jumlah sampel yang diambil, terdapat 37 sampel telah mengikuti kriteria inklusi. Sebanyak  3  orang    sampel  yang  telah  mengikuti  kriteria  eksklusi  dan  dapat
didistribusikan  menurut  karakteristik  jenis  kelamin  dan  umur  seperti  tabel dibawah.
5.1.3.  Distribusi Karakteristik Sampel Tabel 5.1. Deskripsi Karakteristik Sampel
Karakteristik Subjek n=37
Frekuensi n Persentase
Jenis kelamin Laki-laki
18 48.6
Perempuan 19
51.4 Umur
18-20 21
56.8 21-23
16 43.2
Dari  tabel  di  atas  dapat  dilihat  bahwa  sebagian  besar  sampel  adalah berjenis  kelamin  perempuan  yaitu  sebanyak  19  orang    51.4,  kemudian  laki-
laki sebanyak 18 orang  48.6. Frekuensi umur sampel terbanyak terdapat pada umur 18-20 tahun yaitu 21 orang 56.8, kemudian umur 21-23 tahun sebanyak
16 orang 43.2.
5.1.4. Hasil Analisa Data 5.1.4.1. Analisa Distribusi Sampel Berdasarkan Konsumsi Kafein pada Jenis
Kelamin
Universitas Sumatera Utara
Tabel  5.2 Distribusi Konsumsi kopi Berdasarkan Jenis Kelamin
Konsumsi kopi Jumlah
tidak ya
Jenis kelamin
laki-laki 5
13 18
38.5 54.2
48.6 Perempuan
8 11
19 61.5
45.8 51.4
Jumlah 13
24 37
100.0 100.0
100.0
Berdasarkan  data  tersebut  mahasiswa  yang  tidak  konsumsi  kopi  lebih banyak pada perempuan yaitu sebanyak 8 orang 61.5. Begitu juga mahasiswa
yang konsumsi kopi lebih banyak pada laki-laki yaitu sebanyak 13 orang 54.2. Dari hasil uji  chi  square didapat  nilai  p  value  adalah 0.362. Hal  ini berarti tidak
terdapat hubungan jenis kelamin dengan konsumsi kopi.
5.1.4.2. Analisa Aspek Dalam Kuesioner Kualitas Tidur dan Konsumsi Kopi Tabel 5.3 Distribusi Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur Subyektif
Konsumsi kopi Jumlah
Tidak Ya
Kualitas tidur
subyektif sangat
baik 2
4 6
15.4 16.7
16.2 Baik
8 12
20 61.5
50.0 54.1
Kurang 3
8 11
23.1 33.3
29.7 Jumlah
13 24
37 100.0
100.0 100.0
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan  tabel  diatas  bahwa  bagi  sampel  yang  tidak  konsumsi  kopi, frekuensi  kualitas tidur subyektif    yang terbanyak adalah kualitas tidur subyektif
yang baik yaitu sebanyak 8 orang 61.5, dan yang paling sedikit adalah kualitas tidur  subyektif  yang  sangat  baik  yaitu  sebanyak  2  orang  15.4.  Pada  sampel
yang  konsumsi  kopi,  frekuensi  kualitas  tidur  subyektif  yang  terbanyak  adalah kualitas  tidur  subyektif  yang  baik  yaitu  sebanyak  12  orang  50.0,  dan  yang
paling sedikit  adalah kualitas tidur subyektif    yang sangat  baik  yaitu sebanyak 4 orang 16.7. Dari hasil uji correlations di dapat nilai p value 0.678 yang berarti
tidak  terdapat  hubungan  antara  kualitas  tidur  subyektif  dengan  konsumsi  kopi dimana hipotesis nolnya diterima.
Tabel 5.4 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Latensi Tidur
Konsumsi kopi Jumlah
Tidak Ya
Latensi tidur
≤15 menit 6
10 16
46.2 41.7
43.2 16-30 menit
4 10
14 30.8
41.7 37.8
31-60 menit 2
2 4
15.4 8.3
10.8 60 menit
1 2
3 7.7
8.3 8.1
Jumlah 13
24 37
100.0 100.0
100.0
Berdasarkan  tabel  di  atas  dapat  dilihat  bahwa  bagi  sampel  yang  tidak konsumsi  kopi,  frekuensi  latensi  tidur  terbanyak  adalah  kurang  atau  15  menit
Universitas Sumatera Utara
yaitu sebanyak 6 orang 46.2, dan yang paling sedikit adalah latensi tidur pada lebih dari 60 menit yaitu sebanyak 1 orang 7.7.
Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi latensi tidur terbanyak adalah kurang atau 15 menit dan 16-30 menit yaitu sebanyak 10 orang 41.7, dan yang
paling sedikit adalah latensi tidur pada 31-60 menit dan lebih dari 60 menit yaitu sebanyak  2  orang  8.3.  Pada  hasil  uji  correlations  didapat  nilai  p  value  0.973
yang  berarti  tidak  terdapat  hubungan  antara  latensi  tidur  dengan  konsumsi  kopi dimana hipotesis nolnya diterima.
Tabel 5.5 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Latensi Tidur dalam 30 menit
Konsumsi kopi jumlah
tidak Ya
Latensi tidur dalam 30 menit tidak
pernah 4
3 7
30.8 12.5
18.9 sekali
seminggu 6
5 11
46.2 20.8
29.7 2 kali
seminggu 1
9 10
7.7 37.5
27.0 3 kali
seminggu 2
7 9
15.4 29.2
24.3 Jumlah
13 24
37 100.0  100.0  100.0
Berdasarkan  tabel  di  atas  dapat  dilihat  bahwa  bagi  sampel  yang  tidak konsumsi  kopi,  frekuensi  latensi  tidur  terbanyak  adalah  berlaku  dalam  sekali
Universitas Sumatera Utara
seminggu yaitu sebanyak 6 orang 46.2, dan yang paling sedikit adalah latensi tidur pada 2 kali seminggu yaitu sebanyak 1 orang 7.7.
Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi latensi tidur terbanyak adalah pada  2  kali  seminggu  yaitu  sebanyak  9  orang  37.5,  dan  yang  paling  sedikit
adalah  latensi  tidur  yang  tidak  pernah  ada  gangguan  memulakan  tidur  dalam  30 menit yaitu sebanyak 3 orang 12.5. Pada hasil uji correlations didapat nilai p
value nilai  signifikasi  adalah  0.035  yang  berarti  terdapat  peningkatan  latensi
tidur pada yang konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya ditolak.
Tabel 5.6 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Durasi Tidur
Konsumsi kopi Jumlah
Tidak Ya
Durasi tidur 7 jam
1 7
8 7.7
29.2 21.6
6-7 jam 4
4 8
30.8 16.7
21.6 5-6 jam
8 13
21 61.5
54.2 56.8
Jumlah 13
24 37
100.0 100.0
100.0
Berdasarkan  tabel  di  atas  dapat  dilihat  bahwa  bagi  sampel  yang  tidak konsumsi kopi, frekuensi durasi tidur terbanyak adalah pada durasi  5-6 jam yaitu
sebanyak 8 orang 61.5, dan yang paling sedikit adalah durasi pada lebih dari 7 jam yaitu sebanyak 1 orang 7.7.
Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi durasi tidur terbanyak adalah pada  durasi  5-6  jam  yaitu  sebanyak  13  orang  54.2,dan  yang  paling  sedikit
adalah  pada  durasi  6-7  jam  yaitu  sebanyak  4  orang  16.7.  Pada  hasil  uji
Universitas Sumatera Utara
correlations didapat  nilai  p  value  0.410  yang  berarti  tidak  terdapat  hubungan
antara durasi tidur dengan konsumsi kopi dimana hipotesis nolnya diterima.
Tabel 5.7 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Efisiensi Kebiasaan Tidur
Konsumsi kopi Jumlah
Tidak Ya
Efisiensi tidur malam
85 10
21 31
76.9 87.5
83.8 75-84
1 3
4 7.7
12.5 10.8
65-74 1
1 7.7
0.0 2.7
65 1
1 7.7
0.0 2.7
Jumlah 13
24 37
100.0 100.0
100.0
Berdasarkan  tabel  di  atas  dapat  dilihat  bahwa  bagi  sampel  yang  tidak konsumsi kopi, frekuensi  efisiensi tidur yang terbanyak adalah pada 85 yaitu
sebanyak 10 orang 76.9 dan yang paling sedikit adalah pada 75-84 ,65-74 dan 65 sebanyak 1 orang 7.7.
Pada sampel yang konsumsi kopi, frekuensi  terbanyak adalah pada 85 yaitu  sebanyak  21  orang  87.5  dan  pada  65-74  dan  65  tidak  dijumpai
orang yang mengkonsumsi kopi. Pada hasil uji correlations, didapati nilai p value 0.340 yang berarti tidak terdapat hubungan antara efisiensi tidur dengan konsumsi
kopi dimana hipotesis nolnya diterima.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.8 Distribusi Konsumsi Kopi Berdasarkan Gangguan Ketika Tidur Malam
Konsumsi kopi Jumlah
Tidak Ya
Gangguan tidur malam
tidak pernah 2
2 0.0
8.3 5.4
sekali seminggu
12 19
31 92.3
79.2 83.8
≥ 2 kali seminggu
1 3
4 7.7
12.5 10.8
Jumlah 13
24 37
100.0 100.0
100.0
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada yang tidak konsumsi kopi, frekuensi  terbanyak  adalah  pada  sekali  seminggu  yaitu  sebanyak  12  orang
92.3  dan  tidak  dijumpai  orang  pada  tidak  pernah  mengalami  gangguan  tidur malam.
Pada yang konsumsi kopi, frekuensi gangguan tidur yang terbanyak adalah pada kelompok sekali seminggu yaitu sebanyak 19 orang 79.2 dan yang paling
sedikit adalah pada kelompok tidak pernah mengalami gangguan tidur sebanyak 2 orang 8.3. Pada hasil uji correlations didapati nilai p value 0.827 yang berarti
tidak  terdapat  hubungan  antara  gangguan  tidur  malam  dengan  konsumsi  kopi dimana hipotesis nolnya diterima.
Universitas Sumatera Utara
5.1.4.3. Hasil Analisa Statistik Hubungan Antara Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur
Tabel 5.9 Hasil Analisa Statistik Hubungan Antara Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur pada Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Konsumsi kopi jumlah
Tidak Ya
Kualitas tidur
Buruk 10
24 34
persentase konsumsi kopi
76.9 100.0
91.9 Baik
3 3
persentase konsumsi kopi
23.1 0.0
8.1 Jumlah
13 24
37 persentase
konsumsi kopi 100.0
100.0 100.0
Kualitas  tidur  diukur  dari  hasil  total  kuesioner.  Nilai  skore  5  adalah mempunyai  kualitas  tidur  yang  buruk,  nilai  5  adalah  mempunyai  kualitas  tidur
yang baik.  Dari tabel  didapatkan bahwa bagi  sampel   yang tidak konsumsi kopi, frekuensi kualitas tidur terbanyak adalah kategori kualitas tidur yang buruk yaitu
sebanyak  10  orang  76.9,  dan  yang  paling  sedikit  adalah  adalah  kategori kualitas tidur yang baik yaitu sebanyak 3 orang 23.1.
Pada  sampel  yang  konsumsi  kopi,  frekuensi  kualitas  tidur  terbanyak adalah  kategori  kualitas  tidur  buruk  yaitu  sebanyak  24  orang  100  dan  tidak
dijumpai  orang  pada  kategori  kualitas  tidur  yang  baik.  Hasil  uji  chi  square didapatkan  nilai  p  value  nilai  signifikan  adalah  0.014  yang  berarti  terdapat
perburukan  kualitas  tidur  pada  yang  konsumsi  kopi  karena  nilai  p  value  kurang dari 0.05 p 0.05 dimana hipotesis nolnya ditolak.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.10 Hasil Analisa Statistik Antara Kadar Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur
Kualitas tidur jumlah
Buruk Baik
Cangkir kopi
2 cangkir kopi atau
kurang 33
3 36
persentase kualitas tidur
97.1 100.0
97.3 3-4
cangkir kopi
1 1
persentase kualitas tidur
2.9 0.0
2.7 Jumlah
34 3
37 persentase
kualitas tidur 100.0
100.0 100.0
Berdasarkan  tabel  di  atas,  dapat  dilihat  bahawa  bagi  yang  mengalami kualitas tidur buruk yang terbanyak adalah pada mahasiswa  yang mengkonsumsi
sekurang-kurangnya 2 cangkir kopi atau kurang yaitu sebanyak 33 orang 97.1 dan  yang  paling  sedikit  adalah  sebanyak  1  orang  2.9  pada  mahasiswa  yang
konsumsi 3-4 cangkir kopi . Pada  sampel  yang  mengalami  kualitas  tidur  baik  yang  terbanyak  adalah
pada  mahasiswa  yang  mengkonsumsi  sekurang-kurangnya  2  cangkir  kopi  atau kurang yaitu sebanyak 3 orang 100 dan tidak dijumpai orang  pada mahasiswa
yang  konsumsi  3-4  cangkir  kopi.  Hasil  uji  chi  square  didapatkan  nilai  p  value 0.763  yang berarti tidak terdapat  hubungan  antara kadar konsumsi  kopi  terhadap
kualitas tidur dimana hipotesis nolnya diterima.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.11 Hasil Analisa Statistik Antara Jenis Kopi dengan Kualitas Tidur
Kualitas tidur Jumlah
Buruk baik
Jenis kopi  cappucino 21
3 24
61.8 100.0
64.9 black coffee
2 2
5.9 0.0
5.4 coffee mix
6 6
17.6 0.0
16.2 kopi lattae
4 4
11.8 0.0
10.8 jenis kopi lain
1 1
2.9 0.0
2.7 Jumlah
34 3
37 100.0
100.0 100.0
Berdasarkan  tabel  diatas,  dapat  dilihat  bahwa  mahasiswa  lebih  banyak menggunakan  jenis  kopi  cappucino  dan  mengalami  kualitas  tidur  yang  buruk
sebanyak 61.8 berbanding jenis kopi lain.
Universitas Sumatera Utara
5.2.  Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian ini, sampel yang mengkonsumsi kopi banyak memiliki  kualitas  tidur  buruk  yaitu  24  orang  100.  Sedangkan  bagi  sampel
yang  tidak  mengkonsumsi  kopi,  terdapat  juga  mengalami  kualitas  tidur  yang buruk  yaitu  sebanyak  10  orang  76.9.  Pada  hasil  uji  statistik  menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan  antara penggunaan kafein dengan kualitas tidur pada  Mahasiswa  Angkatan  2011  Fakultas  Kedokteran  Sumatera  Utara.  Dalam
penelitian  ini,  terdapat  21  orang  mahasiswa  mengkonsumsi  kopi  cappucino dengan    2  cangkir  kopi  500  ml  perhari  atau  kurang,  dapat  mengalami  kualitas
tidur  yang  buruk  100  yang  mengandungi  rata-rata  150  mg  kafein dibandingkan dengan jenis kopi yang lain seperti black coffee, coffee mix dan kopi
lattae.  Ini  dapat  menunjukkan  konsumsi  cappucino  adalah  paling  banyak memberikan  perburukan  kualitas  tidur  dibandingkan  dari  jenis  kopi  lain.  Hal  ini
dapat  dibuktikan  dalam  penelitian  Brezinova    1974  yaitu  dengan  hanya konsumsi  2  cangkir  kopi  dapat  menyebabkan  seseorang  mengambil  masa  yang
lama  untuk  tertidur,  tidur  dengan  waktu  yang  singkat  dan  mengalami  kualitas tidur yang buruk.
Hal ini berkaitan dengan mekanisme kerja utama kafein yaitu menghambat reseptor adenosin untuk terus terjaga. Adenosin merupakan mediator proses tidur
homeostatik.  Adenosin  menginduksi  tidur  normal  sementara  kafein  yang menghambat  reseptor  adenosine  di  otak  dapat  membangunkan  orang  yang
mengantuk dengan
menghilangkan pengaruh
inhibitorik adenosine
Sherwood,2009. Hal  ini  diperkuat  oleh  hasil  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Drapeau  et  al
2006 yang meneliti efek penggunaan kafein sebelum tidur pada kelompok umur muda  dan  pertengahan.  Hasil  menunjukkan  kafein  mengurangkan  kualitas  tidur
p0.09  dan  pada  kedua  kelompok.  Selain  itu,  dalam  penelitian  L.Seblewengel 2012,  terdapat  yang  mengkonsumsi  minuman  berkafein  mengalami  kualitas
tidur yang buruk dengan uji statistik signifikan p value 0.015. Pada  penelitian  ini,  tidak  ada  hubungan  antara  konsumsi  kafein  dengan
kualitas  tidur  subyektif  p  0.678,  tetapi  hal  ini  dapat  dibuktikan    dengan
Universitas Sumatera Utara
penggunaan kafein  dapat mengganggu tidur dengan mengurangi  waktu  tidur dan kualitas  tidur  Goldstein,  1963;  James,  1998;  Smith  et  al.,  1993;  Wright  et  al.,
1996.  Dalam  penelitian  Brezinova  1974,  peneliti  mendapatkan  pada  yang mengkonsumsi  kafein,  tidur  subyektifnya  adalah  rata-rata  kurang  2  jam
berbanding  yang  tidak  mengkonsumsi  kafein  dan  yang  mengkonsumsi  kopi dekafein. Ini menunjukkan terdapat kualitas tidur yang buruk.
Pada  penelitian  ini,  tidak  ada  hubungan  antara  konsumsi  kafein  dengan latensi  tidur  p0.973  tetapi  terdapat  hubungan  dengan  latensi  tidur  yang  tidak
dapat  memulakan  tidur  dalam  waktu  30  menit  p0.035,  tetapi  hal  ini  dapat dibuktikan  di  dalam  penelitian  Brezinova  1974  telah  menemukan  bahwa
konsumsi  kafein  sebelum  tidur  memberi    efek  penurunan  total  waktu  tidur  rata- rata,  peningkatan  onset  tidur  dan  meningkatkan  jumlah  bangun.  Mereka  juga
memiliki  onset  latensi  tidur  rata-rata  dari  66  menit  dengan  kafein  di  bandingkan dengan  18  menit  tanpa  minum  kafein  dan  21  menit  dengan  kopi  tanpa  kafein
Goldstein, 1963; James, 1998; Smith et al., 1993; Wright et al., 1996. Selain  itu,  pada  penelitian  ini  tidak  terdapat  hubungan  antara  konsumsi
kafein  dengan  durasi  tidur  p0.410,  tetapi  hal  ini  dapat  dibuktikan  dalam penelitian Brezinova 1974, telah menunjukkan pada yang mengkonsumsi kafein
sebelum tidur, subyek terjaga 4 kali sepanjang tidurnya berbanding kondisi  yang lain.  Ini  dapat  menunjukkan  konsumsi  kafein  dapat  mengurangi  durasi  tidur.
Dalam  penelitian  Youngberg  2011,  pada  subyek  kontrol  dan  pada  mengalami insomnia  yang  mengkonsumsi  4  cangkir  kopi  setiap  hari  terdapat  pengurangan
jumlah tidurnya p0.001. Dalam  penelitian  ini,  tidak  ada  hubungan  antara  konsumsi  kafein  dengan
efisiensi  kebiasaan  tidur  p0.340,  tetapi  hal  ini  dapat  dibuktikan  dalam penelitian  Youngberg  2011  yang  menyatakan  pada  subyek  kontrol  yang
mengkonsumsi  4  cangkir  kopi  mengalami  efisiensi  tidur  yang  berkurang p0.001. Dalam penelitian ini juga, tidak ada hubungan antara konsumsi kafein
dengan  gangguan  ketika  tidur  malam  p0.827,  tetapi  hal  ini  dapat  dibuktikan dalam  penelitian  Youngberg  2011,    yaitu  telah  meneliti  hubungan  plasma
konsentrasi  kafein  pada  subyek  kontrol  dan  insomnia.  Di  dapati  pada  subyek
Universitas Sumatera Utara
kontrol dan insomnia mengalami peningkatan gangguan mood seperti depresi dan ansietas secara signifikan p0.001.
Dalam  penelitian  ini,  terdapat  10  orang  76.9  yang  tidak  minum  kopi mengalami  kualitas  tidur  yang  buruk.  Hal  ini  adalah  kerana  terdapat  beberapa
masalah yang dapat mengganggu tidur mereka seperti tidak bisa memulakan tidur dalam waktu 30 menit setelah berbaring, terbangun di tengah malam atau terlalu
dini, terbangun untuk ke kamar mandi, tidak dapat bernafas dengan leluasa, batuk atau mengorok, kedinginan di  malam hari, kepanasan di  malam hari, mengalami
mimpi buruk, dan terasa nyeri. Selain  itu,  gangguan  kualitas  tidur  mereka  adalah  disebabkan  oleh  salah
satunya  faktor  cahaya  yang  juga  dapat  memberi  efek  pada  kualitas  tidur.  Pada ruang yang cukup terang cahaya, kadar melatonin akan berkurang sehingga dapat
mengganggu pengaturan ritme sirkadian. Begitu juga pada malam hari, salah satu hormon  yang  dikendalikan  oleh  suprachiasmatic  nucleus  yaitu  melatonin  yang
dilepaskan oleh kelenjar  pineal  meningkat  pada ruang  yang  gelap sehingga tidak mengganggu kualitas tidur w.carole,2008. Mereka juga mengalami kualitas tidur
yang buruk juga disebabkan berada dalam keadaan kelaparan sehingga sulit untuk tidur. Selain itu, faktor lingkungan  yang kotor dan lingkungan  yang bising dapat
menggangu  tidur  mereka.  Kondisi  stress  sewaktu  ujian  dan  terdapat  masalah peribadi telah ditemukan dalam penelitian ini dimana sebahagian daripada mereka
mengalami  stress  yang  tidak  dapat  mengawal  keadaan  emosi  sehingga  dapat mengganggu tidur mereka dan menyebabkan kekurangan tidur. Kekurangan tidur
yang  kronis  dapat  meningkatkan  kadar  hormon  stress  kortisol,  yang  dapat mengganggu  sel-sel  otak  yang  dibutuhkan  untuk  pembelajaran  dan  ingatan
w.carole,2008
Universitas Sumatera Utara
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari uraian-uraian  yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
1. Responden  yang  mengkonsumsi  cappuccino  dengan  2  cangkir  kopi  500
ml dapat mengalami kualitas tidur yang buruk 100. 2.
Sebanyak  50  responden  yang  konsumsi  kopi  tidak  berpengaruh  pada kualitas tidur subyektif.
3. Sebanyak 41.7  responden  yang konsumsi  kopi tidak berpengaruh pada
latensi tidur. 4.
Sebanyak 54.2  responden  yang konsumsi  kopi tidak berpengaruh pada durasi tidur.
5. Sebanyak 87.5  responden  yang konsumsi  kopi tidak berpengaruh pada
efisiensi kebiasaan tidur. 6.
Sebanyak 79.2  responden  yang konsumsi  kopi tidak berpengaruh pada gangguan ketika tidur malam.
6.2. Saran
1. Pada  masyarakat  terutama  mahasiswa  agar  tidak  sering  menggunakan
kafein  terutama  pada  malam  hari  kerana  kafein  dapat  mengakibatkan perburukan kualitas tidur.
2. Pada  peneliti  selanjutnya  agar  dapat  memperbesar  jumlah  sampel  serta
lebih  memperhatikan  karakteristik  sampel  sehingga  nantinya  akan  ada informasi yang baru lagi yang dapat dihasilkan dari penelitian terkait.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Tidur 2.1.1  Definisi  Tidur
Istirahat  dan  tidur  merupakan  kebutuhan  dasar  yang  dibutuhkan  oleh semua orang. Setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat atau tidur yang cukup
agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Pada kondisi istirahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada
dalam  kondisi  yang  optimal.  Pola  tidur  yang  baik  dan  teratur  memberikan  efek yang
bagus terhadap
kesehatan Guyton
Hall, 1997.
Tidur merupakan keadaan berulang,  teratur,  mudah  reversible  yang  ditandai dengan keadaan relative tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respon
terhadap stimulus eksternal di bandingkan dengan keadaan terjaga Sadock,2010. Menurut  Lanywati  2001,  kebutuhan  tidur  yang  cukup,  ditentukan  selain  oleh
jumlah  faktor  jam  tidur  kuantitas  tidur,  juga  oleh  kedalaman  tidur  kualitas tidur. Kebutuhan waktu tidur bagi setiap orang adalah berlainan, tergantung pada
kebiasaan  yang  dibawa  selama  perkembangannya  menjelang  dewasa,  aktivitas pekerjaan,  usia,  kondisi  kesehatan  dan  lain  sebagainya.  Kebutuhan  tidur  pada
dewasa  6-9  jam  untuk  menjaga  kesehatan,  usia  lanjut  5-8  jam  untuk  menjaga kondisi fisik karena usia yang semakin tua mengakibatkan sebagian anggota tubuh
tidak dapat berfungsi optimal, maka untuk mencegah adanya penurunan kesehatan dibutuhkan  energi  yang  cukup  dengan  pola  tidur  yang  sesuai  Lumbantobing,
2004.
2.1.2  Fungsi Tidur
Fungsi  tidur  adalah  memberikan  fungsi  homeostatik  yang  bersifat menyegarkan  dan  tampak  penting  untuk  termoregulasi  normal  dan  penyimpanan
energi Sadock, 2010.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3   Fisiologi Tidur
Tidur adalah suatu proses aktif, bukan sekedar hilangnya keadaan terjaga. Tingkat  aktivitas  otak  keseluruhan  tidak  berkurang  selama  tidur.  Selama  tahap-
tahap  tertentu  tidur,  berlaku  penyerapan  oksigen  oleh  otak  bahkan  meningkat melebihi  tingkat  normal  sewaktu  terjaga  Sherwood,  2011.
Tidur  biasanya dimulai dengan dangkal tahap 1 tidur NREM dan memperdalam untuk NREM
tidur tahap 2, 3, dan 4, dan diikuti oleh episode singkat pertama dari tidur REM di sekitar  90  menit.  Setelah  siklus  tidur  pertama,  NREM  dan  tidur  REM  terus
mengikuti dalam bentuk yang diprediksi, dimana setiap siklus NREM-REM yang berlangsung  sekitar  90  sampai  120  menit
Sinton,  2004 .  Pada  waktu  malam,
siklus  tidur  berulang  3-7  kali.  Tahap  1  tidur  NREM,  yang  berlangsung  hanya beberapa menit, berfungsi sebagai transisi dari terjaga menjadi tidur dan kemudian
selama tidur berfungsi sebagai transisi antara REM-NREM siklus tidur. Biasanya, tahap 1 merupakan 2 sampai 5 dari total waktu tidur. Peningkatan jumlah atau
persentase tahap 1 tidur mungkin menjadi tanda gangguan tidur.  Periode pertama tahap 1 tidur NREM diikuti dengan tidur lebih dalam tahap 2, yang berlangsung
sekitar 10 sampai 20 menit. Tahap 2 tidur biasanya merupakan 45 sampai 55 dari  total  waktu  tidur.  Tahap  2  tidur  berkembang  menjadi  tahap  3  berlangsung
beberapa menit dan 4 berterusan 40 menit. Tahap 3 merupakan 5 sampai 8 dari total waktu, dan tahap 4 merupakan 10 sampai 15 dari total waktu tidur.
Tahap  3  dan  4  tidur  NREM  mendominasi  sepertiga  malam.  Episode  tidur  REM menjadi  lebih  lama  selama  pada  waktu  malam,  dan  periode  REM  terpanjang
ditemukan di sepertiga terakhir malam Carskadon, 2005
. Tidur  gelombang  lambat  terjadi  dalam  empat  tahap,  yang  masing-masing
memperlihatkan  gelombang  EEG  yang  semakin  pelan  dengan  amplitude  lebih besar. Oleh itu dinamai tidur gelombang lambat Sherwood,2011.
a. Tahap  1:  Gelombang  otak  anda  menjadi  kecil  dan  tidak  beraturan,  dan
anda merasa bahawa anda berada dihujung kesadaran, dalam keadaan tidur ringan.  Bila  dibangunkan  pada  saat  ini,  anda  dapat  mengingat  kembali
fantasi-fantasi atau beberapa gambar visual yang anda lihat.
Universitas Sumatera Utara
b. Tahap 2: Otak anda terkadang menghasilkan rentetan singkat gelombang
yang  cepat  dan  memiliki  puncak  gelombang  yang  tinggi  yang  biasa disebut sebagai sleep spindle. Gangguan suara dalam kadar kecil mungkin
tidak akan mengganggu tidur anda. c.
Tahap 3: Sebagai tambahan gelombang  yang menjadi karakteristik tahap 2, otak anda terkadang menghasilkan gelombang delta, yang sangat lambat
dengan  puncak  yang  cukup  tinggi.  Pernafasan  dan  detak  jantung  anda melambat, otot-otot anda melemas rileks, dan dalam tahap ini anda mulai
sulit dibangunkan. d.
Tahap  4:  Gelombang  delta  sekarang  mengambil  alih  sebagian  besar aktivitas,  dan  anda  berada  dalam  tidur  dalam.  Pada  saat  ini,  mungkin
diperlukan guncangan yang kuat atau suara yang sangat keras untuk dapat membangunkan.  Berjalan  sambil  tidur  merupakan  hal  yang  paling
mungkin terjadi dalam periode ini Carole wade, 2008. Pada  permulaaan  tidur,  akan  berpindah  dari  tidur  ringan  “tidur  ayam”
stadium  satu  menjadi  dalam  stadium  empat  dalam  waktu  30  sampai  45  menit. Kemudian  akan  berbalik  melalui  stadium-  stadium  yang  sama  dalam  periode
waktu  yang  sama.  Pada  akhir  masing-masing  siklus  tidur  gelombang  lambat terdapat  episode  tidur  paradoksal  selama  10  sampai  15  menit.  Secara  paradoks,
pola  EEG  selama  period  ini  mendadak  seperti  dalam  keadaan  terjaga,  meskipun masih  dalam  tidur  lelap  iaitu  serupa  dengan  EEG  pada  orang  yang  sadar  penuh.
Setelah  episode  paradoks  tersebut,  stadium-stadium  gelombang  lambat  kembali berulang.
Pada  tidur  non  rapid  eye  movement  NREM  atau  tidur  gelombang  lambat, sebagian  besar  fungsi  fisiologis  sangat  berkurang  dibandingkan  dengan  keadaan
terjaga.  Pada  tidur  jenis  ini,  yang  bersangkutan  masih  memiliki  tonus  otot  yang cukup  dan  sering  mengubah  posisi  tidurnya.  Hanya  terjadi  penurunan  ringan
kecepatan pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah. Selama waktu ini, yang bersangkutan  mudah  dibangunkan  dan  jarang  bermimpi  Sherwood,2011.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun tidur gelombang lambat sering disebut tidur tanpa mimpi, mimpi dan kadang-kadang  mimpi  buruk  dapat  terjadi  selama  tidur  gelombang  lambat.
Perbedaan  antara  mimpi  yang  terjadi  dalam  tidur  gelombang  lambat  dan  yang terjadi  di  REM  tidur  adalah  orang-orang  dari  tidur  REM  berhubungan  dengan
lebih  banyak  aktivitas  otot  tubuh,  dan  mimpi  tidur  gelombang  lambat  biasanya tidak dapat ingat. Artinya, selama tidur gelombang lambat, konsolidasi dari mimpi
dalam memori tidak terjadi Guyton  Hall,2005. Pada  tidur  rapid  eye  movement  REM  atau  dinamakan  tidur  paradoksal
ditandai  oleh  inhibisi  mendadak  tonus  otot  seluruh  tubuh.Otot-otot  mengalami relaksasi  total  tanpa  gerakan  dan  ditandai  dengan  gerakan  mata  cepat  sehingga
dinamai  tidur  REM.  Kecepatan  jantung  dan  pernafasan  menjadi  ireguler  dan tekanan darah mungkin berfluktuasi. Karakteristik lain tidur REM adalah mimpi.
Gerakan- gerakan  mata  cepat  tidak  berkaitan  dengan  “mengamati”  bayangan
mimpi. Gerakan-gerakan mata ini berlangsung dalam pola osilatif tetap yang tidak dipengaruhi oleh isi mimpi. Pencitraan otak sewaktu tidur REM memperlihatkan
peningkatan  aktivitas  di  daerah-daerah  pemprosesan  visual  tingkat  tinggi  dan sistem  limbik  tempat  emosi,  disertai  oleh  penurunan  aktivitas  di  korteks
prafrontal  tempat  akal.  Bayangan  visual  yang  diciptakan  dari  dalam  diri mencerminkan “bank ingatan emosional” yang bersangkutan dengan hanya sedikit
tuntutan atau interpretasi dari daerah berpikir kompleks. Akibatnya, mimpi sering memiliki muatan emosi yang besar, sensasi  waktu  yang kacau dan isi  yang aneh
yang diterima begitu saja sebagai kenyataan Sherwood,2011. Gangguan  pada  pola  dan  periodisitas  REM  dan  NREM  sering  ditemukan
ketika  orang  mengalami  gangguan  tidur.  Siklus  tidur-bangun  diatur  oleh sekelompok
kompleks proses
biologis yang
berfungsi sebagai
jam internal.Suprachiasmatic nucleus, yang terletak di hipotalamus, dianggap pencatat
waktu  anatomi  tubuh,  yang  bertanggung  jawab  untuk  pelepasan  melatonin  pada siklus  25-jam.  Kelenjar  pineal  mengeluarkan  kadar  melatonin  yang  rendah  bila
terkena  cahaya  terang,  sehingga  tingkat  bahan  kimia  ini  terendah  selama  siang hari  terjaga.  Beberapa  neurotransmiter  yang  berpikir  untuk  memainkan  peran
dalam  tidur.  Ini  termasuk  serotonin  dari  raphe  nucleus  dorsal,  norepinefrin  yang
Universitas Sumatera Utara
terkandung dalam neuron dengan badan sel di lokus seruleus, dan asetilkolin dari formasi  retikular  pontine.  Dopamin,  di  sisi  lain,  terkait  dengan  terjaga.  Kelainan
pada  keseimbangan  semua  sistem  utusan  kimia  dapat  mengganggu  berbagai fisiologis, biologis, perilaku, dan EEG parameter bertanggung jawab untuk REM
yaitu, tidur aktif dan NREM gelombang perlahan tidur Lubit,2012.
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur