Latensi tidur kesulitan memulai tidur  total skor dari pertanyaan nomor 7 Efisiensi tidur Pertanyaan nomor 6,8,9 Gangguan Tidur Primer a. Insomnia primer

Keterangan Cara Skoring untuk peneliti KOMPONEN : 1. Kualitas tidur subyektif  Dilihat dari pertanyaan nomor 11 sangat baik = 0 baik = 1 kurang = 2 sangat kurang = 3

2. Latensi tidur kesulitan memulai tidur  total skor dari pertanyaan nomor 7

dan 10a Pertanyaan nomor 7: ≤ 15 menit = 0 16-30 menit = 1 31-60 menit = 2 60 menit = 3 Pertanyaan nomor 10a: Tidak pernah = 0 Sekali seminggu= 1 2 kali seminggu = 2 3 kali seminggu= 3 Jumlahkan skor pertanyaan nomor 7 dan 10a, dengan skor dibawah ini: Skor 0 = 0 Skor 1-2 = 1 Skor 3-4 = 2 Skor 5-6 = 3 3 . Lama tidur malamDilihat dari pertanyaan nomor 9 7 jam = 0 6-7 jam = 1 5-6 jam = 2 5 jam = 3

4. Efisiensi tidur Pertanyaan nomor 6,8,9

Efisiensi tidur= lama tidur lama di tempat tidur x 100 Universitas Sumatera Utara lama tidur – pertanyaan nomor 9 lama di tempat tidur – kalkulasi respon dari pertanyaan nomor 6 dan 8 Jika di dapat hasil berikut, maka skornya: 85 = 0 75-84 = 1 65-74 = 2 65 = 3

5. Gangguan ketika tidur malam  Pertanyaan nomor 10b sampai 10j

Nomor 10b sampai 10j dinilai dengan skor dibawah ini: Tidak pernah = 0 Sekali seminggu= 1 2 kali seminggu = 2 3 kali seminggu= 3 Jumlahkan skor pertanyaan nomor 10b sampai 10j, dengan skor dibawah ini: Skor 0 = 0 Skor 1-9 = 1 Skor 10-18 = 2 Skor 19-27 = 3 Skor akhir: Jumlahkan semua skor mulai dari komponen 1 sampai 5 Universitas Sumatera Utara Data output hasil analisa SPSS: Tabel 5.1 Distribusi karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin dan umur Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 18-20 21 56.8 56.8 56.8 21-23 16 43.2 43.2 100.0 Total 37 100.0 100.0 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid laki-laki 18 48.6 48.6 48.6 Perempuan 19 51.4 51.4 100.0 Total 37 100.0 100.0 Tabel 5.2 Distribusi konsumsi kopi berdasarkan jenis kelamin Konsumsi kopi Total tidak ya Jenis kelamin laki-laki Count 5 13 18 within konsumsi Kopi 38.5 54.2 48.6 perempuan Count 8 11 19 within konsumsi kopi 61.5 45.8 51.4 Total Count 13 24 37 within konsumsi kopi 100.0 100.0 100.0 Universitas Sumatera Utara Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. 2-sided Exact Sig. 2- sided Exact Sig. 1-sided Pearson Chi-Square .833 a 1 .362 Continuity Correction b .323 1 .570 Likelihood Ratio .838 1 .360 Fishers Exact Test .495 .286 Linear-by-Linear Association .810 1 .368 N of Valid Cases 37 a. 0 cells 0.0 have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.32. b. Computed only for a 2x2 table Tabel 5.3 Distribusi konsumsi kopi berdasarkan kualitas tidur subyektif Konsumsi kopi Total Tidak Ya Kualitas tidur subyektif sangat baik Count 2 4 6 within konsumsi kopi 15.4 16.7 16.2 Baik Count 8 12 20 within konsumsi kopi 61.5 50.0 54.1 Kurang Count 3 8 11 within konsumsi kopi 23.1 33.3 29.7 Total Count 13 24 37 within konsumsi kopi 100.0 100.0 100.0 Symmetric Measures Value Asymp. Std. Error a Approx. T b Approx. Sig. Interval by Interval Pearsons R .065 .159 .382 .704 c Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .071 .159 .419 .678 c N of Valid Cases 37 a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.4 Distribusi konsumsi kopi berdasarkan latensi tidur Konsumsi kopi Total tidak Ya Latensi tidur menit ≤ 15 menit Count 6 10 16 within konsumsi kopi 46.2 41.7 43.2 16-30 menit Count 4 10 14 within konsumsi kopi 30.8 41.7 37.8 31-60 menit Count 2 2 4 within konsumsi kopi 15.4 8.3 10.8 3 kali seminggu Count 1 2 3 within konsumsi kopi 7.7 8.3 8.1 Total Count 13 24 37 within konsumsi kopi 100.0 100.0 100.0 Symmetric Measures Value Asymp. Std. Error a Approx. T b Approx. Sig. Interval by Interval Pearsons R -.007 .167 -.040 .969 c Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .006 .168 .034 .973 c N of Valid Cases 37 a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.6 Distribusi konsumsi kopi berdasarkan latensi tidur 30 menit Konsumsi kopi Total tidak Ya Latensi tidur 30 menit tidak pernah Count 4 3 7 within konsumsi kopi 30.8 12.5 18.9 sekali seminggu Count 6 5 11 within konsumsi kopi 46.2 20.8 29.7 2 kali seminggu Count 1 9 10 within konsumsi kopi 7.7 37.5 27.0 3 kali seminggu Count 2 7 9 within konsumsi kopi 15.4 29.2 24.3 Total Count 13 24 37 within konsumsi kopi 100.0 100.0 100.0 Symmetric Measures Value Asymp. Std. Error a Approx. T b Approx. Sig. Interval by Interval Pearsons R .343 .154 2.158 .038 c Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .348 .154 2.200 .035 c N of Valid Cases 37 a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.6 Distribusi konsumsi kopi berdasarkan durasi tidur Konsumsi kopi Total Tidak ya Durasi tidur 7 jam Count 1 7 8 within konsumsi kopi 7.7 29.2 21.6 6-7 jam Count 4 4 8 within konsumsi kopi 30.8 16.7 21.6 5-6 jam Count 8 13 21 within konsumsi kopi 61.5 54.2 56.8 Total Count 13 24 37 within konsumsi kopi 100.0 100.0 100.0 Symmetric Measures Value Asymp. Std. Error a Approx. T b Approx. Sig. Interval by Interval Pearsons R -.169 .143 -1.017 .316 c Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.140 .152 -.834 .410 c N of Valid Cases 37 a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.7 Distribusi konsumsi kopi berdasarkan efisiensi kebiasaan tidur Konsumsi kopi Total tidak ya Efisiensi tidur malam 85 Count 10 21 31 within konsumsi kopi 76.9 87.5 83.8 75-84 Count 1 3 4 within konsumsi kopi 7.7 12.5 10.8 65-74 Count 1 1 within konsumsi kopi 7.7 0.0 2.7 65 Count 1 1 within konsumsi kopi 7.7 0.0 2.7 Total Count 13 24 37 within konsumsi kopi 100.0 100.0 100.0 Symmetric Measures Value Asymp. Std. Error a Approx. T b Approx. Sig. Interval by Interval Pearsons R -.254 .147 -1.553 .129 c Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.161 .173 -.967 .340 c N of Valid Cases 37 a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.8 Distribusi konsumsi kopi berdasarkan gangguan ketika tidur malam Konsumsi kopi Total tidak Ya Gangguan tidur malam tidak pernah Count 2 2 within konsumsi kopi 0.0 8.3 5.4 sekali seminggu Count 12 19 31 within konsumsi kopi 92.3 79.2 83.8 2 kali seminggu Count 1 3 4 within konsumsi kopi 7.7 12.5 10.8 Total Count 13 24 37 within konsumsi kopi 100.0 100.0 100.0 Symmetric Measures Value Asymp. Std. Error a Approx. T b Approx. Sig. Interval by Interval Pearsons R -.042 .141 -.250 .804 c Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.037 .145 -.220 .827 c N of Valid Cases 37 a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.9 Hasil analisa hubungan antara konsumsi kopi dan kualitas tidur Konsumsi kopi Total tidak ya Kualitas tidur buruk Count 10 24 34 within konsumsi kopi 76.9 100.0 91.9 baik Count 3 3 within konsumsi kopi 23.1 0.0 8.1 Total Count 13 24 37 within konsumsi kopi 100.0 100.0 100.0 Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. 2-sided Exact Sig. 2- sided Exact Sig. 1-sided Pearson Chi-Square 6.027 a 1 .014 Continuity Correction b 3.328 1 .068 Likelihood Ratio 6.778 1 .009 Fishers Exact Test .037 .037 Linear-by-Linear Association 5.864 1 .015 N of Valid Cases 37 Tabel 5.10 Hasil analisa antara kadar konsumsi kopi dengan kualitas tidur Kualitas tidur Total buruk Baik Cangkir kopi 2 cangkir kopi atau kurang Count 33 3 36 within kualitas tidur 97.1 100.0 97.3 3-4 cangkir kopi Count 1 1 within kualitas tidur 2.9 0.0 2.7 Total Count 34 3 37 within kualitas tidur 100.0 100.0 100.0 Universitas Sumatera Utara Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. 2-sided Exact Sig. 2- sided Exact Sig. 1-sided Pearson Chi-Square .091 a 1 .763 Continuity Correction b .000 1 1.000 Likelihood Ratio .172 1 .679 Fishers Exact Test 1.000 .919 Linear-by-Linear Association .088 1 .766 N of Valid Cases 37 a. 3 cells 75.0 have expected count less than 5. The minimum expected count is .08. b. Computed only for a 2x2 table Tabel 5.11 Hasil Analisa Statistik Antara Jenis Kopi dengan Kualitas Tidur Kualitas tidur Total buruk baik Jenis kopi Cappuccino Count 21 3 24 within kualitas tidur 61.8 100.0 64.9 black coffee Count 2 2 within kualitas tidur 5.9 0.0 5.4 coffee mix Count 6 6 within kualitas tidur 17.6 0.0 16.2 kopi lattae Count 4 4 within kualitas tidur 11.8 0.0 10.8 jenis kopi lain Count 1 1 within kualitas tidur 2.9 0.0 2.7 Total Count 34 3 37 within kualitas tidur 100.0 100.0 100.0 Universitas Sumatera Utara Symmetric Measures Value Asymp. Std. Error a Approx. T b Approx. Sig. Interval by Interval Pearsons R -.200 .062 -1.207 .235 c Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.213 .066 -1.289 .206 c N of Valid Cases 37 a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation. Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA American sleep association,2007. Insomnia. Available from: http:www.sleepassociation.orgindex.php?p=aboutinsomnia [Accessed on 26 MAY 2013]. American sleep association, 2001.Sleep Apnea. Available from: http:sleepassociation.orgwhatissleepapnea.htm Accessed on 17 MAY 2013]. Arnaud MJ. 1987. The pharmacology of caffeine. Prog Drug Res 31:273 –313. Arnaud MJ. 1993. Metabolism of caffeine and other components of coffee. In: Garattini S, ed.Caffeine, Coffee, and Health. New York: Raven Press. Pp. 43 –95. Buysse, D.J., Reynold III, C.F., Monk, T.H., Berman, S.R.,Kupfer, D.J. 1998. Pittsburg Sleep Quality Indeks PSQI. Available from: http:findarticles.comparticlesmi_mOFSSis_4_12ai_n 18616017 [Accessed on 26 MAY 2013]. Brachtel D,1992. Absolute bioavailability of caffeine from a tablet formulation. J Hepatol 16:385. Bonati M, Latini R, Galletti F, Young JF, Tognoni G, Garattini S. 1982. Caffeine disposition after oral doses. Clin Pharmacol Ther 32:98 –106. Carskadon M.A, 2005.Normal human sleep: an overview.Ed. Principles and practice of sleep medicine .Saunders: Philadelphia, 13-23. Chawla,J., 2011. Neurologic Effect of Caffeine. Available from: http:emedicine.medscape.comarticle1182710-overview [Accessed on 27 MAY 2013]. Chaput, J.P, 2007. Short sleep duration is associated with reduced leptin levels and increased adiposity. Dahlan, M.S., 2009. Besar sampel dan cara pengambilan sampel. Edisi 2, Jakarta: Salemba Medika, 7-53. David A., 2000. Buku Psikiatri.Ed 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 226. Dreisbach RH, 1974. Handbook of Poisoning: Diagnosis and Treatment. Ed 8. Lo Altos, CA: Lange Medical Publications. Universitas Sumatera Utara Drapeau, Bert, Robillard, Selmaoui, Filipi N,Carrier, 2006. Challenging sleep in aging: the effects of caffeine 200 mg of caffeine during the evening in young and middle-aged moderate caffeine consumers. J Sleep Res, 15;133-141 Goldstein, A,1963. Wakefulness caused by caffeine.Naunyn- Schmiedeberg’s Archives of Pharmacology, 248, 269-278. Guyton A.C.,Hall, J.E,1997. Fisiologi kedokteran. Edisi 9, Jakarta: EGC,102. Gilman AG, Rall TW, Nies AS, Taylor P,1990. In: Goodman and Gilman’s The Pharmacological Bases of Therapeutics in Two Volumes . New York: McGraw-Hill,625. Grant, D.M, Campbell, M.E, Tang, B.K, Kalow, W., 1987. Biotransformation of caffeine by microsomes from human liver. Kinetics and inhibition studies. Biochem Pharmacol 36:1251 –1260. Guyton, Hall, J.E.,2005.Textbook of medical physiology,States of Brain Activity,Sleep,Brain Waves, Epilepsy, Psychose-ed 11,739 . G. Cox ,H. Rampes,2003. Adverse effects of khat: a review, Advances in Psychiatric Treatment , vol. 9, no. 6, pp. 456 –463, Hidayat, A.A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar manusia. Jakarta: Salemba Medika. Hodgman, M.J, 1998. Caffeine. In: Wexler P, ed. Encyclopedia of Toxicology. San Diego: Academic Press. Pp. 209 –210. Iber C,2007 .The AASM Manual for the Scoring of Sleep and Associated Events: Rules, Terminology and Technical Specifications . Westchester, IL: American Academy of Sleep Medicine. James, J.E, 1998. Acute and chronic effects of caffeine on performance, mood, headache, and sleep, Neuropsychobiology, vol.38, no. 1, pp. 32 –41. Karacan, 1976. Prevalance of sleep disturbances in a primarily urban Florida country. Social science medicine, 10:239-244. Lanywati, E. 2001. Insomnia, Gangguan Sulit Tidur. Jakarta: EGC. Lubit,R.H 2012. Sleep disorders clinical presentation. Available from: http:emedicine.medscape.comarticle287104-clinical [Accessed on 5 MAY 2013]. Universitas Sumatera Utara Lumbantobing. 2004. Gangguan Tidur. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Lande,R.G 2011.Caffeine Related Psychiatric disorders. Available from: http:emedicine.medscape.comarticle290113-overviewa0104 [Accessed on 27 MAY ] Markov D., Jaffe F., Doghramji K,2006. Update on parasomnias: a review for psychiatric practice. Psychiatry 3: 69-76. McVearry, C , 2013.Primary insomnia. Available from: http:emedicine.medscape.comarticle291573-overview [Accessed on 15 MAY 2013]. News medical net, 2013. Caffeine pharmacology. Available from: http:www.news- medical.nethealthCaffeine-Pharmacology.aspx [Accessed on 27 MAY 2013]. Orbeta, R. L., Overpeck, M. D., Ramcharran, D., Kogan, M. D., Ledsky, R., 2006. High caffeine intake in adolescents: Associations with difficulty sleeping and feeling tired in the morning. Journal of Adolescent Health, 38, 451-453. Perry, P.,2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4 Volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC. Pohler,H 2010. Caffeine intoxication and addiction. Available from: http:www.medscape.comviewarticle714855_3 [Accessed on 6 MAY 2013]. Papalia, 2009. Human Development Perkembangan Manusia. Edisi 10. Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika. Sadock, B.J, Sadock ,V. A.,2010. Kaplan Sadock. Edisi 2. Jakarta: EGC,337,339,340,341,342,343,344,346-351. Smith, A. P., Maben, A., Borckman, P. ,1993. The effects of caffeine and evening meals on sleep performance, mood and cardiovascular function the following day. Journal of Psychopharmacology, 7, 203-206. Sinton, C.M, 2004. Neurobiologic Mechanism Underlying Sleep and Wakefulness.wakefulness: a question of balance. Semin Neurol 24: 211-223 ; Abstract. Available from: http:jdc.jefferson.edu [Accessed on 13 MAY 2013]. Snel, J., 2011. Effects of caffeine on sleep and cognition, Progress in Brain Research, vol. 190, pp. 105 –117. Universitas Sumatera Utara Sherwood, L., 2009. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6, Jakarta: EGC,183- 185. Smyth, C 2012.The Pittsburgh Sleep Quality Index psqi. Available from: http:www.sleep.pitt.educontent.asp?id=1484subid=2316 [Accessed on 7 MAY 2013]. L,Seblewengel,2012. The Epidemiology of sleep quality, sleep patterns, consumption of caffeinated beverages, and khat use among Ethiopian College Students, Hindawi publishing : 6 Trigoboff,E,2005. Psychiatric Drug Guide, Stimulants. United State America.Pearson Prentice Hall,302-304. Williams, L., 2000. Merritt’s neurology. Edisi 10, 638. Wright, K. P., Jr., Badia, P., Myers, B. L., Plenzler, S. C., Hakel, M., 1996. Caffeine and light effects on nighttime melatonin and temperature levels in sleep-deprived humans. Brain Research, 747, 78-84. Wade,C, 2008. Psikologi, Edisi 9, Jakarta: Erlangga, 154,162,164-165 Watik,A,2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran Kesehatan. Edisi 7, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 47. Yates,A.2001. Caffeine for the sustainment of mental task performance, Washington:National Academy of Science,71. Youngberg.MR., Karpov.I.,Begley.A., Pollock.BG., Buysse.DJ.,2011. Clinical and physiological correlates of caffeine and caffeine metabolites in primary insomnia,196-203 Z. L.Huang, Y. Urade, and O. Hayaishi, “The role of adenosine in the regulation of sleep,” Current Topics in Medicinal Chemistry,vol. 11, no. 8, pp. 1047–1057, 201 Universitas Sumatera Utara BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1.Kerangka Konsep Berdasarkan pemikiran penelitian yang telah diuraikan dalam tinjauan pustaka diketahui bahwa kafein dapat mempengaruhi kualitas tidur mahasiswa. Maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah seperti gambaran visualisasi di bawah ini.

3.1.1. Visualisasi Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen Kopi berkafein kafein Kualitas tidur:  Subyektif kualitas tidur  Latensi tidur  Durasi tidur  Efisiensi kebiasaan tidur  Gangguan ketika tidur malam Universitas Sumatera Utara Gambar 3.1 Kerangka konsep efek kafein terhadap kualitas tidur pada mahasiswa setambuk 2011 Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara pada Tahun 2013.

3.2. Definisi operasional

Kafein adalah senyawa alkaloid xanthin yang mempunyai efek stimulasi sistem saraf pusat yang dapat meningkatkan kewaspadaan dan memperpanjangkan waktu terjaga. Kopi merupakan sejenis minuman yang diekstraksi dari biji tanaman kopi. Kopi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cappucino, kopi hitam black coffee, kopi campur coffee mix, kopi lattae dan jenis kopi lain. Cappucino adalah gabungan espresso sejenis kopi pekat, susu dan terdapat buih susu atau krim diatasnya. Kopi hitam black coffee adalah daripada kopi segera yang telah dibungkus dan produknya dibuat daripada kopi hitam yang telah dibancuh dan beku-kering untuk mengeluarkan kandungan air. Kopi campur coffee mix adalah gabungan susu atau coklat dengan kopi. Kopi latte coffee latte adalah espresso dengan susu. Sebaik-baiknya dihidangkan dengan seni latte di atas buih dan tidak terlalu banyak.  Cara ukur : Angket.  Alat ukur : kuesioner tentang konsumsi kafein, di beri pada semua sampel sama ada minum kafein atau tidak.  Bagi yang konsumsi kafein ataupun tidak,di berikan label seperti : Skor 1  untuk yang konsumsi kafein YA Skor 0  untuk yang tidak konsumsi kafein TIDAK  Skala yang digunakan untuk konsumsi kafein adalah skala nominal Watik, 2008. Skor 0 untuk jawaban A Skor 1 untuk jawaban B Skor 2  untuk jawaban C Skor 3  untuk jawaban D Skor 4  untuk jawaban E Universitas Sumatera Utara Kualitas tidur adalah penilaian terhadap 5 komponen yaitu subyektif kualitas tidur, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi kebiasaan tidur, dan gangguan tidur ketika tidur malam.  Subyektif kualitas tidur adalah identifikasi tidur yang baik atau tidur yang buruk yang terdiri dari tidur yang baik dan tidur yang terdapat gangguan tidur.  Latensi tidur adalah kesulitan memulai tidur yang di ukur dalam menit.  Durasi tidur adalah lama tidur malam yang diukur dalam jam.  Efisiensi kebiasaan tidur adalah diukur dengan persentase dengan lama tidur dan lama di tempat tidur. Lama tidur adalah berapa lama anda butuhkan tidur malam dalam sehari.Lama di tempat tidur adalah jarak jam saat mulai tidur dan bangun.  Gangguan ketika tidur malam adalah merupakan gangguan yang sering mengganggu tidur malam.  .Cara ukur: Angket.  Alat ukur : Kuesioner kualitas tidur yaitu dari Pittsburgh Sleep Quality PSQI terdiri dari 5 komponen pertanyaan yaitu subyektif kualitas tidur, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi kebiasaan tidur dan gangguan tidur waktu malam pada bulan lalu Carole Smyth,2012. Jumlah skor untuk 5 komponen pertanyaan menghasilkan satu Global Skor iaitu Global Skor = 5 adalah menunjukkan kualitas tidur yang buruk. Skoring jawaban didasarkan pada skala 0 sampai 3 digunakan pada Skala Likert yaitu skala yang terdiri dari pertanyaan dan disertai jawaban sering-tidak pernah, cepat-lambat, baik-buruk, dimana 3 adalah ekstrim negatif pada Skala Likert. Universitas Sumatera Utara  Hasil ukur : Skoring dari jawaban didasarkan pada skala 0 sampai 3, dimana 3 adalah ekstrim negatif pada Skala Likert.  Jumlah Global Skor 5 menunjukkan tidur yang buruk.  Jumlah skor kurang daripada 5 menunjukkan tidur yang baik. Skor 0 untuk jawaban A Skor 1 untuk jawaban B Skor 2  untuk jawaban C Skor 3  untuk jawaban D  Skala pengukuran adalah skala ordinal Watik,2008.

3.3 Hipotesa

Hipotesa penelitian ini adalah konsumsi kopi berkafein dapat mengganggu kualitas tidur. Universitas Sumatera Utara BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain cross sectional, dimana penelitian ini, peneliti ingin mengetahui apakah kafein dapat mempengaruhi kualitas tidur mahasiswa setelah diberikan kuesioner tentang konsumsi kafein dan pengukuran kualitas tidur.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan selama bulan September hingga Oktober 2013. 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah : Kriteria inklusi : 1. Mahasiswa angkatan 2011 sahaja. 2. Bersedia mengikuti penelitian. 3. Menjawab semua pertanyaan. Universitas Sumatera Utara Kriteria eksklusi: 1. Tidak lengkap menjawab pertanyaan. 2. Tidak mengisi data peribadi. 3. Menggunakan obat tidur. 4. Konsumsi minuman teh. 5. Konsumsi kopi dekafein. 6. Konsumsi soft drinks dan energy drinks. 7. Memiliki penyakit yang melibatkan gangguan tidur.

4.3.3 Sampel

Sampel penelitian ini adalah mahasiswa yang bersedia mengikuti penelitian dan memenuhi kriteria inklusi.  Perkiraan besar sampel Besar sampel dihitung dengan menggunakan perhitungan dengan rumus berdasarkan M.Sopiyudin Dahlan 2009 : N1=N2= Zα√2PQ + Zβ√P1Q1+P2Q2² P1-P2 2 Keterangan: N: besar sampel minimal Zα : deviat baku alfa Zβ : deviat baku beta P2 : proporsi pajanan pada kelompok kontrolperkiraan proporsi di populasi P1 : proporsi di populasi Q1 : 1-P1 Universitas Sumatera Utara P1-P2 : selisih proporsi minimal yang di anggap bermakna P : proporsi total= P1+P22 Q : 1-P Berdasarkan rumus tersebut, maka besar sampel dapat dihitung sebagai berikut : N1=N2= 2.33√20.520.48 + 0.84√0.8230.177 + 0.21750.782 ² 0.823-0.2175 2 N1=N2=12.23≈12 N: besar sampel minimal Zα 1 kesalahan ditetapkan oleh peneliti : 2.33 P : 0.52 Q : 0.48 Zβ 20 kesalahan ditetapkan oleh peneliti : 0.84 P1 : 0.823 kepustakaan Q1 : 0.177 P2 : 0.2175 kepustakaan Q2 : 0.782 P1-P2 : 0.3666 Dari penelitian S.V Patel dan Y.A Tarekegn 2012, didapat nilai P1 sebanyak 82.3 pada kelompok yang terpapar dengan tidur buruk setelah meminum kopi. Sebanyak 21.75 kelompok standard yang tidak konsumsi kafein dan tidak terpapar dengan tidur buruk, dan itu adalah nilai P2. Dengan besar sampel minimal 12 mahasiswa, maka sampel penelitian saya bulatkan menjadi 40 mahasiswa angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2013. Universitas Sumatera Utara

4.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner oleh peneliti terhadap responden setelah meminta informed consent. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer iaitu dengan mengedarkan kuesioner yang harus dijawab oleh responden. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data untuk mengetahui apakah kafein dapat mempengaruhi kualitas tidur mahasiswa dengan memberikan kuesioner tentang konsumsi kafein dan kualitas tidur. Bentuk kuesioner yang digunakan adalah bentuk pertanyaan tertutup closed ended dengan variasi pertanyaan berupa pilihan jawaban yang sesuai dengan kehendak responden. Cara penghitungan efisiensi kebiasaan tidur adalah : Efisiensi kebiasaan tidur = Lama tidur pertanyaan nomor 9 X100 Lama ditempat tidur jumlah pertanyaan 6 dan 8 Dimana hasil skornya adalah: 85 = 0 75-84 = 1 65-74 = 2 65 = 3 Universitas Sumatera Utara

4.5. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dilakukan untuk memastikan kuesioner ini dapat dipercayai. Ini dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada 20 orang subjek yang mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel penelitian. Uji reliabilitas dilakukan untuk memastikan hasil pengukuran adalah relative konsisten dari waktu ke waktu dengan menggunakan rumus Koefisien Reliabilitas Alpha. Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Variabel Nomor pertanyaan Total Pearson Correlatio n Status Alpha Status Konsumsi kafein 1 0.709 Valid 0.855 Reliabel 2 0.743 Valid Reliable 3 0.559 Valid Reliable 4 0.680 Valid Reliable 5 0.832 Valid Reliable Kualitas tidur 6 0.592 Valid 0.834 Reliable 7 0.569 Valid Reliable 8 0.603 Valid Reliable 9 0.713 Valid Reliable 10 0.485 Valid Reliable Universitas Sumatera Utara

4.6. Pengolahan dan Analisa Data

Data dari hasil kuesioner akan diperiksa oleh peneliti. Kuesioner yang lengkap akan diteliti dan dimasukkan ke dalam komputer oleh peneliti. Data yang diperoleh akan dianalisis melalui beberapa tahapan. Tahap pertama editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai dengan petunjuk. Tahap kedua adalah proses coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisis. Tahap ketiga adalah entry data yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer dengan menggunakan program SPSS Statistical Package for Social Science . Tahap keempat adalah melakukan cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah dientry untuk mengetahui adanya kesalahan atau tidak. Hasil penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Universitas Sumatera Utara BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai efek kafein terhadap kualitas tidur pada mahasiswa angkatan 2011. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan September-November 2013, diikuti oleh 40 mahasiswa yang telah bersedia mengikuti penelitian dan hanya 37 orang sahaja menjawab dengan lengkap seluruh pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner yang diberikan.

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakuakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara USU.Universitas Sumatera Utara adalah sebuah universitas negeri yang terletak di Kota Medan,Indonesia dan merupakan universitas tertua serta terbaik yang terletak di luar Pulau Jawa, yaitu di Pulau Sumatera yang mempunyai Fakultas Kedokteran. Gedung Fakultas Kedokteran USU terdapat di kelurahan padang Bulan,Kecamatan Medan Baru, Jl. Dr. Mansur No.5 Medan. Kampus ini memiliki luas sekitar 122 Ha, dengan zona akademik sekitar 100Ha berada di tengahnya. Fakultas ini memiliki berbagai ruang kelas, ruang administrasi, ruang laboratorium, ruang skills lab, ruang seminar, perpustakaan, kedai mahasiswa, ruang PEMA, ruang POM, kantin, kamar mandi, dan mushola.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini terdiri daripada 40 orang mahasiswa yang diambil menggunakan teknik non probability sampling. Sebanyak 40 kuesioner telah diedarkan kepada mahasiswa. Mahasiswa yang dipilih telah diseleksi menurut kriteria inklusi dan eksklusi sebelumnya. Dari 40 Universitas Sumatera Utara jumlah sampel yang diambil, terdapat 37 sampel telah mengikuti kriteria inklusi. Sebanyak 3 orang sampel yang telah mengikuti kriteria eksklusi dan dapat didistribusikan menurut karakteristik jenis kelamin dan umur seperti tabel dibawah.

5.1.3. Distribusi Karakteristik Sampel Tabel 5.1. Deskripsi Karakteristik Sampel

Karakteristik Subjek n=37 Frekuensi n Persentase Jenis kelamin Laki-laki 18 48.6 Perempuan 19 51.4 Umur 18-20 21 56.8 21-23 16 43.2 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar sampel adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 19 orang 51.4, kemudian laki- laki sebanyak 18 orang 48.6. Frekuensi umur sampel terbanyak terdapat pada umur 18-20 tahun yaitu 21 orang 56.8, kemudian umur 21-23 tahun sebanyak 16 orang 43.2. 5.1.4. Hasil Analisa Data 5.1.4.1. Analisa Distribusi Sampel Berdasarkan Konsumsi Kafein pada Jenis Kelamin Universitas Sumatera Utara Tabel 5.2 Distribusi Konsumsi kopi Berdasarkan Jenis Kelamin Konsumsi kopi Jumlah tidak ya Jenis kelamin laki-laki 5 13 18 38.5 54.2 48.6 Perempuan 8 11 19 61.5 45.8 51.4 Jumlah 13 24 37 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan data tersebut mahasiswa yang tidak konsumsi kopi lebih banyak pada perempuan yaitu sebanyak 8 orang 61.5. Begitu juga mahasiswa yang konsumsi kopi lebih banyak pada laki-laki yaitu sebanyak 13 orang 54.2. Dari hasil uji chi square didapat nilai p value adalah 0.362. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan jenis kelamin dengan konsumsi kopi. 5.1.4.2. Analisa Aspek Dalam Kuesioner Kualitas Tidur dan Konsumsi Kopi Tabel 5.3 Distribusi Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur Subyektif Konsumsi kopi Jumlah Tidak Ya Kualitas tidur subyektif sangat baik 2 4 6 15.4 16.7 16.2 Baik 8 12 20 61.5 50.0 54.1 Kurang 3 8 11 23.1 33.3 29.7 Jumlah 13 24 37 100.0 100.0 100.0 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel diatas bahwa bagi sampel yang tidak konsumsi kopi, frekuensi kualitas tidur subyektif yang terbanyak adalah kualitas tidur subyektif yang baik yaitu sebanyak 8 orang 61.5, dan yang paling sedikit adalah kualitas tidur subyektif yang sangat baik yaitu sebanyak 2 orang 15.4. Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi kualitas tidur subyektif yang terbanyak adalah kualitas tidur subyektif yang baik yaitu sebanyak 12 orang 50.0, dan yang paling sedikit adalah kualitas tidur subyektif yang sangat baik yaitu sebanyak 4 orang 16.7. Dari hasil uji correlations di dapat nilai p value 0.678 yang berarti tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur subyektif dengan konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya diterima. Tabel 5.4 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Latensi Tidur Konsumsi kopi Jumlah Tidak Ya Latensi tidur ≤15 menit 6 10 16 46.2 41.7 43.2 16-30 menit 4 10 14 30.8 41.7 37.8 31-60 menit 2 2 4 15.4 8.3 10.8 60 menit 1 2 3 7.7 8.3 8.1 Jumlah 13 24 37 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa bagi sampel yang tidak konsumsi kopi, frekuensi latensi tidur terbanyak adalah kurang atau 15 menit Universitas Sumatera Utara yaitu sebanyak 6 orang 46.2, dan yang paling sedikit adalah latensi tidur pada lebih dari 60 menit yaitu sebanyak 1 orang 7.7. Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi latensi tidur terbanyak adalah kurang atau 15 menit dan 16-30 menit yaitu sebanyak 10 orang 41.7, dan yang paling sedikit adalah latensi tidur pada 31-60 menit dan lebih dari 60 menit yaitu sebanyak 2 orang 8.3. Pada hasil uji correlations didapat nilai p value 0.973 yang berarti tidak terdapat hubungan antara latensi tidur dengan konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya diterima. Tabel 5.5 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Latensi Tidur dalam 30 menit Konsumsi kopi jumlah tidak Ya Latensi tidur dalam 30 menit tidak pernah 4 3 7 30.8 12.5 18.9 sekali seminggu 6 5 11 46.2 20.8 29.7 2 kali seminggu 1 9 10 7.7 37.5 27.0 3 kali seminggu 2 7 9 15.4 29.2 24.3 Jumlah 13 24 37 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa bagi sampel yang tidak konsumsi kopi, frekuensi latensi tidur terbanyak adalah berlaku dalam sekali Universitas Sumatera Utara seminggu yaitu sebanyak 6 orang 46.2, dan yang paling sedikit adalah latensi tidur pada 2 kali seminggu yaitu sebanyak 1 orang 7.7. Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi latensi tidur terbanyak adalah pada 2 kali seminggu yaitu sebanyak 9 orang 37.5, dan yang paling sedikit adalah latensi tidur yang tidak pernah ada gangguan memulakan tidur dalam 30 menit yaitu sebanyak 3 orang 12.5. Pada hasil uji correlations didapat nilai p value nilai signifikasi adalah 0.035 yang berarti terdapat peningkatan latensi tidur pada yang konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya ditolak. Tabel 5.6 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Durasi Tidur Konsumsi kopi Jumlah Tidak Ya Durasi tidur 7 jam 1 7 8 7.7 29.2 21.6 6-7 jam 4 4 8 30.8 16.7 21.6 5-6 jam 8 13 21 61.5 54.2 56.8 Jumlah 13 24 37 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa bagi sampel yang tidak konsumsi kopi, frekuensi durasi tidur terbanyak adalah pada durasi 5-6 jam yaitu sebanyak 8 orang 61.5, dan yang paling sedikit adalah durasi pada lebih dari 7 jam yaitu sebanyak 1 orang 7.7. Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi durasi tidur terbanyak adalah pada durasi 5-6 jam yaitu sebanyak 13 orang 54.2,dan yang paling sedikit adalah pada durasi 6-7 jam yaitu sebanyak 4 orang 16.7. Pada hasil uji Universitas Sumatera Utara correlations didapat nilai p value 0.410 yang berarti tidak terdapat hubungan antara durasi tidur dengan konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya diterima. Tabel 5.7 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Efisiensi Kebiasaan Tidur Konsumsi kopi Jumlah Tidak Ya Efisiensi tidur malam 85 10 21 31 76.9 87.5 83.8 75-84 1 3 4 7.7 12.5 10.8 65-74 1 1 7.7 0.0 2.7 65 1 1 7.7 0.0 2.7 Jumlah 13 24 37 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa bagi sampel yang tidak konsumsi kopi, frekuensi efisiensi tidur yang terbanyak adalah pada 85 yaitu sebanyak 10 orang 76.9 dan yang paling sedikit adalah pada 75-84 ,65-74 dan 65 sebanyak 1 orang 7.7. Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi terbanyak adalah pada 85 yaitu sebanyak 21 orang 87.5 dan pada 65-74 dan 65 tidak dijumpai orang yang mengkonsumsi kopi. Pada hasil uji correlations, didapati nilai p value 0.340 yang berarti tidak terdapat hubungan antara efisiensi tidur dengan konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya diterima. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.8 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Gangguan Ketika Tidur Malam Konsumsi kopi Jumlah Tidak Ya Gangguan tidur malam tidak pernah 2 2 0.0 8.3 5.4 sekali seminggu 12 19 31 92.3 79.2 83.8 ≥ 2 kali seminggu 1 3 4 7.7 12.5 10.8 Jumlah 13 24 37 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada yang tidak konsumsi kopi, frekuensi terbanyak adalah pada sekali seminggu yaitu sebanyak 12 orang 92.3 dan tidak dijumpai orang pada tidak pernah mengalami gangguan tidur malam. Pada yang konsumsi kopi, frekuensi gangguan tidur yang terbanyak adalah pada kelompok sekali seminggu yaitu sebanyak 19 orang 79.2 dan yang paling sedikit adalah pada kelompok tidak pernah mengalami gangguan tidur sebanyak 2 orang 8.3. Pada hasil uji correlations didapati nilai p value 0.827 yang berarti tidak terdapat hubungan antara gangguan tidur malam dengan konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya diterima. Universitas Sumatera Utara

5.1.4.3. Hasil Analisa Statistik Hubungan Antara Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur

Tabel 5.9 Hasil Analisa Statistik Hubungan Antara Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur pada Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Konsumsi kopi jumlah Tidak Ya Kualitas tidur Buruk 10 24 34 persentase konsumsi kopi 76.9 100.0 91.9 Baik 3 3 persentase konsumsi kopi 23.1 0.0 8.1 Jumlah 13 24 37 persentase konsumsi kopi 100.0 100.0 100.0 Kualitas tidur diukur dari hasil total kuesioner. Nilai skore 5 adalah mempunyai kualitas tidur yang buruk, nilai 5 adalah mempunyai kualitas tidur yang baik. Dari tabel didapatkan bahwa bagi sampel yang tidak konsumsi kopi, frekuensi kualitas tidur terbanyak adalah kategori kualitas tidur yang buruk yaitu sebanyak 10 orang 76.9, dan yang paling sedikit adalah adalah kategori kualitas tidur yang baik yaitu sebanyak 3 orang 23.1. Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi kualitas tidur terbanyak adalah kategori kualitas tidur buruk yaitu sebanyak 24 orang 100 dan tidak dijumpai orang pada kategori kualitas tidur yang baik. Hasil uji chi square didapatkan nilai p value nilai signifikan adalah 0.014 yang berarti terdapat perburukan kualitas tidur pada yang konsumsi kopi karena nilai p value kurang dari 0.05 p 0.05 dimana hipotesis nolnya ditolak. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.10 Hasil Analisa Statistik Antara Kadar Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur Kualitas tidur jumlah Buruk Baik Cangkir kopi 2 cangkir kopi atau kurang 33 3 36 persentase kualitas tidur 97.1 100.0 97.3 3-4 cangkir kopi 1 1 persentase kualitas tidur 2.9 0.0 2.7 Jumlah 34 3 37 persentase kualitas tidur 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahawa bagi yang mengalami kualitas tidur buruk yang terbanyak adalah pada mahasiswa yang mengkonsumsi sekurang-kurangnya 2 cangkir kopi atau kurang yaitu sebanyak 33 orang 97.1 dan yang paling sedikit adalah sebanyak 1 orang 2.9 pada mahasiswa yang konsumsi 3-4 cangkir kopi . Pada sampel yang mengalami kualitas tidur baik yang terbanyak adalah pada mahasiswa yang mengkonsumsi sekurang-kurangnya 2 cangkir kopi atau kurang yaitu sebanyak 3 orang 100 dan tidak dijumpai orang pada mahasiswa yang konsumsi 3-4 cangkir kopi. Hasil uji chi square didapatkan nilai p value 0.763 yang berarti tidak terdapat hubungan antara kadar konsumsi kopi terhadap kualitas tidur dimana hipotesis nolnya diterima. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.11 Hasil Analisa Statistik Antara Jenis Kopi dengan Kualitas Tidur Kualitas tidur Jumlah Buruk baik Jenis kopi cappucino 21 3 24 61.8 100.0 64.9 black coffee 2 2 5.9 0.0 5.4 coffee mix 6 6 17.6 0.0 16.2 kopi lattae 4 4 11.8 0.0 10.8 jenis kopi lain 1 1 2.9 0.0 2.7 Jumlah 34 3 37 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa mahasiswa lebih banyak menggunakan jenis kopi cappucino dan mengalami kualitas tidur yang buruk sebanyak 61.8 berbanding jenis kopi lain. Universitas Sumatera Utara

5.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian ini, sampel yang mengkonsumsi kopi banyak memiliki kualitas tidur buruk yaitu 24 orang 100. Sedangkan bagi sampel yang tidak mengkonsumsi kopi, terdapat juga mengalami kualitas tidur yang buruk yaitu sebanyak 10 orang 76.9. Pada hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan kafein dengan kualitas tidur pada Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Sumatera Utara. Dalam penelitian ini, terdapat 21 orang mahasiswa mengkonsumsi kopi cappucino dengan 2 cangkir kopi 500 ml perhari atau kurang, dapat mengalami kualitas tidur yang buruk 100 yang mengandungi rata-rata 150 mg kafein dibandingkan dengan jenis kopi yang lain seperti black coffee, coffee mix dan kopi lattae. Ini dapat menunjukkan konsumsi cappucino adalah paling banyak memberikan perburukan kualitas tidur dibandingkan dari jenis kopi lain. Hal ini dapat dibuktikan dalam penelitian Brezinova 1974 yaitu dengan hanya konsumsi 2 cangkir kopi dapat menyebabkan seseorang mengambil masa yang lama untuk tertidur, tidur dengan waktu yang singkat dan mengalami kualitas tidur yang buruk. Hal ini berkaitan dengan mekanisme kerja utama kafein yaitu menghambat reseptor adenosin untuk terus terjaga. Adenosin merupakan mediator proses tidur homeostatik. Adenosin menginduksi tidur normal sementara kafein yang menghambat reseptor adenosine di otak dapat membangunkan orang yang mengantuk dengan menghilangkan pengaruh inhibitorik adenosine Sherwood,2009. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Drapeau et al 2006 yang meneliti efek penggunaan kafein sebelum tidur pada kelompok umur muda dan pertengahan. Hasil menunjukkan kafein mengurangkan kualitas tidur p0.09 dan pada kedua kelompok. Selain itu, dalam penelitian L.Seblewengel 2012, terdapat yang mengkonsumsi minuman berkafein mengalami kualitas tidur yang buruk dengan uji statistik signifikan p value 0.015. Pada penelitian ini, tidak ada hubungan antara konsumsi kafein dengan kualitas tidur subyektif p 0.678, tetapi hal ini dapat dibuktikan dengan Universitas Sumatera Utara penggunaan kafein dapat mengganggu tidur dengan mengurangi waktu tidur dan kualitas tidur Goldstein, 1963; James, 1998; Smith et al., 1993; Wright et al., 1996. Dalam penelitian Brezinova 1974, peneliti mendapatkan pada yang mengkonsumsi kafein, tidur subyektifnya adalah rata-rata kurang 2 jam berbanding yang tidak mengkonsumsi kafein dan yang mengkonsumsi kopi dekafein. Ini menunjukkan terdapat kualitas tidur yang buruk. Pada penelitian ini, tidak ada hubungan antara konsumsi kafein dengan latensi tidur p0.973 tetapi terdapat hubungan dengan latensi tidur yang tidak dapat memulakan tidur dalam waktu 30 menit p0.035, tetapi hal ini dapat dibuktikan di dalam penelitian Brezinova 1974 telah menemukan bahwa konsumsi kafein sebelum tidur memberi efek penurunan total waktu tidur rata- rata, peningkatan onset tidur dan meningkatkan jumlah bangun. Mereka juga memiliki onset latensi tidur rata-rata dari 66 menit dengan kafein di bandingkan dengan 18 menit tanpa minum kafein dan 21 menit dengan kopi tanpa kafein Goldstein, 1963; James, 1998; Smith et al., 1993; Wright et al., 1996. Selain itu, pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara konsumsi kafein dengan durasi tidur p0.410, tetapi hal ini dapat dibuktikan dalam penelitian Brezinova 1974, telah menunjukkan pada yang mengkonsumsi kafein sebelum tidur, subyek terjaga 4 kali sepanjang tidurnya berbanding kondisi yang lain. Ini dapat menunjukkan konsumsi kafein dapat mengurangi durasi tidur. Dalam penelitian Youngberg 2011, pada subyek kontrol dan pada mengalami insomnia yang mengkonsumsi 4 cangkir kopi setiap hari terdapat pengurangan jumlah tidurnya p0.001. Dalam penelitian ini, tidak ada hubungan antara konsumsi kafein dengan efisiensi kebiasaan tidur p0.340, tetapi hal ini dapat dibuktikan dalam penelitian Youngberg 2011 yang menyatakan pada subyek kontrol yang mengkonsumsi 4 cangkir kopi mengalami efisiensi tidur yang berkurang p0.001. Dalam penelitian ini juga, tidak ada hubungan antara konsumsi kafein dengan gangguan ketika tidur malam p0.827, tetapi hal ini dapat dibuktikan dalam penelitian Youngberg 2011, yaitu telah meneliti hubungan plasma konsentrasi kafein pada subyek kontrol dan insomnia. Di dapati pada subyek Universitas Sumatera Utara kontrol dan insomnia mengalami peningkatan gangguan mood seperti depresi dan ansietas secara signifikan p0.001. Dalam penelitian ini, terdapat 10 orang 76.9 yang tidak minum kopi mengalami kualitas tidur yang buruk. Hal ini adalah kerana terdapat beberapa masalah yang dapat mengganggu tidur mereka seperti tidak bisa memulakan tidur dalam waktu 30 menit setelah berbaring, terbangun di tengah malam atau terlalu dini, terbangun untuk ke kamar mandi, tidak dapat bernafas dengan leluasa, batuk atau mengorok, kedinginan di malam hari, kepanasan di malam hari, mengalami mimpi buruk, dan terasa nyeri. Selain itu, gangguan kualitas tidur mereka adalah disebabkan oleh salah satunya faktor cahaya yang juga dapat memberi efek pada kualitas tidur. Pada ruang yang cukup terang cahaya, kadar melatonin akan berkurang sehingga dapat mengganggu pengaturan ritme sirkadian. Begitu juga pada malam hari, salah satu hormon yang dikendalikan oleh suprachiasmatic nucleus yaitu melatonin yang dilepaskan oleh kelenjar pineal meningkat pada ruang yang gelap sehingga tidak mengganggu kualitas tidur w.carole,2008. Mereka juga mengalami kualitas tidur yang buruk juga disebabkan berada dalam keadaan kelaparan sehingga sulit untuk tidur. Selain itu, faktor lingkungan yang kotor dan lingkungan yang bising dapat menggangu tidur mereka. Kondisi stress sewaktu ujian dan terdapat masalah peribadi telah ditemukan dalam penelitian ini dimana sebahagian daripada mereka mengalami stress yang tidak dapat mengawal keadaan emosi sehingga dapat mengganggu tidur mereka dan menyebabkan kekurangan tidur. Kekurangan tidur yang kronis dapat meningkatkan kadar hormon stress kortisol, yang dapat mengganggu sel-sel otak yang dibutuhkan untuk pembelajaran dan ingatan w.carole,2008 Universitas Sumatera Utara BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut: 1. Responden yang mengkonsumsi cappuccino dengan 2 cangkir kopi 500 ml dapat mengalami kualitas tidur yang buruk 100. 2. Sebanyak 50 responden yang konsumsi kopi tidak berpengaruh pada kualitas tidur subyektif. 3. Sebanyak 41.7 responden yang konsumsi kopi tidak berpengaruh pada latensi tidur. 4. Sebanyak 54.2 responden yang konsumsi kopi tidak berpengaruh pada durasi tidur. 5. Sebanyak 87.5 responden yang konsumsi kopi tidak berpengaruh pada efisiensi kebiasaan tidur. 6. Sebanyak 79.2 responden yang konsumsi kopi tidak berpengaruh pada gangguan ketika tidur malam.

6.2. Saran

1. Pada masyarakat terutama mahasiswa agar tidak sering menggunakan kafein terutama pada malam hari kerana kafein dapat mengakibatkan perburukan kualitas tidur. 2. Pada peneliti selanjutnya agar dapat memperbesar jumlah sampel serta lebih memperhatikan karakteristik sampel sehingga nantinya akan ada informasi yang baru lagi yang dapat dihasilkan dari penelitian terkait. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi Tidur Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat atau tidur yang cukup agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Pada kondisi istirahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal. Pola tidur yang baik dan teratur memberikan efek yang bagus terhadap kesehatan Guyton Hall, 1997. Tidur merupakan keadaan berulang, teratur, mudah reversible yang ditandai dengan keadaan relative tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respon terhadap stimulus eksternal di bandingkan dengan keadaan terjaga Sadock,2010. Menurut Lanywati 2001, kebutuhan tidur yang cukup, ditentukan selain oleh jumlah faktor jam tidur kuantitas tidur, juga oleh kedalaman tidur kualitas tidur. Kebutuhan waktu tidur bagi setiap orang adalah berlainan, tergantung pada kebiasaan yang dibawa selama perkembangannya menjelang dewasa, aktivitas pekerjaan, usia, kondisi kesehatan dan lain sebagainya. Kebutuhan tidur pada dewasa 6-9 jam untuk menjaga kesehatan, usia lanjut 5-8 jam untuk menjaga kondisi fisik karena usia yang semakin tua mengakibatkan sebagian anggota tubuh tidak dapat berfungsi optimal, maka untuk mencegah adanya penurunan kesehatan dibutuhkan energi yang cukup dengan pola tidur yang sesuai Lumbantobing, 2004.

2.1.2 Fungsi Tidur

Fungsi tidur adalah memberikan fungsi homeostatik yang bersifat menyegarkan dan tampak penting untuk termoregulasi normal dan penyimpanan energi Sadock, 2010. Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Fisiologi Tidur

Tidur adalah suatu proses aktif, bukan sekedar hilangnya keadaan terjaga. Tingkat aktivitas otak keseluruhan tidak berkurang selama tidur. Selama tahap- tahap tertentu tidur, berlaku penyerapan oksigen oleh otak bahkan meningkat melebihi tingkat normal sewaktu terjaga Sherwood, 2011. Tidur biasanya dimulai dengan dangkal tahap 1 tidur NREM dan memperdalam untuk NREM tidur tahap 2, 3, dan 4, dan diikuti oleh episode singkat pertama dari tidur REM di sekitar 90 menit. Setelah siklus tidur pertama, NREM dan tidur REM terus mengikuti dalam bentuk yang diprediksi, dimana setiap siklus NREM-REM yang berlangsung sekitar 90 sampai 120 menit Sinton, 2004 . Pada waktu malam, siklus tidur berulang 3-7 kali. Tahap 1 tidur NREM, yang berlangsung hanya beberapa menit, berfungsi sebagai transisi dari terjaga menjadi tidur dan kemudian selama tidur berfungsi sebagai transisi antara REM-NREM siklus tidur. Biasanya, tahap 1 merupakan 2 sampai 5 dari total waktu tidur. Peningkatan jumlah atau persentase tahap 1 tidur mungkin menjadi tanda gangguan tidur. Periode pertama tahap 1 tidur NREM diikuti dengan tidur lebih dalam tahap 2, yang berlangsung sekitar 10 sampai 20 menit. Tahap 2 tidur biasanya merupakan 45 sampai 55 dari total waktu tidur. Tahap 2 tidur berkembang menjadi tahap 3 berlangsung beberapa menit dan 4 berterusan 40 menit. Tahap 3 merupakan 5 sampai 8 dari total waktu, dan tahap 4 merupakan 10 sampai 15 dari total waktu tidur. Tahap 3 dan 4 tidur NREM mendominasi sepertiga malam. Episode tidur REM menjadi lebih lama selama pada waktu malam, dan periode REM terpanjang ditemukan di sepertiga terakhir malam Carskadon, 2005 . Tidur gelombang lambat terjadi dalam empat tahap, yang masing-masing memperlihatkan gelombang EEG yang semakin pelan dengan amplitude lebih besar. Oleh itu dinamai tidur gelombang lambat Sherwood,2011. a. Tahap 1: Gelombang otak anda menjadi kecil dan tidak beraturan, dan anda merasa bahawa anda berada dihujung kesadaran, dalam keadaan tidur ringan. Bila dibangunkan pada saat ini, anda dapat mengingat kembali fantasi-fantasi atau beberapa gambar visual yang anda lihat. Universitas Sumatera Utara b. Tahap 2: Otak anda terkadang menghasilkan rentetan singkat gelombang yang cepat dan memiliki puncak gelombang yang tinggi yang biasa disebut sebagai sleep spindle. Gangguan suara dalam kadar kecil mungkin tidak akan mengganggu tidur anda. c. Tahap 3: Sebagai tambahan gelombang yang menjadi karakteristik tahap 2, otak anda terkadang menghasilkan gelombang delta, yang sangat lambat dengan puncak yang cukup tinggi. Pernafasan dan detak jantung anda melambat, otot-otot anda melemas rileks, dan dalam tahap ini anda mulai sulit dibangunkan. d. Tahap 4: Gelombang delta sekarang mengambil alih sebagian besar aktivitas, dan anda berada dalam tidur dalam. Pada saat ini, mungkin diperlukan guncangan yang kuat atau suara yang sangat keras untuk dapat membangunkan. Berjalan sambil tidur merupakan hal yang paling mungkin terjadi dalam periode ini Carole wade, 2008. Pada permulaaan tidur, akan berpindah dari tidur ringan “tidur ayam” stadium satu menjadi dalam stadium empat dalam waktu 30 sampai 45 menit. Kemudian akan berbalik melalui stadium- stadium yang sama dalam periode waktu yang sama. Pada akhir masing-masing siklus tidur gelombang lambat terdapat episode tidur paradoksal selama 10 sampai 15 menit. Secara paradoks, pola EEG selama period ini mendadak seperti dalam keadaan terjaga, meskipun masih dalam tidur lelap iaitu serupa dengan EEG pada orang yang sadar penuh. Setelah episode paradoks tersebut, stadium-stadium gelombang lambat kembali berulang. Pada tidur non rapid eye movement NREM atau tidur gelombang lambat, sebagian besar fungsi fisiologis sangat berkurang dibandingkan dengan keadaan terjaga. Pada tidur jenis ini, yang bersangkutan masih memiliki tonus otot yang cukup dan sering mengubah posisi tidurnya. Hanya terjadi penurunan ringan kecepatan pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah. Selama waktu ini, yang bersangkutan mudah dibangunkan dan jarang bermimpi Sherwood,2011. Universitas Sumatera Utara Meskipun tidur gelombang lambat sering disebut tidur tanpa mimpi, mimpi dan kadang-kadang mimpi buruk dapat terjadi selama tidur gelombang lambat. Perbedaan antara mimpi yang terjadi dalam tidur gelombang lambat dan yang terjadi di REM tidur adalah orang-orang dari tidur REM berhubungan dengan lebih banyak aktivitas otot tubuh, dan mimpi tidur gelombang lambat biasanya tidak dapat ingat. Artinya, selama tidur gelombang lambat, konsolidasi dari mimpi dalam memori tidak terjadi Guyton Hall,2005. Pada tidur rapid eye movement REM atau dinamakan tidur paradoksal ditandai oleh inhibisi mendadak tonus otot seluruh tubuh.Otot-otot mengalami relaksasi total tanpa gerakan dan ditandai dengan gerakan mata cepat sehingga dinamai tidur REM. Kecepatan jantung dan pernafasan menjadi ireguler dan tekanan darah mungkin berfluktuasi. Karakteristik lain tidur REM adalah mimpi. Gerakan- gerakan mata cepat tidak berkaitan dengan “mengamati” bayangan mimpi. Gerakan-gerakan mata ini berlangsung dalam pola osilatif tetap yang tidak dipengaruhi oleh isi mimpi. Pencitraan otak sewaktu tidur REM memperlihatkan peningkatan aktivitas di daerah-daerah pemprosesan visual tingkat tinggi dan sistem limbik tempat emosi, disertai oleh penurunan aktivitas di korteks prafrontal tempat akal. Bayangan visual yang diciptakan dari dalam diri mencerminkan “bank ingatan emosional” yang bersangkutan dengan hanya sedikit tuntutan atau interpretasi dari daerah berpikir kompleks. Akibatnya, mimpi sering memiliki muatan emosi yang besar, sensasi waktu yang kacau dan isi yang aneh yang diterima begitu saja sebagai kenyataan Sherwood,2011. Gangguan pada pola dan periodisitas REM dan NREM sering ditemukan ketika orang mengalami gangguan tidur. Siklus tidur-bangun diatur oleh sekelompok kompleks proses biologis yang berfungsi sebagai jam internal.Suprachiasmatic nucleus, yang terletak di hipotalamus, dianggap pencatat waktu anatomi tubuh, yang bertanggung jawab untuk pelepasan melatonin pada siklus 25-jam. Kelenjar pineal mengeluarkan kadar melatonin yang rendah bila terkena cahaya terang, sehingga tingkat bahan kimia ini terendah selama siang hari terjaga. Beberapa neurotransmiter yang berpikir untuk memainkan peran dalam tidur. Ini termasuk serotonin dari raphe nucleus dorsal, norepinefrin yang Universitas Sumatera Utara terkandung dalam neuron dengan badan sel di lokus seruleus, dan asetilkolin dari formasi retikular pontine. Dopamin, di sisi lain, terkait dengan terjaga. Kelainan pada keseimbangan semua sistem utusan kimia dapat mengganggu berbagai fisiologis, biologis, perilaku, dan EEG parameter bertanggung jawab untuk REM yaitu, tidur aktif dan NREM gelombang perlahan tidur Lubit,2012.

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur

Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya.Di antara faktor yang mempengaruhinya adalah : 1. Penyakit Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit yang dapat memperbesar kebutuhan tidur seperti gangguan endokrin tiroid dan diabetes. Diabetes mempengaruhi cara tubuh menyimpan dan menggunakan karbohidrat, protein, dan lemak. Orang yang tidak mengelola dan mengontrol kondisi diabetes mereka sering menderita sindrom kaki gelisah. Hormon yang dilepaskan oleh kelenjar tiroid mengatur tingkat energi tubuh. Seseorang menderita hipertiroidisme berkeringat deras pada malam hari dan tidak mampu untuk menikmati istirahat pada malam. Penyakit Alzhiemer yang mengganggu fungsi intelektual otak dan menyebabkan demensia. Ini juga menyebabkan gangguan tidur yang disebut fragmentasi. Epilepsi mempengaruhi fungsi listrik normal otak dan menyebabkan perubahan mendadak di dalamnya yang berulang. Orang yang menderita epilepsi lebih mungkin menderita insomnia. Biasanya, stroke dikaitkan dengan apnea tidur obstruktif. 2. Kelelahan Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal tersebut terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka, Universitas Sumatera Utara orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek. 3. Stres psikologis Kondisi stres psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Seseorang yang memiliki masalah psikologis akan mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur. 4. Obat Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang mempengaruhi proses tidur iaitu jenis golongan obat diuretik dapat menyebabkan insomnia, antidepressan dapat menekan, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia dan golongan narkotik dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk. 5. Nutrisi Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepatkan proses tidur. Konsumsi protein yang tinggi maka seseorang tersebut akan mempercepat proses terjadinya tidur karena dihasilkan triptofan yang merupakan asam amino hasil pencernaan protein yang dicerna dapat membantu mudah tidur. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat terkadang sulit untuk tidur. 6. Ligkungan Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepatkan proses terjadinya tidur. Sebaliknya lingkungan yang tidak aman dan nyaman bagi seseorang dapat menyebabkan hilangnya ketenangan sehingga mempengaruhi proses tidur. 7. Motivasi Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur,dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur. Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Klasifikasi Tidur

Tiga kategori utama gangguan tidur dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders DSM-1V-TR : 1. Gangguan tidur primer a. Insomnia primer. b. Hipersomnia primer. c. Narkolepsi. d. Gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan. e. Gangguan tidur irama sirkadian. f. Gangguan teror tidur. g. Gangguan tidur berjalan. h. Parasomniagangguan mimpi buruk. 2. Gangguan tidur akibat gangguan jiwa lain. 3. Gangguan tidur lain yang dicetuskan oleh zat.

1. Gangguan Tidur Primer a. Insomnia primer

Insomnia adalah masalah kesehatan umum. Hal ini dapat menyebabkan kantuk di siang hari yang berlebihan dan kekurangan energi. Insomnia jangka panjang dapat menyebabkan anda merasa tertekan atau marah, mengalami kesulitan member perhatian, belajar, dan mengingat, dan tidak melakukan yang terbaik pada pekerjaan atau di sekolah. Insomnia juga dapat membatasi energi yang anda miliki untuk menghabiskan waktu dengan teman-teman atau keluarga. Insomnia dapat ringan sampai berat tergantung pada seberapa sering terjadi dan untuk berapa lama. Insomnia kronis berarti memiliki gejala minimal 3 malam per minggu selama lebih dari sebulan American sleep association,2007. Insomnia primer didiagnosis jika keluhan utama adalah tidur yang tidak bersifat menyegarkan atau kesulitan memulai atau mempertahankan tidur. Istilah primer menunjukkan bahawa insomnia bebas dari adanya gangguan fisik atau psikologis Sadock,2010. Insomnia primer adalah sulit tidur yang tidak disebabkan oleh Universitas Sumatera Utara penyebab medis, kejiwaan, maupun lingkungan McVearry,2013. Insomnia primer bukanlah efek samping dari obat-obatan atau masalah medis lainnya. Ini adalah gangguan sendiri,dan umumnya berlangsung selama minimal 1 bulan atau lebih Sadock,2010.

b. Hipersomnia primer

Hipersomnia primer didiagnosis dengan rasa mengantuk berlebihan untuk waktu sedikitnya 1 bulan atau kurang jika berulang yang tampak baik dengan episode tidur lama atau episode tidur siang hari yang terjadi hampir setiap hari. Gangguan ini harus diberi kode sebagai berulang jika pasien memiliki periode rasa mengantuk berlebihan yang berlangsung selama 3 hari dan terjadi beberapa kali dalam satu tahun selama sedikitnya 2 tahun. Gangguan ini tidak disebabkan oleh suatu zat atau keadaan medis umum Sadock,2010. Pasien dengan hipersomnia primer tidur selama 10-12 jam pada malam hari dan tampak mengantuk dan tidur pada siang hari David,2000.

c. Narkolepsi

Narkolepsi terdisi atas rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari serta manifestasi abnormal tidur rapid eye movement REM berulang ke dalam transisi antara tidur dan bangun mencakup hipnagogik atau hipnopompik atau paralisis tidur di awal atau akhir episode tidur yang terjadi setiap hari selama sedikitnya 3 bulan. Serangan tidur ini khasnya terjadi dua sampai enam kali sehari dan berlangsung 10 hingga 20 menit. Serangan ini dapat terjadi pada saat yang tidak tepat misalnya saat makan,berbicara,dan saat berhubungan seksual. Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat atau keadaan medis umum Sadock,2010. Pada pasien dengan kantuk yang berlebihan di siang hari, kehadiran katapleksi adalah patognomonik narkolepsi. Katapleksi terdiri dari episode singkat kelumpuhan atau kelemahan otot volunter tanpa perubahan kesadaran, dan dipicu oleh emosi yang kuat tapi normal. Permulaan narkolepsi biasanya terjadi antara usia 15 dan 30 tahun, meskipun kasus telah dilaporkan dengan onset sejak usia 5 tahun dan hingga akhir 63 tahun. Pria dan wanita sama- Universitas Sumatera Utara sama terpengaruh. Kantuk di siang hari biasanya merupakan gejala pertama muncul Williams,2000.

d. Gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan

Merupakan gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan ditandai dengan penghentian tidur yang menyebabkan rasa mengantuk berlebihan atau insomnia yang disebabkan gangguan pernapasan terkait-tidur misalnya sindrom apnea tidur sentral atau obstruktif maupun sindrom hipoventilasi alveolar sentral. Gangguan pernapasan yang dapat terjadi selama tidur mencakup apnea, hipopnea, dan denaturasi oksigen. Pada apnea tidur sentral murni, upaya aliran udara dan pernafasan abdomen dan dada berhenti saat episode apnea dan mulai kembali saat bangun. Pada apnea tidur obstruktif murni, aliran udara berhenti tetapi upaya pernafasan meningkat selama period apnea. Pola ini menunjukkan adanya suatu obstruksi pada jalan nafas dan upaya yang bertambah oleh otot-otot abdomen dan toraks untuk mendorong udara melewati obstruksi ini. Episode ini juga berhenti saat bangun. Gangguan ini tidak disebabkan gangguan jiwa lain dan tidak disebabkan langsung suatu zat Sadock,2010. Sindrom apnea tidur obstruktif jauh lebih umum. Apnea tidur sentral terlihat pada pasien dengan gangguan neurologis dan juga pada gagal jantung kongestif. Apnea tidur obstruktif disebabkan oleh gangguan di saluran udara dari mulut ke trakea. Ada beberapa daerah yang mungkin akan terpengaruh. Daerah ini termasuk langit-langit lunak, amandel, uvula dan lidah. Biasanya, mendengkur merupakan gejala peningkatan resistensi saluran napas pada lokasi anatomi. Sindrom apnea tidur obstruktif sering diperburuk oleh tindakan yang mengendurkan saluran napas bagian atas atau mengurangi ukuran jalan napas, termasuk minum alkohol, tidur di punggung seseorang, tidur REM dan berat badan American Sleep Association,2001.

e. Gangguan irama tidur sirkadian

Gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang dikehendaki, walaupun jumlah tidurnya tetap. Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur badan, plasma darah, urine, Universitas Sumatera Utara fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidur bangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangunaktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami pergeseran. Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian yaitu sementara acute work shift, Jet lag dan Menetap shift worker. Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut : 1. Tipe fase tidur terlambat delayed sleep phase type Ditandai oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Keluhan utama pasien adalah kesulitan jatuh tertidur pada waktu yang diinginkan seperti biasa,dan gangguan pasien mungkin tampak menyerupai onset tidur insomnia. Rasa mengantuk di siang hari sering terjadi akibat tidak tidur Sadock,2010 . 2. Tipe Jet lag Ialah mengantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari satu zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan latensi tidur yang panjang dengan tidur yang terputus-putus. Tipe jet lag biasanya hilang spontan dalam 2 hingga 7 hari Sadock,2010. 3. Pergeseran kerja shift work type Pergeseran kerja terjadi pada orang yang secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum. Universitas Sumatera Utara Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM Sadock,2010 . 4. Sindrom memajukan fase tidur Ditandai dengan onset tidur dan waktu bangun yang lebih awal dari yang diinginkan. Keluhan utamanya adalah ketidakmampuan untuk tetap terjaga di sore hari dan tidur di pagi hari sampai waktu biasa yang diinginkan Sadock,2010 . 5. Tipe pola tidur-bangun kacau Tipe ini didefinisikan sebagai perilaku tidur dan bangun yang tidak teratur dan beragam serta yang mengganggu pola tidur-bangun biasa. Keadaan ini dikaitkan dengan seringnya tidur siang pada waktu yang tidak teratur dan istirahat di tempat tidur yang berlebihan. Tidur di malam hari lamanya tidak adekuat dan keadaan ini dapat tampak seperti insomnia, meskipun jumlah total tidur dalam 24 jam normal untuk usia pasien Sadock,2010 .

f. Gangguan teror tidur

Teror malam adalah episode berulang kebangkitan mendadak dari tidur yang ditandai dengan jeritan panik, rasa takut yang intens dan gairah otonom. Individu biasanya tidak ingat tentang rincian acara dan tidak responsif selama episode. Teror malam terjadi selama sepertiga pertama malam, selama tahap-tahap 3 dan 4 tidur NREM Lubit,2012.

g. Gangguan berjalan sambil tidur

Gangguan tidur berjalan sleep walking merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks yang diawali pada sepertiga pertama malam selama tidur NREM yang dalam tahap 3 dan 4, dan sering dilanjutkan tanpa kesadaran penuh Universitas Sumatera Utara atau ingatan mengenai episode tersebut untuk meninggalkan tempat tidur dan berjalan berkeliling Sadock,2010 .

h. Parasomnia

Parasomnia adalah gangguan mimpi buruk dimana mimpi buruk adalah mimpi yang lama dan menakutkan yang membuat orang terbangun dengan rasa ketakutan. Seperti mimpi lain, mimpi buruk hampir selalu terjadi selama tidur REM dan biasanya setelah periode REM yang panjang di akhir malam. Beberapa orang sering mengalami mimpi buruk sebagai keadaan yang berlangsung seumur hidup, yang lainnya mengalami mimpi buruk terutama saat stress dan sakit Sadock,2010 .

2. Gangguan tidur akibat gangguan jiwa lain