1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan alam IPA adalah pengetahuan tentang alam semesta dan segala isinya. Adapun pengetahuan itu sendiri artinya segala sesuatu yang
diketahui oleh manusia. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam IPA adalah suatu upaya atau proses untuk membelajarkan siswa untuk memahami hakikat IPA:
produk, proses, dan mengembangkan sikap ilmiah serta sadar akan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat untuk pengembangan sikap dan tindakan berupa aplikasi
IPA yang positif. Menurut Mariana PPPPTK 1PA, 2009:6 tujuan pendidikan sains dewasa ini mencakup lima dimensi, yaitu dimensi:
1. Pengetahuan dan pemahaman scientific information
2. Penggalian dan penemuan exploring and discovering; scientific
processes Keterampilan yang harus diajarkan mencakup: mengamati, mendeskripsikan,
mengklasifikasi dan
mengorganisasikan, mengkomunikasikan.
3. Imaginasi
dan kreativitas
menghasilkan gambaran
mental, mengkombinasikan objek dan gagasan dengan cara-cara baru,
memecahkan masalah dan teka-teki, menghasilkan idegagasan yang tidak biasa.
4. Sikap dan nilai
Mengambil keputusan dengan didasari oleh nilai-nilai individu, sosial, dan isu-isu lingkungan.
5. Penerapan Mampu mengidentifikasi hubungan konsep IPA dalam penggunaannya
dengan kehidupan sehari-hari; memahami prinsif-prinsif ilmiah dan teknologi.
Jadi secara singkat IPA adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam semesta dan isinya. IPA merupakan mata pelajaran yang perlu
diajarkan di sekolah dasar dan merupakan bagian dari kurikulum suatu sekolah. Menurut Winaputra Tim PLPG, 2012: 133 alasanya dapat digolongkan menjadi
empat golongan yakni: a.
bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, banyak sekali bangsa tergantung pada bangsa itu dalam kemampuan bidang IPA.
b. Bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu
mata pelajaran yang memberi kesempatan berpikir kritis.
2 c.
IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan atau eksperimen yang dilakukan sendiri oleh siswa.
d. Mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yang berpotensi
dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Mata pelajaran IPA adalah salah satu mata pelajaran yang dimuat dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, yang di dalamnya membahas tentang gejala-gejala alam dan segala isinya yang disusun secara sistematis yang
didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Mariana PPPPTK 1PA, 2009:6 menyatakan bahwa.
Pendidikan IPA pada hakikatnya adalah membelajarkan peserta didik untuk memahami hakikat sains proses dan produk serta aplikasinya
mengembangkan sikap ingin tahu, keteguhan hati, dan ketekunan, serta sadar akan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat serta terjadi pengembangan ke
arah sikap yang positif.
Berbagai penelitian yang dilakukan para ahli dalam bidang pembelajaran IPA saat ini, menekankan pada siswa daripada gurunya. Dengan upaya yang lebih
menekankan bagaimana siswa belajar, kita dapat melihat bahwa pembelajaran IPA di kelas dipandang sebagai suatu proses aktif yang sangat dipengaruhi oleh
apa yang sebenarnya ingin dipelajari siswa. Dari pandangan ini, hasil belajar bukan semata-mata bergantung pada apa yang disajikan guru, melainkan
dipengaruhi oleh interaksi antara berbagai informasi yang diminati siswa dan bagaimana siswa mengolah informasi berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki
sebelumnya. Dengan demikian pendidikan IPA hendaknya memungkinkan peserta didik mengembangkan potensi positif pada dirinya; dan membiarkan serta
memupuknya agar berkembang, walaupun berbeda tetapi harmonis satu dengan yang lainnya.
Oleh karena itu dalam sistem pendidikan di Indonesia, kurikulum di dorong agar peserta didik dapat berpikir secara benar seperti dalam kaidah dalam hakikat.
Berdasarkan Depdiknas 2006: 25 sebagai contoh tujuan pendidikan IPA di SD yang tertuang dalam kurikulum, diarahkan untuk:
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. b.
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3 c.
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat. d.
Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam. f.
Meningkatan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMPMTs. Aspek pokok dalam pembelajaran IPA adalah siswa dapat menyadari
keterbatasan pengetahuan mereka, memiliki rasa ingin tahu untuk menggali berbagai pengetahuan baru dan akhirnya dapat mengaplikasikanya dalam
kehidupan mereka. Ini tentunya sangat ditunjang dengan berkembang dan meningkatnya rasa ingin tahu siswa, cara siswa mengkaji informasi, mengambil
keputusan dan mengkaji berbagai bentuk aplikasi yang paling mungkin diterapkan dalam dirinya dan masyarakatnya. Bila pembelajaran IPA diarahkan kepada
tujuan seperti itu, dapat diharapkan bahwa pendidikan IPA Sekolah Dasar dapat memberikan sumbangan yang nyata dalam memberdayakan siswa.
Untuk dapat mencapai tujuan itu, pendidikan IPA di Sekolah Dasar khususnya dihadapkan kepada berbagai permasalahan seperti kurangnya fasilitas,
buku dan sarana prasarana lainnya serta kualitas sumberdaya manusianya, sehingga hasil belajar yang diharapkan kurang maksimal. Aspek pokok dalam
pembelajaran IPA adalah siswa dapat menyadari keterbatasan pengetahuan mereka, memiliki rasa ingin tahu untuk menggali berbagai pengetahuan baru dan
akhirnya dapat mengaplikasikanya dalam kehidupan mereka. Ini tentunya sangat ditunjang dengan berkembang dan meningkatnya rasa ingin tahu siswa, cara siswa
mengkaji informasi, mengambil keputusan dan mengkaji berbagai bentuk aplikasi yang paling mungkin diterapkan dalam dirinya dan masyarakatnya. Bila
pembelajaran IPA diarahkan kepada tujuan seperti itu, dapat diharapkan bahwa pendidikan IPA di SD dapat memberikan sumbangan yang nyata dalam
memberdayakan siswa.
4 Berdasarkan observasi, penerapan metode atau teknik yang tidak tepat pada
pembelajaran tersebut mengakibatkan siswa di tengah-tengah kegiatan mulai terlihat jenuh karena siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam proses
pembelajaran. Siswa cenderung hanya menjadi pendengar saja, sehingga siswa mulai beralih pada kegiatan masing-masing seperti mengobrol dan mengganggu
teman, bahkan ada siswa yang selalu bolak-balik ke depan kelas untuk sekedar mengganggu temannya, siswa yang duduk di belakang tampak kurang
diperhatikan karena guru hanya berdiri di depan kelas. Guru menjelaskan materi tersebut tidak diawali dengan apersepsi, guru tidak
berusaha memotivasi siswa agar terlibat dalam pembelajaran, tidak menggunakan alat peraga dan melakukan eksperimen, metode yang digunakan ceramah dan
tanya jawab, sehingga hasil tes akhir yang diperoleh sebagaian besar siswa berada di bawah nilai KKM yang telah ditentukan yaitu 70. Hal ini menyebabkan
suasana kelas menjadi tidak kondusif. Ketika siswa yang mengemukakan pendapat, guru langsung menanggapinya, tidak memberi kesempatan pada siswa
lain untuk berpendapat. Diakhir kegiatan pembelajaran diadakan tes tulis untuk mengetahui sejauhmana tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah
disampaikan, setelah diperiksa ternyata banyak siswa yang mendapat nilai rendah. Hal ini dimungkinkan karena siswa belum paham mengenai materi sifat-sifat
benda, sehingga ketika menemukan konteks baru, siswa belum mampu menghubungkannya dengan materi yang sudah disampaikan. Untuk lebih jelasnya
hasil data awal siswa kelas IV SDN Sabagi Kecamatan Sumedang Selatan yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 2013, dalam pembelajaran IPA tentang sifat-
sifat benda, dapat dilihat pada tabel berikut.
5
Tabel 1.1 Data Awal Hasil Belajar Siswa tentang Sifat-sifat Benda
No Nama Siswa Soal
Skor Nilai
Interpretasi
1 2
3 4
5
Tuntas Belum Tuntas
2 2 2 3 3 1.
Siti Mariam
2 2
1 1
2 8
66 √
2.
Adi Muhamad S
2 2
2 1
2 9
75 √
3.
Dewi Wulandari
1 2
1 2
1 7
58 √
4.
Diyanah Faridah
2 2
2 2
1 9
75 √
5.
Eneng Isfi Latifah
2 1
1 1
1 6
50 √
6.
Fitriyani Faiziyana
2 2
1 1
2 8
66 √
7.
Hesti Agnia
2 2
2 2
1 9
75 √
8.
Mirna Alisah
1 1
1 1
1 5
41 √
9.
Nina
1 2
2 2
2 9
75 √
10.
Nur Siti isah
2 2
1 2
2 9
75 √
11.
Rinrin Noviyanti
2 1
2 1
2 8
66 √
12.
Ratna Yulianingsih
2 1
1 2
2 8
66 √
13.
Reza Sopiandi
1 1
1 1
4 33
√ 14.
Rina Nurcahyani
1 2
1 1
2 7
58 √
15.
Sifa Sania Mutiara
2 2
2 2
2 10
83 √
16.
Shaehan Rifki F
2 2
2 2
2 10
83 √
17. Taopik Hidayat 1
2 1
1 2
7 58
√
18. Tintin 2
1 2
1 2
8 66
√
19. Thiara Putri P 2
1 1
1 1
6 50
√
20 Vina Nurfitri
2 1
1 1
1 6
50
√
21. Alfadra Rayhan K 2
2 1
2 2
9 75
√
Jumlah 1211
Rata-rata 57.66
8 13
Persentase 39
61 Dari 21 orang siswa kelas IV diperoleh data hasil tes akhir adalah yang
memperoleh nilai 70 ke atas sebanyak delapan orang siswa 39 dan yang di bawah nilai 70 sebanyak 13 orang siswa 61. Dari hasil analisis proses dan
hasil belajar siswa di atas, maka dipandang perlu mengambil suatu tindakan untuk meningkatkan proses dan hasil belajar. Sebagai acuan dalam pelaksanaan
penelitian ini, peneliti menetukan target aspek aktivitas siswa yaitu 87, Kinerja Guru 90 dan ketuntasan siswa dapat mencapai nilai di atas Kriteria Ketuntasan
Minimal 70 adalah 18 orang atau 90. Setelah mengalisis faktor penyebab kurang berhasilnya pembelajaran tentang
sifat-sifat benda, maka diperlukan suatu model belajar yang tepat untuk
6 mengatasinya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu diadakan
perbaikan, baik dari aspek kinerja guru maupun aktivitas siswa, sehingga hasil belajar siswa akan mengalami perubahan sesuai dengan target yang telah
ditetapkan. Upaya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar tersebut peneliti akan
menerapkan model siklus belajar learning cycle, karena pandangan tentang model belajar tersebut bukan hanya tergantung pada lingkungan atau kondisi
belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa dan pembelajaran akan secara berkelompok akan lebih bermakna, karena dalam hal ini permasalahan yang
dihadapi bisa diselesaikan secara bersama-sama. Atas dasar itu penulis menerapkan model siklus belajar learning cycle,
menurut Sujana 2009: 108 model siklus belajar learning cycle, “Adalah sebuah
pembelajaran yang memulai dari apa yang menurut siswa merupakan hal yang biasa, padahal sesungguhnya tidak demikian, perlu diupayakan terjadinya situasi
konflik pada sruktur kognitif siswa”. Model siklus belajar learning cycle terdiri dari tiga fase, yaitu fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan fase penerapan
konsep. Sesuai dengan hasil analisis permasalahan yang terjadi dan didukung oleh teori para ahli, maka dalam penelitian ini peneliti akan mengangkat judul
Penerapan Model Siklus Belajar learning cycle untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada materi tentang Sifat-sifat Benda di Kelas IV SD Negeri
Sabagi Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang.
B. Rumusan dan Pemecahan Masalah