Pengaruh penerapan PMK NO-121/PMK.011/2013 atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM) terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika: studi empiris konsumen barang elektronika di Wilayah DKI Jakarta

(1)

PENGARUH PENERAPAN PMK NO-121/PMK.011/2013 ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PAJAK PENJUALAN BARANG

MEWAH (PPNBM) TERHADAP DAYA BELI KONSUMEN PADA BARANG ELEKTRONIKA

(Studi Empiris konsumen Barang Elektronika di Wilayah DKI Jakarta) SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun Oleh : Fandy Prasetiyo Wibowo

NIM: 208082000051

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

1. Nama : Fandy Prasetiyo Wibowo

2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 19 Juli 1990

3. Alamat : Jln. Musholla Nurul Hudha 1 Rt: 005/01 No: 90A (Pondok Aren)

4. Agama : Islam

5. Nama Ayah : Wachyudi

6. Nama Ibu : Siti Fatimah 7. Nomor Telepon : 0896-3560-5507

8. E-mail : [email protected]

B. Data Pendidikan Formal

1. 1996 : TK. Mardi Lestari (Jakarta Selatan) 2. 2002 : SDN Negeri 011 Bintaro

3. 2005 : SMPN Negeri 235 Jakarta Selatan 4. 2008 : SMU KARTIKA X-1

5. 2015 : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi (Perpajakan), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(7)

(8)

(9)

(10)

ix

kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis, secara khusus penulis haturkan terima kasih kepada:

1. Pertama kupanjatkan terima kasih kepada ALLAH SWT dan Kedua orang tuaku tercinta bapak Nuzul kurman dan Ibu Nelliwarti, Kakak ku Nira rahmiati SE dan adikku Diah rahmiati.

2. Bapak hepi prayudiawan,SE,MM,Ak,CA selaku Ketua jurusan Akuntasi. 3. Prof. Dr. Abdul Hamid,MS selaku Pembimbing I yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, arahan, dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama penyusunan skripsi hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan. Terima kasih atas segala masukan guna penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan nasihat yang telah diberikan selama ini.

4. Ibu Ismawati Hariwibowo,SE,M.Si selaku Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, arahan, dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama penyusunan skripsi hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan. Terima kasih atas segala masukan guna penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan nasihat yang telah diberikan selama ini.

5. Segenap Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang sangat luas kepada penulis selama perkuliahan, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita semua.

6. Seluruh Staff Tata Usaha Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti dalam mengurus segala kebutuhan administrasi dan lain-lain.

7. untuk teman teman seperjuangan angkatan Non-Reg 2008 yaitu Aljuni vernorth, Aziezul Rashid, Riski aryo, Wahyu saputro, Muhammad Raffi, Yoga Swidingga, Dendy Sumawan, Muhammad Oktovian, Dan lain-lainnya terima kasih atas keajaiban yang tidak pernah terlupakan.


(11)

(12)

xi DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan Skripsi ... i

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... ii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii

Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... iv

Daftar Riwayat Hidup ... v

Abstract ... vi

Abstrak ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Gambar ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Landasan Teori ... 12

1. Tinjauan Umum Tentang Pajak ... 12

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 21

3. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) ... 31

4. Pengusaha Kena Pajak (PKP) ... 47

5. Dasar Pengenaan Pajak ... 48


(13)

xii

B. Penelitian Terdahulu ... 52

C. Keterkaitan Antar Variabel ... 57

D. Kerangka Pemikiran ... 58

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 59

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 59

B. Metode Penentuan Sampel ... 59

C. Metode Pengumpulan Data ... 60

D. Metode Analisis Data ... 62

E. Operasional Variabel Penelitian ... 69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 71

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 71

2. Karakteristik Responden ... 72

B. Hasil dan Pembahasan ... 76

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 76

2. Hasil Uji Kualitas data ... 77

a. Hasil Uji Validitas ... 77

b. Uji Reliabilitas ... 79

3. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 80

a. Hasil Uji Normalitas Data ... 80

b. Hasil Uji Multikolinieritas ... 83

c. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 84

4. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 86

a. Hasil Koefisien Determinasi(Adjusted R2) ... 86

b. Hasil Persamaan Regresi Linier Berganda ... 87

5. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ... 88

a. Hasil Uji Secara Simultan (Uji F) ... 88


(14)

xiii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Realisasi Penerimaan Pajak (Dalam Milyaran Rupiah) ... 3

2.1 Penelitian Terdahulu ... 53

3.1 Operasional Variabel ... 70

4.1 Distribusi Sampel Penelitian ... 71

4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 72

4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Responden ... 73

4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 75

4.5 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 76

4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Pajak pertambahan nilai ... 77

4.7 Hasil Uji Validitas Variabel Pajak Atas Barang Mewah ... 78

4.8 Hasil Uji Validitas Variabel Daya Beli Konsumen ... 78

4.9 Hasil Uji Reliabilitas ... 79

4.10 Hasil Uji Normalitas secara Statistik ... 83

4.11 Hasil Uji Multikolinearitas ... 84

4.12 Hasil Uji Uji Determinasi (Adjusted R2) ... 86

4.13 Hasil Koefisien Persamaan Regresi Linier Berganda ... 87

4.14 Hasil Uji Statistik F (Simultan) ... 88


(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 58 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 73 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Responden ... 74 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Terakhir ... 75 4.4 Uji Normalitas Data Secara Grafik ... 82 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 85


(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 96 2 Data Mentah Jawaban Responden ... 102 3 Hasil Pengolahan SPSS 20 ... 111


(18)

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan ekonomi di dunia membawa konsekuensi terhadap peningkatan aktivitas perdagangan. Adanya sifat bergantung antara satu negara dengan negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan membuat aktivitasperdagangan semakin tidak dapat dipisahkan. Perdagangan sekarang bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. Terbukti bahwa batas negara sudah kabur. Jarak sudah tidak lagi menjadi halangan bagi semua orang untuk melakukantransaksi perdagangan.

Hal itu tentu saja berlaku pula bagi Indonesia. Banyaknya pulau-pulau yang terpisah menjadikan perdagangan sebagai salah satu aspek yang berperan penting. Apalagi sekarang Indonesia sudah masuk dalam era perdagangan bebas dimana bukan hanya melakukan aktivitas perdagangan antar daerah saja melainkan juga antar negara. Dengan kata lain aspek ekonomi adalah penting bagi kemajuan suatu negara. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari berbagai sektor, terutama dari penerimaan negaranya.

Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang terbesar yang digunakan dalam meningkatkan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dimana hal tersebut sesuai dengan tujuan dari


(20)

2 negara Indonesia. Seperti yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yang salah satu maknanya yaitu bahwa Indonesia bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum. Maka, atas dasar inilah pemerintah terus melakukan upaya dalam mensejahterakan rakyat yang diantaranya adalah dengan memberlakukan pajak.

Pajak mempunyai kontribusi cukup tinggi dalam penerimaan Negara nonmigas. Pada beberapa tahun terakhir, penerimaan dari sektor fiskal mencapai lebih dari 70% dari total penerimaan APBN. Berbagai kebijakan dalam bentuk ekstensifikasi dan intensifikasi telah dibuat oleh pemerintahan dalam rangka meningkatkan penerimaan Negara dari sektor fiscal. Kebijakan tersebut berdampak kepada masyarakat, dunia usaha, dan pihak-pihak lain sebagai pembayar/pemotong/pemungut pajak. Selft assessment system yang mengharuskan wajib pajak untuk secara proaktif menghitung, menyetor dan melaporkan pajak sendiri, menentukan pihak-pihak tersebut untuk mampu memahami dan menerapkan setiap peraturan perpajakan. (Siti Resmi 2014:1)

Definisi tersebut kemudian disempurnakan menjadi Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment


(21)

3 Tabel 1.1

Realisasi Penerimaan Negara (Millyar Rupiah), 2011-2014

*Sumber: BPS (Badan Pusat Statistik) 2014

Apabila dilihat dari sejarahnya, pajak pertambahan nilai merupakan pengganti dari pajak penjualan. Alasan penggantian ini karena pajak penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan Negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak.

Sumber Penerimaan 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Penerimaan Dalam Negeri 706108 979305 847096 992249 1205346 1332323 1497521 1661148 Penerimaan Perpajakan 490988 658701 619922 723307 873874 980518 1148365 1310219 Pajak dalam negeri 470052 622359 601252 694392 819752 930862 1099944 1256304 Pajak Penghasilan 238431 327498 317615 357045 431122 465070 538760 591621 Pajak Pertambahan Nilai 154527 209647 193067 230605 277800 337584 423708 518879 Pajak Bumi dan Bangunan 23724 25354 24270 28581 29893 28969 27344 25541

Bea perolehan 5953 5573 6465 8026 -1 0 0 0

Hak Atas tanah dan Bangunan

Cukai 44679 51252 56719 66166 77010 95028 104730 114284

Pakal Lainnya 2738 3035 3116 3969 3928 4211 5402 5980

Pajak Perdagangan Internasional 20936 36342 18670 28915 54122 49656 48421 53915

Bea Masuk 16699 22764 18105 20017 25266 28418 30812 33937

Pajak Ekspor 4237 13578 565 8898 20856 21238 17609 19978

Penerimaan Bukan Pajak 215120 320604 227174 268942 331472 351805 349156 350930 Penerimaan Sumber Daya Alam 132893 224463 138959 168825 213823 225844 203730 198088 Bagian Laba BUMN 23223 29088 26050 30097 28184 30798 36456 37000 Penerimaan Bukan Pajak Lainnya 56873 63319 53796 59429 69361 73459 85471 91083 Pendapatan Badan Layanan Umum 2131 3734 8369 10591 20104 21704 23499 24759

Hibah 1698 2304 1667 3023 5254 5787 4484 1360


(22)

4 Sesuai dengan legal karakternya sebagai pajak objektif maka PPN tidak membedakan tingkat kemampuan konsumennya. Konsumen yang memiliki kemampuan tinggi dengan konsumen yang memiliki kemampuan rendah diperlakukan sama. Dengan demikian PPN mengandung unsur regresif, yaitu semakin tinggi kemampuan konsumen semakin ringan beban pajak yang dipikul, semakin rendah kemampuan konsumen semakin berat beban pajak yang dipikul. Sehingga dalam upaya mencapai keseimbangan pembebanan pajak dan dalam upaya mengendalikan pola konsumsi yang tidak produktif dari masyarakat, maka atas penyerahan atau atas impor barang-barang berwujud yang tergolong mewah, selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 yang antara lain menegaskan bahwa atas konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagai upaya nyata untuk mencapai keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi. Diharapkan dengan pengenaan pajak tambahan berupa PPnBM terhadap konsumen yang mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah, maka dampak regresif ini dapat ditekan. Dengan kata lain asas keadilanlah yang melatar belakangi adanya pungutan lain selain PPN untuk konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah. Suatu sistem pemungutan pajak akan mendekati asas


(23)

5 keadilan apabila beban pajak yang dipikulkan oleh wajib pajak sepadan dengan kemampuannya.

Meskipun demikian pajak penjualan juga mempunyai beberapa kelemahan, yaitu antara lain :

1) Bermacam-macam tarif (ada 9 macam tarif), sehingga menimbulkan kesulitan pelaksanaannya

2) Tidak mendorong ekspor

3) Belum dapat mengatasi penyelundupan

Sedangkan di sisi lain pajak pertambahan nilai juga mempunyai kelebihannya,antara lain :

1) Menggunakan tarif tunggal, sehingga memudahkan pelaksanaan 2) Netral dalam persaingan dalam negeri

3) Netral dalam perdagangan internasional 4) Netral dalam pola konsumsi

5) Dapat mendorong ekspor

Dasar hukum dalam pajak pertambahan nilai adalah undang-undang yang mengatur pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM) adalah undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan undang-undang nomor 42 tahun 2009. Undang-undang-undang ini disebut undang-undang-undang-undang pajak pertambahan nilai 1984 (Mardiasmo 2011:294)


(24)

6 Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dapat dikenakan tersendiri tanpa adanya Pajak Pertambahan Nilai dan dipungut satu kali pada sumbernya yaitu pada tingkat pabrikan, atau pada waktu barang impor. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dilaksanakan berdasarkan sistem faktur sehingga atas penyerahan barang dan atau penyerahan jasa wajib dibuat Faktur Pajak sebagai bukti transaksi penyerahan barang dan atau penyerahan jasa yang terutang pajak.

Hal sekarang yang menjadi masalah adalah pengertian dari barang mewah itu sendiri. Hal itu bisa dikatakan demikian, karena telah terjadi pergesaran dan perubahan dalam masyarakat. Sebagai contoh, sepuluh tahun yang lalu, ponsel atau telepon genggam dan barang elektronika lainnya, merupakan barang mewah. Dahulu, ponsel sangat terbatas bagi orang yang memilikinya bisa dikatakan bagi orang-orang yang berpenghasilan diatas rata-rata yang mampu memiliki sebuah ponsel atau telepon genggam , selain harganya yang mahal tetapi juga belum banyak ditemui penjual-penjual ponsel. Hal itu berbanding terbalik bila kita melihat keadaan sekarang, banyaknya orang dari segala lapisan masyarakat yang sudah menggunakan ponsel, bukan hanya sekedar gaya hidup melainkan juga sudah menjadi suatu kebutuhan. Perpajakan yang didalamnya terdapat unsur PPN dan PPnBM merupakan juga bagian dari kebijakan fiskal pemerintah. Konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah secara berlebihan pada umumnya dilakukan kelompok masyarakat yang berpenghasilan tinggi merupakan kegiatan yang kontraproduktif. Oleh karena itu, kegiatan konsumsi seperti ini perlu


(25)

7 dikurangi. Salah satu sarana yang dapat ditempuh adalah diberikannya beban pajak tambahan terhadap kegiatan mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah. Motif diatas itulah maka dengan kata lain, pemerintah dengan kebijakan fiskalnya yang termaterialkan dalam PPnBM, berusaha untuk mempengaruhi perilaku konsumen khususnya pola konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah.

Hal tersebut PPN berbeda dengan PPnBM. Bahkan bisa dikatakan bahwa PPnBM merupakan pajak yang kurang populer di masyarakat umum. Hal itu bisa disebabkan karena karakter dari PPnBM itu sendiri yaitu; merupakan pungutan tambahan disamping PPN dan hanya dipungut satu kali yaitu pada saat impor dan penyerahan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) pabrikan. Yang selanjutnya tidak ada mekanisme pajak keluaran dan pajak masukan. PPnBM oleh distributor akan dimasukkan ke harga pokok barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut. Maka tidak heran ada beberapa konsumen yang mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut tidak mengetahui tentang PPnBM. Karena dari pihak Direktorat Jendral Pajak hanya mensosialisasikan PPnBM ke importir dan PKP pabrikan.

Suatu kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah adalah barang elektronika. Barang elektronika yang dikenakan PPnBM antara lain TV di atas 21, air conditioner (AC), radio cassette, mesin cuci, alat perekam atau reproduksi gambar, alat fotografi dan lain – lain. Bahkan bisa dikatakan sebagian besar kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor adalah barang elektronika. Di masyarakat sendiri barang


(26)

8 elektronika merupakan barang yang paling cepat mengalami reposisi, yaitu dari barang mewah ke barang yang banyak dikonsumsi hampir semua lapisan masyarakat.

Peraturan mentri keuangan No-121/PMK.011/2013 tentang jenis barang yang tergolong barang mewah selain kendaraan bermotor. Keentuan ini mengeluarkan beberepa jenis barang yang semula dikatagorikan mewah menjadi tidak mewah sehingga tidak lagi dikenakan penjualan atas barang mewah (PpnBm) . barang-barang tersebut diantaranya, peralatan rumah tanga dengan batasan harga dibawah Rp 5 atau Rp 10 juta. Pesawat penerima siaran televisi dengan batasan harga dan ukuran dibawah Rp 10 juta dan 40 inch. Lemari pendingin dengan batas harga dibawah Rp 10 juta. Mesin pengukur suhu udara dengan batas harga dibawah Rp 8 juta. Pemanas air dan mesin cuci dengan batas harga dibawah Rp 5 juta. Proyektor dan produk saniter dengan batas harga dibawah Rp 10 juta. Dengan kebijakan tersebut diharapkan harga barang-barang dimaksud lebih terjangkau dengan kalangan yang lebih luas dan dapat menggaiahkan pasar .disamping itu dengan tidak dikenakannya Ppn.BM atas barang-barang tersebut diharapkan kinerja produk domestic dapat meningkat dalam rangka bersaing dengan produk impor illegal.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat terlihat bahwa barang elektronika mempunyai pengenaan pajak yang berbeda. Untuk barang elektronika yang tergolong mewah tetap dikenakan PPnBM, sedangkan untuk barang elekronika yang bukan termasuk atau tidak lagi menjadi barang mewah akan dikenakan PPN. Barang elektronika meskipun hanya merupakan barang


(27)

9 sekunder, akan tetapi keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan adanya pengenaan pajak terhadap barang elektronika, masyarakat sebagai konsumen harus lebih teliti dalam mengelola keuangan antara pendapatan dan pengeluaran yang berpengaruh terhadap daya beli atas barang elektronika sebagai barang kena pajak.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, peneliti merasa bahwa penelitian ini penting karena daya beli adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumen dalam membeli suatu barang dimana dalam hal ini barang yang dikenakan pajak. Penelitian ini juga merupakan pengembangan dari peneliti sebelumnya Raja Abdurrahman (2014) yang mengamati pengaruh PPN dan PPNBM terhadap daya beli konsumen kendaraan bermotor. Akan tetapi karena dikeluarkannya surat edaran menteri keuangan No-121/PMK.011/2013 yang berkaitannya dengan PPN dan PPNBM penulis ingin meneliti lebih lanjut tentang penerapan PPN berdasarkan surat edaran.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti “Analisis Penerapan PMK No-121/PMK.011/2013 Atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM) Terhadap Daya Beli Konsumen Pada Barang Elektronika (Studi Empiris


(28)

10 B. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah pengaruh pengenaan PPN terhadap daya beli barang elektronik berdasarkan PMK No-121/PMK.011/2013?

2. Apakah pengaruh pengenaan PPnBM terhadap daya beli barang elektronik berdasarkan PMK No-121/PMK.011/2013?

3. Apakah pengaruh PPN dan PPnBM terhadap daya beli penjualan barang elektronika berdasarkan PMK No-121/PMK.011/2013?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh pengenaan PPN barang elektonika terhadap daya

beli konsumen berdasarkan PMK No-121/PMK.011/2013.

2. Mengetahui pengaruh PPnBM atas barang elektronik terhadap daya beli konsumen berdasarkan PMK No-121/PMK.011/2013.

3. Mengetahui pengaruh PPN dan PPnBM atas barang elektronik terhadap daya beli konsumen berdasarkan PMK No-121/PMK.011/2013.


(29)

11 D. Manfaan Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, diantaranya: 1. Peneliti

Untuk memenuhi sebagian dari persyaratan akademis dalam menyelesaikan studi program strata satu (S1) Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Jurusan Akutansi Universitas Islam Negeri Jakarta, serta menambah wawasan tentang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.

2. Pembaca

Untuk memahami pengaruh antara pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika

3. Konsumen

Dapat memberikan informasi yang riil dan pengetahuan mengenai tarif pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah. 4. Pihak Lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi para pihak-pihak yang berkepentingan dan Penulis mengharapkan

penelitian ini dapat dijadikan sebagai media informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya dalam mengembangkan dan mendalami kembali masalah ini.


(30)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Pajak a. Pengertian Pajak

Pada dasarnya, pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada pemerintah. Namun karena pajak selalu mengikuti perkembangan zaman, maka banyak para ahli yang memberikan batasan mengenai pajak. Hal ini disebabkan karena pengertian pajak itu sendiri dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, baik dari segi penghasilan, segi daya beli, dan segi ekonomi.

Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. Yang dikutip dari buku perpajakan karangan Mardiasmo (2011:1)

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak dapat jasa timbal balik (Kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Definisi tersebut kemudian disempurnakan, menjadi:

“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus” –nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.”


(31)

13 Definisi pajak menurut Soeparman dalam Suandy (2011:9):

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.

Definisi pajak menurut Andriani dalam Lubis (2007):

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak adalah :

1) Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi indinidual oleh pemerintah

2) Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

3) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public investment.


(32)

14 b. Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:1) terdapat 2 (dua) fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan Negara) dan fungsi

regularend (mengatur).

1) Fungsi Budgetair (Sumber dana bagi pemerintah) Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah berupaya memasukan uanga sebanyak-banyaknya untuk kas Negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajakmelalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti pajak penghasilan (PPh), Pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPNBM), pajak bumi dan bangunan (PBB) dan lain-lain.

2) Fungsi Regulerend (Pengaturan) Pajak mempunyai fungsi pengaturan, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa contoh penetapan pajak sebagai fungsi pengaturan adalah :


(33)

15 a) Pajak yang tinggi dekanakan terhadap barang-barang mewah. Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBm) dikenakan pada transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajak semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengkonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah)

b) Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan: dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberi kontribusi (membayar pajak) yang tinggi, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.

c) Tarif pajak export sebesar 0% : dimaksudkan agar pera pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya dipasar dunia sehingga dapatmemperbesar devisa Negara.

d) Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industry tertentu seperti industry semen, industry rokok, industry baja, dan lain-lain: dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industry tersebut karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi (membahayakan kesehatan)


(34)

16 e) Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi: dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.

f) Pemberlakuan tax holiday : dimaksudkan untuk menarik investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia.

c. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:7) terdapat tiga sistem pemungutan pajak, yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, dan

With Holding Assessment System.

1) Official assesstment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Jadi, yang menentukan besarnya pajak yang terutang adalah pemerintah dimana wajib pajak bersifat pasif, sehingga wajib pajak tidak turut serta dalam menentukan besarnya pajak yang terutang.

2) Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. Dalam hal ini, wajib pajak bersifat aktif karena wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada wajib pajak itu sendiri. Jadi, wajib pajak mempunyai hak untuk ikut serta dalam menentukan besarnya pajak yang terutang. Namun, pada sistem ini


(35)

17 sangat mungkin terjadinya manipulasi dalam jumlah pajak yang akan dilaporkan.

3) With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. jadi, baik pemerintah ataupun wajib pajak tidak mempunyai hak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Contohnya, seorang karyawan yang bekerja pada PT. X, maka yang mempunyai wewenang untuk memotong besarnya pajak yang terutang oleh karyawan tersebut adalah PT. X. Jadi, dari beberapa sistem pemungutan pajak seperti yang diuraikan di atas maka yang diterapkan di Indonesia saat ini adalah sistem

Self Assessment, dimana tujuannya adalah agar masyarakat semakin patuh dalam membayar pajak karena adanya transparansi dalam menghitung, menentukan, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang

d. Teori yang mendukung pemungutan pajak

Berdasarkan teori yang mendukung hak Negara untuk memungut pajak dari rakyatnya antara lain (Siti Resmi 2014:5) : 1) Teori Asuransi

Teori ini menyatakan bahwa Negara bertugas untuk melindungi orang dan segala kepentingannya, meliputi keselamatan dan keamanan jiwa juga harta bendanya, seperti dalam


(36)

18 hal perjanjian asuransi (pertanggungan), untuk melindungi orang dan kepentingan tersebut diperlukan pembayaran premi, dalam hubungan Negara dan rakyatnya, pajak dianggap sebagai premi yang sewaktu-waktu yang harus dibayar oleh masing-masing individu. Meskipun teori ini hanya memberi dasar hukum pemungut pajak, beberapa pakar menentangnya. Mereka berpendapat bahwa perbandingan antara pajak dan perusahaan asuransi tidaklah tepat karena :

a) Dalam hal timbul kerugian tidak ada penggantian secara langsung dari negara dan

b) Antara pembayaran jumlah pajak dengan jasa yang diberikan oleh negara tidaklah terdapat hubungan langsung.

2) Teori Kepentingan

Teori ini awalnya hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini harus didasarkan atas kepentingan masing-masing orang dalam tugas-tugas pemerintahan, termasuk perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta harta bendanya. Oleh karena itu, sudah sewajarnya biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Negara dibebankan kepada mereka.


(37)

19 3) Teori Gaya Pikul

Teori ini menyatakan bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh Negara kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Untuk kepentingan tersebut, diperlukan biaya-biaya yang harus dipikul oleh segenap orang yang menikmati perlindungan itu yaitu dalam bentuk pajak. Teori ini menekankan pada asas keadilan, bahwa pajak haruslah sama beratnya untuk setiap orang. Pajak harus dibayar menurut gaya pikul seseorang. Gaya pikul seseorang dapat di ukur berdasarkan besarnya penghasilan, untuk wajib pajak orang pribadi. Gaya pikul pengeluaran dan pembelanjaan dinyatakan dengan sejumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak. Sebagai contoh, Tuan Akbar (tidak kawin) dan Tuan Hakim (kawin, anak 2-K/2) mempunyai penghasilan yang sama, beban pajak Tuan Akbar lebih besar dari pada Tuan Hakim karena gaya pikul (pengeluaran/pembelanjaan) Tuan Akbar lebih kecil dari pada Tuan Hakim.

4) Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)

Berlawanan dengan ketiga teori sebelumnya yang tidak mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan warganya, teori ini mendasarkan pada paham organische staatsleer. Paham ini mengajarkan bahwa karena sifat suatu Negara, timbullah hak mutlak untukmemungut pajak. Orang-orang tidaklah berdiri


(38)

20 sendiri, dengantidak adanya persekutuan tidak aka nada individu. Oleh karena itu persekutuan (yang menjelma menjadi Negara) berhak atas satu dan lainnya. Akhirnya, setiap orang menyadari bahwa menjadi suatu kewajiban mutlak untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negaradalam bentuk pembayaran pajak.

5) Teori Asas Gaya Beli

Teori ini tidak mempersoalkan asal muasal Negara memungut pajak, melaikan hanya melihat pada efeknya dan memandang ebek yang baik itu sebagai dasar keadilannya. Menurut teori ini, fungsi pemungutan pajak disamakan dengan pompa yaitu mengambil gaya hidup dari rumah tangga dalam dalam masyarakat untuk rumah tangga Negara dan kemudian menyalurkannya kembali kemasyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa penyelenggara kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak.

6) Pembagian Pajak

Menurut Siti Resmi (2014:12), ada dua yang mengatur timbulnya utang pajak (saat pengakuan adanya utang pajak) yaitu ajaran materil dan formil.


(39)

21 a) Pajak Materil

Ajaran materil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena diberlakukannya undang-undang perpajakan. Dalam ajaran ini, seseorang akan secara aktif menentukan apakah dirinya dikenakan pajak atau tidak, sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Ajaran ini konsisten dengan penerapan self assessment system.

b) Pajak Formil

Ajaran formil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena tidak dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pemerintah). Untuk menentukan apakah seorang dikenakan pajak atau tidak, berapa jumlah pajak yang harus dibayar, dan kapan jangka waktu pembayaran akan diketahui dalam surat ketetapan pajak tersebut. Ajaran ini konsisten dengan penerapan official assessment system

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) a. Pengertian PPN

Pajak Pertambahan Nilai menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2000 yang disempurnakan lagi dalam Undang-Undang No.42 Tahun 2009 adalah Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean. Daerah pabean itu sendiri merupakan wilayah teritorial Indonesia.


(40)

22 Dengan demikian, pajak pertambahan nilai bukan hanya dikenakan atas barang saja, melainkan juga atas jasa yang sesuai dengan syarat-syarat yang terdapat dalam Undang-Undang perpajakan. Dasar hukum adalah peraturan perundangan ang mengatur pajak penghasilan di Indonesia adalah UU Nomor 7 Tahun 1983 yang telah disempurnakan dengan UU nomor 7 Tahun 1991, UU nomor 10 tahun 1994, UU nomor 17 tahun 2000, UU nomor 36 tahun 2008, peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri keuangan, keputusan direktur jendral pajak maupun surat edaran direktur jendral pajak.

b. Sifat Pemungutan PPN

Sifat pemungutan PPN menurut Untung Sukardji (2002), yaitu sebagai pajak tidak langsung, pajak objektif, multi stage levy, non kumulatif, indirect substraction method, tarif tunggal, pajak atas konsumsi dalam negeri, PPN tipe konsumsi, dan netralitas PPN.

1) PPN adalah Pajak Tidak Langsung

Sifat pemungutan ini menggambarkan pengertian PPN ditinjau dari sudut ilmu hukum yaitu suatu jenis pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak dengan kedudukan penanggung jawab pembayaran pajak ke kas negara pada pihak-pihak yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi pembeli atau penerima jasa dari tindakan sewenang-wenang negara (pemerintah). Jadi, pengenaan PPN itu dibebankan kepada pembeli


(41)

23 BKP (Barang Kena Pajak) dimana perusahaan yang melaporkan PPN tersebut kepada negara.

2) PPN adalah Pajak Objektif

Timbulnya kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak, yaitu seperti keadaan, peristiwa, perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak. Jadi, PPN tidak membedakan tingkat kemampuan konsumen dalam pengenaan pajaknya.

3) PPN bersifat multi stage levy

“Multy stage levy” mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi BKP (Barang Kena Pajak) atau JKP. PPN dikenakan pada setiap proses distribusi BKP atau JKP (Jasa Kena Pajak) karena didasarkan pada digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.

4) PPN bersifat non-kumulatif

PPN yang bersifat “multi stage levy” namun bersifat non kumulatif yaitu tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda. Berbeda ketika dahulu PPN disebut sebagai pajak penjualan yang menimbulkan pajak berganda.

5) Penghitungan PPN terutang untuk di bayar ke kas negara menggunakan indirect substraction method


(42)

24

Indirect Substraction Method adalah metode penghitungan PPN yang akan disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan dengan pajak atas penyerahan barang atau jasa. Jadi, yang disetor ke kas negara hanya selisihnya saja.

6) PPN Indonesia menggunakan tarif tunggal (single rate)

PPN Indonesia menganut tarif tunggal yang dalam hukum positif yaitu Undang-Undang PPN Tahun 1984 ditetapkan sebesar 10%. Dengan Peraturan Pemerintah tarif ini dapat dinaikkan paling tinggi menjadi 15% atau diturunkan paling rendah 5%.

7) PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri

Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik Indonesia. Jadi, PPN tidak berlaku jika barang atau jasa dikonsumsi diluar wilayah Indonesia.

8) PPN yang diterapkan di Indonesia adalah PPN tipe konsumsi

(consumption type VAT)

Di lihat dari sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN Indonesia termasuk tipe konsumsi (consumption type VAT) artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk perolehan barang modal dapat dikurangi dari dasar pengenaan pajak.


(43)

25 9) Netralitas PPN

Dengan legal karakter PPN tersebut di atas, PPN mampu merealisasi dirinya netral dalam dunia perdagangan baik domestik maupun internasional. PPN tidak menghendaki dirinya mempengaruhi kompetisi dalam dunia bisnis. Salah satu legal karakter PPN adalah pajak atas konsumsi. Karena yang dapat di konsumsi bukan hanya barang tetapi juga jasa, maka PPN memberikan perlakuan yang sama terhadap konsumsi barang dan konsumsi jasa, yaitu kedua-duanya dikenakan PPN

c. Prinsip Pemungutan PPN

Menurut Mulyo Agung (2009) terdapat dua prinsip pemungutan PPN, yaitu Prinsip Tempat Tujuan (Destination) dan Prinsip Tempat Asal (Origin Principle) dan akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Prinsip Tempat Tujuan (Destination)

Pada prinsip ini, PPN di pungut di tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi. Maksudnya, pada saat barang atau jasa sampai di tempat tujuan untuk konsumsi, maka barang atau jasa tersebut dikenakan PPN.

2) Prinsip Tempat Asal (Origin Principle)

Pada prinsip tempat asal ini diartikan PPN di pungut di tempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Jadi, PPN


(44)

26 dipungut bukan pada tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi, melaink tempat barang atau jasa tersebut berasal.

d. Mekanisme pengenaan PPN

Menurut Mardiasmo (2011:307), undang-undang pajak pertambahan nilai 1984 menganut metode kredit pajak (credit method) serta metode faktur pajak ( invoice method). Dalam metode ini pajak pertambahan nilai (PPN) dikenakan atas penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) oleh pengusaha kena pajak (PKP). PPN dipungut secara bertingkat pada setiap jalur produksi dan distribusi. Unsur pengenaan pajak berganda atau pengenaan pajak atas pajak dapat dihindari dengan diterapkannya mekanisme pengkreditan pajak masukan (metode kredit pajak). Untuk melakukan pengkredirtan pajak masukan , sarana yang digunakan adalah faktur pajak (metode faktur pajak).

Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut : 1) Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN

oleh PKP penjualan. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjualan tersebut merupaka pembayaran pajak dimuka dan disebut dengan pajak masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak.

2) Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan pajak


(45)

27 keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak.

3) Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengansatu bulan takwim) jumlah pajak keluaran lebih besar dari pada jumlah pajak masukan,selisihnya harus disetorkan ke kas Negara.

4) Apabila dalam suatu masa pajak jurnal pajak keluaran lebih kecil dari pada jumlah pajak masukan, selisih dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

5) Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai (SPT masa PPN) (Mardiasmo 2011:308)

e. Subyek PPN

Subyek PPN menurut Mardiasmo (2011:300) berdasarkan Undang Undang PPN No.18 Tahun 2000, yaitu:

1) Pengusaha yang menurut Undang-Undang harus dikukuhkan menjadi PKP (Pengusaha Kena Pajak), yang meliputi:

a) Pabrikan / Produsen b) Importir dan Investor

c) Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau Importer

d) Agen utama dan penyalur utama dari pabrikan dan importer e) Pemegang hak paten dan merk dagang


(46)

28 2) Pengusaha yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha

Kena Pajak (PKP), dapat berbentuk: a) Eksportir

b) Pedagang yang menjual BKP kepada PKP yang biasanya merupakan jalur produksi.

f. Obyek PPN

Menurut (Mardiasmo 2011:303) PPN dikenakan atas:

1) Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:

a) Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;

b) Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud;

c) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

d) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau e) pekerjaannya;

2) Impor BKP;

3) Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:

a) Jasa yang diserahkan merupakan JKP;

b) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

c) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya.


(47)

29 4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean;

5) Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

6) Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak;

7) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;

8) Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

g. Tarif PPN

1) Tarif pajak pertambahan nilai

Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen). Sedangkan tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas :

a) Ekspor BKP berwujud

b) Ekspor BKP tidak berwujud, dan c) Ekspor JKP

Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan pajak pertambahan nilai. Dengan demikian, pajak masukan yang telah dibayar untuk perolehan BKP/JKP yang


(48)

30 berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan. Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, pemerintah diberi wewenang mengubah tarif pajak pertambahan nilai menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Perubahan tarif sebagai mana dimaksud pada ayat ini dikemukakan oleh pemerintah kepada dewan perwakilan rakyat dalam rangka pembahasan dan penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja Negara

2) Tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM)

Tarif pajak penjualan atas barang mewah dapat ditetapkan dalam beberapa kelompok tarif , yaitu tarif paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen). Ketentuan mengenai tarif kelompok barang kena pajak ang tergolong mewah yang dikenai pajak atas penjualan barang mewah dengan peraturan pemerintah. Sedangkan ketentuan mengenai jenis barang yang dikenai penjualan atas barang newah diatur dengan atau didasarkan peraturan menteri keuangan. Atas ekspor barang kena pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen). PPn BM yang telah dibayar atas perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor dapat diminta kembali (restitusi). (Mardiasmo 2011:307)


(49)

31 3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

a. Definisi Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Menurut Undang-Undang PPN No.18 Tahun 2000 yang disempurnakan lagi dalam Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009, pengertian Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong sebagai barang mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, ataupun impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

Dengan demikian, berbeda dengan PPN, PPnBM yang sudah dibayar pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut, tidak dapat dikreditkan dengan PPN maupun PPnBM yang dipungut atau PPnBM ini hanya dipungut satu kali saja.

b. Karakteristik PPnBM

Yang menjadi karakteristik PPnBM adalah sebagai berikut: 1) PPnBM merupakan pungutan tambahan BKP mewah selain PPN. 2) PPnBM hanya dikenakan sekali yaitu pada saat impor atau pada

Saat penyerahan BKP mewah oleh PKP pabrikan.

3) PPnBM tidak dapat dikreditkan sehingga diperlakukan sebagai biaya.


(50)

32 4) Dalam hal BKP mewah diekspor, maka PPnBM yang dibayar pada

Saat perolehannya dapat diminta kembali (restitusi). c. Obyek PPnBM

1) Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

2) Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. d. Mekanisme PPnBM

Mekanisme PPnBM sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 10 dalam Undang-Undang PPN, yang secara garis besar yaitu:

1) Atas impor dan penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut disamping dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM.

2) PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada waktu impor atau pada waktu meyerahkan BKP yang tergolong mewah tersebut oleh pabrikan.

3) PPnBM tidak dapat dikreditkan baik terhadap PPN maupun terhadap PPnBM.

4) Tarif PPnBM yang berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berkisar antara 10% sampai dengan 35% dengan Undang- Undang No. 11 Tahun 1994 diubah menjadi setinggi-tingginya


(51)

33 50% dan dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 diubah lagi menjadi setinggitingginya 75%

Atas ekspor BKP yang tergolong mewah dapat meminta kembali PPnBM yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP yang Tergolong mewah yang diekspor tersebut.

a. Tarif PPnBM

Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dengan peraturan pemerintah, dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif paling rendah sebesar 10% dan tarif paling tinggi sebesar 75%. Tarif PPnBM yang berlaku saat ini adalah 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, dan 75%.

Tarif PPnBM dikelompokkan menjadi:

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan pajak penjualan atas barang mewah ditindaklanjuti dengan PMK NOMOR 121/PMK.011/2013 yaitu: 1) Tarif 10%

a. Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat penerima siaran televise

a) Lemari pendingin, kombinasi lemari pendingin-pembeku, dari tipe rumah tangga dengan kapasitas di atas 180 liter dengan nilai impor atau harga jual diatas Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) per unit.


(52)

34 b) Pemanas air instant atau pemanas air dengan tempat penyimpanan, bukan listrik, untuk keperluan rumah tangga dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) per unit.

c) Mesin cuci dari jenis yang dipakai rumah tangga, termasuk mesin yang dapat di gunakan untuk mencuci dan mengeringkan pakaian, kain atau sejenisnya (mempunyai kapasitan linen kering lebih dari 10kg) dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) per unit.

d) Pemanas air instan atau pemanas air dengan tempat penyimpanan, listrik, peralatan elektro termal lainnya dari jenis yang digunakan untuk keperluan rumah tangga dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per unit.

e) Aparatus penerima untuk televisi, digabung atau tidak dengan penerima siaran radio atau aparatus perekam atau pereproduksi suara atau video, monitor video: - Monitor video berwarna di atas 17 inch sampai dengan 43 inch dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) per unit.


(53)

35 b. Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga. Perlengkapan memancing dengan nilai impor atau harga jual Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) atau lebih per unit.

c. Kelompok mesin pengatur suhu udara. Mesin pengatur suhu udara, terdiri dari kipas yang digerakkan dengan motor dan elemen untuk mengubah suhu dan kelembaban udara, termasuk mesin tersebut yang tidak dapat mengatur kelembaban udara secara terpisah, dari tipe jendela atau dinding, dengan kapasitas pendingin di atas 1 PK sampai dengan 2 PK dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) per unit.

d. Kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio.

a) Aparatus perekam atau pereproduksi video, digabung dengan video tuner maupun tidak, dengan harga jual atau nilai impor di atas Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) per unit:

b) Aparatus penerima untuk penyiaran, dikombinasi maupun tidak dalam rumah yang sama, dengan aparatus perekam atau pereproduksi suara atau penunjuk waktu, dengan harga jual atau nilai impor di atas Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per unit:


(54)

36 e. Kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan

perlengkapannya.

a) Kamera digital dan kamera perekam video, selain yang dipergunakan untuk usaha penyiaran radio atau televisi dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per unit.

b) Kamera fotografi (selain kamera sinematografi), dan kamera digital, dengan harga jual atau nilai pabean ditambah bea masuk di atas Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per unit.

2) Tarif 20%

a. Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain yang tercantum dalam tarif 10%

a) Tungku, kompor, tungku terbuka, alat masak (termasuk tungku dengan ketel tambahan untuk pemanasan sentral), panggangan besar, anglo, gelang gas, piring pemanas, dan peralatan rumah tangga tanpa listrik semacam itu, dari besi atau baja, jenis non portable dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per unit. b) Lemari pendingin, Kombinasi lemari pendingin-pembeku,

dilengkapi dengan pintu luar terpisah, dari tipe rumah tangga dengan kapasitas melebihi 180 liter dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp15.000.000,00 (lima belas


(55)

37 juta rupiah) per unit dan Lemari pendingin tipe rumah tangga dengan kapasitas melebihi 180 liter dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) per unit

b. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya.

a) Rumah dan town house dari jenis non strata title dengan luas bangunan 350 m2 atau lebih.

b) Apartemen, Kondiminium, townhouse dari jenis strata title, dan sejenisnya dengan luas bangunan 150 M2 atau lebih. c. Kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta

reflektor antena, selain yang tercantum dalam tarif 10%

a) Aparatus penerima untuk televisi, digabung atau tidak dengan penerima siaran radio atau aparatus perekam atau pereproduksi suara atau video; monitor video : Aparatus penerima untuk televisi berukuran di atas 40 inch dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) per unit dan Monitor video berwarna di atas 40 inch dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) per unit

b) Proyektor video, Mempunyai kapasitas untuk memproyeksikan pada layar berukuran 300 inci atau lebih,


(56)

38 Proyektor data video dan komputer tipe FPD (ITAI/B-200) dan Lain-lain.

d. Kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering, pesawat elektromagnetik dan instrumen musik, selain yang tercantum dalam tarif 10%.

a) Mesin pengatur suhu udara, terdiri dari kipas yang digerakkan dengan motor dan elemen untuk mengubah suhu dan kelembaban udara, termasuk mesin tersebut yang tidak dapat mengatur kelembaban udara secara terpisah. Dari tipe jendela atau dinding, dengan kapasitas pendingin di atas 2 PK sampai dengan 3 PK dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per unit.

b) Mesin pencuci piring dari tipe rumah tangga dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per unit: - dioperasikan secara elektrik, Tidak dioperasikan secara elektrik.

c) Mesin pengering dengan kapasitas linen kering tidak melebihi 10 kg dari jenis yang dipakai untuk rumah tangga dengan nilai impor atau harga jual di atas Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per unit.


(57)

39 d) Piano termasuk piano otomatis, harpsichord dan instrumen keyboard bersenar lainnya. Piano tegak, Grand Piano dan Lain-lain.

e) Instrumen musik dengan suara yang dihasilkan, atau harus diperkuat secara elektrik (misalnya : organ, gitar, akordeon). Instrumen keyboard, selain akordeon dan Lain-lain.

e. Kelompok wangi-wangian Parfum dan cairan pewangi yang siap untuk dijual eceran dengan nilai impor atau harga jual Rp. 20.000,00 (dua puluh ribu rupiah) atau lebih per ml.

3) Tarif 30%

a. Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum. Kendaraan air lainnya untuk pelesir atau olahraga; sampan dan kano.

b. Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga selain yang tercantum dalam tarif 10%.

a) Perlengkapan golf: Bola golf, Perlengkapan golf lainnya selain tongkat.

b) Perlengkapan menyelam : - Pakaian selam dan Kacamata pelindung untuk selam


(58)

40 c) Perlengkapan ski air, papan selancar, papan layar, papan selancar layar dan olahraga air lainnya. Selancar layar Lain-lain

4) Tarif 40%

a. Kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan. a) Saddlery dan harness untuk semua macam binatang

(termasuk tali kekang, kekang, penutup lutut, penutup mulut, tutup sadel, tas sadel, jaket anjing dan sejenisnya), dengan nilai impor atau harga jual Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih per buah.

b) Peti, kopor, tas perempuan, tas eksekutif, tas kantor, tas sekolah, dompet kaca mata, tas teropong, tas kamera, tas peralatan musik, kopor senjata, sarung pistol dan kemasan semacam itu; tas untuk bepergian, tas makanan dan minuman bersekat, kotak rias, ransel, tas tangan, tas belanja, dompet, pundi, tempat peta, tempat rokok, kantong tembakau, tas perkakas, tas olahraga, tempat botol, kotak perhiasan, kotak bedak, tempat pisau, dan kemasan semacam itu, dengan nilai impor atau harga jual Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih per buah. c) Pakaian dan aksesori pakaian dari kulit samak atau kulit

komposisi dengan nilai impor atau harga jual Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) atau lebih per stel atau


(59)

41 Rp3.000.000,00 (tiga juta ribu rupiah) atau lebih per potong atau per buah.

d) Pakaian, aksesori pakaian dan barang lainnya dari kulit berbulu dengan nilai impor atau harga jual Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) atau lebih per stel atau Rp3.000.000,00 (tiga juta ribu rupiah) atau lebih per potong atau per buah. b. Kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool

a) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, rajutan, sudah jadi: - dari wool, dari sutera.

b) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, tenunan, tidak berumbai- umbai atau tidak dibentuk flock seperti beludru, sudah jadi, termasuk "Kelem", "Schumacks", "Karamanie" dan babut tenunan tangan yang semacam itu, selain yang dipergunakan untuk keperluan ibadah. c) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, berumbai,

sudah jadi. - dari wool, dari sutera.

d) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, sudah jadi, dari wool atau sutera, selain dari jenis yang dipergunakan untuk alas sembahyang.

c. Kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu.


(60)

42 d. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya.

a) Arloji tangan, alroji saku dan arloji lainnya, termasuk penghitung detik, dengan badan arloji dari logam mulia atau dari logam kerajang dengan nilai impor atau harga jual Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) per unit.

b) Jam, yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya.

c) Barang lainnya yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari emas atau platina atau dari logam yang dilapisi emas atau platina atau campuran daripadanya, selain barang perhiasan dan bagiannya

e. Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampah dan kano, selain yang tercantum dalam Lampiran III, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.

f. Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa penggerak. Pesawat layang dan pesawat layang gantung dan Lain-lain.

g. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.


(61)

43 a) Alas kaki tahan air dengan sol luar dan bagian atas dari karet atau dari plastik, bagian atasnya tidak dipasang pada sol dan tidak dirakit dengan cara dijahit, dikeling, dipaku, disekrup, ditusuk atau proses semacam itu, dengan nilai impor atau harga jual Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih perpasang

b) Alas kaki lainnya dengan sol luar dan bagian atas dari karet atau plastik, dengan nilai impor atau harga jual. Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih perpasang. c) Alas kaki dengan sol luar dari karet, plastik, kulit samak

atau kulit komposisi dan bagian atas sepatu dari kulit samak, dengan nilai impor atau harga jual Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih perpasang.

d) Alas kaki dengan sol luar dari karet, plastik, kulit samak atau kulit komposisi dan bagian atasnya dari bahan tekstil, dengan nilai impor atau harga jual Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih perpasang.

e) Alas kaki lainnya, dengan nilai impor atau harga jual Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih perpasang i. Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor.

a) Tempat duduk, dapat diubah menjadi tempat tidur maupun tidak, dengan nilai impor atau harga jual Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih per unit atau satuan.


(62)

44 b) Perabotan lainnya dengan nilai impor atau harga jual Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih per unit atau satuan.

c) Alas kasur, barang keperluan tidur dan perabotan semacam itu (misalnya, kasur, selimut tebal, eiderdown, bantalan kursi, poufe, dan bantal) dilengkapi dengan pegas atau diisi atau dilengkapi bagian dalamnya dengan berbagai bahan atau dengan karet atau plastik seluler, disarungi maupun tidak, kecuali yang terbuat dari kapuk.

d) Lampu dan alat kelengkapan penerangan lainnya, dengan nilai impor atau harga jual Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih per unit atau satuan

j. Kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau keramik. - Bak cuci, wastafel, alas baskom cuci, bak mandi, bidet, bejana kloset, tangki air pembilasan, tempat kencing, dan perlengkapan sanitasi semacam itu dari keramik dengan nilai impor atau harga jual Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih per unit atau satuan: dari porselin atau tanah lempung cina dan lain-lain, Patung dan barang keramik ornamental lainnya selain yang merupakan karya seni dengan nilai impor atau harga jual Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih per unit atau satuan, dari porselin atau tanah lempung cina dan lain-lain.


(63)

45 k. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu selain batu jalan atau batu tepi jalan. Ubin, batu monumen dan bentuk lainnya selain yang merupakan karya seni dengan nilai impor atau harga jual Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) atau lebih per meter persegi atau Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) atau lebih per meter kubik. 5) Tarif 50%

a. Kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus. a) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, rajutan, sudah

jadi, yang terbuat dari bulu hewan halus.

b) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya yang terbuat dari bulu hewan halus, tenunan, tidak berumbai-umbai atau tidak dibentuk flock seperti beludru, sudah jadi, termasuk "kelem", "Schumacks", Karamanic" dan babut tenunan tangan yang semacam itu selain alas sembahyang.

c) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya yang terbuat dari bulu hewan halus, berumbai, sudah jadi.

d) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya yang terbuat dari bulu hewan halus, sudah jadi, selain alas sembahyang b. Kelompok pesawat udara selain yang tercantum dalam

Lampiran IV, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga.


(64)

46 a) Helikopter dengan berat tanpa muatan tidak melebihi 2.000

kg.

b) Pesawat udara dan kendaraan udara lainnya : dengan berat tanpa muatan tidak melebihi 2.000 kg.

c. Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga selain yang disebut dalam tarif 10% dan tarif 30%

d. Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan Negara

6) Tarif 75%

a. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan/atau mutiara atau campuran daripadanya. Barang dari mutiara alam atau mutiara budidaya, batu mulia atau batu semi mulia alam.

b. Kelompok kapal pesiar mewah

a) Kapal pesiar, kapal ekskursi dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang; kapal feri dari semua jenis.

b) Yacht dan kendaraan air lainnya selain yang tercantum dalam tarif 30% dan tarif 40%, untuk pelesir atau olahraga.


(65)

47 4. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

a. Pengertian PKP 1) Pengusaha

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pegerjaan yang menghasilkan barang, mengimpor barang, mengexpor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa termadus mengexpor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. (mardiasmo 2011:300)

2) Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan menyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang PPN 1984. a) Kewajiban Pengusaha Kena Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:301), Pengusaha Kena Pajak berkewajiban, antara lain untuk:

1) Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak

2) Memungut PPN dan PPnBM yang terutang

3) Menyetor PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak keluaran lebih besar dari pada pajak masukan yang dapat


(66)

48 dikreditkan serta menyetorkan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang; dan

4) Melaporkan penghitungan pajak.

b) Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah:

1) Pengusaha Kecil.

2) Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dan atau jasa yang tidak dikenakan PPN.

5. Dasar Pengenaan Pajak

Untuk menghitung besarnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang diperlukan adanya dasar pengenaan pajak. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, serta nilai lain yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan. Di bawah ini adalah Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Mardiasmo 2011:305) :

a. Harga Jual

Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semu biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BPKB, tidak termaksud pajak pertambahan nilai yang dipungut menurut UU PPN 1984 dan potongan harga yag dicantumkan dalam faktur pajak.


(67)

49 b. Penggantian

Pergantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP (jasa kena pajak) ekspor JKP, atau ekspor BKP tidak berwujud, tetapi tidak termasuk pajak pertambahan nilai yang dipungut menurut undang-undang PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak atau nilai berupa uang yang dibaar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa Karena pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima manfaat BKP tidaj berwujud karena pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

c. Nilai Impor

Nilai impor mempunyai pengertian sebagai nilai berupa uang yang menjadi dasar perhhitungan bea masuk ditambah pungutan yang dikenakan sesuai Undang- Undang Pabean tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

d. Nilai Ekspor

Adapun Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dalam Pasal 1 angka 26 menyatakan bahwa nilai ekspor merupakan nilai berupa uang yang termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai Ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor. Oleh karena itu, tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor adalah 0%.


(68)

50 e. Nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan

Yang termasuk nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan adalah nilai-nilai yang menjadi dasar pengenaan pajak selain harga jual, penggantian, nilai impor dan nilai ekspor, dimana harus dengan persetujuan Menteri Keuangan.

6. Daya Beli

Daya beli (Purchasing Power) merupakan kemampuan seseorang dalam mengkonsumsi suatu produk. Daya beli antara satu orang dengan orang lainnya pastilah berbeda. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti dilihat dari status orang tersebut, pekerjaan, penghasilan, dan sebagainya.

Daya beli juga mempunyai hubungan erat dengan suatu barang atau produk. Bila barang atau produk tersebut mempunyai harga yang murah, maka daya beli masyarakat terhadap barang tersebut juga akan meningkat. Hal ini berlaku seperti pada hukum permintaan.

Pada kurva permintaan individual akan suatu barang adalah suatu kurva atau suatu daftar yang menunjukkan jumlah-jumlah suatu barang untuk setiap satuan waktu yang oleh seorang konsumen ingin dan sanggup untuk membeli barang tersebut pada berbagai harga satuan barang tersebut (Samuelson, 2003). Terdapat 4 (empat) penyebab perubahan permintaan menurut Soediyono dalam Dyah (2010:28), yaitu:


(69)

51 a. Perubahan pendapatan konsumen

Untuk barang-barang normal, bertambah besarnya pendapatan yang diperoleh konsumen mengakibatkan kurva permintaan terhadap konsumen bergeser ke kanan. Sebaliknya, menurunnya pendapatan menyebabkan kurva permintaan bergeser ke kiri. Untuk barang-barang inferior, yaitu barang konsumsi yang tidak disukai oleh konsumen dan hanya dikonsumsi jika terpaksa, akan menurun permintaannya jika pendapatan konsumen meningkat.

b. Perubahan harga barang pengganti

Jika suatu barang naik, maka permintaan akan barang substitusinya juga akan naik.

c. Perubahan harga barang komplementer

Meningkatnya harga salah satu barang, menyebabkan penurunan permintaan terhadap barang komplementernya.

d. Perubahan cita rasa konsumen

Selera atau cita rasa konsumen yang berubah-ubah mempengaruhi permintaan akan suatu barang yang sedang digemari. Jika selera konsumen bertambah maka permintaan akan suatu barang juga akan naik.


(70)

52 B. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) telah banyak dilakukan oleh penelitipeneliti sebelumnya. Tabel 2.1 menunjukkan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai PPN dan PPnBM.


(71)

53 Tabel 2.1

Tabel Penelitian Sebelumnya

No Peneliti Judul Variabel Metodelogi Analisis

penelitian Persamaan Perbedaan

1. Embun Rahmawati (2013) Analisis pengaruh pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi terhadap realisasi penerimaan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak perjualan atas barang mewah 1. Pertumbuh an ekonomi 2. Inflasi Realisasi penerimaa n PPN dan PPnBM Metode kuantitatif secara objektif terhadap fenomena Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi Realisasi penerimaan pajak selelu mengalami fluktuasi setiap tahunnya namun terjadi penurunan penerimaan pada tahun 2009 sebesar 7,54%. Dalam periode penelitian, khususnya dalam penerimaan PPN dan PPnBM mengalami pertumbuhan tertinggi tahun 2010 yang mencapai 16,50 % sedangkan rata-rata pertumbuhan penerimaan PPN dan PPnBM selama periode penelitian adalah 12,58% setiap tahunnya.


(72)

54

No Peneliti Judul Variabel Metodelogi Analisis

Penelitian Persamaan Perbedaan

2. Lyla Martha Sari

(2013)

Analisis dampak reformasi pajak 2009 terhadap kinerja pajak di Indonesia

(khusus PPN dan PPnBM)

1. Reformasi perpajakan 2. PPN 3. PPnBM

1. Pemahaman dan pengetahuan tentang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah 2. Metode penelitian deskriptif kualitatif,

Reformasi perpajakan

Setelah adanya perubahan terhadap UU PPN dan PPnBM ternyata

penerimaan Negara dari jenis pajak belum mencapai target realisasi. Hal ini dikarenakan adanya hal restitusi pajak yang diabaikan dan adanya peraturan perundang-undangan perpajakan yang memperbolehkan wajib pajak untuk dapat menunda kewajiban pembayaran pajaknya pada saat

mengajukan keberatan dan banding.


(73)

55

No Peneliti Judul Variabel Metodelogi Analisis

Penelitian Persamaan Perbedaan

3. Raja

Abdurrahman (2014)

Analikis pengaruh pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terhadap daya beli konsumen kendaraan bermotor 1. PPN 2. PPnBM 3. Daya beli

konsumen

Pengetahuan dan pemahanan terhadap pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah

Daya beli konsumen

1. Hasil uji regresi ditemukan bahwa variabel PPN berpengaruh positif signifikan terhadap daya beli konsumen, dan variabel PPnBM juga berpengaruh positif signifikan terhadap daya beli konsumen

2. Variabel PPN dan PPnBM berpengaruh cukup kuat terhadap daya beli konsumen yaitu sebesar 44,1%


(74)

56

No Peneliti Judul Variabel Metodelogi Analisis

Penelitian Persamaan Perbedaan

4. Fitra Ardhita (2014) Analisis prilaku mahasiswa dalam pengambilan keputusan membeli handphone blackberry

1. Penghasilan 2. Motivasi 3. Gaya hidup 4. Prilaku

konsumen

1. Pemahaman dan pengetahuan tentang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah 2. Metode penelitian deskriptif kualitatif, Teknik analisis data menggunakan regresi logistik Keputusan membeli

smartphone blackberry pada masyarakan dipengaruhi 3 faktor yaitu penghasilan, motivasi dan gaya hidup. Ketiga faktor ini

memungkinkan untuk mahasiswa dalam membeli smartphone blackberry.


(75)

57 C. Keterkaitan Antar Variabel

1) Pengenaan PPN terhadap Daya Beli Konsumen

Menurut Raja Abdulrahman (2014) hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh positif signifikan variabel pajak pertambahan nilai terhadap variabel daya beli konsumen, hal ini ditunjukan oleh halis uji statistik t (Hasil uji secara parsial) ditemukan bahwa variable pajak pertambahan nilai berpengaruh positif signifikan terhadap daya beli konsumen. Berdasarkan dari penelitian sebelumnya maka Hipotesisi yang di angkat dari penelitian tersebut.

Ha1 : Pengenaan PPN berpengaruh positif signifikan Terhadap Daya beli konsumen

2) Pengenaan PPnBM terhadap Daya Beli Konsumen

Menurut Raja Abdulrahman (2014) hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh positif signifikan variabel pajak atas barang mewah terhadap variabel daya beli konsumen, hal ini ditunjukan oleh halis uji statistik t (Hasil uji secara parsial) ditemukan bahwa variable pajak atas barang mewah berpengaruh positif signifikan terhadap daya beli konsumen. Berdasarkan dari penelitian sebelumnya maka Hipotesisi yang di angkat dari penelitian tersebut.

Ha2 : Pengenaan PPnBM berpengaruh positif signifikan Terhadap Daya beli konsumen


(76)

58 D. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Penelitian

Dikeluakannya surat edaran peraturan menteri keuangan PMK No-121/PMK.011/2013 mengenai penganaan PPN dan PPnBM terhadap daya beli konsumen barang elektronik

Variabel Independen (X1):

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (Dyah Ayuningtyas 2010)

(X2): Pajak Penjualan Atas

Barang Mewah (PPnBM) (Fadilah 2012)

Uji Kualitas Data 1. Uji Validitas Data 2. Uji Reliabilitas Data

Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Data 2. Uji Multikolonieritas 3. Uji Heteroskedastisitas

Uji Regresi Linier Berganda 1. Koefisien Determinasi (Adjustred R2)

2. Persamaan Linier Berganda

Uji Hipotesis

1. Uji Secara Simultan (Uji F) 2. Uji Secara Parsial (Uji t)

Interprestasi

Kesimpulan dan Saran

Variabel Dependen (Y) : Daya Beli

Konsumen (Raja Abdurrahman 2014)


(77)

59 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam rangka menganalisis pengenaan PPN dan PPnBM pada barang elektronika, maka objek penelitian yang digunakan adalah konsumen barang elektronika, dengan populasi penelitian konsumen barang elektronika yang berada di wilayah jakarta dan penelitian dilakukan pada tahun 2014. Adapun yang akan dibahas terbatas hanya pada seberapa besar pengaruh penerapan PMK No-121/PMK.011/2013 terhadap variabel dependen, yaitu daya beli konsumen.

Sebagai variabel independen pada penelitian ini adalah pajak pertambahan nilai (PPN) (X1), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) (X2). Sedangkan variabel dependen pada penelitian ini adalah daya beli konsumen yang diberi lambang (Y).

B. Metode Penentuan Sampel

Menurut Bugin (2011:112) sampel adalah wakil semua unit strata dan sebagainya yang ada di dalam populasi. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sampel dalam suatu penelitian, yaitu derajat keseragaman, derajat kemampuan peneliti mengenal sifat-sifat khusus populasi, presisi yang dikehendaki peneliti, danpenggunaan teknik sampling yang tepat. Metode sampling, adalah membicarakan bagaimana menata berbagai teknik dalam penarikan atau pengambilan sampel penelitian,


(1)

111

Lampiran 3: Hasil Pengolahan SPSS 20.0

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (X

1

)

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 100 100.0

Excludeda 0 .0

Total 100 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.858 10

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

PPN1 4.12 .700 100

PPN2 4.15 .702 100

PPN3 3.98 .696 100

PPN4 4.09 .637 100

PPN5 4.15 .702 100

PPN6 3.99 .745 100

PPN7 4.03 .688 100

PPN8 4.12 .640 100

PPN9 4.07 .590 100

PPN10 4.08 .598 100

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

PPN1 36.66 16.206 .556 .846

PPN2 36.63 15.650 .664 .836

PPN3 36.80 16.343 .533 .848

PPN4 36.69 16.701 .523 .849

PPN5 36.63 15.771 .640 .838

PPN6 36.79 16.349 .485 .853

PPN7 36.75 16.109 .588 .843

PPN8 36.66 16.631 .534 .848

PPN9 36.71 16.592 .601 .843

PPN10 36.70 16.798 .546 .847

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(2)

112

Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) (X

2

)

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 100 100.0

Excludeda 0 .0

Total 100 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.767 8

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

PPNBM1 4.12 .686 100

PPNBM2 4.16 .647 100

PPNBM3 4.03 .688 100

PPNBM4 4.13 .630 100

PPNBM5 4.19 .677 100

PPNBM6 4.04 .737 100

PPNBM7 4.05 .672 100

PPNBM8 4.08 .631 100

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

PPNBM1 28.68 8.907 .394 .755

PPNBM2 28.64 8.334 .599 .720

PPNBM3 28.77 8.684 .452 .745

PPNBM4 28.67 8.910 .447 .746

PPNBM5 28.61 8.402 .542 .729

PPNBM6 28.76 8.528 .445 .747

PPNBM7 28.75 8.775 .443 .747

PPNBM8 28.72 9.012 .418 .751

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(3)

113

Daya Beli (Y)

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 100 100.0

Excludeda 0 .0

Total 100 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.830 11

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

DB1 4.12 .686 100

DB2 4.16 .647 100

DB3 4.03 .688 100

DB4 4.13 .630 100

DB5 4.19 .677 100

DB6 4.04 .737 100

DB7 4.05 .672 100

DB8 4.08 .631 100

DB9 4.02 .586 100

DB10 4.10 .659 100

DB11 4.07 .555 100

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

DB1 40.87 15.710 .545 .812

DB2 40.83 15.779 .573 .810

DB3 40.96 16.402 .406 .825

DB4 40.86 16.526 .433 .822

DB5 40.80 15.697 .557 .811

DB6 40.95 16.169 .409 .826

DB7 40.94 15.835 .533 .813

DB8 40.91 16.406 .458 .820

DB9 40.97 16.353 .516 .815

DB10 40.89 15.634 .590 .808

DB11 40.92 16.458 .527 .815

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(4)

114

Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PPN 100 3.00 5.00 4.0780 .44531

PPNBM 100 3.00 5.00 4.0999 .41514

DB 100 3.00 5.00 4.0880 .39823

Valid N (listwise) 100

Correlations

DB PPN PPNBM

Pearson Correlation

DB 1.000 .864 .972

PPN .864 1.000 .845

PPNBM .972 .845 1.000

Sig. (1-tailed)

DB . .000 .000

PPN .000 . .000

PPNBM .000 .000 .

N

DB 100 100 100

PPN 100 100 100

PPNBM 100 100 100

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .975a .951 .950 .08864 2.203

a. Predictors: (Constant), PPNBM, PPN b. Dependent Variable: DB

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 14.938 2 7.469 950.540 .000b

Residual .762 97 .008

Total 15.700 99

a. Dependent Variable: DB

b. Predictors: (Constant), PPNBM, PPN

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) .217 .089 2.422 .017

PPN .132 .037 .148 3.529 .001 .286 3.498

PPNBM .813 .040 .847 20.255 .000 .286 3.498


(5)

(6)

116

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 100

Normal Parametersa,b

Mean 0E-7

Std. Deviation .08774226

Most Extreme Differences

Absolute .066

Positive .052

Negative -.066

Kolmogorov-Smirnov Z .662

Asymp. Sig. (2-tailed) .773

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


Dokumen yang terkait

Prosedur pembayaran Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Di KPP Pratama Medan Kota

1 83 72

Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) terhadap Daya Beli Konsumen pada Barang Elektronika (Studi Empiris pada Konsumen Barang Elektronika di Glodok Jakarta Kota)

10 103 127

Analisis pengaruh pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualanatas barang mewah (PPNBM) terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika : studi empiris pada konsumen barang elektronikka di wilayah tangerang selatan

1 21 105

Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Terhadap Daya Beli Konsumen (Studi Kasus di KPP Pratama Cirebon)

17 77 46

Persepsi Masyarakat Terhadap Kebijakan Penghapusan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) (Studi Kasus Pasar Ciputat, Tangerang Selatan, Banten)

1 48 491

Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen Barang Elektronika (Studi Empiris pada Konsumen Barang Elektronika di Wilayah Jalan ABC Kota Bandung).

1 10 35

Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) terhadap Daya Beli Konsumen Alat Fotografi (Studi Empiris pada Perhimpunan Amatir Foto di Kota Bandung).

1 7 18

Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

0 0 26

Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

0 0 49

Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

0 1 55