Waktu hancur Penetapankadarcetirizin HCldalam film

yang diserap atau peningkatan hidrasi. Semakin banyak air yang diserap, maka semakin baik daya mengembangnya Semalty,et al., 2008. Persentasi indeks mengembang secara berurutan F5 F4 F3 F2 F1. Daya mengembang F5 dan F4 setelah detik ke 15 tidak diperhitungkan karena pada waktu tersebut film telah memiliki bobot yang konstan dan kemudian sediaan larut. Hal yang sama terjadi pada F3 dan F2 setelah detik ke 30 dan F1 setelah detik ke 45. Tabel 4.3. Hasil evaluasi indeks mengembang Keterangan : SL = Sediaan larut F1 = Formula 1 menggunakan polimer HPMC tunggal HPMC : pektin = 4 : 0 F2 = Formula 2 menggunakan polimer kombinasi HPMC : pektin = 3 : 1 F3 = Formula 3 menggunakan polimer kombinasi HPMC : pektin = 2 : 2 F4 = Formula 4 menggunakan polimer kombinasi HPMC : pektin = 1 : 3 F5 = Formula 5 menggunakan polimer pektin tunggal HPMC : pektin = 0 : 4

4.3.5 Waktu hancur

Belum ada pedoman resmi untuk waktu hancur sediaan ODF, sehingga merujuk pada waktu hancur Orally Disintegrating Tablet ODT.Orally Disintegrating Tablet adalah bentuk sediaan padat yang mengandung bahan aktif obat yang hancur atau melarut dengan cepat dalam waktu kurang dari 3 menit ketika diletakkan di atas lidah British Pharmacopoeia, 2002. Waktu hancur diharapkan dapat memberikan gambaran waktu sediaan ODF mengalami desintegrasi. F5 yang menggunakan pektin tunggal memberikan waktu hancur tercepat dibandingkan formula lain. F4 yang menggunakan polimer Formula Indeks Mengembang 5 detik 10 detik 15 detik 30 detik 45 detik F1 40,12 86,42 123,68 197,67 224,53 F2 63,57 124,16 179,05 212,21 SL F3 72,81 149,10 214,50 272,54 SL F4 79,88 164,73 233,32 SL SL F5 89,26 177,45 261,14 SL SL Universitas Sumatera Utara kombinasi dengan konsentrasi perbandingan pektin lebih tinggi memberikan waktu hancur yang lebih cepat dibandingkan F3, F2 dan F1.Hasil evaluasi waktu hancur dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Hasil evaluasi waktu hancur dan penetapan kadar Formul a Waktu Hancur detik n = 3 Kadar n = 3 F1 57,00 ± 1,000 99,33 ± 0,142 F2 51,00 ± 1,000 99,28 ± 0.223 F3 46,67 ± 1,155 99,36 ± 0.045 F4 37,67 ± 0,577 99,48 ± 0.248 F5 29,00 ± 1,000 99,48 ± 0.067 Keterangan : n = 3, pengujian dilakukan terhadap 3 film F1 = Formula 1 menggunakan polimer HPMC tunggal HPMC : pektin = 4 : 0 F2 = Formula 2 menggunakan polimer kombinasi HPMC : pektin = 3 : 1 F3 = Formula 3 menggunakan polimer kombinasi HPMC : pektin = 2 : 2 F4 = Formula 4 menggunakan polimer kombinasi HPMC : pektin = 1 : 3 F5 = Formula 5 menggunakan polimer pektin tunggal HPMC : pektin = 0 : 4

4.3.6 Penetapankadarcetirizin HCldalam film

Penetapan kadar dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan zat berkhasiat yang terdapat dalam film sesuai dengan yang tertera pada etiket.Umumnya rentang kadar bahan aktif yang terkandung dalam sediaan tidak kurang dari 90 dan tidak lebih dari 110 dari pernyataan pada etiket Agoes, 2008. Hasil evaluasi penetapan kadar menunjukkan bahwa semua formula memenuhi persyaratan kadar bahan aktif. Hasil evaluasi penetapan kadar dapat dilihat pada Tabel 4.4. 4.3.7Uji disolusi Uji disolusi terhadap formula ODF cetirizin hidroklorida dilakukan pada detik ke 20, 40, 60, 80, 100 dan 120. Sebagai pembanding digunakan serbuk Universitas Sumatera Utara cetirizin hidroklorida. Medium yang digunakan adalah dapar fosfat pH 6,8 Sharma, et.al., 2014. Laju disolusi dihitung berdasarkan persen kumulatif cetirizin HCl yang terlarut dalam medium terhadap waktu.Profil laju disolusi dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1. Grafik laju disolusi ODF Cetirizin HCl berdasarkan persen kumulatif obat terlarut terhadap waktu n = 3. Keterangan : F1 = Formula 1 menggunakan polimer HPMC tunggal HPMC : pektin = 4 : 0 F2 = Formula 2 menggunakan polimer kombinasi HPMC : pektin = 3 : 1 F3 = Formula 3 menggunakan polimer kombinasi HPMC : pektin = 2 : 2 F4 = Formula 4 menggunakan polimer kombinasi HPMC : pektin = 1 : 3 F5 = Formula 5 menggunakan polimer pektin tunggal HPMC : pektin = 0 : 4 Serbuk = Baku cetirizin HCl Profil laju disolusi di atas menunjukkan bahwa persen kumulatif cetirizin HCl yang terlarut lebih besar pada formula yang menggunakan pektin tunggal dan formula yang menggunakan polimer kombinasi dengan konsentrasi perbandingan pektin yang lebih tinggi.Laju disolusi F4 dan F5 pada detik ke-80 mencapai persen kumulatif rata-rata di atas 90.Hal ini berarti 90 cetirizin HCl telah terlepas dari bentuk sediaan dan terlarut dalam medium disolusi. 20 40 60 80 100 120 20 40 60 80 100 120 K um ul atif oba t te rla rut waktu detik F1 F2 F3 F4 F5 Serbuk Universitas Sumatera Utara Besarnya konsentrasi cetirizin HCl yang terlarut dalam medium dari 0 detik hingga 120 detik dihitung berdasarkan area under curve AUC.Hasil perhitungan AUC 0-120 dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Hasil perhitungan AUC 0-120 detik Formula AUC 0-120 detik F1 5509,23 ± 56,85 F2 6906,40 ± 116,70 F3 8183,47 ± 168,97 F4 8964,50 ± 197,36 F5 9652,00 ± 21,33 Serbuk 9931,37 ± 5,51 Keterangan : F1 = Formula 1 menggunakan polimer HPMC tunggal HPMC : pektin = 4 : 0 F2 = Formula 2 menggunakan polimer kombinasi HPMC : pektin = 3 : 1 F3 = Formula 3 menggunakan polimer kombinasi HPMC : pektin = 2 : 2 F4 = Formula 4 menggunakan polimer kombinasi HPMC : pektin = 1 : 3 F5 = Formula 5 menggunakan polimer pektin tunggal HPMC : pektin = 0 : 4 Serbuk = Baku cetirizin HCl Hasil perhitungan AUC menunjukkan bahwa konsentrasi cetirizin HCl yang terlarut dalam medium dari 0 detik hingga 120 detik lebih besar pada formula yang menggunakan pektin tunggal dan formula yang menggunakan polimer kombinasi dengan konsentrasi perbandingan pektin lebih tinggi. Menurut Anief 2007, untuk menghasilkan efek terapi obat harus terlepas dari bentuk sediaannya, terlarut dan mencapai tempat aksinya dalam konsentrasi yang cukup. Ketersediaan farmasi dari zat aktif obat yang siap untuk diabsorpsi penting dalam fase ini. Ketersediaan farmasetik ditentukan secara in vitro dengan mengukur kecepatan disolusi zat aktif dalam waktu tertentu namun tidak ada korelasi positif antara pengukuran kadar kadar obat in vivo dalam plasma dengan pengukuran kadar obat secara in vitro sehingga untuk mengembangkan suatu produk, perlu Universitas Sumatera Utara dilakukan uji ketersediaan hayati untuk memberikan gambaran mengenai jumlah obat yang diabsorpsi, masa kerja obat, efektifitas terapi atau efek toksik.

4.4 Analisis Data Secara Statistik