commit to user
26
2. Pelajar
Pelajar adalah individu yang tercatat sebagai siswa di suatu sekolah. Aktif mengikuti kegiatan belajar dan mengikuti peraturan-peraturan yang ada
di sekolah dan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelajar SMA yang memasuki jenjang pendidikannya di SMA pada usia kurang lebih 15 tahun.
3. Pendidikan seks
Pada dasarnya seks itu merupakan satu kekuatan pendorong manusia untuk hidup yang terkuat, disebut juga instink, naluri. Dia dimiliki oleh setiap
manusia, seks ini bila dapat dipimpin dan dididik, dia merupakan kekuatan yang dapat member manusia kesenangan, kebahagiaan, cinta kasih, dasar
rumah tangga, tempat meneruskan keturunan manusia yang baik dan beradab, tetapi bila ia tidak dididik ia dapat merupakan kekuatan kejahatan, kebencian
dan pembunuhan Akbar, 1983:29. Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau
mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan,
penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa Sarwono, 2001:183. Pendidikan seks adalah sangat penting karena apabila tidak dididik
maka akan bisa merupakan kekuatan yang menakutkan. Oleh karena itu pendidikan harus dimulai sedini mungkin supaya terhindar dari hal-hal yang
tidak diinginkan. Hal ini penting bagi remaja karena pada masa ini remaja
commit to user
27
sangat sensitif sekali terhadap berbagai pengaruh dari lingkungan terutama pada masalah yang berkaitan dengan perilaku seks remaja. Masyarakat
membutuhkan pendidikan seks untuk membuat peraturan Undang-Undang mencegah serta menghukum pelanggar seks Akbar, 1983:16.
Ada dua pendapat mengenai perlu tidaknya remaja memperoleh pendidikan seksualitas. Argumen pertama memandang, bila remaja mendapat
pendidikan mengenai seksualitas itu, khususnya mengenai masalah kesehatan reproduksi terutama akan mendorang remaja melakukan aktivitas seksual
sejak dini. Sedangkan pendapat kedua mengatakan remaja membutuhkan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan
implikasi pada perilaku seksual dalam rangka menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kesadaran terhadap kesehatan Kompas 14 September 2010.
Namun Sarlito W Sarwono berpendapat bahwa pendidikan seks bukanlah penerangan tentang seksualitas semata-mata. Pendidikan seks,
sebagaimana pendidikan lain pada umumnya mengandung pengalihan nilai- nilai dari pendidik ke subyek didik, dengan demikian pendidikan mengenai
seksualitas tidak diberikan secara “telanjang” melainkan diberikan secara “kontekstual”, yaitu dalam kaitannya dengan norma-norma yang berlaku di
dalam masyarakat apa yang dilarang, apa yang lazim dan bagaimana cara melakukannya tanpa melanggar aturan. Sarwono 2001:183
Walaupun pengertian tentang pendidikan seks dijelaskan atau didefinisikan secara baik akan tetapi kenyataan di masyarakat masih banyak
commit to user
28
yang menabukan pembicaraan mengenai seksualitas kepada remaja secara baik, sehingga remaja yang sangat membutuhkan pendidikan mengenai
seksualitas sangat kesulitan memenuhi keingintahuannya dan hal ini berakibat banyak remaja yang tidak mempunyai pengetahuan mengenai seksualitas
secara baik dan benar. Penelitian Zelnik dan Kim 1982 mengatakan bahwa remaja yang
telah mendapatkan pendidikan seks tidak cenderung lebih sering melakukan hubungan seks, tetapi mereka yang belum pernah mendapatkan pendidikan
seks cenderung lebih banyak mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki Sarwono,2001:87.
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan seks memang penting untuk diberikan. Penelitian lain yaitu suatu riset yang dilakukan oleh Kirby 1985
bersama Parcell Lattman dan Flathery 1985 menyebutkan bahwa kursus tentang reproduksi, kontrasepsi, penyakit akibat hubungan seksual dan
perkembangan seksual memperbaiki tingkat pengetahuan tentang seks, bukannya perubahan sikap terhadap seks maupun nilai-nilai secara perilakuan,
meskipun pendidikan seksual berhubungan dengan praktek kontrasepsi, namun hal itu tidak begitu berpengaruh bagi remaja untuk berperilakuan seks
secara aktif Dawson 1986:131.
commit to user
29
4. Perilaku Seks Pranikah