modal dibawah ketentuan minimal. Pilar ketiga Basel II membahas tentang disiplin pasar yang efektif. Bank melakukan keterbukaan informasi terkait cakupan risiko,
modal, eksposur risiko, proses pengukuran risiko, kecukupan modal bank kepada publik, serta meningkakan transparansi dalam bisnis.
2.1.3.3. BASEL III
Menurut Wahyudi, et al. 2013, terjadinya krisis ekonomi dan keuangan pada 2007-2008, memicu banyaknya bank yang terlilit utang yang tinggi. Akibatnya,
terjadi penggerusan tingkat dan kualitas modal yang dimiliki bank. Secara bersamaan, terjadi keterkaitan risiko keuangan yang sistematis dan tidak didukung dengan
likuiditas yang mencukupi sebagai penyangga. Akhirnya, sistem perbankan tidak mampu menyerap kerugian dan timbullah krisis. Berdasarkan permasalahan yang
menyebabkan krisis inilah, muncul pemikiran untuk menyempurnakan peraturan permodalan yang ada, yaitu Basel II. Akhirnya pada akhir 2010, BCBS
mempublikasikan dokumen yang berjudul Basel III: Global Regulation Framework for More Resilient Banks and Banking System.
Tujuan diterbitkannya Basel III yaitu: pertama, untuk memperkuat aturan permodalan dan likuiditas. Kedua, untuk meningkatkan kemampuan dan ketahanan
sector perbankan dengan menambah cadangan modal untuk menyerap goncangan dari tekanan ekonomi dan keuangan serta mencegah menjalarnya krisis derivative
keuangan ke derivative ekonomi. Ketiga, untuk meningkatkan kualitas manajemen risiko, tata kelola, transparansi, dan keterbukaan. Keempat, memberikan resolusi
terbaik bagi risiko sitemats bank lintas batas negara.
Universitas Sumatera Utara
Basel III menyarankan bank untuk memperkuat sisi pengaturan mikropredensial dalam upaya meningkatkan kesehatan dan daya tahan individual
bank dalam menghadapi krisis. Syarat yang haus dipenuhi adalah kualitas dan level permodalan yang lebih tinggi dengan fokus utama pada komponen modal saham dan
pentingnya ketersediaan kecukupan cadangan modal yang harus dimiliki oleh individu bank dengan membentuk conservation buffer. Selain itu, aspek
makroprendensial lainnya mencakup pengembangan indicator untuk memantau tingkat procyclicality sistem keuangan. Bank yang bersifat sistematis harus
menyiapkan cadangan modal di saat ekonomi dalam keadaan baik dengan tujuan menyerap kerugian di masa krisis. Ini disebut countercyclical capital buffer.
Tambahan modal lain yang dibutuhkan adalah capital surcharge bagi isntitusi lembaga keuangan yang dipandang mengandung risiko sitematis.
Terdapat tiga poin utama dalam Basel III, yakni pengaturan cadangan modal konservasi, pengenaan rasio utang, dan penguatan manajemen likuiditas. Untuk
manajemen likuiditas Basel III menerapkan pengukuran standar minimum. Bagi bank yang aktif secara internasional aturan baru ini menggunakan dua pengukuran yakni
liquidity coverage ratio untuk mengetahui ketahanan bank dalam memenuhi likuiditas jangka pendek kurang dari 30 hari, dan longerterm structural ratio untuk
memacu bank menggunakan sumber pendanaan yang stabil. Basel III seharusnya sudah diimplementasikan tahun 2013. Semua bank
diwajibkan untuk memperkuat cadangan modal dengan menambah total cadangan inti, dimana saat ini 2 menjadi 7. Pada 2015, bank harus mengalokasikan modal
Universitas Sumatera Utara
inti minimum 4,5 dari DPK. Selanjutnya 2018, bank wajib menyediakan modal konvervasi sebagai dana cadangan minimum 2,5. Sehingga total modal berkualitas
yang harus dihimpun bank pada 2019 menjadi 8. Secara umum, Indonesia siap mengimplementasikan Basel III dikarenakan
bank-bank di Indonesia memiliki komponen yang lebih banyak pada tingkat satu, namun, pengetatan aturan modal basel masih akan mempengaruhi Indonesia.
Regulasi permodalan di Indonesia akan diperketat. Aturan basel terakhir membutuhkan modal minimum sebesar 13 dari presentase CAR dengan komposisi
minimal 6 tingkat satu, 2 tingkat dua, 2,5 capital conservation buffer, dan lainnya sebesar 2,5 dari modal selama periode pertumbuhan kredit yang tinggi.
2.1.4 Capital Buffer