Analisis pengaruh pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualanatas barang mewah (PPNBM) terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika : studi empiris pada konsumen barang elektronikka di wilayah tangerang selatan
ANALISIS PENGARUH PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI (PPN) DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
(PPNBM) TERHADAP DAYA BELI KONSUMEN PADA
BARANG ELEKTRONIKA
(Studi Empiris Pada Konsumen Barang Elektronika di Wilayah Tangerang Selatan)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Dyah Ayuningtyas Tria Hapsari
106082002527
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Dyah Ayuningtyas Tria Hapsari
2. Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Agustus 1988
3. Alamat : Jl. Bulak Jaya 1 No. 10 RT 001
RW 09, Sarua-Ciputat 15414
4. Telepon / HP : (021) 95350441 / 085715616809
5. E-mail : byastyash@yahoo.com
II. PENDIDIKAN
1. TK (1993-1994) : TK Islam Al-Muhajirin
2. SD (1994-2000) : SDN Sarua V
3. SMP (2000-2003) : SLTPN 3 CIPUTAT
4. SMA (2003-2006) : SMAN 1 CIPUTAT
5. Strata-1 (2006-2010) :UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial,
Jurusan Akuntansi, Konsentrasi Pajak.
III. PENGALAMAN KERJA
Marketing Speedy PT. Telkom, BSD (2008)
(6)
ABSTRACT
Dyah Ayuningtyas Tria Hapsari, Effect Analysis of Value Added Tax (VAT) and Sales Tax on Luxury Goods (Sales Tax) on goods Elekronika (Empirical Studies on Consumer Goods Elekronika in Tangerang Region South).
This study aimed to analyze the effect of the imposition of VAT and luxury sales tax on the purchasing power of consumers. The population is consumer electronics goods that are in the area of South Tangerang and use purposive sampling method to determine the study sample. Samples are tested in several consumer electronics stores are located in the territory of South Tangerang with questionnaire distribution.
The statistical test used is multiple regression model. The results showed that a significant variable VAT on consumer purchasing power.
Keywords: VAT, Sales Tax, Consumer Purchasing Power
(7)
ABSTRAK
Dyah Ayuningtyas Tria Hapsari, Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen pada Barang Elekronika (Studi Empiris pada Konsumen Barang Elekronika di Wilayah Tangerang Selatan).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengenaan PPN dan PPnBM terhadap daya beli konsumen. Populasi penelitian adalah konsumen barang elektronika yang berada di wilayah Tangerang Selatan dan menggunakan purpossive sampling untuk menentukan sampel penelitian. Sampel yang diuji adalah konsumen di beberapa toko elektronika yang berada diwilayah Tangerang Selatan dengan penyebaran kuesioner. Uji statistik yang digunakan adalah model regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan variabel PPN terhadap daya beli konsumen, sedangkan daya beli konsumen tidak berpengaruh signifikan.
(8)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan karunianya, karena dengan izinnya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam juga selalu tercurah kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW.
Skripsi yang telah penulis selesaikan ini merupakan salah satu dari nikmat yang telah Allah berikan. Terselesaikannya skripsi ini juga juga tak lepas dari dukungan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Mama dan Papa atas setiap limpahan doa, kasih sayang, perhatian dan semangat yang diberikan.
2. Suamiku Bimantoro Endy Susilo atas segala cinta, kasih sayang, motivasi dan dukungan yang diberikan selama ini.
3. Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. selaku pembimbing I atas ilmu, nasihat, dan bimbingannya selama ini.
4. Afif Sulfa, SE., AK., M.Si. selaku pembimbing II dan ketua jurusan
Akuntansi atas arahan, kesabaran, dan kemudahan dalam membimbing saya.
5. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
6. Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi.
7. Seluruh kakakku mba ulan, mas aris, mas cecep, dan mba rita. Serta
keponakan-keponakanku novan, nanit, dan ives yang telah menemani hari-hariku dirumah.
(9)
8. Sahabat-sahabatku adis, era, novi, gilang, achie, dita, eky, zaky, fandy, bryan, dan alimar yang selalu siap memberikan nasihat dan saran.
9. Teman-teman kelas Pajak A senja, maulida, fenti, fery, fika, hanan dan mufti yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.
10.Untuk hafifah, menes, dan teman-teman Akuntansi A, teman-teman KKS-BT serta teman-teman lain yang turut membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
11.Segenap jajaran akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah melayani keperluan akademik.
Hormat saya,
(10)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
Daftar Riwayat Hidup ... i
Abstract... ii
Abstrak ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... x
Daftar Gambar... xi
Daftar Lampiran ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
1. Tujuan Penelitian ... 8
2. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 10
A. PAJAK ... 10
1. Definisi Pajak ... 10
2. Fungsi Pajak ... 12
3. Sistem Pemungutan Pajak ... 14
B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 15
1. Pengertian PPN ... 15
2. Sifat Pemungutan PPN... 16
3. Prinsip Pemungutan PPN . ... 18
(11)
4. Subyek PPN ... 19
5. Obyek PPN... 20
6. Mekanisme PPN... 21
7. Tarif PPN ... 23
C. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)... 23
1. Definisi PPnBM ... 23
2. Karakteristik PPnBM ... 24
3. Obyek PPnBM ... 24
4. Mekanisme PPnBM ... 25
5. Tarif PPnBM ... 25
D. Pengusaha Kena Pajak (PKP) ... 33
1. Pengertian PKP ... 33
a. Pengusaha... 33
b. Pengusaha Kena Pajak ... 33
2. Kewajiban PKP ... 34
3. Pengecualian Kewajiban PKP... 34
E. Dasar Pengenaan Pajak ... 35
F. Daya Beli... 36
G. Tinjauan Penelitian Sebelumnya... 38
H. Diferensiasi Penelitian ... 41
I. Keterkaitan Antar Variabel ... 41
J. Kerangka Pemikiran... 42
K. Perumusan Hipotesis... 43
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 44
A. Ruang Lingkup Penelitian... 44
B. Metode Penentuan Sampel... 44
C. Metode Pengumpulan Data ... 45
(12)
1. Metode Analisis Data... 45
a. Uji Validitas ... 46
b. Uji Reliabilitas ... 46
2. Uji Hipotesis ... 47
a. Uji R2 ... 48
b. Uji Statistik F ... 49
c. Uji Statistik t ... 49
E. Asumsi Klasik ... 50
1. Uji Normalitas Data ... 50
2. Multikolonieritas ... 50
3. Heteroskedastisitas... 51
F. Operasional Variabel Penelitian ... 52
BAB IV. PENEMUAN DAN PEMBAHASAN... 55
A.Gambaran Umum Objek Penelitian ... 55
1. Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 55
2. Deskripsi Statistik Demografi Responden ... 56
B.Analisis dan Pembahasan... 59
1. Uji Kualitas Data... 59
a. Uji Validitas ... 59
b. Uji Reliabilitas ... 60
2. Uji Asumsi Klasik ... 62
a. Uji Normalitas... 62
b. Multikolonieritas ... 64
c. Heteroskedastisitas... 65
3. Uji Hipotesis ... 66
a. Uji R2 ... 66
b. Uji F... 67
c. Uji t ... 67
(13)
BAB V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 70
A. Kesimpulan ... 70
B. Implikasi... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 72
(14)
DAFTAR TABEL
2.1 Tinjauan Penelitian Sebelumnya... 38
3.1 Variabel, Indikator, dan Skala Pengukuran... 54
4.1 Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 56
4.2 Karakteristik Responden ... 57
4.3 Descriptive Statistics... 59
4.4 Hasil Uji Validitas Variabel PPN... 60
4.5 Hasil Uji Validitas Variabel PPnBM ... 60
4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Daya Beli... 61
4.7 Hasil Uji Reliabilitas ... 62
4.8 Hasil Uji Multikolonieritas ... 64
4.9 Pengujian Koefisien Determinasi... 66
4.10 Hasil Uji F ... 67
4.11 Hasil Uji t ... 67
(15)
DAFTAR GAMBAR
4.1 Hasil Uji Normalitas Histogram... 63 4.2 Hasil Uji Normalitas Probability Plots... 64 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 65
(16)
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Penelitian ... 74
2. Hasil Pengujian Statistik Deskriptif ... 80
3. Hasil Uji Validitas ... 80
4. Hasil Uji Reliabilitas ... 82
5. Hasil Uji Normalitas Data ... 83
6. Hasil Uji Multikolonieritas... 84
7. Hasil Uji Heteroskedastisitas... 85
8. Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 85
9. Hasil Uji F... 85
10. Hasil Uji t ... 86
(17)
BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan ekonomi di dunia membawa konsekuensi terhadap
peningkatan aktivitas perdagangan. Adanya sifat bergantung antara satu negara
dengan negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan membuat aktivitas
perdagangan semakin tidak dapat dipisahkan. Perdagangan sekarang bukanlah
hal yang sulit untuk dilakukan. Terbukti bahwa batas negara sudah kabur. Jarak
sudah tidak lagi menjadi halangan bagi semua orang untuk melakukan transaksi
perdagangan.
Hal itu tentu saja berlaku pula bagi Indonesia. Banyaknya pulau-pulau
yang terpisah menjadikan perdagangan sebagai salah satu aspek yang berperan
penting. Apalagi sekarang Indonesia sudah masuk dalam era perdagangan bebas
dimana bukan hanya melakukan aktivitas perdagangan antar daerah saja
melainkan juga antar negara. Dengan kata lain aspek ekonomi adalah penting
bagi kemajuan suatu negara. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari berbagai
sektor, terutama dari penerimaan negaranya.
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang terbesar yang digunakan
dalam meningkatkan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Dimana hal tersebut sesuai dengan tujuan dari negara Indonesia.
(18)
Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yang salah satu maknanya yaitu bahwa
Indonesia bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum. Maka, atas dasar
inilah pemerintah terus melakukan upaya dalam mensejahterakan rakyat yang
diantaranya adalah dengan memberlakukan pajak.
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan
tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan (Adriani,1991). Dari definisi
tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pajak adalah iuran wajib rakyat
kepada negara yang bertujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara
dalam rangka meningkatkan pembangunan. Jadi kemajuan suatu negara dapat
dilihat dari penerimaan sektor pajaknya. Jika rakyat sadar akan kewajibannya
sebagai warga negara yang baik, maka ia akan membayar pajak tepat waktu.
Namun, yang terjadi sekarang adalah sebaliknya. Banyak warga negara yang
belum atau tidak membayar pajak. Sehingga memunculkan slogan dari
Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak yang berbunyi, “orang bijak taat pajak”.
Dua hal yang tidak akan dapat dihindari dari kehidupan ini adalah
mengenai kematian dan pajak. Saat ini pajak semakin tidak dapat dipisahkan dari
manusia. Dimana gerak langkah manusia pasti berkaitan dengan pajak. Hal ini
dapat dikatakan demikian, karena setiap orang selalu bersinggungan dengan
hal-hal yang baik secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan
(19)
pajak. Misalnya seseorang yang membeli suatu barang maka orang tersebut harus
membayar pajak (PPN), atau jika seseorang ingin menerima gaji atau
penghasilan maka ia pun harus membayar pajak (PPh), bahkan sesorang yang
berdiam diri dirumah juga harus membayar pajak pula (PBB). Jadi, segala
aktivitas manusia selalu berhubungan dengan pajak.
Pajak Pertambahan Nilai sebagai penyumbang penerimaan pajak terbesar
dikenakan hanya terhadap pertambahan nilainya saja dan dipungut beberapa kali
pada berbagai mata rantai jalur perusahaan. Pertambahan nilai itu sendiri timbul
karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam
menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau
pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. Semua biaya untuk
mendapatkan dan mempertahankan laba termasuk bunga modal, sewa, tanah,
upah kerja, dan laba perusahaan merupakan unsur pertambahan nilai yang
menjadi dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Mulyo Agung, 2009).
Sesuai dengan legal karakternya sebagai pajak objektif maka PPN tidak
membedakan tingkat kemampuan konsumennya. Konsumen yang memiliki
kemampuan tinggi dengan konsumen yang memiliki kemampuan rendah
diperlakukan sama. Dengan demikian PPN mengandung unsur regresif, yaitu
semakin tinggi kemampuan konsumen semakin ringan beban pajak yang dipikul,
semakin rendah kemampuan konsumen semakin berat beban pajak yang dipikul.
Sehingga dalam upaya mencapai keseimbangan pembebanan pajak dan dalam
(20)
atas penyerahan atau atas impor barang-barang berwujud yang tergolong mewah,
selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai juga dikenakan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM). Sebagaimana tercantum dalam Pasal 5
Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 yang antara lain menegaskan bahwa atas konsumsi
barang kena pajak yang tergolong mewah selain dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagai upaya nyata
untuk mencapai keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi.
Diharapkan dengan pengenaan pajak tambahan berupa PPnBM terhadap
konsumen yang mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah, maka
dampak regresif ini dapat ditekan. Dengan kata lain asas keadilanlah yang
melatar belakangi adanya pungutan lain selain PPN untuk konsumsi barang kena
pajak yang tergolong mewah. Suatu sistem pemungutan pajak akan mendekati
asas keadilan apabila beban pajak yang dipikulkan oleh wajib pajak sepadan
dengan kemampuannya.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dapat dikenakan
tersendiri tanpa adanya Pajak Pertambahan Nilai dan dipungut satu kali pada
sumbernya yaitu pada tingkat pabrikan, atau pada waktu barang impor.
(Yuniarwati, 2000). Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dilaksanakan
berdasarkan sistem faktur sehingga atas penyerahan barang dan atau penyerahan
jasa wajib dibuat Faktur Pajak sebagai bukti transaksi penyerahan barang dan
atau penyerahan jasa yang terutang pajak.
(21)
Namun sekarang yang menjadi masalah adalah pengertian dari barang
mewah itu sendiri. Hal itu bisa dikatakan demikian, karena telah terjadi
pergesaran dan perubahan dalam masyarakat. Sebagai contoh, sepuluh tahun
yang lalu, ponsel atau telepon genggam merupakan barang mewah. Dahulu,
ponsel sangat terbatas bagi orang yang memilikinya, selain harganya yang mahal
tetapi juga belum banyak ditemui penjual-penjual ponsel. Hal itu berbanding
terbalik bila kita melihat keadaan sekarang, banyaknya orang dari segala lapisan
masyarakat yang sudah menggunakan ponsel, bukan hanya sekedar gaya hidup
melainkan juga sudah menjadi suatu kebutuhan.
Perpajakan yang didalamnya terdapat unsur PPN dan PPnBM merupakan
juga bagian dari kebijakan fiskal pemerintah. Konsumsi barang kena pajak yang
tergolong mewah secara berlebihan pada umumnya dilakukan kelompok
masyarakat yang berpenghasilan tinggi merupakan kegiatan yang
kontraproduktif. Oleh karena itu, kegiatan konsumsi seperti ini perlu dikurangi.
Salah satu sarana yang dapat ditempuh adalah diberikannya beban pajak
tambahan terhadap kegiatan mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong
mewah. Motif diatas itulah maka dengan kata lain, pemerintah dengan kebijakan
fiskalnya yang termaterialkan dalam PPnBM, berusaha untuk mempengaruhi
perilaku konsumen khususnya pola konsumsi barang kena pajak yang tergolong
(22)
Tetapi PPN berbeda dengan PPnBM. Bahkan bisa dikatakan bahwa
PPnBM merupakan pajak yang kurang populer di masyarakat umum. Hal itu bisa
disebabkan karena karakter dari PPnBM itu sendiri yaitu; merupakan pungutan
tambahan disamping PPN dan hanya dipungut satu kali yaitu pada saat impor dan
penyerahan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) pabrikan. Yang selanjutnya tidak
ada mekanisme pajak keluaran dan pajak masukan. PPnBM oleh distributor akan
dimasukkan ke harga pokok barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut.
Maka tidak heran ada beberapa konsumen yang mengkonsumsi barang kena
pajak yang tergolong mewah tersebut tidak mengetahui tentang PPnBM. Karena
dari pihak Direktorat Jendral Pajak hanya mensosialisasikan PPnBM ke importir
dan PKP pabrikan.
Salah satu kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah adalah
barang elektronika. Barang elektronika yang dikenakan PPnBM antara lain TV di
atas 21’, air conditioner (AC), radio cassette, mesin cuci, alat perekam atau
reproduksi gambar, alat fotografi dan lain – lain. Bahkan bisa dikatakan sebagian
besar kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan
bermotor adalah barang elektronika. Di masyarakat sendiri barang elektronika
merupakan barang yang paling cepat mengalami reposisi, yaitu dari barang
mewah ke barang yang banyak dikonsumsi hampir semua lapisan masyarakat.
Bahkan pada tanggal 30 Januari 2003 dengan keluarnya Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.51/2003 sebanyak 20 item barang elektronika
dikeluarkan dari kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah yang
(23)
berarti tidak dikenakan lagi PPnBM serta 9 item barang elektronika yang
mengalami penurunan tarif PPnBM.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat terlihat bahwa barang
elektronika mempunyai pengenaan pajak yang berbeda. Untuk barang
elektronika yang tergolong mewah tetap dikenakan PPnBM, sedangkan untuk
barang elekronika yang bukan termasuk atau tidak lagi menjadi barang mewah
akan dikenakan PPN. Barang elektronika meskipun hanya merupakan barang
sekunder, akan tetapi keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan
adanya pengenaan pajak terhadap barang elektronika, masyarakat sebagai
konsumen harus lebih teliti dalam mengelola keuangan antara pendapatan dan
pengeluaran yang berpengaruh terhadap daya beli atas barang elektronika sebagai
barang kena pajak.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, peneliti merasa bahwa penelitian ini
penting karena daya beli adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
konsumen dalam membeli suatu barang dimana dalam hal ini barang yang
dikenakan pajak. Penelitian ini juga merupakan pengembangan dari peneliti
sebelumnya Aida Noerma Nurliesma (2008) yang mengamati pengaruh PPN
terhadap daya beli konsumen. Kemudian peneliti menambahkan variabel
independen yaitu Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), karena PPnBM
merupakan pajak yang mempunyai keterkaitan dengan Pajak Pertambahan Nilai
(24)
Dengan demikian, penulis akan merumuskannya dalam skripsi yang
berjudul “Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen pada Barang Elektronika (Studi Empiris pada Konsumen Barang Elektronika di Wilayah Tangerang Selatan).”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengenaan PPN atas barang elektronika mempunyai pengaruh secara
parsial terhadap daya beli konsumen?
2. Apakah pengenaan PPnBM atas barang elektronika mempunyai pengaruh
secara parsial terhadap daya beli konsumen?
3. Apakah pengenaan PPN dan PPnBM berpengaruh secara simultan terhadap
daya beli konsumen atas barang elektronika?
C. Tujuan dan Manfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan
bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:
a. Menganalisis pengaruh pengenaan PPN secara parsial atas barang
elektonika terhadap daya beli konsumen.
b. Menganalisis pengaruh pengenaan PPnBM secara parsial atas barang
elektronika terhadap daya beli konsumen.
(25)
c. Menganalisis pengaruh pengenaan PPN dan PPnBM secara simultan atas
barang elektronika terhadap daya beli konsumen.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, diantaranya:
a. Untuk memahami pengaruh antara pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap daya
beli konsumen pada barang elektronika.
b. Penulis mengharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai media
informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya dalam
mengembangkan dan mendalami kembali masalah ini.
c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi para
(26)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pajak
1. Definisi Pajak
Pada dasarnya, pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada
pemerintah. Namun, karena pajak selalu mengikuti perkembangan zaman,
maka banyak para ahli yang memberikan batasan mengenai pajak. Hal ini
disebabkan karena pengertian pajak itu sendiri dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang, baik dari segi penghasilan, segi daya beli, dan segi ekonomi.
Definisi pajak menurut para ahli:
Definisi pajak menurut Undang-Undang KUP No. 28 Tahun 2007
menyatakan:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Menurut Adriani yang diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo
dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” (1991: 2):
”Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”
(27)
Pengertian pajak menurut Smeets dalam buku ”De Economische
Betekenis belastingen” (terjemahan):
”Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.”
Adapun pengertian pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja dari
disertasinya yang berjudul ”Pajak Berdasarkan Azas Gotong Royong”,
menyatakan bahwa:
”Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pajak
memiliki unsur-unsur:
a. Iuran dari rakyat kepada negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa
uang (bukan barang).
b. Dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang
sifatnya memaksa.
c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
(28)
2. Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2009) dan Waluyo (2007), terdapat dua fungsi
pajak, yaitu fungsi budgeter (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend
(mengatur).
a. Fungsi Budgeter (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgeter yaitu sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya baik
pengeluaran secara rutin maupun untuk pembangunan. Dengan pajak
sebagai sumber keuangan negara, maka pemerintah terus berupaya dalam
memaksimalkan penerimaan Negara. Jadi, pajak merupakan sektor
penerimaan negara yang penting karena dengan pajak inilah negara
(pemerintah) dapat membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang
tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat, sehingga besar kecilnya
penerimaan negara sangat ditentukan oleh besar kecilnya penerimaan dari
sektor pajak.
b. Fungsi Regulerend (Mengatur)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi merupakan fungsi regulerend
pajak. Jadi, dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman
modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam
fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam
(29)
negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar
negeri.
Sedangkan menurut Wikipedia (2010), selain fungsi budgeter dan
fungsi regulerend, terdapat dua fungsi lain dari pajak, yaitu fungsi stabilitas
dan fungsi redistribusi pendapatan.
a. Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi
dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan
mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan
pajak yang efektif dan efesien.
b. Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fungsi pajak adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara yang bersifat umum guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, tidak salah jika
(30)
3. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2009) terdapat tiga sistem pemungutan pajak,
yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, dan With Holding
Assessment System.
a. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak. Jadi, yang menentukan besarnya pajak yang
terutang adalah pemerintah dimana wajib pajak bersifat pasif, sehingga
wajib pajak tidak turut serta dalam menentukan besarya pajak yang
terutang.
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya
pajak yang terutang. Dalam hal ini, wajib pajak bersifat aktif karena
wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada wajib
pajak itu sendiri. Jadi, wajib pajak mempunyai hak untuk ikut serta dalam
menentukan besarnya pajak yang terutang. Namun, pada sistem ini sangat
mungkin terjadinya manipulasi dalam jumlah pajak yang akan dilaporkan.
c. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan)
(31)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. jadi,
baik pemerintah ataupun wajib pajak tidak mempunyai hak untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang. Contohnya, seorang karyawan
yang bekerja pada PT. X, maka yang mempunyai wewenang untuk
memotong besarnya pajak yang terutang oleh karyawan tersebut adalah PT.
X.
Jadi, dari beberapa sistem pemungutan pajak seperti yang diuraikan di
atas maka yang diterapkan di Indonesia saat ini adalah sistem Self Assessment,
dimana tujuannya adalah agar masyarakat semakin patuh dalam membayar
pajak karena adanya transparansi dalam menghitung, menentukan, dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang.
B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
1. Pengertian PPN
Pajak Pertambahan Nilai menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2000
yang disempurnakan lagi dalam Undang-Undang No.42 Tahun 2009 adalah
Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak
(JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean. Daerah pabean itu sendiri
merupakan wilayah teritorial Indonesia.
Dengan demikian, pajak pertambahan nilai bukan hanya dikenakan
atas barang saja, melainkan juga atas jasa yang sesuai dengan syarat-syarat
(32)
2. Sifat Pemungutan PPN
Sifat pemungutan PPN menurut Untung Sukardji (2002), yaitu sebagai
pajak tidak langsung, pajak objektif, multi stage levy, non-kumulatif, indirect
substraction method, tarif tunggal, pajak atas konsumsi dalam negeri, PPN
tipe konsumsi, dan netralitas PPN.
a. PPN adalah Pajak Tidak Langsung
Sifat pemungutan ini menggambarkan pengertian PPN ditinjau dari sudut
ilmu hukum yaitu suatu jenis pajak yang menempatkan kedudukan pemikul
beban pajak dengan kedudukan penanggung jawab pembayaran pajak ke
kas negara pada pihak-pihak yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk
melindungi pembeli atau penerima jasa dari tindakan sewenang-wenang
negara (pemerintah). Jadi, pengenaan PPN itu dibebankan kepada pembeli
BKP dimana perusahaan yang melaporkan PPN tersebut kepada negara.
b. PPN adalah Pajak Objektif
Timbulnya kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya
objek pajak, yaitu seperti keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang
dapat dikenakan pajak. Jadi, PPN tidak membedakan tingkat kemampuan
konsumen dalam pengenaan pajaknya.
c. PPN bersifat multi stage levy
“Multy stage levy” mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan pada
setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi BKP atau JKP. PPN
dikenakan pada setiap proses distribusi BKP atau JKP karena didasarkan
(33)
pada digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan
dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan
barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.
d. PPN bersifat non-kumulatif
PPN yang bersifat “multi stage levy” namun bersifat non-kumulatif yaitu
tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda. Berbeda ketika dahulu PPN
disebut sebagai pajak penjualan yang menimbulkan pajak berganda.
e. Penghitungan PPN terutang untuk dibayar ke kas negara menggunakan
indirect substraction method
Indirect Substraction Method adalah metode penghitungan PPN yang akan
disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan
dengan pajak atas penyerahan barang atau jasa. Jadi, yang disetor ke kas
negara hanya selisihnya saja.
f. PPN Indonesia menggunakan tarif tunggal (single rate)
PPN Indonesia menganut tarif tunggal yang dalam hukum positif yaitu
Undang-Undang PPN Tahun 1984 ditetapkan sebesar 10%. Dengan
Peraturan Pemerintah tarif ini dapat dinaikkan paling tinggi menjadi 15%
atau diturunkan paling rendah 5%.
g. PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri
Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas
(34)
Indonesia. Jadi, PPN tidak berlaku jika barang atau jasa dikonsumsi diluar
wilayah Indonesia.
h. PPN yang diterapkan di Indonesia adalah PPN tipe konsumsi (consumption
type VAT)
Di lihat dari sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN Indonesia
termasuk tipe konsumsi (consumption type VAT) artinya seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk perolehan barang modal dapat dikurangi dari dasar
pengenaan pajak.
i. Netralitas PPN
Dengan legal karakter PPN tersebut di atas, PPN mampu merealisasi
dirinya netral dalam dunia perdagangan baik domestik maupun
internasional. PPN tidak menghendaki dirinya mempengaruhi kompetisi
dalam dunia bisnis. Salah satu legal karakter PPN adalah pajak atas
konsumsi. Karena yang dapat di konsumsi bukan hanya barang tetapi juga
jasa, maka PPN memberikan perlakuan yang sama terhadap konsumsi
barang dan konsumsi jasa, yaitu kedua-duanya dikenakan PPN.
3. Prinsip Pemungutan PPN
Menurut Mulyo Agung (2009) terdapat dua prinsip pemungutan PPN,
yaitu Prinsip Tempat Tujuan (Destination) dan Prinsip Tempat Asal (Origin
Principle) dan akan dijelaskan sebagai berikut:
(35)
a. Prinsip Tempat Tujuan (Destination)
Pada prinsip ini, PPN di pungut di tempat barang atau jasa tersebut
dikonsumsi. Maksudnya, pada saat barang atau jasa sampai di tempat
tujuan untuk konsumsi, maka barang atau jasa tersebut dikenakan PPN.
b. Prinsip Tempat Asal (Origin Principle)
Pada prinsip tempat asal ini diartikan PPN di pungut di tempat asal barang
atau jasa yang akan dikonsumsi. Jadi, PPN dipungut bukan pada tempat
barang atau jasa tersebut dikonsumsi, melainkan tempat barang atau jasa
tersebut berasal.
4. Subyek PPN
Subyek PPN menurut Mardiasmo (2009) berdasarkan Undang-Undang
PPN No.18 Tahun 2000, yaitu:
a. Pengusaha yang menurut Undang-Undang harus dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak, yang meliputi:
1. Pabrikan / Produsen
2. Importir dan Investor
3. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau
importir
4. Agen utama dan penyalur utama dari pabrikan dan importir
5. Pemegang hak paten dan merk dagang
b. Pengusaha yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak
(36)
1. Eksportir
2. Pedagang yang menjual BKP kepada PKP yang biasanya merupakan
jalur produksi.
5. Obyek PPN
Objek PPN dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) macam, yaitu:
a. Barang Kena Pajak (BKP);
b. Jasa Kena Pajak (JKP).
Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan
barang tidak berwujud yang dikenakan PPN.
Sedangkan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu
barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan
PPN.
PPN dikenakan atas:
a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:
1. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;
2. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak
berwujud;
(37)
3. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
4. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya;
b. Impor BKP;
c. Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha
Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:
1. Jasa yang diserahkan merupakan JKP;
2. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
3. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya.
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha
atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan
sendiri atau digunakan pihak lain;
h. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan
semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang
dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
6. Mekanisme Pengenaan PPN
Pengenaan PPN atas nilai tambah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak yang diserahkan Pengusaha Kena Pajak. Nilai tambah ini adalah selisih
(38)
besarnya pajak yang terutang atas nilai tambah dapat dihitung dengan
menggunakan tiga (3) metode, yaitu Addition Method, Substraction Method,
dan Credit Method, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Addition Method
Pada metode ini besarnya PPN dihitung dari tarif dikalikan seluruh
penjumlahan nilai tambah, dengan syarat setiap Pengusaha Kena Pajak
harus mempunyai pembukuan yang tertib dan rinci atas biaya yang
dikeluarkan.
b. Substraction Method
Pada metode ini, PPN yang terutang dihitung dari tarif dikalikan selisih
antara harga penjualan dengan harga pembelian.
c. Credit Method
Metode ini hampir sama dengan substraction method. Pada credit method
ini harus dicari selisih antara pajak yang dibayar saat pembelian dengan
pajak yang dipungut saat penjualan. Pada metode kredit hasilnya lebih
akurat karena dimungkinkan pada komponen harga beli terdapat komponen
yang tidak terutang PPN. Dalam hal metode pengkreditan menggunakan
substraction method yang menghasilkan pajak atas nilai tambah secara
tidak langsung, disebut indirect substraction method. Demikian pula
penyebutan invoice method sebagai akibat dituntut alat bukti berupa faktur
pajak (Tax Invoice).
(39)
7. Tarif PPN
Adapun Pajak Pertambahan Nilai menganut tarif tunggal yaitu 10%.
Dengan Peraturan Pemerintah, tarif PPN dapat diubah menjadi
serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%. Sedangkan tarif PPN atas ekspor
Barang Kena Pajak adalah 0%. Pengenaan tarif 0%, ini bukan berarti
pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai akan tetapi pajak
masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat
dikreditkan.
Namun, saat ini yang berlaku adalah PPN dengan tarif 10% untuk
seluruh barang atau jasa yang dikenakan pajak. jadi, PPN ini mengandung
unsur objektif artinya dalam pengenaan pajaknya tidak memperhatikan
keadaan diri wajib pajak atau semua wajib pajak dikenakan pajak yang sama.
Untuk menentukan besarnya PPN terutang dihitung dengan mengalikan tarif
pajak (10%) dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
C. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
1. Definisi Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Menurut Undang-Undang PPN No.18 Tahun 2000 yang
disempurnakan lagi dalam Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009,
pengertian Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang
dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong sebagai
(40)
Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya, ataupun impor Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah.
Dengan demikian, berbeda dengan PPN, PPnBM yang sudah dibayar
pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
tersebut, tidak dapat dikreditkan dengan PPN maupun PPnBM yang dipungut
atau PPnBM ini hanya dipungut satu kali saja.
2. Karakteristik PPnBM
Yang menjadi karakteristik PPnBM adalah sebagai berikut:
a. PPnBM merupakan pungutan tambahan BKP mewah selain PPN.
b. PPnBM hanya dikenakan sekali yaitu pada saat impor atau pada saat
penyerahan BKP mewah oleh PKP pabrikan.
c. PPnBM tidak dapat dikreditkan sehingga diperlakukan sebagai biaya.
d. Dalam hal BKP mewah diekspor, maka PPnBM yang dibayar pada saat
perolehannya dapat diminta kembali (restitusi).
3. Obyek PPnBM
Yang menjadi obyek PPnBM adalah:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dlakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
tersebut didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
b. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
(41)
4. Mekanisme PPnBM
Mekanisme PPnBM sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 8 dan
Pasal 10 dalam Undang-Undang PPN, yang secara garis besar yaitu:
a. Atas impor dan penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh PKP yang
menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut disamping dikenakan
PPN juga dikenakan PPnBM.
b. PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada waktu impor atau pda waktu
meyerahkan BKP yang tergolong mewah tersebut oleh pabrikan.
c. PPnBM tidak dapat dikreditkan baik terhadap PPN maupun terhadap
PPnBM.
d. Tarif PPnBM yang berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1983
berkisar antara 10% sampai dengan 35% dengan Undang-Undang No. 11
Tahun 1994 diubah menjadi setinggi-tingginya 50% dan dengan
Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 diubah lagi menjadi setinggi-tingginya 75%.
e. Atas ekspor BKP yang tergolong mewah dapat meminta kembali PPnBM
yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP yang tergolong mewah yang
diekspor tersebut.
5. Tarif PPnBM
Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dengan peraturan
pemerintah, dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif
paling rendah sebesar 10% dan tarif paling tinggi sebesar 75%. Tarif PPnBM
(42)
Tarif PPnBM dikelompokkan menjadi:
1. Kelompok selain kendaraan bermotor
2. Kelompok berupa kendaraan bermotor
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 Tanggal 22
Desember 2000 telah diatur kelompok barang kena pajak tergolong mewah
yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah selain kendaran
bermotor ditindaklanjuti dengan Kepmen Nomor (569/KMK 04/2000) yaitu:
1. Tarif 10%;
a. Kelompok kepala susu atau susu yang diasamkan/diragi, mengandung
tambahan gula atau pemanis lainnya tidak, diberi aroma atau tidak,
diberi rasa atau tidak, mengandung tambahan buah-buahan, biji-bijian,
kokoa, atau tidak. Yoghurt, kephir, whey, keju, mentega atau lemak atau
minyak yan diperoleh dari susu, yang dibotolkan/tidak.
b. Kelompok air buah, dan air sayuran, yang belum meragi dan tidak
mengandung alkohol, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya
atau maupun tidak mengandung aroma mapun tidak, yang dibotolkan
/dikemas.
c. Kelompok minuman yang tidak mengandung alkohol, mengandung
tambahan gula, atau pemanis lainnya atau tidak, mengandung aroma
atau tidak, yang dibotolkan/dikemas, serta air soda yang
dibotlkan/dikemas.
(43)
d. Kelompok produk kecantikan untuk pemeliharaan kulit, tangan, kaki,
dan rambut, serta preparat rias lainnya, yang dikemas/dibotolkan.
e. Kelompok alat rumah tangga, pesawat dingin, pesawat pemanas, mesin
jual barang otomatis termasuk mesin penukar uang, dan pesawat
penerima siaran televisi.
f. Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga.
g. Kelompok mesin pengatur suhu
h. Kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima
siaran radio.
i. Kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapan.
2. Tarif 20%;
a. Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin dan pesawat pemanas
selain yang disebut dalam kelompok 1 (10%).
b. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen,
kondominium, town house, dan sejenisnya.
c. Kelompok pesawat penerima siaran televisi, dan antena serta reflektor
antena, selain yang termasuk dalam kelompok yang bertarif 10%.
d. Kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin cuci piring, mesin
pengering, pesawat elektromagnetik, dan instrument musik.
e. Kelompok wangi-wangian.
f. Kelompok permadani tertentu selain yang terbuat dari serabut kelapa
(44)
3. Tarif 30%;
a. Kelompok kapal atau kendaraan lainnya, sampan dan kano, kecuali
untuk keperluan negara dan angkutan umum.
b. Keperluan peralatan dan perlengkapan olahraga, selain yang termasuk
dalam kelompok yang bertarif 10%.
4. Tarif 40%;
a. Kelompok minuman tertentu yang mengandung alkohol.
b. Kelompok barangyang terbuat dari sutera atau wol.
c. Kelompok permadani tertentu yang terbuat dari sutera atau wol.
d. Kelompok barang kaca dari timah hitam dari jenis yang digunakan
untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan
semacam itu.
e. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari
logam mulia atau campuran daripadanya.
f. Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, selain yang disebut dalam
kelompok 30%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.
g. Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan ,
pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
h. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk
keperluan negara.
i. Kelompok jenis kaki.
j. Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor.
(45)
k. Kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung
China atau keramik.
l. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari
batu, selain batu jalan dan batu tepi jalan.
5. Tarif 50%;
a. Kelompok permadani tertentu yang terbuat dari wol atau bulu hewan
halus.
b. Kelompok pesawat udara selain yang disebut dalam kelompok 40%,
kecuali yang digunakan untuk keperluan negara atau angkutan udara
siaga.
c. Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga selain yang disebut
dalam tarif 10% dan 30%.
d. Kelompok senjata api dan senjata api lainya, kecuali untuk keperluan
negara.
6. Tarif 75%;
a. Kelompok minuman yang mengandung alkohol selian yang termasuk
dalam tarif 40%.
b. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari
batu mulia dan atau mutiara atau campuran dari padanya.
c. Kelompok kapal pesiar mewah kecuali untuk keperluan negara atau
(46)
Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah berdasarkan kelompok
BKP yang tergolong mewah yang berupa kendaraan bermotor sebagai berikut.
1. Tarif 10%;
a. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) sampai dengan
15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus
api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi
silinder.
b. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon dengan motor
bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem
1 gardan penggerak (4X2), dengan kapasitas isi silinder tidak lebih dari
1500 CC.
2. Tarif 20%;
a. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi selain sedan dan station wagon dengan motor
bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem
1 gardan penggerak (4X2), dengan kapasitas isi silinder tidak lebih dari
1500 CC sampai dengan 2500 CC.
b. Kendaraan bermotor dengan kabin ganda (double cabin) dalam untuk
kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3
orang termasuk pengemudi dengan motor bakar cetus api atau nyala
kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2),
(47)
atau dengan sistem 2 gardan penggerak (4X4), dengan kapasitas isi
silinder, dengan masa total tidak lebih dari 5 ton.
3. Tarif 30%;
Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi, berupa:
a. Kendaraan bermotor sedan/station wagon dengan motor bakar cetus api
atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dan kendaraan bermotor
angkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi serta van dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 1500 CC.
b. Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor
bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem
2 gardan penggerak (4X4), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan
1500 CC.
4. Tarif 40%;
Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi berupa:
a. Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor
bakar cetus api, dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2), dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 2500 CC sampai dengan 3000 CC.
b. Kendaraan bermotor dengan motor bakar cetus api berupa sedan atau
(48)
gardan penggerak (4X4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500
CC sampai dengan 3000 CC.
c. Kendaraan bermotor dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi
diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station
wagon dengan sistem 2 gardan penggerak (4X4), dengan kapasitas isi
silinder lebih dari 1500 CC sampai dengan 2500 CC.
5. Tarif 50%;
Semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk permainan golf.
6. Tarif 60%;
Dikenakan untuk kendaraan berupa:
a. Kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih
dari 250 CC sampai dengan 500 CC.
b. Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan diatas salju, di pantai,
di gunung, dan kendaraan sejenisnya.
7. Tarif 75%;
Dikenakan untuk kendaraan berupa:
a. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan dari 10 orang termasuk
pengemudi dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station
wagon dan selain sedan atau station wagon dengan sistem 2 gardan
penggerak (4X4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 CC.
b. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi
(49)
diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station
wagon dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2) atau dengan sistem 2
gardan penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder tidak lebih dari
2500 CC.
c. Kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih
dari 500 CC.
d. Trailer, semi trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau
perkemahan.
D.Pengusaha Kena Pajak (PKP)
1. Pengertian PKP
a. Pengusaha
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.28 Tahun 2007,
pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor
barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan
barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau
memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. Jadi, pengusaha ini merupakan
pihak yang menghasilkan atau memproduksi suatu barang yang akan
dikonsumsi oleh pihak lain.
b. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 pasal 1 angka 15,
(50)
a yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984,
tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak berkewajiban, antara lain:
a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP.
b. Memungut PPN dan PPn BM yang terutang.
c. Membuat faktur pajak atas setiap penyerahan kena pajak.
d. Membuat nota retur dalam hal terdapat pengambilan BKP.
e. Melakukan pencatatan atau pembukuan mengenai kegiatan usahanya.
f. Menyetor PPN dan PPN BM yang terutang.
g. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN.
3. Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai Pengusaha Kena
Pajak adalah:
a. Pengusaha Kecil.
b. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dan atau jasa yang tidak
dikenakan PPN.
(51)
E. Dasar Pengenaan Pajak
Untuk menghitung besarnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
yang terutang diperlukan adanya dasar pengenaan pajak. Dasar Pengenaan Pajak
(DPP) adalah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, serta nilai lain
yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan.
Di bawah ini adalah Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai:
a. Harga Jual
Dalam Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, harga jual
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan
potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. Biaya yang dimaksud
yaitu seperti pengangkutan, asuransi, bantuan tekhnik, pemeliharaan, garansi,
dan biaya pemasangan.
b. Penggantian
Adapun pengertian penggantian menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2000 Pasal 1 angka 19, yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa
Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan potongan harga yang
(52)
c. Nilai Impor
Pada Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, nilai impor
mempunyai pengertian sebagai nilai berupa uang yang menjadi dasar
perhhitungan bea masuk ditambah pungutan yang dikenakan sesuai
Undang-Undang Pabean tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
d. Nilai Ekspor
Adapun Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dalam Pasal 1 angka 26
menyatakan bahwa nilai ekspor merupakan nilai berupa uang yang termasuk
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai Ekspor dapat
diketahui dari dokumen ekspor. Oleh karena itu, tarif Pajak Pertambahan Nilai
atas ekspor adalah 0%.
e. Nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
Yang termasuk nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
adalah nilai-nilai yang menjadi dasar pengenaan pajak selain harga jual,
penggantian, nilai impor dan nilai ekspor, dimana harus dengan persetujuan
Menteri Keuangan.
F.Daya Beli
Daya beli (Purchasing Power) merupakan kemampuan seseorang dalam
mengkonsumsi suatu produk. Daya beli antara satu orang dengan orang lainnya
pastilah berbeda. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
dilihat dari status orang tersebut, pekerjaan, penghasilan, dan sebagainya.
(53)
Daya beli juga mempunyai hubungan erat dengan suatu barang atau
produk. Bila barang atau produk tersebut mempunyai harga yang murah, maka
daya beli masyarakat terhadap barang tersebut juga akan meningkat. Hal ini
berlaku seperti pada hukum permintaan.
Pada kurva permintaan individual akan suatu barang adalah suatu kurva
atau suatu daftar yang menunjukkan jumlah-jumlah suatu barang untuk setiap
satuan waktu yang oleh seorang konsumen ingin dan sanggup untuk membeli
barang tersebut pada berbagai harga satuan barang tersebut (Samuelson, 2003).
Terdapat 4 (empat) penyebab perubahan permintaan menurut Soediyono dalam
Aida Noerma (2008:26), yaitu:
a. Perubahan pendapatan konsumen
Untuk barang-barang normal, bertambah besarnya pendapatan yang diperoleh
konsumen mengakibatkan kurva permintaan terhadap konsumen bergeser ke
kanan. Sebaliknya, menurunnya pendapatan menyebabkan kurva permintaan
bergeser ke kiri. Untuk barang-barang inferior, yaitu barang konsumsi yang
tidak disukai oleh konsumen dan hanya dikonsumsi jika terpaksa, akan
menurun permintaannya jika pendapatan konsumen meningkat.
b. Perubahan harga barang pengganti
Jika suatu barang naik, maka permintaan akan barang substitusinya juga akan
(54)
c. Perubahan harga barang komplementer
Meningkatnya harga salah satu barang, menyebabkan penurunan permintaan
terhadap barang komplementernya.
d. Perubahan cita rasa konsumen
Selera atau cita rasa konsumen yang berubah-ubah mempengaruhi permintaan
akan suatu barang yang sedang digemari. Jika selera konsumen bertambah
maka permintaan akan suatu barang juga akan naik.
G.Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM) telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya. Tabel 2.1 menunjukkan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai
PPN dan PPnBM.
Tabel 2.1
Tabel Penelitian Sebelumnya
No. Peneliti Judul Variabel Metodologi Analisis/Penelitian
1. Ratnawa
ti Salim Evaluasi Terhadap Alternatif Penerapan Perhitunga n PPN pada PKP Pedagang Eceran a. Mekanisme pengkredita n pajak masukan dan pajak keluaran (tarif 10%)
b. Nilai lain sebagai DPP (tarif 2% ) Metode observasi, pada sebuah perusahaan retail dengan memilih salah satu dari dua alternatif mekanisme pengenaan PPN. Perusahaan retail akan lebih menguntungkan menggunakan metode 10% dibandingkan metode tarif 2% karena terdapat penghematan pajak.
(55)
2. 3. Liberti Pandian gan Hananth a Bwoga Perhitunga n Potensi PPN dengan Addition Method Menuai Rupiah melalui PPN (Suatu Studi Kasus dalam Pemeriksa an Pajak) a. PPN b. PDB (Produk Domestik Bruto) a. PPN b. Faktur Pajak Metode Observasi Metode Observasi
Antara PDB dengan PPN mempunyai pola dasar yang sama yakni didasarkan atas akumulasi nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi, sehingga dengan adanya kesamaan pola dasar
perhitungan tersebut, bahwa data PDB dapat digunakan dan pajak serta
memenuhi syarat dijadikan sebagai suatu pendekatan dalam perhitungan potensi PPN, yang secara teoritis disebut berdasarkan Addition Method. PPN mengakibatkan terjadinya praktek pemalsuan faktur pajak yang memanfaatkan sistem dan mekanisme PPN. Pemalsuan faktur pajak yang
dilakukan oleh WP bertujuan untk mengambil kas negara dengan dalih kelebihan
pembayaran PPN atau PPN masukan lebih besar daripada PPN keluaran.
No. Peneliti Judul Variabel Metodologi Analisis/Penelitian Lanjutan Tabel 2.1
(56)
4. 5. 6. Untung Sukardji Dr. K. Shankar aiah dan D. N. Rao Alan Schenk Mekanism Pengenaan PPN atas PKP Pedagang Eceran mulai Masa Pajak Juni 2002 (Akuntansi PPN: Konsep dan Isu) Worldwide Versus Sistem Pajak Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai, isu, konstitusi, administrasi. Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penghasilan. Metode Observasi Metode Observasi Metode Observasi
Mulai masa pajak Juni 2002, PKP pedagang eceran dalam menghitung PPN terutang data menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan dan mulai masa pajak Juni 2002, SPT Masa PPN 1195PE tidak berlaku seiring dengan mulai berlaku Keputusan Menteri Keuangan No. 252/KMK.04/2002 tertanggal 31 Mei 2002.
Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai dapat menyebabkan harmonisasi
pajak standar, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pemasaran
internasional, seperti memastikan
pemahaman yang tepat mengenai kebijakan pajak dan mempromosikan perdagangan global.
Dalam merancang pajak pendapatan atau PPN, sebuah negara umumnya
No. Peneliti Judul Variabel Metodologi Analisis/Penelitian Lanjutan Tabel 2.1
(57)
Wilayah: Perbanding an PPN dan PPh
harus memutuskan bagaimana luas, secara geografis, ia ingin untuk
menuntut otoritas pajak. Negara dapat memilih untuk memaksakan pajak penghasilan atau PPN di bawah di seluruh dunia atau prinsip teritorial.
No. Peneliti Judul Variabel Metodologi Analisis/Penelitian Lanjutan Tabel 2.1
Sumber: Diolah dari berbagai referensi
H.Diferensiasi Penelitian
Penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Terhadap Daya
Beli Konsumen Pada Barang Elektronika (Studi Empiris Pada Konsumen Barang
Elektronika di Wilayah Tangerang Selatan)” berbeda dengan penelitian
sebelumnya, penelitian ini menggunakan variabel bebas Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM) dan melakukan studi empiris dengan menyebarkan
kuesioner terhadap konsumen yang berada di wilayah Tangerang Selatan.
I. Keterkaitan Antar Variabel
1. Pengenaan PPN terhadap Daya Beli Konsumen
Penelitian terdahulu mengenai pengenaan PPN terhadap daya beli
konsumen dilakukan oleh Aida Noerma Nurliesma (2008). Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pengenaan PPN mempunyai pengaruh yang signifikan
(58)
dibebankan pajak dalam setiap konsumsinya, dimana kondisi perekonomian
yang belum mapan dan berbeda-beda menyebabkan masyarakat menekan
konsumsinya sehingga daya beli menurun. Dengan demikian bahwa pengenaan
PPN berpengaruh signfikan terhadap daya beli konsumen.
2. Pengenaan PPnBM terhadap Daya Beli Konsumen
Penelitian mengenai pengenaan PPnBM terhadap daya beli konsumen
hasilnya belum dapat diketahui karena belum ada penelitian lebih lanjut
mengenai penelitian ini sebelumnya.
J. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian di atas, gambaran menyeluruh tentang pengenaan
PPN dan PPnBM terhadap daya beli konsumen yang merupakan kerangka
konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Variabel Independen Variabel Dependen
Pengenaan PPN Atas BKP
Daya Beli Konsumen Pengenaan
PPnBM Atas BKP
(59)
K.Perumusan Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara atau kesimpulan yang masih
perlu diuji kebenarannya terhadap suatu masalah atau penelitian yang akan diuji.
Bila hasil hipotesa sama dengan hasil pengujian maka hipotesa tersebut diterima.
Sebaliknya, hipotesa akan ditolak jika hasil pengujian berbeda dengan hipotesa
sebelumnya.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang dapat
diajukan penulis dalam penelitian ini adalah:
Ha1: Pengenaan PPN berpengaruh signifikan secara parsial terhadap daya beli
konsumen.
Ha2: Pengenaan PPnBM berpengaruh signifikan secara parsial terhadap daya beli
konsumen.
Ha3: Pengenaan PPN dan PPnBM berpengaruh signifikan secara simultan terhadap
(60)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam rangka menganalisis pengenaan PPN dan PPnBM pada barang elektronika, maka objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen barang elektronika, dengan populasi penelitian konsumen barang elektronika yang berada di wilayah Tangerang Selatan dengan kriteria perusahaan dagang yang menjual barang elektronika yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak di wilayah Tangerang Selatan.
B. Metode Penentuan Sampel
Metode penentuan sampel dalam penelitian ini adalah metode penentuan sampel probabilitas dan metode non-probabilitas. Metode probabilitas
menggunakan metode pemilihan sampel area (area sampling) dengan menetapkan
kriteria konsumen yang berada di wilayah Tangerang Selatan. Sedangkan pada metode non-probabilitas yaitu dengan pendekatan metode purposive sampling,
artinya bahwa populasi yang akan dijadikan sampel penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria sampel tertentu sesuai yang dikehendaki penulis.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. (Sugiono, 2006:89)
(61)
Adapun jenis data yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu menggunakan persepsi setiap individu (konsumen) mengenai pengaruh dari pengenaan PPN dan PPnBM terhadap daya beli konsumen pada barang elektronika di wilayah Tangerang Selatan. Jenis data ini biasa disebut unit analisis tingkat individual (self-reported data). Daya beli konsumen diukur berdasarkan tingkat harga
barang elektronika dengan pendapatan konsumen.
C. Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah dengan menggunakan data primer dengan tujuan agar dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh pengenaan PPN dan PPnBM terhadap daya beli konsumen atas barang elektronika. Adapun perolehan data primer dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan. Pengumpulan data tersebut diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner yang diberikan kepada konsumen barang elektronika di wilayah Tangerang Selatan. Kuesioner-kuesioner tersebut disebarkan dengan cara datang langsung ke toko-toko elektronik yang dituju dan juga melalui beberapa perantara (contact person).
D. Metode Analisis Data dan Uji Hipotesis 1. Metode Analisis Data
Metode analisis data merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengolah suatu data penelitian dan menggunakan proses penyederhanaan data dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan.
(62)
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
exploratory research yaitu penelitian yang bertujan untuk menggali informasi
dari objek yang akan diteliti dalam hal ini peneliti ingin menggali informasi dari konsumen barang elektronika mengenai pengaruh dari Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap daya beli konsumen.
a. Uji Validitas
Validitas adalah tingkat kemampuan instrumen penelitian untuk mengungkapkan data sesuai dengan masalah yang hendak diungkapkan. Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dianggap valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut, (Ghozali, 2005;45). Pengujian validitas setiap pertanyaan menggunakan item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap butir dalam tabel telah ditujukan skor totalnya, yang merupakan skor tiap butir.
Menurut Ghozali (2005:47), suatu variabel dikatakan valid jika nilai korelasi pearson lebih besar daripada 0,50 dan nilai signifikansi lebih kecil daripada nilai alpha (α) yang ditentukan. Penelitian ini menggunakan nilai alpha sebesar 0,05 karena nilai alpha 0,05 cukup signifikan.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Bila suatu alat ukur dipakai
(63)
beberapa kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut reliable. Dengan kata
lain, reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama.
Pengujian reliabilitas yang digunakan adalah One Shot atau
pengukuran sekali saja, dimana pengukurannya hanya sekali dilakukan dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Variabel tersebut dapat dikatakan reliable,
bila Cronbach Alphanya memiliki nlai lebih besar dari 0,6 (Ghozali:42).
Adapun teknik yang digunakan untuk menguji reliabilitas adalah koefisien
Cronbach Alpha, dimana teknik ini adalah yang paling umum digunakan.
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode Regresi Linier Berganda yang bertujuan untuk menguji hubungan pengaruh antara satu variabel terhadap variabel lain. Model persamaannya dapat digambarkan sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2x2 + e Keterangan:
Y : Daya Beli Konsumen
X1 : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
X2 : Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) a : Konstanta
(64)
b : Koefisien Regresi e : Error
Linearitas hanya dapat diterapkan pada regresi berganda karena memiliki variael independen lebih dari satu. Suatu model regresi dikatakan linier jika memenuhi syarat-syarat linieritas, seperti normalitas data (baik secara individu maupun model), autokorelasi, heteroskedastisitas. Model regresi linier berganda dikatakan model yang baik jika memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik.
Dalam membuktikan kebenaran uji hipotesis yang diajukan digunakan uji statistik terhadap output yang dihasilkan dari persamaan regresi, uji statistik ini meliputi:
a. Uji R2 (Koefisien determinasi)
Koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dapat menjelaskan variasi variabel dependen. Dalam pengujian hipotesis pertama koefisien determinasi dilihat dari besarnya R Square (R2) untuk mengetahui seberapa jauh variabel bebas, yaitu PPN dan PPnBM mempengaruhi daya beli konsumen. Nilai R2 mempunyai interval antara 0 sampai 1 (0 < R2 < 1). Jika nilai R2 bernilai besar (mendekati 1) berarti variabel bebas dapat memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. sedangkan jika R2 bernilai kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas (Ghozali, 2005:83).
(65)
Dalam pengujian hipotesis kedua koefisien determinasi dilihat dari besarnya nilai Adjusted R-Square. Kelemahan mendasar penggunaan R2 adalah bias terhadap jumlah variabel bebas yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel bebas maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Tidak seperti R2, nilai Adjusted R-Square dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahakan kedalam model (Ghozali, 2005:83). Oleh karena itu, digunakan Adjusted R-Square pada saat mengevaluasi model regresi linier berganda.
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F digunakan untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen. Kriteria pengambilan keputusan yaitu dengan melihat nilai F hitung lebih besar dari 4 pada probabilitas α = 0,05, maka variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005:84).
c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari variabel-variabel bebas secara individual dapat menerangkan variasi variabel dependen. Kriteria yang digunakan dalam melakukan uji t yaitu jika probabilitas signifikansi dibawah 0,05 maka variabel bebas ecara individual berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, sehingga hipotesis alternatifnya (Ha) diterima. Sebaliknya jika probalilitas
(66)
signifikansi diatas 0,05 maka variabel bebas secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, sehingga hipotesis alternatifnya (Ha) ditolak (Ghozali, 2005:85).
E. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distibusi normal atau mendekati normal. Suatu variabel dikatakan normal jika gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar disekitar garis diagonal dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal. (Bhuono dalam Suharti, 2008:45)
Uji normalitas dapat diamati dari nilai Kolmogorov-Smirnov untuk
melakukan uji normalitas. Menurut Ghozali (2005:10), cara pengujian normalitas dengan uji analisis grafik adalah cara termudah untuk melihat normalitas residual dengan melihat grafik histogram yang membandingkan data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal.
H0 : Data residual berdistribusi normal
HA : Data residual tidak berdistribusi normal 2. Multikolonieritas
Uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam
(67)
satu model. Kemiripan antar variabel independen akan menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antar variabel independen yang satu dengan yang lain. Selain itu, deteksi terhadap multikolonieritas bertujuan untuk menghindari kebiasaan dalam proses pengambilan kesimpulan mengenai pengaruh uji parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas didalam model regresi yaitu apabila nilai tolerance lebih dari 0,10 atau sama dengan nilai
Varians Inflation Factor (VIF) kurang 10 maka dapat menunjukkan adanya
multikolonieritas dan begitu pula sebaliknya (Ghozali, 2005:92). 3. Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Menurut Ghozali (2005:105), jika variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan lain, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut dengan heteroskedastisitas. Model yang baik adalah bila terjadi homoskedastisitas atau tidak terjad heteroskedastisitas. Adapun cara yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik scatterplot antara nilai prediksi variable terikat
(dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID, dengan dasar analisis sebagai berikut:
(68)
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
F. Operasional Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memberikan definisi operasional dari variabel-variabel sesuai dengan judul yang diajukan yaitu: “Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Terhadap Daya Beli Konsumen Pada Barang Elektronika.” Dengan demikian, penulis menggambarkan definisi operasional variabel penelitian dalam skripsi ini, yaitu:
1. Variabel Independen (X)
Penelitian ini menggunakan dua variabel bebas (Independent Variable),
yaitu Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean. Penelitian ini akan memfokuskan pada PPN atas konsumsi BKP, dalam hal ini adalah barang elektronika. PPN itu diantaranya mengenai tarif, harga, pengusaha kena pajak, mekanisme pengenaan PPN,
(69)
dan sistem pengenaan PPN. Metode pengukuran menggunakan skala likert yang terdiri dari 5 point penilaian, yaitu: (1) Sangat tidak setuju, (2) Tidak setuju, (3) Tidak pasti, (4) Setuju, (5) Sangat setuju. Kuesioner ini merupakan instrument dari Aida Nurma Nurliesma (2008).
b. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang digolongkan sebagai barang mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan, mengimpor, atau mengekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya. PPnBM itu diantaranya penggolongan barang mewah, tarif, pemungutan PPnBM, pengusaha kena pajak, dan pengenaan PPnBM. Skala yang digunakan dalam menyusun kuesioner ini adalah skala ordinal atau sering disebut skala likert yang berisi 5 poin antara 1 (sangat rendah) sampai 5 (sangat tinggi).
2. Variabel Dependen (Y)
Daya Beli Konsumen
Variabel terikat (Dependent Variable) yang digunakan dalam penelitian
ini adalah daya beli konsumen. Daya beli (Purchasing Power) merupakan
kemampuan seseorang dalam mengkonsumsi suatu produk. Dengan asumsi bahwa daya beli konsumen terhadap pengenaan PPN dan PPnBM atas barang elektronika. Setiap responden diminta menjawab 8 pertanyaan. Jawaban
(70)
54
pertanyaan disusun dengan menggunakan skala likert 5 poin antara 1 (sangat rendah) sampai 5 (sangat tinggi). Kuesioner ini merupakan instrumen dari Aida Noerma Nurliesma (2008).
Tabel 3.1
Variabel, Indikator, dan Skala Pengukuran
No .
Variabel Indikator No. Pernyataan Skala Pengukuran 1. 2. 3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Daya Beli Konsumen
a.Tarif PPN b.Kepatuhan c.Pengenaan PPN
d.Sistem pengenaan PPN e.Nilai jual barang f. Harga barang
g.Pengusaha Kena Pajak h.Mekanisme pengenaan
PPN
a. Penggolongan PPnBM b.Pengenaan PPnBM c. Tarif PPnBM d.Fungsi PPnBM e. Pemungutan PPnBM f. Pengenaan PPnBM g.Pengusaha Kena Pajak h.Tujuan PPnBM
a. Daya beli meningkat b. Kemampuan
masyarakat c. Nilai PPN
d. Barang Kena Pajak e. Pendapatan
f. Harga g. Kebutuhan
h. Kemampuan daya beli
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Ordinal Ordinal Ordinal
(71)
55
BAB IV
PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A.Gambaran Umum Objek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan-perusahaan dagang atau
toko-toko yang menjual barang elektronika yang berada di wilayah Tangerang Selatan,
meliputi Ciputat, Pamulang, Serpong, BSD, dan sekitarnya. Pengumpulan data
dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada para konsumen.
Penyebaran kuesioner dilakukan pada awal bulan Maret 2010 dan
pengembaliannya diharapkan 1 minggu setelah kuesioner diterima responden.
Dalam penyebaran kuesioner ini tidak dilakukan secara rutin atau setiap hari, akan
tetapi dilakukan pada waktu-waktu tertentu disesuaikan dengan waktu yang
ditentukan pihak perusahaan atau toko elektronik setelah dikonfirmasi terlebih
dahulu dan mendapat izin. Pengumpulan data dilakukan lebih kurang 1 bulan yaitu
sampai dengan awal April 2010.
1. Tingkat Pengembalian Kuesioner
Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian,
kuesioner yang dibagikan berjumlah 101 eksemplar. Dari 101 kuesioner yang
dikirimkan, yang kembali sebanyak 86 eksemplar dengan tingkat pengembalian
sebesar 85,15%. Dari 86 kuesioner yang kembali, terdapat 80 kuesioner
(72)
56
responden tidak menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan dan adanya
responden yang tidak memenuhi syarat dalam penelitian ini.
Tabel 4.1
Tingkat Pengembalian Kuesioner
Identifikasi Sampel Frekuensi Persentase
Jumlah kuesioner yang dikirim Jumlah kuesioner yang tidak kembali Jumlah kuesioner yang kembali
Jumlah kuesioner yang tidak dapat digunakan Jumlah kuesioner yang digunakan
101 15 86
6 80
100% 14,85% 85,15%
5,94% 79,21% Sumber : Data primer 2010
2. Deskripsi Statistik Demografi Responden
Tabel 4.2 berikut memberikan informasi mengenai deskripsi statistik
demografi responden, yang didalamnya dijelaskan mengenai frekuensi dan
persentase responden berdasarkan klasifikasi jenis kelamin, usia, pendidikan
terakhir, dan pendapatan rata-rata dalam sebulan. Dari hasil tersebut, dapat
diketahui bahwa sebanyak 80 responden yang dijadikan sampel dalam
penelitian terdiri dari responden pria sebanyak 37 orang dengan tingkat
persentase 46,25%, sedangkan responden wanita sebanyak 53,75%. Maka
dapat disimpulkan bahwa responden yang berjenis kelamin wanita lebih banyak
(1)
Observed Cum Prob
1.0 0.8
0.6 0.4
0.2 0.0
Ex
p
ect
ed
C
u
m
P
ro
b
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Dependent Variable: DayaBeli
LAMPIRAN 6
HASIL UJI MULTIKOLONIERITAS
Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
Collinearity Statistics
B
Std.
Error Beta Tolerance VIF B
Std. Error
1 (Constant) 22.473 4.097 5.485 .000
PajakPertambahanNilai .316 .083 .399 3.794 .000 .988 1.013
PajakPenjualanatasBarang
Mewah .018 .097 .019 .183 .856 .988 1.013
(2)
LAMPIRAN 7
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS
Regression Studentized Residual
3 2
1 0
-1 -2
-3
Regression Standardized Pred
icted
Value
2
1
0
-1
-2
-3
Scatterplot
Dependent Variable: DayaBeli
LAMPIRAN 8
HASIL UJI KOEFISIEN DETERMINASI
Model Summary(b)
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .401(a) .161 .139 2.89212
a Predictors: (Constant), PajakPenjualanatasBarangMewah, PajakPertambahanNilai b Dependent Variable: DayaBeli
LAMPIRAN 9 HASIL UJI F
ANOVA(b)
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Regression 123.493 2 61.747 7.382 .001(a)
Residual 644.057 77 8.364
1
Total 767.550 79
a Predictors: (Constant), PajakPenjualanatasBarangMewah, PajakPertambahanNilai b Dependent Variable: DayaBeli
(3)
LAMPIRAN 10 HASIL UJI t
Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 22.473 4.097 5.485 .000
PajakPertambahanNilai .316 .083 .399 3.794 .000
PajakPenjualanatasBarang
Mewah .018 .097 .019 .183 .856
(4)
LAMPIRAN 11
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
No. Uraian STS (1)
TS (2)
TP (3)
S (4)
SS (5)
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada suatu barang dengan barang lainnya mempunyai tarif sama yaitu 10%
2. Pengusaha harus melaporkan perkembangan usahanya ke petugas pajak
3. Menurut saya, pengenaan pajak pada suatu barang sangat diperlukan
4. Pengenaan PPN dilaksanakan berdasarkan Sistem Faktur
5. Besarnya pajak berpengaruh terhadap nilai jual suatu barang
6. Harga pada suatu barang sudah termasuk PPN didalamnya
7. Semua pengusaha kecil harus dikenakan PPN terhadap barang dan jasa yang dijualnya
8. Saya merasa puas dengan mekanisme pengenaan PPN terhadap barang dan jasa
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
No. Uraian STS (1)
TS (2)
TP (3)
S (4)
SS (5)
9. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan hanya untuk barang-barang yang tergolong mewah
(5)
11. Tarif PPnBM ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif yaitu tarif paling rendah 10% dan tarif paling tinggi 75%
12. Menurut saya, adanya PPnBM dapat mengendalikan pola konsumsi masyarakat atas barang mewah
13. PPnBM hanya dipungut satu kali pada sumbernya
14. PPnBM merupakan pajak atas konsumsi didalam negeri
15. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib, memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang
16. Menurut saya, salah satu upaya dalam mencapai keseimbangan pembebanan pajak antara masyarakat yang berpenghasilan tinggi dengan masyarakat yang berpenghasilan rendah adalah dengan dikenakannya PPnBM
Daya Beli Konsumen
No. Uraian STS (1)
TS (2)
TP (3)
S (4)
SS (5)
17. Saya merasa daya beli saya meningkat saat membeli barang-barang yang murah
18. Kemampuan masyarakat dalam mengkonsumsi Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) dipengaruhi besarnya harga BKP/JKP tersebut
(6)
terhadap konsumen yang berpenghasilan besar
20. Barang yang dikenakan pajak sangat berpengaruh dengan kemampuan daya beli masyarakat kecil
21. Kemampuan saya untuk membeli suatu barang sangat didominasi pendapatan saya 22. Besarnya harga dan kecilnya pendapatan
mengakibatkan daya beli menurun begitu juga sebaliknya
23. Kebutuhan akan suatu barang menyebabkan daya beli seseorang meningkat
24. Saya tidak mempunyai daya beli pada suatu barang yang harganya melebihi pendapatan saya, walaupun saya sangat membutuhkannya