a Pertanyaan nomor 7:
≤ 15 menit = 0 16-30 menit = 1
31-60 menit = 2 60 menit = 3
Pertanyaan nomor 10a: Tidak pernah = 0
Sekali seminggu= 1 2 kali seminggu = 2
3 kali seminggu= 3 Jumlahkan skor pertanyaan nomor 7 dan 10a, dengan skor dibawah ini:
Skor 0 = 0 Skor 1-2 = 1
Skor 3-4 = 2 Skor 5-6 = 3
3 . Lama tidur malamDilihat dari pertanyaan nomor 9
7 jam = 0 6-7 jam = 1
5-6 jam = 2 5 jam = 3
4. Efisiensi tidur Pertanyaan nomor 6,8,9
Efisiensi tidur=  lama tidur lama di tempat tidur x 100
Universitas Sumatera Utara
lama tidur – pertanyaan nomor 9
lama di tempat tidur – kalkulasi respon dari pertanyaan nomor 6 dan 8
Jika di dapat hasil berikut, maka skornya: 85  = 0
75-84  = 1 65-74  = 2
65  = 3
5. Gangguan ketika tidur malam  Pertanyaan nomor 10b sampai 10j
Nomor 10b sampai 10j dinilai dengan skor dibawah ini: Tidak pernah = 0
Sekali seminggu= 1 2 kali seminggu = 2
3 kali seminggu= 3 Jumlahkan skor pertanyaan nomor 10b sampai 10j, dengan skor dibawah ini:
Skor 0 = 0 Skor 1-9 = 1
Skor 10-18 = 2 Skor 19-27 = 3
Skor akhir: Jumlahkan semua skor mulai dari komponen 1 sampai 5
Universitas Sumatera Utara
Data output hasil analisa SPSS:
Tabel 5.1 Distribusi karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin dan umur
Frequency Percent
Valid Percent Cumulative
Percent Valid  18-20
21 56.8
56.8 56.8
21-23 16
43.2 43.2
100.0 Total
37 100.0
100.0
Frequency Percent
Valid Percent Cumulative
Percent Valid  laki-laki
18 48.6
48.6 48.6
Perempuan 19
51.4 51.4
100.0 Total
37 100.0
100.0
Tabel 5.2 Distribusi konsumsi kopi berdasarkan jenis kelamin
Konsumsi kopi Total
tidak ya
Jenis kelamin
laki-laki Count
5 13
18 within konsumsi
Kopi 38.5
54.2 48.6
perempuan  Count 8
11 19
within konsumsi kopi
61.5 45.8
51.4 Total
Count 13
24 37
within konsumsi kopi
100.0 100.0  100.0
Universitas Sumatera Utara
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. 2-sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1-sided
Pearson Chi-Square .833
a
1 .362
Continuity Correction
b
.323 1
.570 Likelihood Ratio
.838 1
.360 Fishers Exact Test
.495 .286
Linear-by-Linear Association
.810 1
.368 N of Valid Cases
37 a. 0 cells 0.0 have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.32.
b. Computed only for a 2x2 table
Tabel 5.3 Distribusi konsumsi kopi berdasarkan kualitas tidur subyektif
Konsumsi kopi Total
Tidak Ya
Kualitas tidur subyektif
sangat baik  Count 2
4 6
within konsumsi kopi
15.4 16.7
16.2 Baik
Count 8
12 20
within konsumsi kopi
61.5 50.0
54.1 Kurang
Count 3
8 11
within konsumsi kopi
23.1 33.3
29.7 Total
Count 13
24 37
within konsumsi kopi
100.0 100.0  100.0
Symmetric Measures
Value Asymp. Std.
Error
a
Approx. T
b
Approx. Sig.
Interval by Interval
Pearsons R .065
.159 .382
.704
c
Ordinal by Ordinal
Spearman Correlation
.071 .159
.419 .678
c
N of Valid Cases 37
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.4 Distribusi konsumsi kopi berdasarkan latensi tidur
Konsumsi kopi Total
tidak Ya
Latensi tidur menit
≤ 15 menit Count
6 10
16 within konsumsi
kopi 46.2
41.7 43.2
16-30 menit Count
4 10
14 within konsumsi
kopi 30.8
41.7 37.8
31-60 menit Count
2 2
4 within konsumsi
kopi 15.4
8.3 10.8
3 kali seminggu Count
1 2
3 within konsumsi
kopi 7.7
8.3 8.1
Total Count
13 24
37 within konsumsi
kopi 100.0
100.0  100.0
Symmetric Measures
Value Asymp. Std.
Error
a
Approx. T
b
Approx. Sig.
Interval by Interval
Pearsons R -.007
.167 -.040
.969
c
Ordinal by Ordinal
Spearman Correlation
.006 .168
.034 .973
c
N of Valid Cases 37
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.6 Distribusi konsumsi kopi berdasarkan latensi tidur 30 menit
Konsumsi kopi Total
tidak Ya
Latensi tidur 30 menit  tidak pernah Count
4 3
7 within konsumsi
kopi 30.8
12.5 18.9
sekali seminggu  Count 6
5 11
within konsumsi kopi
46.2 20.8
29.7 2 kali seminggu  Count
1 9
10 within konsumsi
kopi 7.7
37.5 27.0
3 kali seminggu
Count 2
7 9
within konsumsi kopi
15.4 29.2
24.3 Total
Count 13
24 37
within konsumsi kopi
100.0 100.0
100.0
Symmetric Measures
Value Asymp. Std.
Error
a
Approx. T
b
Approx. Sig.
Interval by Interval
Pearsons R .343
.154 2.158
.038
c
Ordinal by Ordinal
Spearman Correlation
.348 .154
2.200 .035
c
N of Valid Cases 37
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.6 Distribusi konsumsi kopi berdasarkan durasi tidur
Konsumsi kopi Total
Tidak ya
Durasi tidur 7 jam  Count
1 7
8 within konsumsi
kopi 7.7
29.2 21.6
6-7 jam  Count 4
4 8
within konsumsi kopi
30.8 16.7
21.6 5-6 jam  Count
8 13
21 within konsumsi
kopi 61.5
54.2 56.8
Total Count
13 24
37 within konsumsi
kopi 100.0
100.0  100.0
Symmetric Measures
Value Asymp. Std.
Error
a
Approx. T
b
Approx. Sig.
Interval by Interval
Pearsons R -.169
.143 -1.017
.316
c
Ordinal by Ordinal
Spearman Correlation
-.140 .152
-.834 .410
c
N of Valid Cases 37
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.7 Distribusi konsumsi kopi berdasarkan efisiensi kebiasaan tidur
Konsumsi kopi Total
tidak ya
Efisiensi tidur malam
85 Count
10 21
31 within konsumsi
kopi 76.9
87.5 83.8
75-84  Count 1
3 4
within konsumsi kopi
7.7 12.5
10.8 65-74  Count
1 1
within konsumsi kopi
7.7 0.0
2.7 65
Count 1
1 within konsumsi
kopi 7.7
0.0 2.7
Total Count
13 24
37 within konsumsi
kopi 100.0
100.0  100.0
Symmetric Measures
Value Asymp. Std.
Error
a
Approx. T
b
Approx. Sig.
Interval by Interval
Pearsons R -.254
.147 -1.553
.129
c
Ordinal by Ordinal
Spearman Correlation
-.161 .173
-.967 .340
c
N of Valid Cases 37
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.8 Distribusi konsumsi kopi berdasarkan gangguan ketika tidur malam
Konsumsi kopi Total
tidak Ya
Gangguan tidur malam
tidak pernah Count
2 2
within konsumsi kopi
0.0 8.3
5.4 sekali seminggu  Count
12 19
31 within konsumsi
kopi 92.3
79.2 83.8
2 kali seminggu  Count 1
3 4
within konsumsi kopi
7.7 12.5
10.8 Total
Count 13
24 37
within konsumsi kopi
100.0 100.0  100.0
Symmetric Measures
Value Asymp. Std.
Error
a
Approx. T
b
Approx. Sig.
Interval by Interval
Pearsons R -.042
.141 -.250
.804
c
Ordinal by Ordinal
Spearman Correlation
-.037 .145
-.220 .827
c
N of Valid Cases 37
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.9 Hasil analisa hubungan antara konsumsi kopi dan kualitas tidur
Konsumsi kopi Total
tidak ya
Kualitas tidur
buruk  Count 10
24 34
within konsumsi kopi
76.9 100.0
91.9 baik
Count 3
3 within konsumsi
kopi 23.1
0.0 8.1
Total Count
13 24
37 within konsumsi
kopi 100.0
100.0  100.0
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. 2-sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1-sided
Pearson Chi-Square 6.027
a
1 .014
Continuity Correction
b
3.328 1
.068 Likelihood Ratio
6.778 1
.009 Fishers Exact Test
.037 .037
Linear-by-Linear Association
5.864 1
.015 N of Valid Cases
37
Tabel 5.10 Hasil analisa antara kadar konsumsi kopi dengan kualitas tidur
Kualitas tidur Total
buruk Baik
Cangkir kopi
2 cangkir kopi atau kurang
Count 33
3 36
within kualitas tidur
97.1 100.0
97.3 3-4 cangkir kopi
Count 1
1 within kualitas
tidur 2.9
0.0 2.7
Total Count
34 3
37 within kualitas
tidur 100.0
100.0  100.0
Universitas Sumatera Utara
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. 2-sided
Exact Sig. 2- sided
Exact Sig. 1-sided
Pearson Chi-Square .091
a
1 .763
Continuity Correction
b
.000 1
1.000 Likelihood Ratio
.172 1
.679 Fishers Exact Test
1.000 .919
Linear-by-Linear Association
.088 1
.766 N of Valid Cases
37 a. 3 cells 75.0 have expected count less than 5. The minimum expected count is .08.
b. Computed only for a 2x2 table
Tabel 5.11 Hasil Analisa Statistik Antara Jenis Kopi dengan Kualitas Tidur
Kualitas tidur Total
buruk baik
Jenis kopi
Cappuccino Count
21 3
24 within kualitas
tidur 61.8
100.0 64.9
black coffee  Count 2
2 within kualitas
tidur 5.9
0.0 5.4
coffee mix Count
6 6
within kualitas tidur
17.6 0.0
16.2 kopi lattae
Count 4
4 within kualitas
tidur 11.8
0.0 10.8
jenis kopi lain
Count 1
1 within kualitas
tidur 2.9
0.0 2.7
Total Count
34 3
37 within kualitas
tidur 100.0
100.0  100.0
Universitas Sumatera Utara
Symmetric Measures
Value Asymp. Std.
Error
a
Approx. T
b
Approx. Sig.
Interval by Interval
Pearsons R -.200
.062 -1.207
.235
c
Ordinal by Ordinal
Spearman Correlation
-.213 .066
-1.289 .206
c
N of Valid Cases 37
a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
American sleep association,2007. Insomnia. Available from: http:www.sleepassociation.orgindex.php?p=aboutinsomnia  [Accessed  on  26
MAY 2013]. American
sleep association,
2001.Sleep Apnea.
Available from:
http:sleepassociation.orgwhatissleepapnea.htm Accessed on 17 MAY 2013]. Arnaud MJ. 1987. The pharmacology of caffeine. Prog Drug Res 31:273
–313. Arnaud MJ. 1993. Metabolism of caffeine and other components of coffee. In: Garattini
S, ed.Caffeine, Coffee, and Health. New York: Raven Press. Pp. 43 –95.
Buysse,  D.J.,  Reynold  III,  C.F.,  Monk,  T.H.,  Berman,  S.R.,Kupfer,  D.J.  1998.  Pittsburg Sleep
Quality Indeks
PSQI. Available
from: http:findarticles.comparticlesmi_mOFSSis_4_12ai_n  18616017  [Accessed
on 26 MAY 2013]. Brachtel D,1992. Absolute bioavailability of caffeine from a tablet formulation. J Hepatol
16:385. Bonati  M,  Latini  R,  Galletti  F,  Young  JF,  Tognoni  G,  Garattini  S.  1982.  Caffeine
disposition after oral doses. Clin Pharmacol Ther 32:98 –106.
Carskadon M.A, 2005.Normal human sleep: an overview.Ed. Principles  and practice of sleep medicine
.Saunders: Philadelphia, 13-23. Chawla,J.,
2011. Neurologic
Effect of
Caffeine. Available
from: http:emedicine.medscape.comarticle1182710-overview  [Accessed on 27 MAY
2013]. Chaput,  J.P,  2007.  Short  sleep  duration  is  associated  with  reduced  leptin  levels  and
increased adiposity. Dahlan,  M.S.,  2009.  Besar  sampel  dan  cara  pengambilan  sampel.  Edisi  2,  Jakarta:
Salemba Medika, 7-53. David A., 2000. Buku Psikiatri.Ed 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 226.
Dreisbach RH, 1974. Handbook of Poisoning: Diagnosis and Treatment. Ed 8. Lo Altos, CA: Lange Medical Publications.
Universitas Sumatera Utara
Drapeau,  Bert,  Robillard,  Selmaoui,  Filipi  N,Carrier,  2006.  Challenging  sleep  in  aging: the  effects  of  caffeine  200  mg  of  caffeine  during  the  evening  in  young  and
middle-aged moderate caffeine consumers. J Sleep Res, 15;133-141 Goldstein, A,1963. Wakefulness caused by caffeine.Naunyn-
Schmiedeberg’s Archives of Pharmacology, 248, 269-278.
Guyton A.C.,Hall, J.E,1997. Fisiologi kedokteran. Edisi 9, Jakarta: EGC,102. Gilman AG, Rall TW, Nies AS, Taylor P,1990. In:
Goodman and Gilman’s The  Pharmacological  Bases  of  Therapeutics  in  Two  Volumes
.  New  York: McGraw-Hill,625.
Grant, D.M, Campbell, M.E, Tang, B.K, Kalow, W., 1987. Biotransformation of caffeine by  microsomes  from  human  liver.  Kinetics  and  inhibition  studies.  Biochem
Pharmacol 36:1251
–1260. Guyton,
Hall, J.E.,2005.Textbook
of medical
physiology,States of
Brain Activity,Sleep,Brain Waves, Epilepsy, Psychose-ed 11,739 .
G. Cox ,H. Rampes,2003. Adverse effects of khat: a review, Advances in Psychiatric Treatment
, vol. 9, no. 6, pp. 456 –463,
Hidayat, A.A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar manusia. Jakarta: Salemba Medika. Hodgman,  M.J,  1998.  Caffeine.  In:  Wexler  P,  ed.  Encyclopedia  of  Toxicology.  San
Diego: Academic Press. Pp. 209 –210.
Iber C,2007 .The AASM  Manual  for  the Scoring  of  Sleep and Associated  Events: Rules, Terminology  and  Technical  Specifications
.  Westchester,  IL:  American  Academy of Sleep Medicine.
James, J.E, 1998. Acute and chronic effects of caffeine on performance, mood, headache, and sleep, Neuropsychobiology, vol.38, no. 1, pp. 32
–41. Karacan, 1976. Prevalance of sleep disturbances in a primarily urban Florida country.
Social science medicine, 10:239-244. Lanywati, E. 2001. Insomnia, Gangguan Sulit Tidur. Jakarta: EGC.
Lubit,R.H 2012.
Sleep disorders
clinical presentation.
Available from:
http:emedicine.medscape.comarticle287104-clinical  [Accessed  on  5  MAY 2013].
Universitas Sumatera Utara
Lumbantobing. 2004. Gangguan Tidur. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Lande,R.G
2011.Caffeine Related
Psychiatric disorders.
Available from:
http:emedicine.medscape.comarticle290113-overviewa0104 [Accessed on 27 MAY  ] Markov D., Jaffe F., Doghramji K,2006. Update on parasomnias: a review for psychiatric
practice. Psychiatry 3: 69-76. McVearry,
C ,
2013.Primary insomnia.
Available from:
http:emedicine.medscape.comarticle291573-overview  [Accessed  on  15  MAY 2013].
News  medical  net,  2013.  Caffeine  pharmacology.  Available  from:  http:www.news- medical.nethealthCaffeine-Pharmacology.aspx [Accessed on 27 MAY 2013].
Orbeta, R. L., Overpeck, M. D., Ramcharran, D., Kogan, M. D.,  Ledsky, R., 2006. High caffeine intake in adolescents: Associations with difficulty sleeping and
feeling tired in the morning. Journal of Adolescent Health, 38, 451-453. Perry,  P.,2005.  Buku  Ajar  Fundamental  Keperawatan:  Konsep,  Proses,  dan  Praktik.
Edisi 4 Volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC. Pohler,H
2010. Caffeine
intoxication and
addiction. Available
from: http:www.medscape.comviewarticle714855_3 [Accessed on 6 MAY 2013].
Papalia, 2009. Human Development Perkembangan Manusia. Edisi 10. Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.
Sadock, B.J,
Sadock ,V.
A.,2010. Kaplan
Sadock. Edisi
2. Jakarta:
EGC,337,339,340,341,342,343,344,346-351. Smith, A. P., Maben, A., Borckman, P. ,1993. The effects of caffeine and evening meals
on  sleep  performance,  mood  and  cardiovascular  function  the  following  day. Journal of Psychopharmacology, 7,
203-206.
Sinton, C.M,
2004. Neurobiologic
Mechanism Underlying
Sleep and
Wakefulness.wakefulness:  a  question  of  balance.  Semin  Neurol  24:  211-223  ; Abstract. Available from: http:jdc.jefferson.edu  [Accessed on 13 MAY 2013].
Snel,  J.,  2011.  Effects  of  caffeine  on  sleep  and  cognition,  Progress  in  Brain  Research, vol. 190, pp. 105
–117.
Universitas Sumatera Utara
Sherwood,  L.,  2009.  Fisiologi  Manusia  Dari  Sel  ke  Sistem.  Edisi  6,  Jakarta:  EGC,183- 185.
Smyth,  C  2012.The  Pittsburgh  Sleep  Quality  Index  psqi.  Available  from: http:www.sleep.pitt.educontent.asp?id=1484subid=2316  [Accessed  on  7
MAY 2013]. L,Seblewengel,2012.  The Epidemiology of sleep quality, sleep patterns, consumption  of
caffeinated beverages, and  khat use among Ethiopian College Students, Hindawi publishing : 6
Trigoboff,E,2005.  Psychiatric  Drug  Guide,  Stimulants.  United  State  America.Pearson Prentice Hall,302-304.
Williams, L., 2000. Merritt’s neurology. Edisi 10, 638. Wright, K. P., Jr., Badia, P., Myers, B. L., Plenzler, S. C.,  Hakel, M., 1996. Caffeine
and light effects on nighttime melatonin and temperature levels in sleep-deprived humans. Brain Research, 747, 78-84.
Wade,C, 2008. Psikologi, Edisi 9, Jakarta: Erlangga, 154,162,164-165 Watik,A,2008.  Dasar-dasar  Metodologi  Penelitian  Kedokteran    Kesehatan.  Edisi  7,
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 47. Yates,A.2001.
Caffeine for
the sustainment
of mental
task performance,
Washington:National Academy of Science,71. Youngberg.MR.,  Karpov.I.,Begley.A.,  Pollock.BG.,  Buysse.DJ.,2011.  Clinical  and
physiological  correlates  of  caffeine  and  caffeine  metabolites  in  primary insomnia,196-203
Z.  L.Huang,  Y.  Urade,  and  O.  Hayaishi,  “The  role  of  adenosine  in  the  regulation  of sleep,” Current Topics in Medicinal Chemistry,vol. 11, no. 8, pp. 1047–1057, 201
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.Kerangka Konsep
Berdasarkan  pemikiran  penelitian  yang  telah  diuraikan  dalam  tinjauan pustaka  diketahui  bahwa  kafein  dapat  mempengaruhi  kualitas  tidur  mahasiswa.
Maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah seperti gambaran visualisasi di bawah ini.
3.1.1. Visualisasi Kerangka Konsep
Variabel  Independen                             Variabel Dependen
Kopi berkafein kafein
Kualitas tidur:   Subyektif kualitas tidur
  Latensi tidur   Durasi tidur
  Efisiensi kebiasaan tidur   Gangguan ketika tidur
malam
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.1 Kerangka konsep efek kafein terhadap kualitas tidur pada mahasiswa setambuk 2011 Fakultas  Kedokteran  di  Universitas Sumatera Utara pada Tahun
2013.
3.2. Definisi operasional
Kafein  adalah  senyawa  alkaloid  xanthin  yang  mempunyai  efek  stimulasi sistem saraf pusat yang dapat meningkatkan kewaspadaan dan memperpanjangkan
waktu terjaga. Kopi merupakan sejenis minuman yang diekstraksi dari biji tanaman kopi.
Kopi  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  cappucino,  kopi  hitam  black coffee, kopi campur coffee mix, kopi lattae dan jenis kopi lain.
Cappucino  adalah  gabungan  espresso  sejenis  kopi  pekat,  susu  dan terdapat buih susu atau krim diatasnya. Kopi hitam black coffee adalah daripada
kopi segera yang telah dibungkus dan produknya  dibuat daripada kopi hitam yang telah dibancuh dan beku-kering untuk mengeluarkan kandungan air. Kopi campur
coffee  mix  adalah  gabungan  susu  atau  coklat  dengan  kopi.  Kopi  latte  coffee latte adalah  espresso dengan susu. Sebaik-baiknya dihidangkan dengan seni latte
di atas buih dan tidak terlalu banyak.   Cara ukur : Angket.
  Alat ukur : kuesioner tentang konsumsi kafein, di beri pada semua sampel
sama ada minum kafein atau tidak.   Bagi yang konsumsi kafein ataupun tidak,di berikan label seperti :
Skor 1  untuk yang konsumsi kafein  YA Skor 0  untuk yang tidak konsumsi kafein  TIDAK
  Skala  yang  digunakan  untuk  konsumsi    kafein  adalah  skala  nominal Watik, 2008.
Skor 0 untuk jawaban A Skor 1 untuk jawaban B
Skor 2  untuk jawaban C Skor 3  untuk jawaban D
Skor 4  untuk jawaban E
Universitas Sumatera Utara
Kualitas  tidur  adalah  penilaian  terhadap  5  komponen  yaitu  subyektif  kualitas tidur,  latensi  tidur,  durasi  tidur,  efisiensi  kebiasaan  tidur,  dan  gangguan  tidur
ketika tidur malam. 
Subyektif  kualitas  tidur  adalah  identifikasi  tidur  yang  baik  atau tidur  yang  buruk  yang  terdiri  dari  tidur  yang  baik  dan  tidur  yang
terdapat gangguan tidur. 
Latensi  tidur  adalah  kesulitan  memulai  tidur  yang  di  ukur  dalam menit.
 Durasi tidur adalah lama tidur malam yang diukur dalam jam.
 Efisiensi kebiasaan tidur adalah diukur dengan persentase dengan
lama tidur dan lama di tempat tidur. Lama tidur adalah berapa lama anda  butuhkan  tidur  malam  dalam  sehari.Lama  di  tempat  tidur
adalah jarak jam saat mulai tidur dan bangun. 
Gangguan  ketika  tidur  malam  adalah  merupakan  gangguan  yang sering mengganggu tidur malam.
  .Cara ukur: Angket.   Alat  ukur  :  Kuesioner  kualitas  tidur  yaitu  dari  Pittsburgh  Sleep  Quality
PSQI  terdiri  dari  5  komponen  pertanyaan  yaitu  subyektif  kualitas  tidur, latensi  tidur,  durasi  tidur,  efisiensi  kebiasaan  tidur  dan  gangguan  tidur
waktu  malam  pada  bulan  lalu  Carole  Smyth,2012.  Jumlah  skor  untuk  5 komponen pertanyaan menghasilkan satu Global Skor iaitu Global Skor =
5  adalah  menunjukkan  kualitas  tidur  yang  buruk.  Skoring  jawaban didasarkan pada skala 0 sampai 3 digunakan pada Skala Likert yaitu skala
yang  terdiri  dari  pertanyaan  dan  disertai  jawaban  sering-tidak  pernah, cepat-lambat,  baik-buruk,  dimana  3  adalah  ekstrim  negatif    pada  Skala
Likert.
Universitas Sumatera Utara
  Hasil  ukur  :  Skoring  dari  jawaban  didasarkan  pada  skala  0  sampai  3, dimana 3 adalah ekstrim negatif pada Skala Likert.
   Jumlah Global Skor 5 menunjukkan tidur yang buruk.   Jumlah skor kurang daripada 5 menunjukkan tidur yang baik.
Skor 0 untuk jawaban A Skor 1 untuk jawaban B
Skor 2  untuk jawaban C Skor 3  untuk jawaban D
  Skala pengukuran adalah skala ordinal Watik,2008.
3.3   Hipotesa
Hipotesa penelitian ini adalah konsumsi kopi berkafein dapat mengganggu kualitas tidur.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain cross sectional, dimana penelitian ini, peneliti ingin
mengetahui apakah kafein dapat mempengaruhi kualitas tidur mahasiswa setelah diberikan kuesioner tentang konsumsi kafein dan pengukuran kualitas tidur.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian  dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan selama bulan September hingga Oktober 2013.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi
Populasi  pada  penelitian  ini  adalah  mahasiswa  angkatan  2011  Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4.3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah : Kriteria inklusi :
1. Mahasiswa angkatan 2011 sahaja.
2. Bersedia mengikuti penelitian.
3. Menjawab semua pertanyaan.
Universitas Sumatera Utara
Kriteria eksklusi: 1.
Tidak lengkap menjawab pertanyaan. 2.
Tidak mengisi data peribadi. 3.
Menggunakan obat tidur. 4.
Konsumsi minuman teh. 5.
Konsumsi kopi dekafein. 6.
Konsumsi soft drinks dan energy drinks. 7.
Memiliki penyakit yang melibatkan gangguan tidur.
4.3.3  Sampel
Sampel  penelitian  ini  adalah  mahasiswa  yang  bersedia  mengikuti  penelitian dan memenuhi kriteria inklusi.
  Perkiraan besar sampel
Besar  sampel  dihitung  dengan  menggunakan  perhitungan  dengan  rumus berdasarkan M.Sopiyudin Dahlan 2009 :
N1=N2= Zα√2PQ + Zβ√P1Q1+P2Q2²
P1-P2
2
Keterangan:
N: besar sampel minimal Zα : deviat baku alfa
Zβ : deviat baku beta
P2  :    proporsi  pajanan  pada  kelompok  kontrolperkiraan  proporsi  di populasi
P1 :  proporsi di populasi Q1 : 1-P1
Universitas Sumatera Utara
P1-P2 : selisih proporsi minimal yang di anggap bermakna P : proporsi total= P1+P22
Q : 1-P
Berdasarkan rumus tersebut, maka besar sampel dapat dihitung sebagai berikut :
N1=N2= 2.33√20.520.48 + 0.84√0.8230.177 + 0.21750.782 ²
0.823-0.2175
2
N1=N2=12.23≈12 N: besar sampel minimal
Zα  1 kesalahan ditetapkan oleh peneliti : 2.33 P : 0.52
Q : 0.48 Zβ  20 kesalahan ditetapkan oleh peneliti : 0.84
P1 : 0.823 kepustakaan Q1 : 0.177
P2 : 0.2175 kepustakaan Q2 : 0.782
P1-P2 : 0.3666 Dari  penelitian  S.V  Patel  dan  Y.A  Tarekegn  2012,  didapat  nilai  P1
sebanyak  82.3  pada  kelompok  yang  terpapar  dengan  tidur  buruk  setelah meminum  kopi.  Sebanyak  21.75    kelompok  standard  yang  tidak  konsumsi
kafein dan tidak terpapar dengan tidur buruk, dan itu adalah nilai P2. Dengan besar sampel minimal 12 mahasiswa, maka sampel penelitian saya
bulatkan  menjadi  40  mahasiswa  angkatan  2011  Fakultas  Kedokteran  Universitas Sumatera Utara Tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
4.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan  data  dilakukan  melalui  kuesioner  oleh  peneliti  terhadap responden  setelah  meminta  informed  consent.  Data  yang  digunakan  dalam
penelitian ini adalah data primer iaitu dengan mengedarkan kuesioner yang harus dijawab  oleh  responden.  Penelitian  ini  menggunakan  kuesioner  sebagai  alat
pengumpulan data untuk mengetahui apakah kafein dapat mempengaruhi kualitas tidur  mahasiswa  dengan  memberikan  kuesioner  tentang  konsumsi  kafein  dan
kualitas  tidur.  Bentuk  kuesioner  yang  digunakan  adalah  bentuk  pertanyaan tertutup  closed  ended  dengan  variasi  pertanyaan  berupa  pilihan  jawaban  yang
sesuai  dengan  kehendak  responden.  Cara  penghitungan  efisiensi  kebiasaan  tidur adalah :
Efisiensi kebiasaan tidur =     Lama tidur  pertanyaan nomor 9 X100
Lama ditempat tidur  jumlah pertanyaan 6 dan 8 Dimana hasil skornya adalah:
85   = 0 75-84 = 1
65-74 = 2 65   = 3
Universitas Sumatera Utara
4.5. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji  validitas  dilakukan  untuk  memastikan  kuesioner  ini  dapat  dipercayai. Ini  dilakukan  dengan  memberikan  kuesioner  kepada  20  orang  subjek  yang
mempunyai  karakteristik  yang  sama  dengan  sampel  penelitian.  Uji  reliabilitas dilakukan  untuk  memastikan  hasil  pengukuran  adalah  relative  konsisten  dari
waktu ke waktu dengan menggunakan rumus Koefisien Reliabilitas Alpha.
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Variabel Nomor
pertanyaan Total
Pearson Correlatio
n Status
Alpha Status
Konsumsi kafein
1 0.709
Valid 0.855
Reliabel
2 0.743
Valid Reliable
3 0.559
Valid Reliable
4 0.680
Valid Reliable
5 0.832
Valid Reliable
Kualitas tidur 6
0.592 Valid
0.834 Reliable
7 0.569
Valid Reliable
8 0.603
Valid Reliable
9 0.713
Valid Reliable
10 0.485
Valid Reliable
Universitas Sumatera Utara
4.6. Pengolahan dan Analisa Data
Data  dari  hasil  kuesioner  akan  diperiksa  oleh  peneliti.  Kuesioner  yang lengkap akan diteliti dan dimasukkan ke dalam komputer oleh peneliti. Data yang
diperoleh akan dianalisis melalui beberapa tahapan. Tahap  pertama  editing  yaitu  mengecek  nama  dan  kelengkapan  identitas
maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai dengan petunjuk.
Tahap kedua adalah proses coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisis.
Tahap  ketiga  adalah  entry  data  yaitu  memasukkan  data  dari  kuesioner  ke dalam  program  komputer  dengan  menggunakan  program  SPSS    Statistical
Package for Social Science .
Tahap  keempat  adalah  melakukan  cleaning  yaitu  mengecek  kembali  data yang telah dientry untuk mengetahui adanya kesalahan atau tidak. Hasil penelitian
akan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada  bab  ini  akan  diuraikan  hasil  penelitian  dan  pembahasan  mengenai efek kafein terhadap kualitas tidur pada mahasiswa angkatan 2011. Penelitian ini
telah  dilaksanakan  dari  bulan  September-November  2013,  diikuti  oleh  40 mahasiswa  yang  telah  bersedia  mengikuti  penelitian  dan  hanya  37  orang  sahaja
menjawab  dengan  lengkap  seluruh  pertanyaan  yang  terdapat  dalam  kuesioner yang diberikan.
5.1.   Hasil Penelitian
5.1.1.  Deskripsi  Lokasi Penelitian
Penelitian  ini  telah  dilakuakan  di  Fakultas  Kedokteran  Universitas Sumatera  Utara  USU.Universitas  Sumatera  Utara  adalah  sebuah  universitas
negeri  yang  terletak  di  Kota  Medan,Indonesia  dan  merupakan  universitas  tertua serta  terbaik  yang  terletak  di  luar  Pulau  Jawa,  yaitu  di  Pulau  Sumatera  yang
mempunyai  Fakultas  Kedokteran.  Gedung  Fakultas  Kedokteran  USU  terdapat  di kelurahan padang  Bulan,Kecamatan Medan Baru, Jl. Dr. Mansur No.5 Medan.
Kampus  ini  memiliki  luas  sekitar  122  Ha,  dengan  zona  akademik  sekitar 100Ha  berada  di  tengahnya.  Fakultas  ini  memiliki  berbagai  ruang  kelas,  ruang
administrasi,  ruang  laboratorium,  ruang  skills  lab,  ruang  seminar,  perpustakaan, kedai mahasiswa, ruang PEMA, ruang POM, kantin, kamar mandi, dan mushola.
5.1.2.  Deskripsi Karakteristik Sampel
Responden  yang  menjadi  sampel  dalam  penelitian  ini  terdiri  daripada  40 orang  mahasiswa  yang  diambil  menggunakan    teknik  non  probability  sampling.
Sebanyak  40  kuesioner  telah  diedarkan  kepada  mahasiswa.  Mahasiswa  yang dipilih  telah  diseleksi  menurut  kriteria  inklusi  dan  eksklusi  sebelumnya.  Dari  40
Universitas Sumatera Utara
jumlah sampel yang diambil, terdapat 37 sampel telah mengikuti kriteria inklusi. Sebanyak  3  orang    sampel  yang  telah  mengikuti  kriteria  eksklusi  dan  dapat
didistribusikan  menurut  karakteristik  jenis  kelamin  dan  umur  seperti  tabel dibawah.
5.1.3.  Distribusi Karakteristik Sampel Tabel 5.1. Deskripsi Karakteristik Sampel
Karakteristik Subjek n=37
Frekuensi n Persentase
Jenis kelamin Laki-laki
18 48.6
Perempuan 19
51.4 Umur
18-20 21
56.8 21-23
16 43.2
Dari  tabel  di  atas  dapat  dilihat  bahwa  sebagian  besar  sampel  adalah berjenis  kelamin  perempuan  yaitu  sebanyak  19  orang    51.4,  kemudian  laki-
laki sebanyak 18 orang  48.6. Frekuensi umur sampel terbanyak terdapat pada umur 18-20 tahun yaitu 21 orang 56.8, kemudian umur 21-23 tahun sebanyak
16 orang 43.2.
5.1.4. Hasil Analisa Data 5.1.4.1. Analisa Distribusi Sampel Berdasarkan Konsumsi Kafein pada Jenis
Kelamin
Universitas Sumatera Utara
Tabel  5.2 Distribusi Konsumsi kopi Berdasarkan Jenis Kelamin
Konsumsi kopi Jumlah
tidak ya
Jenis kelamin
laki-laki 5
13 18
38.5 54.2
48.6 Perempuan
8 11
19 61.5
45.8 51.4
Jumlah 13
24 37
100.0 100.0
100.0
Berdasarkan  data  tersebut  mahasiswa  yang  tidak  konsumsi  kopi  lebih banyak pada perempuan yaitu sebanyak 8 orang 61.5. Begitu juga mahasiswa
yang konsumsi kopi lebih banyak pada laki-laki yaitu sebanyak 13 orang 54.2. Dari hasil uji  chi  square didapat  nilai  p  value  adalah 0.362. Hal  ini berarti tidak
terdapat hubungan jenis kelamin dengan konsumsi kopi.
5.1.4.2. Analisa Aspek Dalam Kuesioner Kualitas Tidur dan Konsumsi Kopi Tabel 5.3 Distribusi Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur Subyektif
Konsumsi kopi Jumlah
Tidak Ya
Kualitas tidur
subyektif sangat
baik 2
4 6
15.4 16.7
16.2 Baik
8 12
20 61.5
50.0 54.1
Kurang 3
8 11
23.1 33.3
29.7 Jumlah
13 24
37 100.0
100.0 100.0
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan  tabel  diatas  bahwa  bagi  sampel  yang  tidak  konsumsi  kopi, frekuensi  kualitas tidur subyektif    yang terbanyak adalah kualitas tidur subyektif
yang baik yaitu sebanyak 8 orang 61.5, dan yang paling sedikit adalah kualitas tidur  subyektif  yang  sangat  baik  yaitu  sebanyak  2  orang  15.4.  Pada  sampel
yang  konsumsi  kopi,  frekuensi  kualitas  tidur  subyektif  yang  terbanyak  adalah kualitas  tidur  subyektif  yang  baik  yaitu  sebanyak  12  orang  50.0,  dan  yang
paling sedikit  adalah kualitas tidur subyektif    yang sangat  baik  yaitu sebanyak 4 orang 16.7. Dari hasil uji correlations di dapat nilai p value 0.678 yang berarti
tidak  terdapat  hubungan  antara  kualitas  tidur  subyektif  dengan  konsumsi  kopi dimana hipotesis nolnya diterima.
Tabel 5.4 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Latensi Tidur
Konsumsi kopi Jumlah
Tidak Ya
Latensi tidur
≤15 menit 6
10 16
46.2 41.7
43.2 16-30 menit
4 10
14 30.8
41.7 37.8
31-60 menit 2
2 4
15.4 8.3
10.8 60 menit
1 2
3 7.7
8.3 8.1
Jumlah 13
24 37
100.0 100.0
100.0
Berdasarkan  tabel  di  atas  dapat  dilihat  bahwa  bagi  sampel  yang  tidak konsumsi  kopi,  frekuensi  latensi  tidur  terbanyak  adalah  kurang  atau  15  menit
Universitas Sumatera Utara
yaitu sebanyak 6 orang 46.2, dan yang paling sedikit adalah latensi tidur pada lebih dari 60 menit yaitu sebanyak 1 orang 7.7.
Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi latensi tidur terbanyak adalah kurang atau 15 menit dan 16-30 menit yaitu sebanyak 10 orang 41.7, dan yang
paling sedikit adalah latensi tidur pada 31-60 menit dan lebih dari 60 menit yaitu sebanyak  2  orang  8.3.  Pada  hasil  uji  correlations  didapat  nilai  p  value  0.973
yang  berarti  tidak  terdapat  hubungan  antara  latensi  tidur  dengan  konsumsi  kopi dimana hipotesis nolnya diterima.
Tabel 5.5 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Latensi Tidur dalam 30 menit
Konsumsi kopi jumlah
tidak Ya
Latensi tidur dalam 30 menit tidak
pernah 4
3 7
30.8 12.5
18.9 sekali
seminggu 6
5 11
46.2 20.8
29.7 2 kali
seminggu 1
9 10
7.7 37.5
27.0 3 kali
seminggu 2
7 9
15.4 29.2
24.3 Jumlah
13 24
37 100.0  100.0  100.0
Berdasarkan  tabel  di  atas  dapat  dilihat  bahwa  bagi  sampel  yang  tidak konsumsi  kopi,  frekuensi  latensi  tidur  terbanyak  adalah  berlaku  dalam  sekali
Universitas Sumatera Utara
seminggu yaitu sebanyak 6 orang 46.2, dan yang paling sedikit adalah latensi tidur pada 2 kali seminggu yaitu sebanyak 1 orang 7.7.
Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi latensi tidur terbanyak adalah pada  2  kali  seminggu  yaitu  sebanyak  9  orang  37.5,  dan  yang  paling  sedikit
adalah  latensi  tidur  yang  tidak  pernah  ada  gangguan  memulakan  tidur  dalam  30 menit yaitu sebanyak 3 orang 12.5. Pada hasil uji correlations didapat nilai p
value nilai  signifikasi  adalah  0.035  yang  berarti  terdapat  peningkatan  latensi
tidur pada yang konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya ditolak.
Tabel 5.6 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Durasi Tidur
Konsumsi kopi Jumlah
Tidak Ya
Durasi tidur 7 jam
1 7
8 7.7
29.2 21.6
6-7 jam 4
4 8
30.8 16.7
21.6 5-6 jam
8 13
21 61.5
54.2 56.8
Jumlah 13
24 37
100.0 100.0
100.0
Berdasarkan  tabel  di  atas  dapat  dilihat  bahwa  bagi  sampel  yang  tidak konsumsi kopi, frekuensi durasi tidur terbanyak adalah pada durasi  5-6 jam yaitu
sebanyak 8 orang 61.5, dan yang paling sedikit adalah durasi pada lebih dari 7 jam yaitu sebanyak 1 orang 7.7.
Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi durasi tidur terbanyak adalah pada  durasi  5-6  jam  yaitu  sebanyak  13  orang  54.2,dan  yang  paling  sedikit
adalah  pada  durasi  6-7  jam  yaitu  sebanyak  4  orang  16.7.  Pada  hasil  uji
Universitas Sumatera Utara
correlations didapat  nilai  p  value  0.410  yang  berarti  tidak  terdapat  hubungan
antara durasi tidur dengan konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya diterima.
Tabel 5.7 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Efisiensi Kebiasaan Tidur
Konsumsi kopi Jumlah
Tidak Ya
Efisiensi tidur malam
85 10
21 31
76.9 87.5
83.8 75-84
1 3
4 7.7
12.5 10.8
65-74 1
1 7.7
0.0 2.7
65 1
1 7.7
0.0 2.7
Jumlah 13
24 37
100.0 100.0
100.0
Berdasarkan  tabel  di  atas  dapat  dilihat  bahwa  bagi  sampel  yang  tidak konsumsi kopi, frekuensi  efisiensi tidur yang terbanyak adalah pada 85 yaitu
sebanyak 10 orang 76.9 dan yang paling sedikit adalah pada 75-84 ,65-74 dan 65 sebanyak 1 orang 7.7.
Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi  terbanyak adalah pada 85 yaitu  sebanyak  21  orang  87.5  dan  pada  65-74  dan  65  tidak  dijumpai
orang yang mengkonsumsi kopi. Pada hasil uji correlations, didapati nilai p value 0.340 yang berarti tidak terdapat hubungan antara efisiensi tidur dengan konsumsi
kopi dimana hipotesis nolnya diterima.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.8 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Gangguan Ketika Tidur Malam
Konsumsi kopi Jumlah
Tidak Ya
Gangguan tidur malam
tidak pernah 2
2 0.0
8.3 5.4
sekali seminggu
12 19
31 92.3
79.2 83.8
≥ 2 kali seminggu
1 3
4 7.7
12.5 10.8
Jumlah 13
24 37
100.0 100.0
100.0
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada yang tidak konsumsi kopi, frekuensi  terbanyak  adalah  pada  sekali  seminggu  yaitu  sebanyak  12  orang
92.3  dan  tidak  dijumpai  orang  pada  tidak  pernah  mengalami  gangguan  tidur malam.
Pada yang konsumsi kopi, frekuensi gangguan tidur yang terbanyak adalah pada kelompok sekali seminggu yaitu sebanyak 19 orang 79.2 dan yang paling
sedikit adalah pada kelompok tidak pernah mengalami gangguan tidur sebanyak 2 orang 8.3. Pada hasil uji correlations didapati nilai p value 0.827 yang berarti
tidak  terdapat  hubungan  antara  gangguan  tidur  malam  dengan  konsumsi  kopi dimana hipotesis nolnya diterima.
Universitas Sumatera Utara
5.1.4.3. Hasil Analisa Statistik Hubungan Antara Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur
Tabel 5.9 Hasil Analisa Statistik Hubungan Antara Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur pada Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Konsumsi kopi jumlah
Tidak Ya
Kualitas tidur
Buruk 10
24 34
persentase konsumsi kopi
76.9 100.0
91.9 Baik
3 3
persentase konsumsi kopi
23.1 0.0
8.1 Jumlah
13 24
37 persentase
konsumsi kopi 100.0
100.0 100.0
Kualitas  tidur  diukur  dari  hasil  total  kuesioner.  Nilai  skore  5  adalah mempunyai  kualitas  tidur  yang  buruk,  nilai  5  adalah  mempunyai  kualitas  tidur
yang baik.  Dari tabel  didapatkan bahwa bagi  sampel   yang tidak konsumsi kopi, frekuensi kualitas tidur terbanyak adalah kategori kualitas tidur yang buruk yaitu
sebanyak  10  orang  76.9,  dan  yang  paling  sedikit  adalah  adalah  kategori kualitas tidur yang baik yaitu sebanyak 3 orang 23.1.
Pada  sampel  yang  konsumsi  kopi,  frekuensi  kualitas  tidur  terbanyak adalah  kategori  kualitas  tidur  buruk  yaitu  sebanyak  24  orang  100  dan  tidak
dijumpai  orang  pada  kategori  kualitas  tidur  yang  baik.  Hasil  uji  chi  square didapatkan  nilai  p  value  nilai  signifikan  adalah  0.014  yang  berarti  terdapat
perburukan  kualitas  tidur  pada  yang  konsumsi  kopi  karena  nilai  p  value  kurang dari 0.05 p 0.05 dimana hipotesis nolnya ditolak.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.10 Hasil Analisa Statistik Antara Kadar Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur
Kualitas tidur jumlah
Buruk Baik
Cangkir kopi
2 cangkir kopi atau
kurang 33
3 36
persentase kualitas tidur
97.1 100.0
97.3 3-4
cangkir kopi
1 1
persentase kualitas tidur
2.9 0.0
2.7 Jumlah
34 3
37 persentase
kualitas tidur 100.0
100.0 100.0
Berdasarkan  tabel  di  atas,  dapat  dilihat  bahawa  bagi  yang  mengalami kualitas tidur buruk yang terbanyak adalah pada mahasiswa  yang mengkonsumsi
sekurang-kurangnya 2 cangkir kopi atau kurang yaitu sebanyak 33 orang 97.1 dan  yang  paling  sedikit  adalah  sebanyak  1  orang  2.9  pada  mahasiswa  yang
konsumsi 3-4 cangkir kopi . Pada  sampel  yang  mengalami  kualitas  tidur  baik  yang  terbanyak  adalah
pada  mahasiswa  yang  mengkonsumsi  sekurang-kurangnya  2  cangkir  kopi  atau kurang yaitu sebanyak 3 orang 100 dan tidak dijumpai orang  pada mahasiswa
yang  konsumsi  3-4  cangkir  kopi.  Hasil  uji  chi  square  didapatkan  nilai  p  value 0.763  yang berarti tidak terdapat  hubungan  antara kadar konsumsi  kopi  terhadap
kualitas tidur dimana hipotesis nolnya diterima.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.11 Hasil Analisa Statistik Antara Jenis Kopi dengan Kualitas Tidur
Kualitas tidur Jumlah
Buruk baik
Jenis kopi  cappucino 21
3 24
61.8 100.0
64.9 black coffee
2 2
5.9 0.0
5.4 coffee mix
6 6
17.6 0.0
16.2 kopi lattae
4 4
11.8 0.0
10.8 jenis kopi lain
1 1
2.9 0.0
2.7 Jumlah
34 3
37 100.0
100.0 100.0
Berdasarkan  tabel  diatas,  dapat  dilihat  bahwa  mahasiswa  lebih  banyak menggunakan  jenis  kopi  cappucino  dan  mengalami  kualitas  tidur  yang  buruk
sebanyak 61.8 berbanding jenis kopi lain.
Universitas Sumatera Utara
5.2.  Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian ini, sampel yang mengkonsumsi kopi banyak memiliki  kualitas  tidur  buruk  yaitu  24  orang  100.  Sedangkan  bagi  sampel
yang  tidak  mengkonsumsi  kopi,  terdapat  juga  mengalami  kualitas  tidur  yang buruk  yaitu  sebanyak  10  orang  76.9.  Pada  hasil  uji  statistik  menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan  antara penggunaan kafein dengan kualitas tidur pada  Mahasiswa  Angkatan  2011  Fakultas  Kedokteran  Sumatera  Utara.  Dalam
penelitian  ini,  terdapat  21  orang  mahasiswa  mengkonsumsi  kopi  cappucino dengan    2  cangkir  kopi  500  ml  perhari  atau  kurang,  dapat  mengalami  kualitas
tidur  yang  buruk  100  yang  mengandungi  rata-rata  150  mg  kafein dibandingkan dengan jenis kopi yang lain seperti black coffee, coffee mix dan kopi
lattae.  Ini  dapat  menunjukkan  konsumsi  cappucino  adalah  paling  banyak memberikan  perburukan  kualitas  tidur  dibandingkan  dari  jenis  kopi  lain.  Hal  ini
dapat  dibuktikan  dalam  penelitian  Brezinova    1974  yaitu  dengan  hanya konsumsi  2  cangkir  kopi  dapat  menyebabkan  seseorang  mengambil  masa  yang
lama  untuk  tertidur,  tidur  dengan  waktu  yang  singkat  dan  mengalami  kualitas tidur yang buruk.
Hal ini berkaitan dengan mekanisme kerja utama kafein yaitu menghambat reseptor adenosin untuk terus terjaga. Adenosin merupakan mediator proses tidur
homeostatik.  Adenosin  menginduksi  tidur  normal  sementara  kafein  yang menghambat  reseptor  adenosine  di  otak  dapat  membangunkan  orang  yang
mengantuk dengan
menghilangkan pengaruh
inhibitorik adenosine
Sherwood,2009. Hal  ini  diperkuat  oleh  hasil  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Drapeau  et  al
2006 yang meneliti efek penggunaan kafein sebelum tidur pada kelompok umur muda  dan  pertengahan.  Hasil  menunjukkan  kafein  mengurangkan  kualitas  tidur
p0.09  dan  pada  kedua  kelompok.  Selain  itu,  dalam  penelitian  L.Seblewengel 2012,  terdapat  yang  mengkonsumsi  minuman  berkafein  mengalami  kualitas
tidur yang buruk dengan uji statistik signifikan p value 0.015. Pada  penelitian  ini,  tidak  ada  hubungan  antara  konsumsi  kafein  dengan
kualitas  tidur  subyektif  p  0.678,  tetapi  hal  ini  dapat  dibuktikan    dengan
Universitas Sumatera Utara
penggunaan kafein  dapat mengganggu tidur dengan mengurangi  waktu  tidur dan kualitas  tidur  Goldstein,  1963;  James,  1998;  Smith  et  al.,  1993;  Wright  et  al.,
1996.  Dalam  penelitian  Brezinova  1974,  peneliti  mendapatkan  pada  yang mengkonsumsi  kafein,  tidur  subyektifnya  adalah  rata-rata  kurang  2  jam
berbanding  yang  tidak  mengkonsumsi  kafein  dan  yang  mengkonsumsi  kopi dekafein. Ini menunjukkan terdapat kualitas tidur yang buruk.
Pada  penelitian  ini,  tidak  ada  hubungan  antara  konsumsi  kafein  dengan latensi  tidur  p0.973  tetapi  terdapat  hubungan  dengan  latensi  tidur  yang  tidak
dapat  memulakan  tidur  dalam  waktu  30  menit  p0.035,  tetapi  hal  ini  dapat dibuktikan  di  dalam  penelitian  Brezinova  1974  telah  menemukan  bahwa
konsumsi  kafein  sebelum  tidur  memberi    efek  penurunan  total  waktu  tidur  rata- rata,  peningkatan  onset  tidur  dan  meningkatkan  jumlah  bangun.  Mereka  juga
memiliki  onset  latensi  tidur  rata-rata  dari  66  menit  dengan  kafein  di  bandingkan dengan  18  menit  tanpa  minum  kafein  dan  21  menit  dengan  kopi  tanpa  kafein
Goldstein, 1963; James, 1998; Smith et al., 1993; Wright et al., 1996. Selain  itu,  pada  penelitian  ini  tidak  terdapat  hubungan  antara  konsumsi
kafein  dengan  durasi  tidur  p0.410,  tetapi  hal  ini  dapat  dibuktikan  dalam penelitian Brezinova 1974, telah menunjukkan pada yang mengkonsumsi kafein
sebelum tidur, subyek terjaga 4 kali sepanjang tidurnya berbanding kondisi  yang lain.  Ini  dapat  menunjukkan  konsumsi  kafein  dapat  mengurangi  durasi  tidur.
Dalam  penelitian  Youngberg  2011,  pada  subyek  kontrol  dan  pada  mengalami insomnia  yang  mengkonsumsi  4  cangkir  kopi  setiap  hari  terdapat  pengurangan
jumlah tidurnya p0.001. Dalam  penelitian  ini,  tidak  ada  hubungan  antara  konsumsi  kafein  dengan
efisiensi  kebiasaan  tidur  p0.340,  tetapi  hal  ini  dapat  dibuktikan  dalam penelitian  Youngberg  2011  yang  menyatakan  pada  subyek  kontrol  yang
mengkonsumsi  4  cangkir  kopi  mengalami  efisiensi  tidur  yang  berkurang p0.001. Dalam penelitian ini juga, tidak ada hubungan antara konsumsi kafein
dengan  gangguan  ketika  tidur  malam  p0.827,  tetapi  hal  ini  dapat  dibuktikan dalam  penelitian  Youngberg  2011,    yaitu  telah  meneliti  hubungan  plasma
konsentrasi  kafein  pada  subyek  kontrol  dan  insomnia.  Di  dapati  pada  subyek
Universitas Sumatera Utara
kontrol dan insomnia mengalami peningkatan gangguan mood seperti depresi dan ansietas secara signifikan p0.001.
Dalam  penelitian  ini,  terdapat  10  orang  76.9  yang  tidak  minum  kopi mengalami  kualitas  tidur  yang  buruk.  Hal  ini  adalah  kerana  terdapat  beberapa
masalah yang dapat mengganggu tidur mereka seperti tidak bisa memulakan tidur dalam waktu 30 menit setelah berbaring, terbangun di tengah malam atau terlalu
dini, terbangun untuk ke kamar mandi, tidak dapat bernafas dengan leluasa, batuk atau mengorok, kedinginan di  malam hari, kepanasan di  malam hari, mengalami
mimpi buruk, dan terasa nyeri. Selain  itu,  gangguan  kualitas  tidur  mereka  adalah  disebabkan  oleh  salah
satunya  faktor  cahaya  yang  juga  dapat  memberi  efek  pada  kualitas  tidur.  Pada ruang yang cukup terang cahaya, kadar melatonin akan berkurang sehingga dapat
mengganggu pengaturan ritme sirkadian. Begitu juga pada malam hari, salah satu hormon  yang  dikendalikan  oleh  suprachiasmatic  nucleus  yaitu  melatonin  yang
dilepaskan oleh kelenjar  pineal  meningkat  pada ruang  yang  gelap sehingga tidak mengganggu kualitas tidur w.carole,2008. Mereka juga mengalami kualitas tidur
yang buruk juga disebabkan berada dalam keadaan kelaparan sehingga sulit untuk tidur. Selain itu, faktor lingkungan  yang kotor dan lingkungan  yang bising dapat
menggangu  tidur  mereka.  Kondisi  stress  sewaktu  ujian  dan  terdapat  masalah peribadi telah ditemukan dalam penelitian ini dimana sebahagian daripada mereka
mengalami  stress  yang  tidak  dapat  mengawal  keadaan  emosi  sehingga  dapat mengganggu tidur mereka dan menyebabkan kekurangan tidur. Kekurangan tidur
yang  kronis  dapat  meningkatkan  kadar  hormon  stress  kortisol,  yang  dapat mengganggu  sel-sel  otak  yang  dibutuhkan  untuk  pembelajaran  dan  ingatan
w.carole,2008
Universitas Sumatera Utara
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari uraian-uraian  yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
1. Responden  yang  mengkonsumsi  cappuccino  dengan  2  cangkir  kopi  500
ml dapat mengalami kualitas tidur yang buruk 100. 2.
Sebanyak  50  responden  yang  konsumsi  kopi  tidak  berpengaruh  pada kualitas tidur subyektif.
3. Sebanyak 41.7  responden  yang konsumsi  kopi tidak berpengaruh pada
latensi tidur. 4.
Sebanyak 54.2  responden  yang konsumsi  kopi tidak berpengaruh pada durasi tidur.
5. Sebanyak 87.5  responden  yang konsumsi  kopi tidak berpengaruh pada
efisiensi kebiasaan tidur. 6.
Sebanyak 79.2  responden  yang konsumsi  kopi tidak berpengaruh pada gangguan ketika tidur malam.
6.2. Saran
1. Pada  masyarakat  terutama  mahasiswa  agar  tidak  sering  menggunakan
kafein  terutama  pada  malam  hari  kerana  kafein  dapat  mengakibatkan perburukan kualitas tidur.
2. Pada  peneliti  selanjutnya  agar  dapat  memperbesar  jumlah  sampel  serta
lebih  memperhatikan  karakteristik  sampel  sehingga  nantinya  akan  ada informasi yang baru lagi yang dapat dihasilkan dari penelitian terkait.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Tidur 2.1.1  Definisi  Tidur
Istirahat  dan  tidur  merupakan  kebutuhan  dasar  yang  dibutuhkan  oleh semua orang. Setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat atau tidur yang cukup
agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Pada kondisi istirahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada
dalam  kondisi  yang  optimal.  Pola  tidur  yang  baik  dan  teratur  memberikan  efek yang
bagus terhadap
kesehatan Guyton
Hall, 1997.
Tidur merupakan keadaan berulang,  teratur,  mudah  reversible  yang  ditandai dengan keadaan relative tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respon
terhadap stimulus eksternal di bandingkan dengan keadaan terjaga Sadock,2010. Menurut  Lanywati  2001,  kebutuhan  tidur  yang  cukup,  ditentukan  selain  oleh
jumlah  faktor  jam  tidur  kuantitas  tidur,  juga  oleh  kedalaman  tidur  kualitas tidur. Kebutuhan waktu tidur bagi setiap orang adalah berlainan, tergantung pada
kebiasaan  yang  dibawa  selama  perkembangannya  menjelang  dewasa,  aktivitas pekerjaan,  usia,  kondisi  kesehatan  dan  lain  sebagainya.  Kebutuhan  tidur  pada
dewasa  6-9  jam  untuk  menjaga  kesehatan,  usia  lanjut  5-8  jam  untuk  menjaga kondisi fisik karena usia yang semakin tua mengakibatkan sebagian anggota tubuh
tidak dapat berfungsi optimal, maka untuk mencegah adanya penurunan kesehatan dibutuhkan  energi  yang  cukup  dengan  pola  tidur  yang  sesuai  Lumbantobing,
2004.
2.1.2  Fungsi Tidur
Fungsi  tidur  adalah  memberikan  fungsi  homeostatik  yang  bersifat menyegarkan  dan  tampak  penting  untuk  termoregulasi  normal  dan  penyimpanan
energi Sadock, 2010.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3   Fisiologi Tidur
Tidur adalah suatu proses aktif, bukan sekedar hilangnya keadaan terjaga. Tingkat  aktivitas  otak  keseluruhan  tidak  berkurang  selama  tidur.  Selama  tahap-
tahap  tertentu  tidur,  berlaku  penyerapan  oksigen  oleh  otak  bahkan  meningkat melebihi  tingkat  normal  sewaktu  terjaga  Sherwood,  2011.
Tidur  biasanya dimulai dengan dangkal tahap 1 tidur NREM dan memperdalam untuk NREM
tidur tahap 2, 3, dan 4, dan diikuti oleh episode singkat pertama dari tidur REM di sekitar  90  menit.  Setelah  siklus  tidur  pertama,  NREM  dan  tidur  REM  terus
mengikuti dalam bentuk yang diprediksi, dimana setiap siklus NREM-REM yang berlangsung  sekitar  90  sampai  120  menit
Sinton,  2004 .  Pada  waktu  malam,
siklus  tidur  berulang  3-7  kali.  Tahap  1  tidur  NREM,  yang  berlangsung  hanya beberapa menit, berfungsi sebagai transisi dari terjaga menjadi tidur dan kemudian
selama tidur berfungsi sebagai transisi antara REM-NREM siklus tidur. Biasanya, tahap 1 merupakan 2 sampai 5 dari total waktu tidur. Peningkatan jumlah atau
persentase tahap 1 tidur mungkin menjadi tanda gangguan tidur.  Periode pertama tahap 1 tidur NREM diikuti dengan tidur lebih dalam tahap 2, yang berlangsung
sekitar 10 sampai 20 menit. Tahap 2 tidur biasanya merupakan 45 sampai 55 dari  total  waktu  tidur.  Tahap  2  tidur  berkembang  menjadi  tahap  3  berlangsung
beberapa menit dan 4 berterusan 40 menit. Tahap 3 merupakan 5 sampai 8 dari total waktu, dan tahap 4 merupakan 10 sampai 15 dari total waktu tidur.
Tahap  3  dan  4  tidur  NREM  mendominasi  sepertiga  malam.  Episode  tidur  REM menjadi  lebih  lama  selama  pada  waktu  malam,  dan  periode  REM  terpanjang
ditemukan di sepertiga terakhir malam Carskadon, 2005
. Tidur  gelombang  lambat  terjadi  dalam  empat  tahap,  yang  masing-masing
memperlihatkan  gelombang  EEG  yang  semakin  pelan  dengan  amplitude  lebih besar. Oleh itu dinamai tidur gelombang lambat Sherwood,2011.
a. Tahap  1:  Gelombang  otak  anda  menjadi  kecil  dan  tidak  beraturan,  dan
anda merasa bahawa anda berada dihujung kesadaran, dalam keadaan tidur ringan.  Bila  dibangunkan  pada  saat  ini,  anda  dapat  mengingat  kembali
fantasi-fantasi atau beberapa gambar visual yang anda lihat.
Universitas Sumatera Utara
b. Tahap 2: Otak anda terkadang menghasilkan rentetan singkat gelombang
yang  cepat  dan  memiliki  puncak  gelombang  yang  tinggi  yang  biasa disebut sebagai sleep spindle. Gangguan suara dalam kadar kecil mungkin
tidak akan mengganggu tidur anda. c.
Tahap 3: Sebagai tambahan gelombang  yang menjadi karakteristik tahap 2, otak anda terkadang menghasilkan gelombang delta, yang sangat lambat
dengan  puncak  yang  cukup  tinggi.  Pernafasan  dan  detak  jantung  anda melambat, otot-otot anda melemas rileks, dan dalam tahap ini anda mulai
sulit dibangunkan. d.
Tahap  4:  Gelombang  delta  sekarang  mengambil  alih  sebagian  besar aktivitas,  dan  anda  berada  dalam  tidur  dalam.  Pada  saat  ini,  mungkin
diperlukan guncangan yang kuat atau suara yang sangat keras untuk dapat membangunkan.  Berjalan  sambil  tidur  merupakan  hal  yang  paling
mungkin terjadi dalam periode ini Carole wade, 2008. Pada  permulaaan  tidur,  akan  berpindah  dari  tidur  ringan  “tidur  ayam”
stadium  satu  menjadi  dalam  stadium  empat  dalam  waktu  30  sampai  45  menit. Kemudian  akan  berbalik  melalui  stadium-  stadium  yang  sama  dalam  periode
waktu  yang  sama.  Pada  akhir  masing-masing  siklus  tidur  gelombang  lambat terdapat  episode  tidur  paradoksal  selama  10  sampai  15  menit.  Secara  paradoks,
pola  EEG  selama  period  ini  mendadak  seperti  dalam  keadaan  terjaga,  meskipun masih  dalam  tidur  lelap  iaitu  serupa  dengan  EEG  pada  orang  yang  sadar  penuh.
Setelah  episode  paradoks  tersebut,  stadium-stadium  gelombang  lambat  kembali berulang.
Pada  tidur  non  rapid  eye  movement  NREM  atau  tidur  gelombang  lambat, sebagian  besar  fungsi  fisiologis  sangat  berkurang  dibandingkan  dengan  keadaan
terjaga.  Pada  tidur  jenis  ini,  yang  bersangkutan  masih  memiliki  tonus  otot  yang cukup  dan  sering  mengubah  posisi  tidurnya.  Hanya  terjadi  penurunan  ringan
kecepatan pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah. Selama waktu ini, yang bersangkutan  mudah  dibangunkan  dan  jarang  bermimpi  Sherwood,2011.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun tidur gelombang lambat sering disebut tidur tanpa mimpi, mimpi dan kadang-kadang  mimpi  buruk  dapat  terjadi  selama  tidur  gelombang  lambat.
Perbedaan  antara  mimpi  yang  terjadi  dalam  tidur  gelombang  lambat  dan  yang terjadi  di  REM  tidur  adalah  orang-orang  dari  tidur  REM  berhubungan  dengan
lebih  banyak  aktivitas  otot  tubuh,  dan  mimpi  tidur  gelombang  lambat  biasanya tidak dapat ingat. Artinya, selama tidur gelombang lambat, konsolidasi dari mimpi
dalam memori tidak terjadi Guyton  Hall,2005. Pada  tidur  rapid  eye  movement  REM  atau  dinamakan  tidur  paradoksal
ditandai  oleh  inhibisi  mendadak  tonus  otot  seluruh  tubuh.Otot-otot  mengalami relaksasi  total  tanpa  gerakan  dan  ditandai  dengan  gerakan  mata  cepat  sehingga
dinamai  tidur  REM.  Kecepatan  jantung  dan  pernafasan  menjadi  ireguler  dan tekanan darah mungkin berfluktuasi. Karakteristik lain tidur REM adalah mimpi.
Gerakan- gerakan  mata  cepat  tidak  berkaitan  dengan  “mengamati”  bayangan
mimpi. Gerakan-gerakan mata ini berlangsung dalam pola osilatif tetap yang tidak dipengaruhi oleh isi mimpi. Pencitraan otak sewaktu tidur REM memperlihatkan
peningkatan  aktivitas  di  daerah-daerah  pemprosesan  visual  tingkat  tinggi  dan sistem  limbik  tempat  emosi,  disertai  oleh  penurunan  aktivitas  di  korteks
prafrontal  tempat  akal.  Bayangan  visual  yang  diciptakan  dari  dalam  diri mencerminkan “bank ingatan emosional” yang bersangkutan dengan hanya sedikit
tuntutan atau interpretasi dari daerah berpikir kompleks. Akibatnya, mimpi sering memiliki muatan emosi yang besar, sensasi  waktu  yang kacau dan isi  yang aneh
yang diterima begitu saja sebagai kenyataan Sherwood,2011. Gangguan  pada  pola  dan  periodisitas  REM  dan  NREM  sering  ditemukan
ketika  orang  mengalami  gangguan  tidur.  Siklus  tidur-bangun  diatur  oleh sekelompok
kompleks proses
biologis yang
berfungsi sebagai
jam internal.Suprachiasmatic nucleus, yang terletak di hipotalamus, dianggap pencatat
waktu  anatomi  tubuh,  yang  bertanggung  jawab  untuk  pelepasan  melatonin  pada siklus  25-jam.  Kelenjar  pineal  mengeluarkan  kadar  melatonin  yang  rendah  bila
terkena  cahaya  terang,  sehingga  tingkat  bahan  kimia  ini  terendah  selama  siang hari  terjaga.  Beberapa  neurotransmiter  yang  berpikir  untuk  memainkan  peran
dalam  tidur.  Ini  termasuk  serotonin  dari  raphe  nucleus  dorsal,  norepinefrin  yang
Universitas Sumatera Utara
terkandung dalam neuron dengan badan sel di lokus seruleus, dan asetilkolin dari formasi  retikular  pontine.  Dopamin,  di  sisi  lain,  terkait  dengan  terjaga.  Kelainan
pada  keseimbangan  semua  sistem  utusan  kimia  dapat  mengganggu  berbagai fisiologis, biologis, perilaku, dan EEG parameter bertanggung jawab untuk REM
yaitu, tidur aktif dan NREM gelombang perlahan tidur Lubit,2012.
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur
Kualitas  dan  kuantitas  tidur  dipengaruhi  oleh  beberapa  faktor.  Kualitas tersebut  dapat  menunjukkan  adanya  kemampuan  individu  untuk  tidur  dan
memperoleh  jumlah  istirahat  sesuai  dengan  kebutuhannya.Di  antara  faktor  yang mempengaruhinya adalah :
1. Penyakit
Sakit  dapat  mempengaruhi  kebutuhan  tidur  seseorang.  Banyak  penyakit  yang dapat  memperbesar  kebutuhan  tidur  seperti   gangguan  endokrin  tiroid  dan
diabetes.  Diabetes  mempengaruhi  cara  tubuh  menyimpan  dan  menggunakan karbohidrat,  protein,  dan  lemak.  Orang  yang  tidak  mengelola  dan  mengontrol
kondisi  diabetes  mereka  sering  menderita  sindrom  kaki  gelisah.  Hormon  yang dilepaskan  oleh  kelenjar  tiroid  mengatur  tingkat  energi  tubuh.  Seseorang
menderita  hipertiroidisme  berkeringat  deras  pada  malam  hari  dan  tidak  mampu untuk  menikmati  istirahat  pada  malam.  Penyakit  Alzhiemer  yang  mengganggu
fungsi  intelektual  otak  dan  menyebabkan  demensia.  Ini  juga  menyebabkan gangguan  tidur  yang  disebut  fragmentasi.  Epilepsi  mempengaruhi  fungsi  listrik
normal otak dan menyebabkan perubahan mendadak di dalamnya yang berulang. Orang  yang  menderita  epilepsi  lebih  mungkin  menderita  insomnia.  Biasanya,
stroke dikaitkan dengan apnea tidur obstruktif.
2. Kelelahan
Keletihan  akibat  aktivitas  yang  tinggi  dapat  memerlukan  lebih  banyak  tidur untuk menjaga keseimbangan energi  yang telah dikeluarkan. Hal tersebut terlihat
pada  seseorang  yang  telah  melakukan  aktivitas  dan  mencapai  kelelahan.  Maka,
Universitas Sumatera Utara
orang  tersebut  akan  lebih  cepat  untuk  dapat  tidur  karena  tahap  tidur  gelombang lambatnya diperpendek.
3. Stres psikologis
Kondisi stres psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Seseorang  yang  memiliki  masalah  psikologis  akan  mengalami  kegelisahan
sehingga sulit untuk tidur. 4.
Obat Obat  dapat  juga  mempengaruhi  proses  tidur.  Beberapa  jenis  obat  yang
mempengaruhi proses tidur iaitu jenis golongan obat diuretik dapat menyebabkan insomnia, antidepressan dapat menekan, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis
yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia dan golongan narkotik dapat menekan REM sehingga mudah
mengantuk. 5.
Nutrisi Terpenuhinya  kebutuhan  nutrisi  yang  cukup  dapat  mempercepatkan  proses
tidur.  Konsumsi  protein  yang  tinggi  maka  seseorang  tersebut  akan  mempercepat proses  terjadinya  tidur  karena  dihasilkan  triptofan  yang  merupakan  asam  amino
hasil  pencernaan  protein  yang  dicerna  dapat  membantu  mudah  tidur.  Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat terkadang sulit untuk tidur.
6. Ligkungan
Keadaan  lingkungan  yang  aman  dan  nyaman  bagi  seseorang  dapat mempercepatkan proses terjadinya tidur. Sebaliknya lingkungan yang tidak aman
dan  nyaman  bagi  seseorang  dapat  menyebabkan  hilangnya  ketenangan  sehingga mempengaruhi proses tidur.
7. Motivasi
Motivasi  merupakan  suatu  dorongan  atau  keinginan  seseorang  untuk tidur,dapat  mempengaruhi  proses  tidur.  Selain  itu,  adanya  keinginan  untuk  tidak
tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5   Klasifikasi Tidur
Tiga kategori utama gangguan tidur dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders DSM-1V-TR : 1.
Gangguan tidur primer a.
Insomnia primer. b.
Hipersomnia primer. c.
Narkolepsi. d.
Gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan. e.
Gangguan tidur irama sirkadian. f.
Gangguan teror tidur. g.
Gangguan tidur berjalan. h.
Parasomniagangguan mimpi buruk. 2.
Gangguan tidur akibat gangguan jiwa lain. 3.
Gangguan tidur lain yang dicetuskan oleh zat.
1.  Gangguan Tidur Primer a.  Insomnia primer
Insomnia  adalah  masalah  kesehatan  umum.  Hal  ini  dapat  menyebabkan kantuk  di  siang  hari  yang  berlebihan  dan  kekurangan  energi.  Insomnia  jangka
panjang  dapat  menyebabkan  anda  merasa  tertekan  atau  marah,  mengalami kesulitan  member  perhatian,  belajar,  dan  mengingat,  dan  tidak  melakukan  yang
terbaik  pada  pekerjaan  atau  di  sekolah.  Insomnia  juga  dapat  membatasi  energi yang anda miliki untuk menghabiskan waktu dengan teman-teman atau keluarga.
Insomnia  dapat  ringan  sampai  berat  tergantung  pada  seberapa  sering  terjadi  dan untuk berapa lama. Insomnia kronis berarti memiliki gejala minimal 3 malam per
minggu  selama  lebih  dari  sebulan  American  sleep  association,2007.  Insomnia primer  didiagnosis  jika  keluhan  utama  adalah  tidur  yang  tidak  bersifat
menyegarkan  atau  kesulitan  memulai  atau  mempertahankan  tidur.  Istilah  primer menunjukkan bahawa insomnia bebas dari adanya gangguan fisik atau psikologis
Sadock,2010.  Insomnia  primer  adalah  sulit  tidur  yang  tidak  disebabkan  oleh
Universitas Sumatera Utara
penyebab  medis,  kejiwaan,  maupun  lingkungan  McVearry,2013.  Insomnia primer  bukanlah  efek  samping  dari  obat-obatan  atau  masalah  medis  lainnya.  Ini
adalah gangguan sendiri,dan umumnya berlangsung selama minimal 1 bulan atau lebih Sadock,2010.
b.  Hipersomnia primer
Hipersomnia  primer  didiagnosis  dengan  rasa  mengantuk  berlebihan  untuk waktu  sedikitnya  1  bulan  atau  kurang  jika  berulang  yang  tampak  baik  dengan
episode  tidur  lama  atau  episode  tidur  siang  hari  yang  terjadi  hampir  setiap  hari. Gangguan  ini  harus  diberi  kode  sebagai  berulang  jika  pasien  memiliki  periode
rasa  mengantuk  berlebihan  yang  berlangsung  selama  3  hari  dan  terjadi  beberapa kali dalam satu  tahun selama sedikitnya 2 tahun. Gangguan ini tidak disebabkan
oleh  suatu  zat  atau  keadaan  medis  umum  Sadock,2010.  Pasien  dengan hipersomnia  primer  tidur  selama  10-12  jam  pada  malam  hari  dan  tampak
mengantuk dan tidur pada siang hari David,2000.
c.  Narkolepsi
Narkolepsi  terdisi  atas  rasa  mengantuk  yang  berlebihan  di  siang  hari  serta manifestasi abnormal tidur rapid eye movement REM berulang ke dalam transisi
antara  tidur  dan  bangun  mencakup  hipnagogik  atau  hipnopompik  atau  paralisis tidur di awal atau akhir episode tidur yang terjadi setiap hari selama sedikitnya 3
bulan.  Serangan  tidur  ini  khasnya  terjadi  dua  sampai  enam  kali  sehari  dan berlangsung 10 hingga 20 menit.  Serangan ini dapat  terjadi pada saat  yang tidak
tepat misalnya saat makan,berbicara,dan saat berhubungan seksual. Gangguan ini bukan  disebabkan  efek  fisiologis  langsung  suatu  zat  atau  keadaan  medis  umum
Sadock,2010.  Pada  pasien  dengan  kantuk  yang  berlebihan  di  siang  hari, kehadiran  katapleksi  adalah  patognomonik  narkolepsi.  Katapleksi  terdiri  dari
episode  singkat  kelumpuhan  atau  kelemahan  otot  volunter  tanpa  perubahan kesadaran,  dan  dipicu  oleh  emosi  yang  kuat  tapi  normal.  Permulaan  narkolepsi
biasanya  terjadi  antara  usia  15  dan  30  tahun,  meskipun  kasus  telah  dilaporkan dengan onset sejak usia 5 tahun dan hingga akhir 63 tahun. Pria dan wanita sama-
Universitas Sumatera Utara
sama  terpengaruh.  Kantuk  di  siang  hari  biasanya  merupakan  gejala  pertama muncul Williams,2000.
d.  Gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan
Merupakan  gangguan  tidur  yang  terkait  dengan  pernapasan  ditandai  dengan penghentian  tidur  yang  menyebabkan  rasa  mengantuk  berlebihan  atau  insomnia
yang disebabkan gangguan pernapasan terkait-tidur misalnya sindrom apnea tidur sentral  atau  obstruktif  maupun  sindrom  hipoventilasi  alveolar  sentral.  Gangguan
pernapasan  yang  dapat  terjadi  selama  tidur  mencakup  apnea,  hipopnea,  dan denaturasi  oksigen.  Pada  apnea  tidur  sentral  murni,  upaya  aliran  udara  dan
pernafasan  abdomen  dan  dada  berhenti  saat  episode  apnea  dan  mulai  kembali saat bangun. Pada apnea tidur obstruktif murni, aliran udara berhenti tetapi upaya
pernafasan  meningkat  selama  period  apnea.  Pola  ini  menunjukkan  adanya  suatu obstruksi pada jalan nafas dan upaya yang bertambah oleh otot-otot abdomen dan
toraks  untuk  mendorong  udara  melewati  obstruksi  ini.  Episode  ini  juga  berhenti saat  bangun.  Gangguan  ini  tidak  disebabkan  gangguan  jiwa  lain  dan  tidak
disebabkan  langsung  suatu  zat  Sadock,2010.  Sindrom  apnea  tidur  obstruktif jauh  lebih  umum.  Apnea  tidur  sentral  terlihat  pada  pasien  dengan  gangguan
neurologis  dan  juga  pada  gagal  jantung  kongestif.  Apnea  tidur  obstruktif disebabkan  oleh  gangguan  di  saluran  udara  dari  mulut  ke  trakea.  Ada  beberapa
daerah  yang mungkin  akan terpengaruh. Daerah ini termasuk langit-langit lunak, amandel,  uvula  dan  lidah.  Biasanya,  mendengkur  merupakan  gejala  peningkatan
resistensi  saluran  napas  pada  lokasi  anatomi.  Sindrom  apnea  tidur  obstruktif sering  diperburuk  oleh  tindakan  yang  mengendurkan  saluran  napas  bagian  atas
atau mengurangi ukuran jalan napas, termasuk minum alkohol, tidur di punggung seseorang, tidur REM dan berat badan American Sleep Association,2001.
e.  Gangguan irama tidur sirkadian
Gangguan  dimana  penderita  tidak  dapat  tidur  dan  bangun  pada  waktu  yang dikehendaki,  walaupun  jumlah  tidurnya  tetap.  Bagian-bagian  yang  berfungsi
dalam  pengaturan  sirkadian  antara  lain  temperatur  badan,  plasma  darah,  urine,
Universitas Sumatera Utara
fungsi  ginjal  dan  psikologi.  Dalam  keadan  normal  fungsi  irama  sirkadian mengatur  siklus  biologi  irama  tidur  bangun,  dimana  sepertiga  waktu  untuk  tidur
dan  dua  pertiga  untuk  bangunaktivitas.  Siklus  irama  sirkadian  ini  dapat mengalami  gangguan,  apabila  irama  tersebut  mengalami  pergeseran.  Perubahan
yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal.  Gangguan  irama  sirkadian  dapat  dikategorikan  dua  bagian  yaitu
sementara acute work shift, Jet lag dan Menetap shift worker. Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut :
1. Tipe fase tidur terlambat delayed sleep phase type
Ditandai  oleh  waktu  tidur  dan  terjaga  lebih  lambat  yang  diinginkan. Gangguan  ini  sering  ditemukan  dewasa  muda,  anak  sekolah  atau  pekerja
sosial. Keluhan utama pasien adalah kesulitan jatuh tertidur pada waktu yang diinginkan  seperti  biasa,dan  gangguan  pasien  mungkin  tampak  menyerupai
onset tidur insomnia. Rasa mengantuk di siang hari sering terjadi akibat tidak tidur
Sadock,2010 .
2. Tipe Jet lag
Ialah  mengantuk  dan  terjaga  pada  waktu  yang  tidak  tepat  menurut  jam setempat,  hal  ini  terjadi  setelah  berpergian  melewati  lebih  dari  satu  zone
waktu. Gambaran tidur menunjukkan latensi tidur yang panjang dengan tidur yang  terputus-putus.  Tipe  jet  lag  biasanya  hilang  spontan  dalam  2  hingga  7
hari Sadock,2010.
3. Pergeseran kerja shift work type
Pergeseran  kerja  terjadi  pada  orang  yang  secara  teratur  dan  cepat  mengubah jadwal  kerja  sehingga  akan  mempengaruhi  jadwal  tidur.  Gejala  ini  sering
timbul  bersama-sama  dengan  gangguan  somatik  seperti  ulkus  peptikum.
Universitas Sumatera Utara
Gambarannya  berupa  pola  irreguler  atau  mungkin  pola  tidur  normal  dengan onset tidur fase REM
Sadock,2010 .
4. Sindrom memajukan fase tidur
Ditandai  dengan  onset  tidur  dan  waktu  bangun  yang  lebih  awal  dari  yang diinginkan. Keluhan utamanya adalah ketidakmampuan untuk tetap terjaga di
sore  hari  dan  tidur  di  pagi  hari  sampai  waktu  biasa  yang  diinginkan Sadock,2010
.
5. Tipe pola tidur-bangun kacau
Tipe  ini  didefinisikan  sebagai  perilaku  tidur  dan  bangun  yang  tidak  teratur dan  beragam  serta  yang  mengganggu  pola  tidur-bangun  biasa.  Keadaan  ini
dikaitkan  dengan  seringnya  tidur  siang  pada  waktu  yang  tidak  teratur  dan istirahat di tempat tidur yang berlebihan. Tidur di malam hari lamanya tidak
adekuat  dan  keadaan  ini  dapat  tampak  seperti  insomnia,  meskipun  jumlah total tidur dalam 24 jam normal untuk usia pasien
Sadock,2010 .
f.  Gangguan teror tidur
Teror malam adalah episode berulang kebangkitan mendadak dari tidur yang ditandai dengan jeritan panik, rasa takut yang intens dan gairah otonom. Individu
biasanya  tidak  ingat  tentang  rincian  acara  dan  tidak  responsif  selama  episode. Teror malam terjadi selama sepertiga pertama malam, selama tahap-tahap 3 dan 4
tidur NREM Lubit,2012.
g.  Gangguan berjalan sambil tidur
Gangguan  tidur  berjalan  sleep  walking  merupakan  gangguan  tingkah  laku yang  sangat  kompleks  yang  diawali  pada  sepertiga  pertama  malam  selama  tidur
NREM yang dalam tahap 3 dan 4, dan sering dilanjutkan tanpa kesadaran penuh
Universitas Sumatera Utara
atau  ingatan  mengenai  episode  tersebut  untuk  meninggalkan  tempat  tidur  dan berjalan berkeliling
Sadock,2010 .
h.  Parasomnia
Parasomnia  adalah  gangguan  mimpi  buruk  dimana  mimpi  buruk  adalah mimpi  yang  lama  dan  menakutkan  yang  membuat  orang  terbangun  dengan  rasa
ketakutan.  Seperti  mimpi  lain,  mimpi  buruk  hampir  selalu  terjadi  selama  tidur REM dan biasanya setelah periode REM yang panjang di akhir malam. Beberapa
orang sering mengalami mimpi buruk sebagai keadaan yang berlangsung seumur hidup,  yang  lainnya  mengalami  mimpi  buruk  terutama  saat  stress  dan  sakit
Sadock,2010 .
2.  Gangguan tidur akibat gangguan jiwa lain