1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejahatan dan kehidupan manusia merupakan sisi lain kehidupan yang akan terus ada sepanjang sejarah kehidupan manusia. Mengenai kejahatan,
terdapat banyak pendapat, salah satunyaRoeslan saleh mengemukakan:
1
Kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan tradisional dapat dikategorikan sebagai kejahatan kerah biru Blue Collar Crime, yang merupakan
jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional. Misalnya, perampokan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.
“Sejak lama orang menaruh perhatian terhadap pertanyaan : syarat-syarat apakah yang harus dipenuhi, baru pembentuk undang-undang dapat
menentukan suatu perbuatan atau perbuatan-perbuatan sebagai perbuatan pidana atau delik? Mencari jawaban atas pertanyaan ini mengakibatkan
pula bahwa haruslah dipersoalkan terlebih dahulu mengenai tujuan apakah pada umumnya akan dicapai pembentuk undang-undang dengan
menentukan suatu perbuatan sebagai perbuatan pidana. Selagi mengenai tujuan dari hukum pidana orang masih berbeda pendapat, selama itu pula
pembentuk undang-undang pun akan menghadapi kesulitan untuk menetapkan apakah bentuk-bentuk baru dari kelakuan yang dipandang
mengganggu ketenteraman masyarakat, akan dinyatakan suatu perbuatan pidana”.
Bila pelaku kejahatan tradisional melakukan kejahatan karena alasan
himpitan ekonomi dan latar belakang intelegensia mereka yang kurang baik, maka ada bentuk lain dari kejahatan yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang
mempunyai kemampuan intelegensia danlatar belakang perekonomian yang baik.
1
Roeslan Saleh, Dari Lembaran Kepustakaan Hukum Pidana. Sinar Grafitia: Jakarta, 1998, hlm. 73-74; yang dikutip dari Pathorang Halim,Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan
Pencucian Uang di Era Globalisasi, Total Media:Yogyakarta, 2013, hlm. 43.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan kejahatan
2
yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan intelegensia dan sokongan perekonomian yang baik dapat
dikategorikan sebagai kejahatan kerah putih White Collar Crime, yakni suatu kejahatan atau tindak pidanayang dilakukan oleh seseorang yang memiliki status
sosial terhormatdan terpandang dalam kaitannya dengan pekerjaannya, yang salah satu bentuknya adalah tindak pidana yang dinamakan dengan pencucian
uang.
3
Secara populer dapat dijelaskan bahwa aktivitas pencucian uang merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan, atau melakukan
perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organisasi criminal criminal organization, maupun individu yang melakukan
Pencucian uang atau dalam istilah Bahasa Inggris dikenal dengan money laundering merupakan satu bentuk kejahatan luar biasa extra ordinary crime.
Dalam konvensi PBB tahun 1995 dan pada konvensi Palermo 2000, yang membahas tentang pemberantasan kejahatan dan tindak pidana, dimana ada 17
jenis kejahatan yang termasuk tindak pidana serius serious crime. Ternyata tindak pidana yang menduduki peringkat pertama adalah pencucian uang,
kemudian diikuti oleh korupsi dan penyelundupan. Hal ini melahirkan suatu motivasi internasional untuk menaruh perhatian yang lebih serius terhadap
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
2
Pengertian tindak pidana lebih luas dari kejahatan. Kejahatan dalam hukum pidana adalah prbuatan pidana yang pada dasarnya diatur dalam Buku II KUHP dan di dalam aturan-
aturan lain di luar KUHP yang di dalamnya dinyatakan perbuatan itu sebagai kejahatan. Perbuatan pidana lebih luas dari kejahatan karena meliputi juga pelanggaran, yaitu perbuatan yang diatur
dalam Buku III KUHP dan di luar KUHP yang di dalamnya dinyatakan perbuatan itu sebagai pelanggaran. Pada umumnya para ahli tidak menerima pengertian kejahatan dalam kriminologi
adalah sama luasnya dengan kejahatan dalam hukum pidana. Lihat Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru: Jakarta, 1987, hlm. 17-18.
3
Pathorang Halim,Op.Cit, hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
tindak pidana korupsi, penyuapan, perdagangan narkotika, kejahatan kehutanan, kejahatan lingkungan hidup, dan tindak pidana lainnya dengan maksud
menyembunyikan, menyamarkan, atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal dari tindak pidana agar hasil kejahatan yang diperoleh menjadi seolah-olah sah
tanpa terdeteksi berasal dari kegiatan yang ilegal. Nominal uang yang menjadi objek pencucian uangbiasanya sangat besar
jumlahnya, sehingga dapat mempengaruhi neraca keuangan nasional bahkan keuangan global. Menurut R. Bosworth Davies, kejahatan ini dapat menekan
perkonomian dan menimbulkan bisnis yang tidak fair, terutama jika dilakukan oleh pelaku kejahatan yang terorganisir, berlangsung terus-menerus, dijalankan
secara teratur, memiliki lini bisnis, berkegiatan dalam volume yang besar, melibatkan dana yang besar, dan menghasilkan uang yang sangat besar.
Kejahatan terorganisir ini disebut juga sebagai suatu kegiatan kriminal yang rumit, karena dilakukan dalam skala besar oleh kelompok-kelompok orang
yang diatur denganmekanisme yang saling terhubung satu sama lain. Hal ini seringkali dilakukan dengan tidak memperdulikan ketertiban umum, melanggar
hukum, bahkan dengan melakukan kejahatan yang erat kaitannya dengan tindak pidana lain seperti korupsi.
4
Berangkat dari adanya kesadaran dan motivasi internasional untuk memberantas tindak pidana pencucian uang, dan mengingat ruang lingkup dan
dimensinya yang sangat luas, Pada tahun 1989 di Paris, Negara yang tergabung dalam kelompok G-7 mendirikan sebuah badan yang bernama Financial
4
Ivan Yustiavanda, dkk. Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal,Ghalia Indonesia: Bogor, 2010, hlm. 25-26; yang dikutip dari Pathorang Halim, Op.Cit, hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
ActionTask Force on Money Launderingdengan tujuan untuk membangun kerjasama internasional dalam menghadapi kejahatan pencucian uang.
Setelah melakukan beberapa survey dan penelitian dari berbagai sumber, FATF menyimpulkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang oleh
masyarakat internasional disinyalir menjadi salah satu sumber sekaligus muara kegiatan money laundering. Oleh karenanya pada tahun 2013 lalu Financial
Action Task Force on Money Laundering FATF telah melakukan review atas sistem hukum dan sistem keuangan di Indonesia dalam kaitannya dengan kegiatan
money laundering.Review yang dilakukan oleh FATF di Indonesia ini dapat menyebabkan adanya tekanan internasional yang diberlakukan terhadap negara
yang belum menerapkan rezim anti pencucian uang seperti Filipina dan Indonesia. Menghadapi review yang dilakukan oleh FATF tersebut Pemerintah dan
Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dimasukkannya Indonesia sebagai non cooperative country and territory seperti meyakinkan
FATF terhadap komitmen Indonesia untuk memerangi money laundering, menerbitkan Peraturan Bank Indonesia yang mewajibkan bank untuk menerapkan
prinsip mengenal nasabah Know Your Costumer Principles dan mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Money Laudering kepada
DPR untuk segera dibahas dan disetujui. Indonesia baru memandang praktek pencucian uang sebagai suatu tindak
pidana dan menetapkan sanksi bagi pelakunya ketika diundangkannya Undang-
Universitas Sumatera Utara
Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
5
yang kemudian pada tanggal 17 April 2002 diubah dengan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
6
yang kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
7
5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4191
6
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 108
7
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2010
Nomor 122
Dapatlah kiranya disimpulkan bahwa pencucian uang adalah suatu tindak pidana luar biasa extra ordinary crime,karena selain mengakibatkan terjadinya
perubahan-perubahan yang tidak dapat dijelaskan terhadap jumlah permintaan terhadap uang money demand, meningkatkan votalitas dari arus modal dari
internasional international capital flows, suku bunga, nilai tukar mata uang, hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonomi, juga dapat
memberikan tekanan kepada Indonesia sebagai akibat dianggapnya Indonesia sebagai negara yang tidak dapat bekerja sama coopertaive dalam
pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang kemudian membahayakan perekonomian Bangsa Indonesia akibat buruknya hubungan ekonomi dengan
negara-negara lain sebagai bentuk ketidakpercayaan masyarakat global kepada Indonesia yang disinyalir sebagai asal dan muara dari tindak pidana pencucian
uang.
Universitas Sumatera Utara
Benarkah Indonesia ialah negara yang berlandaskan atas hukum? Jawabannya tentu saja adalah benar. Landasan konstitusional selain tersirat dalam
Pembukaan, dapat kita simak dari Undang-Undang Dasar yang berbunyi:
8
“Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Konsep Indonesia sebagai negara hukum mengarah pada tujuan terciptanya kehidupan demokratis, melindungi hak
azasi manusia, dan kesejahteraan yang berkeadilan.
9
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum rechstaat tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka machstaat. Asas inimengandung maknsa yang amat
dalam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, karena itu berarti bahwa negara dalam melaksanakan tugasnya senantiasa harus mendasarkan diri kepada
hukum dan keadilan.
10
Sejalan dengan ketentuan yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka salah satu prinsip yang harus dipegang adalah menjamin
penyelenggaraan kekuasaan lembaga peradilan. Mengacu pada perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tersebut, secara tegas
dinyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkup Peradilan
Bukti lain yang menjadi dasar yuridis bagi keberadaan negara hukum Indonesia dalam arti material yaitu pada Bab XIV Pasal 33 dan
Pasal 34 UUD Negara RI 1945, bahwa negara turut aktif dan bertanggungjawab atas perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.
8
Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ketiga
9
Bambang Waluyo, Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Sinar Grafika: Jakarta, 1992, hlm. 1.
10
Ilham Basri, Sistem Hukum Indonesia : Prinsip-Prinsip Implementasi Hukum di Indonesia. Rajawali Press: Jakarta, 2004, hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.Selain itu sebagai negara hukum yang
menganut prinsip presumption of innocence,tidak diperbolehkan memandang seseorang bersalah atas perbuatannya apabila belum ada putusan hakim yang
berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu meskipun seseorang didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang yang dianggap sebagai extra ordinary
crime, hakim tetap harus menjaga keseimbangan antara kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa, dan kepentingan korban. Hakim harus mengambil
keputusan yang adil dan melindungi hak-hak dan kepentingan terdakwa sebagai warga negara.
Hakim merupakan pilar utama dan tempat terakhir bagi pencari keadilan dalam proses peradilan. Sebagai salah satu elemen kekuasaan kehakiman yang
menerima, memeriksa, dan memutus perkara, hakim dituntut untuk memberikan keadilan kepada para pencari keadilan.
11
Sistem hukum Indonesia mengakui hakim sebagai makhluk mulia yang dihargai keluhuran dan keagungan martabatnya. Oleh karena itu, memberi ruang
gerak kebebasan hakim sebagai media untuk merefleksikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan denyut rasa keadilan publik menjadi sebuah
keharusan. Sebagai salah satu unsur dalam sistem peradilan, hakim memiliki posisi dan peran penting apalagi dengan segala kewenangan yang dimilikinya.
Melalui putusannya hakim dapat mengalihkan hak kepemilikan, mencabut
11
Mujahid A. Latief, et. Al., Kebijakan Reformasi Hukum; Suatu Rekomendasi jilid II, Komisi Hukum Nasional RI: Jakarta, 2007, hlm. 283.
Universitas Sumatera Utara
kebebasan warga negara, menyatakan tidak sah tindakan sewenang-wenang pemerintah, memisahkan suami istri, dan lain-lain.
12
Putusan hakim akan terasa begitu dihargai dan mempunyai nilai kewibawaan jika putusan tersebut dapat merefleksikan rasa keadilan hukum
masyarakat, dan juga merupakan sarana bagi masyarakat pencari keadilan untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan. Sebelum seorang hakim memutus suatu
perkara, maka ia akan menanyakan kepada hati nuraninya sendiri, apakah putusan ini nantinya akan adil dan bermanfaat bagi manusia ataukah sebaliknya akan lebih
banyak membawa kemurtadan,
13
Perbedaan pendapat sangat dimungkinkan terjadi sebagai konsekuensi pelaksanaan persidangan dengan susunan hakim majelis seperti yang diterapkan di
Indonesia. sehingga selain seorang hakim diharapkan
mempunyai otak cerdas dan wawasan yang luas, seiranghakim juga diharapkan memiliki hati nurani yang bersih.
14
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, secara tegas dirumuskan bahwa: “Segala campur tangan dalam
Umumnya pengadilan memeriksa dan memutus perkara sekurang- kurangnya dengan tiga orang hakim, kecuali apabila undang-undang menentukan
lain. Diantara para hakim tersebut bertindak sebagai Ketua, dan lainnya sebagai Anggota Sidang yang masing-masing memiliki pendapat dan pandangan terhadap
perkara yang dihadapkan kepadanya.
12
Wildan Suyuthi Mustofa, Kode Etik Hakim jilid II, Kencana: Rawamangun, 2013, hlm. 72.
13
Rudi Duparmono, “Peran Serta Hakim dalam Pembelajaran Hukum”, MajalahHukum Varia Peradilan Edisi No. 246 Bulan Mei 2006, Ikahi: Jakarta, 2006, hlm. 50.
14
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Liberty: Yogyakarta, 2006, hlm. 34. ; yang dikutp dari Al Wisnubroto, Praktek Peradilan Pidana: Proses Persidangan
Perkara Pidana, Galaksy Puspa Mega: Jakarta, 2002, hlm. 6.
Universitas Sumatera Utara
peradilan oleh pihak luar diluar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal- hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan RI
Tahun 1945”,
15
Dengan demikian jelas kiranya bahwa dalam membuat suatu keputusan, kehadiran pendapat berbeda dissenting opinion merupakan konsekuensi dari
prinsip independency of judiciary. Namun demikian pada saat yang bersamaan kebebasan hakim ini juga harus tetap dapat dipertanggungjawabkan baik secara
hukum maupun secara moral kepada publik. disamping itu Hakim harus melaksanakan disiplin tinggi dalam
memutus perkara sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor: 215KMASKXII2007 Butir 2 Pasal 8 ayat 1 yang berbunyi: “Hakim
berkewajiban mengetahui dan mendalami serta melaksanakan tugas pokok sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, khususnya hukum acara,
agar dapat menerapkan hukum secara benar dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan”. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang bebas, merdeka, dan terlepas dari segala pengaruh. Oleh karena itu, Hakim dalam memutus perkara seharusnya berpegang
teguh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk memenuhi rasa keadilan.
16
Sehubungan dengan penelitian ini, dimana pengkajiannya diarahkan dalam hal dissenting opinion yang dinyatakan oleh hakim pada Pengadilan Negeri
Medan adalah merupakan suatu cerminan bahwa dissenting opinion merupakan
15
Achmad Ali, Menguak Realitas Hukum : Rampai Kolom Artikel Pilihan dalam Bidang Hukum, Prenada Media Group: Jakarta, 2008, hlm. 207.
16
Yudi Kristiana, Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang: Perspektif Hukum Progresif . Thafa Media: Bantul, 2015, hlm. 306.
Universitas Sumatera Utara
bagian penegakan hukum secara teknis jika dilihat dari aspek penerapan ilmu hukum yaitu dalam mekanisme pengambilan putusan oleh majelis.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dan bertitik tolak dari uraian tersebut, maka penulis akan membahas Penerapan Dissenting Opinion
dalam Putusan Tindak Pidana Pencucian Uang. Suatu Studi Putusan dengan Nomor 21Pid.Sus-TPK2015PN.Mdn.
B. Rumusan Masalah