Distribusi Karakteristik Sampel Tabel 5.1. Deskripsi Karakteristik Sampel Fungsi Tidur Fisiologi Tidur

jumlah sampel yang diambil, terdapat 37 sampel telah mengikuti kriteria inklusi. Sebanyak 3 orang sampel yang telah mengikuti kriteria eksklusi dan dapat didistribusikan menurut karakteristik jenis kelamin dan umur seperti tabel dibawah.

5.1.3. Distribusi Karakteristik Sampel Tabel 5.1. Deskripsi Karakteristik Sampel

Karakteristik Subjek n=37 Frekuensi n Persentase Jenis kelamin Laki-laki 18 48.6 Perempuan 19 51.4 Umur 18-20 21 56.8 21-23 16 43.2 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar sampel adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 19 orang 51.4, kemudian laki- laki sebanyak 18 orang 48.6. Frekuensi umur sampel terbanyak terdapat pada umur 18-20 tahun yaitu 21 orang 56.8, kemudian umur 21-23 tahun sebanyak 16 orang 43.2. 5.1.4. Hasil Analisa Data 5.1.4.1. Analisa Distribusi Sampel Berdasarkan Konsumsi Kafein pada Jenis Kelamin Universitas Sumatera Utara Tabel 5.2 Distribusi Konsumsi kopi Berdasarkan Jenis Kelamin Konsumsi kopi Jumlah tidak ya Jenis kelamin laki-laki 5 13 18 38.5 54.2 48.6 Perempuan 8 11 19 61.5 45.8 51.4 Jumlah 13 24 37 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan data tersebut mahasiswa yang tidak konsumsi kopi lebih banyak pada perempuan yaitu sebanyak 8 orang 61.5. Begitu juga mahasiswa yang konsumsi kopi lebih banyak pada laki-laki yaitu sebanyak 13 orang 54.2. Dari hasil uji chi square didapat nilai p value adalah 0.362. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan jenis kelamin dengan konsumsi kopi. 5.1.4.2. Analisa Aspek Dalam Kuesioner Kualitas Tidur dan Konsumsi Kopi Tabel 5.3 Distribusi Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur Subyektif Konsumsi kopi Jumlah Tidak Ya Kualitas tidur subyektif sangat baik 2 4 6 15.4 16.7 16.2 Baik 8 12 20 61.5 50.0 54.1 Kurang 3 8 11 23.1 33.3 29.7 Jumlah 13 24 37 100.0 100.0 100.0 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel diatas bahwa bagi sampel yang tidak konsumsi kopi, frekuensi kualitas tidur subyektif yang terbanyak adalah kualitas tidur subyektif yang baik yaitu sebanyak 8 orang 61.5, dan yang paling sedikit adalah kualitas tidur subyektif yang sangat baik yaitu sebanyak 2 orang 15.4. Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi kualitas tidur subyektif yang terbanyak adalah kualitas tidur subyektif yang baik yaitu sebanyak 12 orang 50.0, dan yang paling sedikit adalah kualitas tidur subyektif yang sangat baik yaitu sebanyak 4 orang 16.7. Dari hasil uji correlations di dapat nilai p value 0.678 yang berarti tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur subyektif dengan konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya diterima. Tabel 5.4 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Latensi Tidur Konsumsi kopi Jumlah Tidak Ya Latensi tidur ≤15 menit 6 10 16 46.2 41.7 43.2 16-30 menit 4 10 14 30.8 41.7 37.8 31-60 menit 2 2 4 15.4 8.3 10.8 60 menit 1 2 3 7.7 8.3 8.1 Jumlah 13 24 37 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa bagi sampel yang tidak konsumsi kopi, frekuensi latensi tidur terbanyak adalah kurang atau 15 menit Universitas Sumatera Utara yaitu sebanyak 6 orang 46.2, dan yang paling sedikit adalah latensi tidur pada lebih dari 60 menit yaitu sebanyak 1 orang 7.7. Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi latensi tidur terbanyak adalah kurang atau 15 menit dan 16-30 menit yaitu sebanyak 10 orang 41.7, dan yang paling sedikit adalah latensi tidur pada 31-60 menit dan lebih dari 60 menit yaitu sebanyak 2 orang 8.3. Pada hasil uji correlations didapat nilai p value 0.973 yang berarti tidak terdapat hubungan antara latensi tidur dengan konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya diterima. Tabel 5.5 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Latensi Tidur dalam 30 menit Konsumsi kopi jumlah tidak Ya Latensi tidur dalam 30 menit tidak pernah 4 3 7 30.8 12.5 18.9 sekali seminggu 6 5 11 46.2 20.8 29.7 2 kali seminggu 1 9 10 7.7 37.5 27.0 3 kali seminggu 2 7 9 15.4 29.2 24.3 Jumlah 13 24 37 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa bagi sampel yang tidak konsumsi kopi, frekuensi latensi tidur terbanyak adalah berlaku dalam sekali Universitas Sumatera Utara seminggu yaitu sebanyak 6 orang 46.2, dan yang paling sedikit adalah latensi tidur pada 2 kali seminggu yaitu sebanyak 1 orang 7.7. Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi latensi tidur terbanyak adalah pada 2 kali seminggu yaitu sebanyak 9 orang 37.5, dan yang paling sedikit adalah latensi tidur yang tidak pernah ada gangguan memulakan tidur dalam 30 menit yaitu sebanyak 3 orang 12.5. Pada hasil uji correlations didapat nilai p value nilai signifikasi adalah 0.035 yang berarti terdapat peningkatan latensi tidur pada yang konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya ditolak. Tabel 5.6 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Durasi Tidur Konsumsi kopi Jumlah Tidak Ya Durasi tidur 7 jam 1 7 8 7.7 29.2 21.6 6-7 jam 4 4 8 30.8 16.7 21.6 5-6 jam 8 13 21 61.5 54.2 56.8 Jumlah 13 24 37 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa bagi sampel yang tidak konsumsi kopi, frekuensi durasi tidur terbanyak adalah pada durasi 5-6 jam yaitu sebanyak 8 orang 61.5, dan yang paling sedikit adalah durasi pada lebih dari 7 jam yaitu sebanyak 1 orang 7.7. Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi durasi tidur terbanyak adalah pada durasi 5-6 jam yaitu sebanyak 13 orang 54.2,dan yang paling sedikit adalah pada durasi 6-7 jam yaitu sebanyak 4 orang 16.7. Pada hasil uji Universitas Sumatera Utara correlations didapat nilai p value 0.410 yang berarti tidak terdapat hubungan antara durasi tidur dengan konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya diterima. Tabel 5.7 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Efisiensi Kebiasaan Tidur Konsumsi kopi Jumlah Tidak Ya Efisiensi tidur malam 85 10 21 31 76.9 87.5 83.8 75-84 1 3 4 7.7 12.5 10.8 65-74 1 1 7.7 0.0 2.7 65 1 1 7.7 0.0 2.7 Jumlah 13 24 37 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa bagi sampel yang tidak konsumsi kopi, frekuensi efisiensi tidur yang terbanyak adalah pada 85 yaitu sebanyak 10 orang 76.9 dan yang paling sedikit adalah pada 75-84 ,65-74 dan 65 sebanyak 1 orang 7.7. Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi terbanyak adalah pada 85 yaitu sebanyak 21 orang 87.5 dan pada 65-74 dan 65 tidak dijumpai orang yang mengkonsumsi kopi. Pada hasil uji correlations, didapati nilai p value 0.340 yang berarti tidak terdapat hubungan antara efisiensi tidur dengan konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya diterima. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.8 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Gangguan Ketika Tidur Malam Konsumsi kopi Jumlah Tidak Ya Gangguan tidur malam tidak pernah 2 2 0.0 8.3 5.4 sekali seminggu 12 19 31 92.3 79.2 83.8 ≥ 2 kali seminggu 1 3 4 7.7 12.5 10.8 Jumlah 13 24 37 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada yang tidak konsumsi kopi, frekuensi terbanyak adalah pada sekali seminggu yaitu sebanyak 12 orang 92.3 dan tidak dijumpai orang pada tidak pernah mengalami gangguan tidur malam. Pada yang konsumsi kopi, frekuensi gangguan tidur yang terbanyak adalah pada kelompok sekali seminggu yaitu sebanyak 19 orang 79.2 dan yang paling sedikit adalah pada kelompok tidak pernah mengalami gangguan tidur sebanyak 2 orang 8.3. Pada hasil uji correlations didapati nilai p value 0.827 yang berarti tidak terdapat hubungan antara gangguan tidur malam dengan konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya diterima. Universitas Sumatera Utara

5.1.4.3. Hasil Analisa Statistik Hubungan Antara Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur

Tabel 5.9 Hasil Analisa Statistik Hubungan Antara Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur pada Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Konsumsi kopi jumlah Tidak Ya Kualitas tidur Buruk 10 24 34 persentase konsumsi kopi 76.9 100.0 91.9 Baik 3 3 persentase konsumsi kopi 23.1 0.0 8.1 Jumlah 13 24 37 persentase konsumsi kopi 100.0 100.0 100.0 Kualitas tidur diukur dari hasil total kuesioner. Nilai skore 5 adalah mempunyai kualitas tidur yang buruk, nilai 5 adalah mempunyai kualitas tidur yang baik. Dari tabel didapatkan bahwa bagi sampel yang tidak konsumsi kopi, frekuensi kualitas tidur terbanyak adalah kategori kualitas tidur yang buruk yaitu sebanyak 10 orang 76.9, dan yang paling sedikit adalah adalah kategori kualitas tidur yang baik yaitu sebanyak 3 orang 23.1. Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi kualitas tidur terbanyak adalah kategori kualitas tidur buruk yaitu sebanyak 24 orang 100 dan tidak dijumpai orang pada kategori kualitas tidur yang baik. Hasil uji chi square didapatkan nilai p value nilai signifikan adalah 0.014 yang berarti terdapat perburukan kualitas tidur pada yang konsumsi kopi karena nilai p value kurang dari 0.05 p 0.05 dimana hipotesis nolnya ditolak. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.10 Hasil Analisa Statistik Antara Kadar Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur Kualitas tidur jumlah Buruk Baik Cangkir kopi 2 cangkir kopi atau kurang 33 3 36 persentase kualitas tidur 97.1 100.0 97.3 3-4 cangkir kopi 1 1 persentase kualitas tidur 2.9 0.0 2.7 Jumlah 34 3 37 persentase kualitas tidur 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahawa bagi yang mengalami kualitas tidur buruk yang terbanyak adalah pada mahasiswa yang mengkonsumsi sekurang-kurangnya 2 cangkir kopi atau kurang yaitu sebanyak 33 orang 97.1 dan yang paling sedikit adalah sebanyak 1 orang 2.9 pada mahasiswa yang konsumsi 3-4 cangkir kopi . Pada sampel yang mengalami kualitas tidur baik yang terbanyak adalah pada mahasiswa yang mengkonsumsi sekurang-kurangnya 2 cangkir kopi atau kurang yaitu sebanyak 3 orang 100 dan tidak dijumpai orang pada mahasiswa yang konsumsi 3-4 cangkir kopi. Hasil uji chi square didapatkan nilai p value 0.763 yang berarti tidak terdapat hubungan antara kadar konsumsi kopi terhadap kualitas tidur dimana hipotesis nolnya diterima. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.11 Hasil Analisa Statistik Antara Jenis Kopi dengan Kualitas Tidur Kualitas tidur Jumlah Buruk baik Jenis kopi cappucino 21 3 24 61.8 100.0 64.9 black coffee 2 2 5.9 0.0 5.4 coffee mix 6 6 17.6 0.0 16.2 kopi lattae 4 4 11.8 0.0 10.8 jenis kopi lain 1 1 2.9 0.0 2.7 Jumlah 34 3 37 100.0 100.0 100.0 Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa mahasiswa lebih banyak menggunakan jenis kopi cappucino dan mengalami kualitas tidur yang buruk sebanyak 61.8 berbanding jenis kopi lain. Universitas Sumatera Utara

5.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian ini, sampel yang mengkonsumsi kopi banyak memiliki kualitas tidur buruk yaitu 24 orang 100. Sedangkan bagi sampel yang tidak mengkonsumsi kopi, terdapat juga mengalami kualitas tidur yang buruk yaitu sebanyak 10 orang 76.9. Pada hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan kafein dengan kualitas tidur pada Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Sumatera Utara. Dalam penelitian ini, terdapat 21 orang mahasiswa mengkonsumsi kopi cappucino dengan 2 cangkir kopi 500 ml perhari atau kurang, dapat mengalami kualitas tidur yang buruk 100 yang mengandungi rata-rata 150 mg kafein dibandingkan dengan jenis kopi yang lain seperti black coffee, coffee mix dan kopi lattae. Ini dapat menunjukkan konsumsi cappucino adalah paling banyak memberikan perburukan kualitas tidur dibandingkan dari jenis kopi lain. Hal ini dapat dibuktikan dalam penelitian Brezinova 1974 yaitu dengan hanya konsumsi 2 cangkir kopi dapat menyebabkan seseorang mengambil masa yang lama untuk tertidur, tidur dengan waktu yang singkat dan mengalami kualitas tidur yang buruk. Hal ini berkaitan dengan mekanisme kerja utama kafein yaitu menghambat reseptor adenosin untuk terus terjaga. Adenosin merupakan mediator proses tidur homeostatik. Adenosin menginduksi tidur normal sementara kafein yang menghambat reseptor adenosine di otak dapat membangunkan orang yang mengantuk dengan menghilangkan pengaruh inhibitorik adenosine Sherwood,2009. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Drapeau et al 2006 yang meneliti efek penggunaan kafein sebelum tidur pada kelompok umur muda dan pertengahan. Hasil menunjukkan kafein mengurangkan kualitas tidur p0.09 dan pada kedua kelompok. Selain itu, dalam penelitian L.Seblewengel 2012, terdapat yang mengkonsumsi minuman berkafein mengalami kualitas tidur yang buruk dengan uji statistik signifikan p value 0.015. Pada penelitian ini, tidak ada hubungan antara konsumsi kafein dengan kualitas tidur subyektif p 0.678, tetapi hal ini dapat dibuktikan dengan Universitas Sumatera Utara penggunaan kafein dapat mengganggu tidur dengan mengurangi waktu tidur dan kualitas tidur Goldstein, 1963; James, 1998; Smith et al., 1993; Wright et al., 1996. Dalam penelitian Brezinova 1974, peneliti mendapatkan pada yang mengkonsumsi kafein, tidur subyektifnya adalah rata-rata kurang 2 jam berbanding yang tidak mengkonsumsi kafein dan yang mengkonsumsi kopi dekafein. Ini menunjukkan terdapat kualitas tidur yang buruk. Pada penelitian ini, tidak ada hubungan antara konsumsi kafein dengan latensi tidur p0.973 tetapi terdapat hubungan dengan latensi tidur yang tidak dapat memulakan tidur dalam waktu 30 menit p0.035, tetapi hal ini dapat dibuktikan di dalam penelitian Brezinova 1974 telah menemukan bahwa konsumsi kafein sebelum tidur memberi efek penurunan total waktu tidur rata- rata, peningkatan onset tidur dan meningkatkan jumlah bangun. Mereka juga memiliki onset latensi tidur rata-rata dari 66 menit dengan kafein di bandingkan dengan 18 menit tanpa minum kafein dan 21 menit dengan kopi tanpa kafein Goldstein, 1963; James, 1998; Smith et al., 1993; Wright et al., 1996. Selain itu, pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara konsumsi kafein dengan durasi tidur p0.410, tetapi hal ini dapat dibuktikan dalam penelitian Brezinova 1974, telah menunjukkan pada yang mengkonsumsi kafein sebelum tidur, subyek terjaga 4 kali sepanjang tidurnya berbanding kondisi yang lain. Ini dapat menunjukkan konsumsi kafein dapat mengurangi durasi tidur. Dalam penelitian Youngberg 2011, pada subyek kontrol dan pada mengalami insomnia yang mengkonsumsi 4 cangkir kopi setiap hari terdapat pengurangan jumlah tidurnya p0.001. Dalam penelitian ini, tidak ada hubungan antara konsumsi kafein dengan efisiensi kebiasaan tidur p0.340, tetapi hal ini dapat dibuktikan dalam penelitian Youngberg 2011 yang menyatakan pada subyek kontrol yang mengkonsumsi 4 cangkir kopi mengalami efisiensi tidur yang berkurang p0.001. Dalam penelitian ini juga, tidak ada hubungan antara konsumsi kafein dengan gangguan ketika tidur malam p0.827, tetapi hal ini dapat dibuktikan dalam penelitian Youngberg 2011, yaitu telah meneliti hubungan plasma konsentrasi kafein pada subyek kontrol dan insomnia. Di dapati pada subyek Universitas Sumatera Utara kontrol dan insomnia mengalami peningkatan gangguan mood seperti depresi dan ansietas secara signifikan p0.001. Dalam penelitian ini, terdapat 10 orang 76.9 yang tidak minum kopi mengalami kualitas tidur yang buruk. Hal ini adalah kerana terdapat beberapa masalah yang dapat mengganggu tidur mereka seperti tidak bisa memulakan tidur dalam waktu 30 menit setelah berbaring, terbangun di tengah malam atau terlalu dini, terbangun untuk ke kamar mandi, tidak dapat bernafas dengan leluasa, batuk atau mengorok, kedinginan di malam hari, kepanasan di malam hari, mengalami mimpi buruk, dan terasa nyeri. Selain itu, gangguan kualitas tidur mereka adalah disebabkan oleh salah satunya faktor cahaya yang juga dapat memberi efek pada kualitas tidur. Pada ruang yang cukup terang cahaya, kadar melatonin akan berkurang sehingga dapat mengganggu pengaturan ritme sirkadian. Begitu juga pada malam hari, salah satu hormon yang dikendalikan oleh suprachiasmatic nucleus yaitu melatonin yang dilepaskan oleh kelenjar pineal meningkat pada ruang yang gelap sehingga tidak mengganggu kualitas tidur w.carole,2008. Mereka juga mengalami kualitas tidur yang buruk juga disebabkan berada dalam keadaan kelaparan sehingga sulit untuk tidur. Selain itu, faktor lingkungan yang kotor dan lingkungan yang bising dapat menggangu tidur mereka. Kondisi stress sewaktu ujian dan terdapat masalah peribadi telah ditemukan dalam penelitian ini dimana sebahagian daripada mereka mengalami stress yang tidak dapat mengawal keadaan emosi sehingga dapat mengganggu tidur mereka dan menyebabkan kekurangan tidur. Kekurangan tidur yang kronis dapat meningkatkan kadar hormon stress kortisol, yang dapat mengganggu sel-sel otak yang dibutuhkan untuk pembelajaran dan ingatan w.carole,2008 Universitas Sumatera Utara BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut: 1. Responden yang mengkonsumsi cappuccino dengan 2 cangkir kopi 500 ml dapat mengalami kualitas tidur yang buruk 100. 2. Sebanyak 50 responden yang konsumsi kopi tidak berpengaruh pada kualitas tidur subyektif. 3. Sebanyak 41.7 responden yang konsumsi kopi tidak berpengaruh pada latensi tidur. 4. Sebanyak 54.2 responden yang konsumsi kopi tidak berpengaruh pada durasi tidur. 5. Sebanyak 87.5 responden yang konsumsi kopi tidak berpengaruh pada efisiensi kebiasaan tidur. 6. Sebanyak 79.2 responden yang konsumsi kopi tidak berpengaruh pada gangguan ketika tidur malam.

6.2. Saran

1. Pada masyarakat terutama mahasiswa agar tidak sering menggunakan kafein terutama pada malam hari kerana kafein dapat mengakibatkan perburukan kualitas tidur. 2. Pada peneliti selanjutnya agar dapat memperbesar jumlah sampel serta lebih memperhatikan karakteristik sampel sehingga nantinya akan ada informasi yang baru lagi yang dapat dihasilkan dari penelitian terkait. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Definisi Tidur Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat atau tidur yang cukup agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Pada kondisi istirahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal. Pola tidur yang baik dan teratur memberikan efek yang bagus terhadap kesehatan Guyton Hall, 1997. Tidur merupakan keadaan berulang, teratur, mudah reversible yang ditandai dengan keadaan relative tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respon terhadap stimulus eksternal di bandingkan dengan keadaan terjaga Sadock,2010. Menurut Lanywati 2001, kebutuhan tidur yang cukup, ditentukan selain oleh jumlah faktor jam tidur kuantitas tidur, juga oleh kedalaman tidur kualitas tidur. Kebutuhan waktu tidur bagi setiap orang adalah berlainan, tergantung pada kebiasaan yang dibawa selama perkembangannya menjelang dewasa, aktivitas pekerjaan, usia, kondisi kesehatan dan lain sebagainya. Kebutuhan tidur pada dewasa 6-9 jam untuk menjaga kesehatan, usia lanjut 5-8 jam untuk menjaga kondisi fisik karena usia yang semakin tua mengakibatkan sebagian anggota tubuh tidak dapat berfungsi optimal, maka untuk mencegah adanya penurunan kesehatan dibutuhkan energi yang cukup dengan pola tidur yang sesuai Lumbantobing, 2004.

2.1.2 Fungsi Tidur

Fungsi tidur adalah memberikan fungsi homeostatik yang bersifat menyegarkan dan tampak penting untuk termoregulasi normal dan penyimpanan energi Sadock, 2010. Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Fisiologi Tidur

Tidur adalah suatu proses aktif, bukan sekedar hilangnya keadaan terjaga. Tingkat aktivitas otak keseluruhan tidak berkurang selama tidur. Selama tahap- tahap tertentu tidur, berlaku penyerapan oksigen oleh otak bahkan meningkat melebihi tingkat normal sewaktu terjaga Sherwood, 2011. Tidur biasanya dimulai dengan dangkal tahap 1 tidur NREM dan memperdalam untuk NREM tidur tahap 2, 3, dan 4, dan diikuti oleh episode singkat pertama dari tidur REM di sekitar 90 menit. Setelah siklus tidur pertama, NREM dan tidur REM terus mengikuti dalam bentuk yang diprediksi, dimana setiap siklus NREM-REM yang berlangsung sekitar 90 sampai 120 menit Sinton, 2004 . Pada waktu malam, siklus tidur berulang 3-7 kali. Tahap 1 tidur NREM, yang berlangsung hanya beberapa menit, berfungsi sebagai transisi dari terjaga menjadi tidur dan kemudian selama tidur berfungsi sebagai transisi antara REM-NREM siklus tidur. Biasanya, tahap 1 merupakan 2 sampai 5 dari total waktu tidur. Peningkatan jumlah atau persentase tahap 1 tidur mungkin menjadi tanda gangguan tidur. Periode pertama tahap 1 tidur NREM diikuti dengan tidur lebih dalam tahap 2, yang berlangsung sekitar 10 sampai 20 menit. Tahap 2 tidur biasanya merupakan 45 sampai 55 dari total waktu tidur. Tahap 2 tidur berkembang menjadi tahap 3 berlangsung beberapa menit dan 4 berterusan 40 menit. Tahap 3 merupakan 5 sampai 8 dari total waktu, dan tahap 4 merupakan 10 sampai 15 dari total waktu tidur. Tahap 3 dan 4 tidur NREM mendominasi sepertiga malam. Episode tidur REM menjadi lebih lama selama pada waktu malam, dan periode REM terpanjang ditemukan di sepertiga terakhir malam Carskadon, 2005 . Tidur gelombang lambat terjadi dalam empat tahap, yang masing-masing memperlihatkan gelombang EEG yang semakin pelan dengan amplitude lebih besar. Oleh itu dinamai tidur gelombang lambat Sherwood,2011. a. Tahap 1: Gelombang otak anda menjadi kecil dan tidak beraturan, dan anda merasa bahawa anda berada dihujung kesadaran, dalam keadaan tidur ringan. Bila dibangunkan pada saat ini, anda dapat mengingat kembali fantasi-fantasi atau beberapa gambar visual yang anda lihat. Universitas Sumatera Utara b. Tahap 2: Otak anda terkadang menghasilkan rentetan singkat gelombang yang cepat dan memiliki puncak gelombang yang tinggi yang biasa disebut sebagai sleep spindle. Gangguan suara dalam kadar kecil mungkin tidak akan mengganggu tidur anda. c. Tahap 3: Sebagai tambahan gelombang yang menjadi karakteristik tahap 2, otak anda terkadang menghasilkan gelombang delta, yang sangat lambat dengan puncak yang cukup tinggi. Pernafasan dan detak jantung anda melambat, otot-otot anda melemas rileks, dan dalam tahap ini anda mulai sulit dibangunkan. d. Tahap 4: Gelombang delta sekarang mengambil alih sebagian besar aktivitas, dan anda berada dalam tidur dalam. Pada saat ini, mungkin diperlukan guncangan yang kuat atau suara yang sangat keras untuk dapat membangunkan. Berjalan sambil tidur merupakan hal yang paling mungkin terjadi dalam periode ini Carole wade, 2008. Pada permulaaan tidur, akan berpindah dari tidur ringan “tidur ayam” stadium satu menjadi dalam stadium empat dalam waktu 30 sampai 45 menit. Kemudian akan berbalik melalui stadium- stadium yang sama dalam periode waktu yang sama. Pada akhir masing-masing siklus tidur gelombang lambat terdapat episode tidur paradoksal selama 10 sampai 15 menit. Secara paradoks, pola EEG selama period ini mendadak seperti dalam keadaan terjaga, meskipun masih dalam tidur lelap iaitu serupa dengan EEG pada orang yang sadar penuh. Setelah episode paradoks tersebut, stadium-stadium gelombang lambat kembali berulang. Pada tidur non rapid eye movement NREM atau tidur gelombang lambat, sebagian besar fungsi fisiologis sangat berkurang dibandingkan dengan keadaan terjaga. Pada tidur jenis ini, yang bersangkutan masih memiliki tonus otot yang cukup dan sering mengubah posisi tidurnya. Hanya terjadi penurunan ringan kecepatan pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah. Selama waktu ini, yang bersangkutan mudah dibangunkan dan jarang bermimpi Sherwood,2011. Universitas Sumatera Utara Meskipun tidur gelombang lambat sering disebut tidur tanpa mimpi, mimpi dan kadang-kadang mimpi buruk dapat terjadi selama tidur gelombang lambat. Perbedaan antara mimpi yang terjadi dalam tidur gelombang lambat dan yang terjadi di REM tidur adalah orang-orang dari tidur REM berhubungan dengan lebih banyak aktivitas otot tubuh, dan mimpi tidur gelombang lambat biasanya tidak dapat ingat. Artinya, selama tidur gelombang lambat, konsolidasi dari mimpi dalam memori tidak terjadi Guyton Hall,2005. Pada tidur rapid eye movement REM atau dinamakan tidur paradoksal ditandai oleh inhibisi mendadak tonus otot seluruh tubuh.Otot-otot mengalami relaksasi total tanpa gerakan dan ditandai dengan gerakan mata cepat sehingga dinamai tidur REM. Kecepatan jantung dan pernafasan menjadi ireguler dan tekanan darah mungkin berfluktuasi. Karakteristik lain tidur REM adalah mimpi. Gerakan- gerakan mata cepat tidak berkaitan dengan “mengamati” bayangan mimpi. Gerakan-gerakan mata ini berlangsung dalam pola osilatif tetap yang tidak dipengaruhi oleh isi mimpi. Pencitraan otak sewaktu tidur REM memperlihatkan peningkatan aktivitas di daerah-daerah pemprosesan visual tingkat tinggi dan sistem limbik tempat emosi, disertai oleh penurunan aktivitas di korteks prafrontal tempat akal. Bayangan visual yang diciptakan dari dalam diri mencerminkan “bank ingatan emosional” yang bersangkutan dengan hanya sedikit tuntutan atau interpretasi dari daerah berpikir kompleks. Akibatnya, mimpi sering memiliki muatan emosi yang besar, sensasi waktu yang kacau dan isi yang aneh yang diterima begitu saja sebagai kenyataan Sherwood,2011. Gangguan pada pola dan periodisitas REM dan NREM sering ditemukan ketika orang mengalami gangguan tidur. Siklus tidur-bangun diatur oleh sekelompok kompleks proses biologis yang berfungsi sebagai jam internal.Suprachiasmatic nucleus, yang terletak di hipotalamus, dianggap pencatat waktu anatomi tubuh, yang bertanggung jawab untuk pelepasan melatonin pada siklus 25-jam. Kelenjar pineal mengeluarkan kadar melatonin yang rendah bila terkena cahaya terang, sehingga tingkat bahan kimia ini terendah selama siang hari terjaga. Beberapa neurotransmiter yang berpikir untuk memainkan peran dalam tidur. Ini termasuk serotonin dari raphe nucleus dorsal, norepinefrin yang Universitas Sumatera Utara terkandung dalam neuron dengan badan sel di lokus seruleus, dan asetilkolin dari formasi retikular pontine. Dopamin, di sisi lain, terkait dengan terjaga. Kelainan pada keseimbangan semua sistem utusan kimia dapat mengganggu berbagai fisiologis, biologis, perilaku, dan EEG parameter bertanggung jawab untuk REM yaitu, tidur aktif dan NREM gelombang perlahan tidur Lubit,2012.

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur