INTERPRETASI PELAJAR SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TENTANG PENDIDIKAN SEKS DAN PERILAKU SEKS PRANIKAH

(1)

commit to user

i

DAN PERILAKU SEKS PRANIKAH

(Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Interpretasi Pelajar SMA Negeri 1 Karanganyar Tentang Pendidikan Seks dan Perilaku Seks Pranikah )

Oleh :

DICKY RANGGA KUSUMA D3207017

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Polotik

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

ii

Telah Disetujui Untuk Dipertahankan di Hadapan Panitia Ujian Skripsi Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Mengetahui, Dosen Pembimbing

Drs. Argyo Demartoto, M.Si


(3)

commit to user

iii

Telah Disetujui Dan Diuji Oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Hari : Tanggal : Panitia Penguji

Prof. Dr. RB. Soemanto, MA.

NIP : 194709141976121001 (____________________ )

Ketua

Siti Zunariyah S, Sos, M.Si

NIP : 197707192008012016 (____________________ )

Sekretaris

Drs. Argyo Demartoto, M,Si

NIP : 196508251992031003 (____________________ )

Penguji 1

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Prof. Drs. Pawito, Ph.D NIP.195408051985031002


(4)

commit to user

iv

Dengan penuh rasa syukur, karya sederhana ini

dipersembahkan kepada yang terkasih dan tercinta

:

Keluargaku Ayah dan Ibu, sebagai wujud rasa

hormat, bakti dan tanggungjawabku

Keluarga Besarku Kakek, Nenek dan

saudara-saudaraku sebagai rasa kebanggaannya

Adikku Anggraini Kusuma Dewi

Almamater ku………


(5)

commit to user

v

Memiliki sedikit pengetahuan namun dipergunakan

untuk berkarya jauh lebih baik daripada memiliki

pengetahuan luas namun mati tak berfungsi.

(Khalil

Ghibran)

Jika anda memiliki kemampuan untuk menang, anda

telah memperoleh setengah dari keberhasilan anda,

jika anda tidak memilikinya, anda telah

memperoleh setengah dari kegagalan anda.

(David

Abrose)

Seseorang yang optimis melihat suatu kesempatan

dalam setiap bencana, seorang pesimis melihat

bencana dalam setiap kesempatan.

(Herbert V.

Prochnow)


(6)

commit to user

vi

Dengan segala kerendahan hati saya panjatkan puji syukur pada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi.

Dalam melaksanakan penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan dukungan baik materiil maupun spiritual dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang ditujukan kepada:

1. Bapak Prof. Drs. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Dr. Bagus Haryono, M. Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Drs. Th. A. Gutama, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Drs. Argyo Demartoto, Msi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bpk dan Ibu saya yang telah memberikan dukungan baik secara moril dan materiil sehingga tugas ini terasa ringan untuk dijalankan. Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dari orang tua hal ini tidaklah ada artinya.

6. Seluruh Guru, Karyawan dan Siswa SMA N 1 Karangayar, terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.

7. Adik tercinta, beserta pendamping setiaku Mirantika Emma terima kasih atas dukungan, cinta, kasih sayang, doa dan semangatnya yang selama ini membantu dalam penyusunan skripsi ini.

8. Keluarga besar Vila Bengawan Mas (VBM) Kesey, Ajik Gete, Didik, Insan, Akbar yang telah memberikan wadah untuk tempat saat sedang susah maupun senang, kegembiraan ini dapat terasa jika kebersamaan kita tetap terjaga.


(7)

commit to user

vii

maupun spiritual kepada penulis sehingga penulis senantiasa optimis dalam menghadapi masalah-masalah yang ada.

10.Teman-teman Sosiologi FISIP UNS 2007, terima kasih atas kebersamaan dan dukungannya selama ini.

11.Serta semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan pembuatan penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik yang membangun guna kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surakarta, Juni 2011


(8)

commit to user

viii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR MATRIKS ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

HALAMAN ABSTRAK ... xiii

HALAMAN ABSTRACT ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 15

E. Landasan Teori ... 15

F. Definisi Konseptual ... 24

1. Interpretasi ……….. 24

2. Pelajar ………. 26

3. Pendidikan Seks ………. 26

4. Perilaku Seks Pranikah……… 29

G. Penelitian Terdahulu ……… 31

H. Kerangka Berpikir ... 35

I. Metode Penelitian………. . 37

1 Lokasi Penelitian ... 37

2 Jenis Penelitian ... 37

3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 37


(9)

commit to user

ix

7.Teknik Analisis Data ... 40

BAB II. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 43

A. Gambaran Umum SMA N 1 Karanganyar ... 43

B. Gambaran Khusus SMA N 1 Karanganyar... 58

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62

A.HASIL PENELITIAN ... 62

1. Karakteristik Responden ... 62

2. Karakteristik Informan ... 67

3. Arti dan Peran Pendidikan Seks ... 69

4. Beberapa Faktor yang Berkaitan Dengan Pendidikan Seks……… 94

5. Interpretasi Pelajar Tentang Motivasi Berpacaran, Perilaku Berpacaran dan Perilaku Seks Pranikah………. 122

B.PEMBAHASAN ... 139

BAB IV. PENUTUP ... 148

A.KESIMPULAN ... 148

B.IMPLIKASI ... 151

1. Implikasi Teoritis ………... 151

2. Implikasi Metodologis ……… 154

3. Implikasi Empiris ……… 156

C.SARAN ... 158

DAFTAR PUSTAKA


(10)

commit to user

x

Halaman Tabel 1 Distribusi Siswa SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Ajaran

2010/2011 ... 54 Tabel 2 Bobot Sanksi Pelanggaran Tata Tertib Siswa SMA N 1 Karanganyar

Berlaku Dalam Kurun Waktu Selama Menjadi Siswa………. .. 58 Tabel 3 Akumulasi Bobot & Sanksi……… 60


(11)

commit to user

xi

Halaman

Matriks 1. Karakteristik Responden... 66

Matriks 2. Karakteristik Informan... 69

Matriks 3. Arti Pendidikan Seks dan Perannya Bagi Pelajar ... 75

Matriks 4. Peran Pendidikan Seks di Sekolah... 82

Matriks 5. Sumber Pengetahuan dan Informasi Tentang Seks dan Seksualitas……… 87

Matriks 6. Peran Keluarga Dalam Pendidikan Seks……… 93

Matriks 7. Hubungan Responden Dengan Keluarga... 99

Matriks 8. Lingkungan Pergaulan... 105

Matriks 9. Faktor Media Televisi………...…. 111

Mariks 10. Faktor Media Audio Visual Bagi Remaja………. 117

Matriks 11. Faktor Media Internet……….. 112

Matriks 12. Motivasi Berpacaran…. ………. 126

Matriks 13. Perilaku Dalam Berpacaran………. 131

Matriks 14. Perilaku Seks Pranikah….. ……….. 138

Matriks 15. Tujuan Penerapan Pendidikan Seks di SMA Negeri 1 Karanganyar……….. 142

Matriks 16. Tahap Interpretasi Pelajar SMA Negeri 1 Karanganyar Tentang Pendidikan Seks dan Perilaku Seks Pranikah…….. 146


(12)

commit to user

xii

Halaman

Bagan 1. Skema Teori Aksi... 23

Bagan 2. Kerangka Berpikir... 36

Bagan 3. Skema Model Analisis Interaktif…. ………. 42


(13)

commit to user

xiii

Lampiran 1. Gedung Tampak Depan Lokasi Penelitian SMA N 1 Karanganyar Lampiran 2. Lokasi Penelitian Gedung Bagian Dalam SMA N 1 Karanganyar Lampiran 3. Suasana Saat Belajar Mengajar SMA N 1 Karanganyar

Lampiran 4. Peneliti Melakukan Wawancara Dengan Guru SMA N 1 Karanganyar Lampiran 5. Peneliti Mewawancara Responden Responden Laki-Laki

Lampiran 6. Peneliti Melakukan Wawancara Dengan Responden Perempuan Lampiran 7. Peneliti Melakukan Wawancara 4 Orang Responden


(14)

commit to user

xiv

KARANGAYAR TENTANG PENDIDIKAN SEKS DAN PERILAKU SEKS PRANIKAH. Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Interpretasi Pelajar SMA Negeri 1 Karanganyar Tentang Pendidikan Seks dan Perilaku Seks Pranikah, Skripsi Jurusan Sosiologi, FISIP UNS, 2011.

Globalisasi dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi disadari memberikan kemajuan yang sangat pesat terhadap proses pembangunan di berbagai sektor. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa arus global turut serta mengubah terjadinya perubahan perilaku dan interpretasi manusia terhadap nilai luar. Artinya dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta komunikasi terjadilah banyak perubahan sosial yang serba cepat hampir pada semua kebudayaan manusia dan mempengaruhi pola-pola kehidupan manusia terutama pada remajanya seperti dalam hal pergaulan, cara pandang, gaya hidup bahkan pada pola perilaku seks yang cenderung konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interpretasi pelajar SMA Negeri 1 Karanganyar tentang pendidikan seks dan perilaku seks pranikah.

Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Karanganyar khususnya di SMA Negeri 1 Karanganyar dengan menerapkan studi deskriptif kualitatif yang berusaha menggambarkan dengan jelas dan mudah dipahami setiap kondisi lapangan yang dijumpai. Sampel diambil berdasarkan purposive samping dengan menerapkan maximum variation. Jumlah responden yang diambil adalah 11 orang, terdiri dari 5 orang pelajar laki-laki dan 6 orang pelajar perempuan, serta enam orang informan yang terdiri dari 2 orang guru dan 4 orang tua responden.

Dalam penelitian mengenai interpretasi pelajar SMA Negeri 1 Karanganyar diketahuia bahwa pendidikan seks pada dasarnya merupakan penerangan tentang masa tumbuh kembang remaja atau psikologi remaja (perubahan fisik dan emosi) dan juga penjelasan mengenai kesehatan reproduksi, anatomi dan fisiologi organ reproduksi, penyakit menular seksual dan juga bagaimana menjaga perilaku seksualnya sehingga tidak bertentangan dengan norma masyarakat. Termasuk didalamnya pengarahan mengenai pergaulan remaja yang memuat unsur-unsur tata tertib, norma-norma dan aturan dalam pergaulan (pacaran). Pada umumnya mereka menyatakan bahwa pendidikan seks sangat penting diberikan pada remaja tidak setuju apabila masalah seks dianggap tabu untuk diketahui karena, kalau masalah seks tersebut tetap dianggap tabu maka remaja akan semakin buta dalam memahami arti dari seks itu sendiri. Pada umumnya orang tua memberikan kebebasan kepada anak dalam memilih teman bergaul. Pelajar mendapatkan pengetahuan tentang seks dari sekolah atau guru, majalah, koran, dan juga televisi. Sebaiknya pelajar diberikan penyuluhan tentang seks bebas termasuk juga didalamnya diberikan kerugian, serta penanaman norma dan etika yang dilakukan oleh keluarga sejak dini sebagai upaya pencegahan agar remaja tidak terjerumus dalam pergaulan yang menyimpang.


(15)

commit to user

xv

SCHOOL 1 KARANGANYAR’S STUDENTS ABOUT SEX EDUCATION AND FREE SEX BEHAVIOR

Globalization and advance on the knowledge, technology, and communication actually gives the rapid progress on process of sector development. Nevertheless, it changes human’s interpretation and behavior about the norm. It also makes alteration almost on social life and human’s culture especially on a teenager’s life include of their association, paradigm, lifestyle, even sex behavior. The aim of this research is for knowing interpretation of Senior High School 1 Karanganyar’s students about sex education and free sex behavior.

This research is located in Karanganyar regency especially in Senior High School 1 Karanganyar that use qualitative descriptive study describing clearly and understandable on whole of area. Sample is taken based on purposive sampling using maximum variation. Total sample is 11 students, consist of 5 man students and 6 woman students. The amount of informant is 6 consist of 2 teachers and 4 student’s parents.

In this research, based on the interpretation of Senior High School 1 Karanganyar‘s students that sex education is a study about teenager’s development term or their psychology include of physic and emotion alteration. It also describes reproduction health, anatomy, physiology of reproduction organ, sexual transmitted diseases, and also the way for keeping their sex behavior appropriates with social norm. Include of the regulation and norm in a teenager’s association. Based on their impression, sex education is so important given to teenager. They don’t think that sex education is a taboo thing. In a general, parents give freedom for their child for choosing friend and environment themselves. Students get sex knowledge from the school or teachers, magazines, newspaper, and also television. Students should be given an illumination about free sex, applying norm and ethics in their family as the avoidance in order that teenager won’t fall into wrong association.


(16)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam perkembangan hidupnya manusia dipengaruhi oleh hal-hal yang berasal dari luar dirinya sendiri dan faktor-faktor yang berasal dari luar pribadinya. Untuk menentukan faktor mana yang paling dominan dalam pembentukan kepribadian manusia, hingga saat ini tidak dapat ditentukan secara mutlak.

Diri pribadi manusia lazimnya terdiri dari tiga aspek pokok. Aspek pertama adalah rasionya atau disebut kognitif manusia, aspek kedua adalah emosinya atau disebut afektif manusia dan aspek ketiga merupakan penyerasian antara aspek kognitif dan aspek afektif yang disebut konatif atau kehendak manusia. Sedangkan dari luar pribadinya manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosial yaitu segala faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan pribadi manusia yang berasal dari luar diri pribadi.

Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta komunikasi berpengaruh pula pada perubahan sosial yang serba cepat hampir pada semua aspek kehidupan manusia. Perubahan sosial tersebut mempengaruhi pola-pola kehidupan manusia terutama bagi para remaja misalnya saja dalam hal pergaulan, cara pandang, cara pikir, bahkan sampai pada pola


(17)

commit to user

2

dari rel daripada pola-pola seks yaitu, keluar dari jalur-jalur konvensional kebudayaan. Pola seks itu lalu dibuat menjadi Hyper modern dan radikal sehingga bertentangan dengan sistem. (Soekanto,1992:56). Pada beberapa dekade terakhir ini terjadi perubahan-perubahan mengenai perilaku seks dan norma-norma seks baik di negara industri maupun negara berkembang. Proses perubahan tersebut berjalan terus menerus dan manusia terus bertambah agresif terhadap perilaku seks pranikah.

Di Indonesia perubahan sudah mulai terjadi setidak-tidaknya pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat misalnya saja kelompok remaja. Perubahan tersebut kiranya dapat dikaitkan dengan perubahan sosial, ekonomi, pendidikan, kurangnya kontrol sosial, bertambahnya kebebasan, bertambahnya mobilitas muda-mudi, meningkatnya usia perkawinan serta rangsangan-rangsangan seks melalui berbagai sarana hiburan dan media massa (Singarimbun,1996:112).

Perubahan tata nilai terutama di daerah perkotaan mempengaruhi perilaku seksual masyarakat. Pada masyarakat perkotaan perilaku seks cenderung permisif. Sarana hiburan memberi peluang terjadinya perilaku seks yang bebas. Seks bebas dipilih sebagai penyaluran rasa ingin tahu dan ingin menikmati, akibatnya perilaku seks pranikah semakin menunjukkan arah yang kian menyimpang dari norma. Kondisi ini mulai menjalar ke daerah-daerah pinggiran bahkan sampai daerah pedesaan.


(18)

commit to user

3

Dikalangan remaja kita masalah seksualitas sepertinya belum sepenuhnya dipahami. Hal ini dikarenakan pendidikan mengenai masalah seks yang mereka dapatkan dirasa masih kurang baik itu dilingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah. Sikap mentabukan pembicaraan mengenai masalah seks yang dianut oleh sebagian masyarakat kita membuat permasalahan mengenai seks semakin sulit dipahami. Tidak jarang orang tua cenderung menutup-nutupi ketika seorang anak bertanya mengenai masalah seks. Sikap mentabukan masalah seks tersebut bisa dilihat seperti yang dilakukan oleh orang tua khususnya para ibu, yang menganggap bahwa masalah seks itu tidak boleh diketahui dan dibicarakan oleh anak-anak terutama bagi mereka yang belum menikah. Mereka beranggapan anak-anak tersebut akan mengetahui masalah seksualitas dengan sendirinya setelah mereka dewasa dan sudah menikah, padahal tidak jarang pula banyak dari orang dewasa yang sudah siap menikah dan bahkan sudah menikah kurang begitu memahami masalah tentang seksualitas. Sebagai contoh ada sebagian gadis yang sudah siap menikah bahkan sudah menikah tidak mengetahui apa itu masa dan kapan ia mendapatkan masa subur. (Sarwono 2001:146)

Disamping sikap tidak tahu yang dilakukan oleh orang tua terhadap masalah seksualitas, sampai saat ini banyak sekali orang tua yang merasa masih kesulitan dan bingung menjawab pertanyaan anak-anak meraka (bahkan yang dibawah umur), seputar masalah seksualitas maupun hal-hal yang berhubungan dengan alat-alat reproduksi, mestilah hal tersebut dijelaskan dengan gamblang, apa adanya? Para orang tua senantiasa dihadapkan pada dilema. Dijelaskan susah,


(19)

commit to user

4

tidak dijelaskan semakin lebih parah. Anak semakin buta lalu bertindak sekehendaknya. Informasi yang berseliweran soal seks pun sudah ada di sekitar mereka. Masalah yang sering membuat orang tua kebingungan menjawab pertanyaan anak-anak tersebut misalnya saja, ketika ada seorang anak mereka yang bertanya mengapa antara anak laki-laki dan perempuan itu berbeda dalam hal alat reproduksi (alat kelamin), dari mana seorang bayi itu bisa ada (lahir dan keluar), mengapa wanita mesti haid, mengapa wanita bisa hamil, apa itu aborsi, apa artinya diperkosa dan lain lain. Hal ini tidak dapat dikesampingkan begitu saja mengingat daya pikir anak-anak bertanya tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan seks, mengapa? Karena seksualitas memang berkembang sejak masa bayi, anak-anak, remaja sampai dewasa. Perkembangan itu mereka juga merasakan sehingga muncul keingintahuan dan mengenal segala sesuatu yang berkaitan dengan seksualitas.

Dipihak lain, makin banyak informasi dari media masa tentang berbagai hal yang berkaitan dengan masalah seksualitas, termasuk adegan yang erotik. Tidak aneh jika kemudian anak mengajukan pertanyaan tentang apa yang dirasakan, didengar dan berkaitan dengan seksualitas. Jadi wajar apabila pertanyaan itu muncul karena mereka (anak), mendengar dan mengalami semua.

Kesulitan orang tua dalam memberikan penjelasan tentang masalah seksualitas tersebut dikarenakan banyak dari orang tua itu sendiri kurang begitu memahami masalah mengenai seksualitas, terkadang meraka masih bingung kapan mulai memberikan pengertian masalah seks, dari umur berapa dan dari


(20)

commit to user

5

mana mereka akan memulai pembicaraan masalah mengenai seksualitas itu sendiri. Akhirnya banyak orang tua yang beranggapan dan melimpahkan semua permasalahan tersebut pada pendidikan sekolah, mereka berpikir biarlah pihak sekolah yang akan memberikan pengertian serta penjelasan mengenai masalah seksualitas. Ironisnya dari pihak sekolah sendiri banyak yang belum menerapkan pendidikan seks dan belum terbuka mengenai seksualitas.

Pada era modern seperti sekarang ini semestinya permasalahan mengenai seks bukanlah hal yang tabu lagi, hal ini dikarenakan pendidikan mengenai

masalah seks itu sendiri sangat penting bagi anak-anak yang sudah memasuki

usia pubertas (akhil baligh), karena seks itu sendiri merupakan kebutuhan bagi setiap individu (makhluk hidup) bahkan juga binatang akan tetapi, ada norma-norma serta aturan yang mengatur mengenai masalah seks itu sendiri agar hal tersebut tidak disalahgunakan.

Masalah seks bukan hanya masalah hubungan seksual semata-mata. Sikap mentabukan pembicaraan mengenai masalah seksualitas mengakibatkan sebagian besar remaja kehilangan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, kebutuhan, harapan, permasalahan dan ketakutan meraka pada seksualitas. Pada akhirnya, remaja kehilangan kesempatan untuk mengetahui atau memahami seksualitas secara benar dan proposional sesuai fungsi dan tujuan dasarnya (Efendi, 1986:169).

Berbicara masalah seks dan seksualitas, maka sebenarnya tidak hanya membicarakan mengenai masalah hubungan seksual dan hal-hal yang negatif


(21)

commit to user

6

seperti anggapan masyarakat selama ini. Berbicara masalah seksualitas artinya kita membicarakan tentang kesehatan reproduksi, anatomi dan fisiologi organ reproduksi, penyakit menular seks dan lain-lain.

Jika kita mau menelusuri lebih jauh sebenarnya masalah seks sangat luas sekali dimensinya, bisa fisik, mental maupun sosial. Dari sudut dimensi fisik ini berarti kita harus bisa mengerti anatomi, fisiologi organ-organ reproduksi dan harus tahu bagaimana menjaga kesehatan organ reproduksinya. Dari dimensi mental/psikologis, artinya kita harus bisa mengerti sifat-sifat yang berkaitan dengan seks, perilaku seks, dan dapat mengatasi dorongan seksualitas terhadap lawan jenis secara tepat. Dari dimensi sosial ini berarti banyak berkaitan dengan lingkungan masyarakat sekitar dalam hal seksualitas misalnya, kita harus dapat menjaga perilaku seksualitas kita sehingga tidak bertentangan dengan norma masyarakat.

Dari gambaran tersebut diatas dapat dipahami dan disadari bahwa pendidikan seks sangat penting untuk diberikan. Akan tetapi pendidikan seks itu sendiri sering menimbulkan kontroversi, disatu sisi hal tersebut sangat diperlukan karena sebagai salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan dan penyakit menular yang diakibatkan oleh seks. Tetapi disisi lain orang tua atau pendidik jadi tidak mau berterus terang dan terbuka pada anak-anak atau anak didiknya mengenai masalah seksualitas, mereka takut kalau anak-anak tersebut jadi ikut-ikutan mau


(22)

commit to user

7

melakukan seks sebelum waktunya (sebelum menikah). Seks kemudian menjadi tabu untuk dibicarakan walaupun antara anak dengan orang tua mereka sendiri.

Pandangan pro kontra pendidikan seks ini pada hakikatnya tergantung sekali pada bagaimana kita mendefinisikan pendidikan seks itu sendiri. Jika pendidikan seks diartikan sebagai pemberian informasi mengenai seluk beluk anatomi dan proses teknik pencegahannya (alat kontrasepsi), maka kecemasan tersebut di atas memang beralasan.

Pada dasarnya pendidikan seks bukan penerangan mengenai masalah seks semata-mata. Pendidikan seks pada umumnya diberikan secara kontekstual, yaitu dalam kaitannya dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, apa yang dilarang, apa yang lazim, dan bagaimana cara melakukan tanpa melanggar aturan. (Sarwono 2001:183).

Pentingnya informasi tentang seks bagi remaja dikarenakan pada saat remaja, seorang mulai mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa termasuk dalam aspek seksualnya, dimana pada masa ini hormon seksual yang ada dalam diri remaja mulai aktif yang salah satu akibatnya adalah menimbulkan dorongan seksual dalam diri. Dorongan seks tersebut yang mengakibatkan remaja mulai atau sering mencari informasi soal seks.

Artinya proses kematangan alat reproduksi setelah meningkat menjadi dewasa remaja justru membutuhkan pelayanan yang baik dan informasi yang baik. Dalam masa remaja terdapat beberapa perubahan yang terjadi, misalnya dari bentuk badan, jerawat, bulu-bulu pada tempat tertentu, kemudian alat kelamin,


(23)

commit to user

8

jakun, dan sebagainya. Perubahan pada remaja putri, misalnya tumbuhnya payudara, jerawat, bulu-bulu pada tempat tertentu, mungkin sebagian remaja menganggap hal itu biasa, kalau sudah mendapatkan penerangan (informasi). Tetapi bagi yang tidak, hal tersebut membuat rasa cemas, takut, malu sehingga kalau bertanya. Tanda alat reproduksi ini sudah matang adalah dengan tanda datangnya haid pada remaja putri serta datangnya mimpi basah bagi remaja putra. Semua manusia akan mengalami masa ini dan hanya saja remaja sekarang tidak tahu akan tanya pada siapa. Kadanag juga ada remaja yang memilih diam saja dalam menyikapi hal ini. matangnya proses reproduksi ini tidak sekedar datangnya haid atau mimpi basah saja, tetapi yang terpenting disini adalah libido atau dorongan seks.

Libido atau dorongan seks ini anugerah dari Tuhan, memang diciptakan seiring dengan kematangan alat reproduksi. Ada remaja yang kadang-kadang bingung karena ada sesuatu yang lain dari dirinya. Dia mulai tertarik lawan jenisnya. Dia mulai memperhatikan penampilan dirinya, dia berusaha menarik perhatian lawan jenis. Semakin lama mereka semakin tumbuh dewasa, dorongan seks semakin mendesak, padahal kalau mereka masih sekolah berarti penundaan usia kawin. Sementara informasi, tidak jelas atau tidak ada, kalaupun ada mereka pun tidak tahu dimana mencarinya. Harusnya mereka bisa bertanya pada orang tua, tetapi sebagian orang tua kadang mentabukan untuk membicaraan mengenai seks kepada anak mereka sendiri. ( Wilson, 2007:72).


(24)

commit to user

9

Selama ini remaja kita memperoleh pendidikan seks dari tiga unsur yaitu orang tua, sekolah, dan lingkungan sekitar.

1. Lingkungan Keluarga

Keluarga adalah lembaga pertama dan yang utama melakukan sosialisasi terhadap anaknya. Dalam keluargalah pendidikan dan pembudayaan diusia dini bahkan di awal kejadian janin dibangun fondasinya. Karakter dasar dan kejiwaan umumnya terbentuk di usia awal ini, disaat anak sedang berada dalam asuhan penuh orang tua dan keluarganya. Dalam keluarga individu belajar mengenal makna cinta kasih, simpati, ideologi, bimbingan dan pendidikan dari orang tua sebelum seorang anak tersebut mengenal lingkungan luar yang lebih luas termasuk didalamnya norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadianya.

Dalam kaitannya dengan pendidikan seks, sebagai pendidik yang utama orang tua diharapkan dapat memberikan pendidikan mengenai seks secara tepat kepada anaknya, akan lebih baik jka orang tua bisa berdialog terbuka dan kritis dengan anak-anaknya dirumah, dan berdiskusi tentang informasi yang didapat anak dari sumber luar. Keterbukaan dengan cara yang etis dan santun dalam penyampaian informasi seperti bahaya obat dan narkotika, tentang etika pergaulan atau tentang masalah seksualitas, hal ini sangat perlu dilakukan, pendidikan seks sejak dini diharapkan dapat mencegah perilaku seks negatif (seks pranikah). Dengan pendidikan yang intensif


(25)

commit to user

10

diharapkan anak atau remaja harus sudah dapat berfikir cerdas dan rasional akan dampak yang ditimbulkan dari seks pranikah.

Namun berbeda dengan hasil riset Benet dan Dickson bahwa pemberian informasi tentang seks dari orang tua belum tentu lebih baik daripada informasi dari sumber lain, demikian menurut hasil riset dari Kallen Stephenson dan Noughty (1983).

Sejalan dengan hasil penelitian diatas, memang banyak orang tua sendiri yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan anak-anak remaja mereka. Selain sikap orang tua yang masih kuatnya berlaku tabu sehubungan dengan masalah seks, orang tua juga sering kurang paham perihal masalah yang satu ini. Pengetahuan yang terbatas itulah yang menyebabkan orang tua kurang dapat berfungsi sebagaimana sumber dalam pendidikan seks.

2. Lingkungan Sekolah

Sekolah juga berperan terhadap perkembangan jiwa seseorang individu dan pola hidup, sebab kelompok sepermainan biasanya tumbuh di lembaga pendidikan formal selain itu, kondisi sekolah dan sistem pengajaran yang kurang menguntungkan siswanya dapat menjerumuskan mereka pada kenakalan remaja. Pola hidup yang berkembang di sekolah dewasa ini terutama memberikan tekanan pada materialisme, mengenai masalah seks pengetahuan yang diberikan sekolah terhadap siswanya dinilai masih kurang. Kurikulum sekolah pun tidak mencantumkan adanya pendidikan seks. Mata


(26)

commit to user

11

pelajaran yang diberikan mengenai pengetahuan reproduksi masih berkisar pada pengetahuan yang umum. (Soekanto,1992:25).

Untuk memprogramkan pendidikan seks sebagai bagian dari kurikulum sekolah, memerlukan pemikiran yang mendalam. Hal ini dikarenakan sistem pendidikan formal di Indonesia menganut azaz sistem tunggal. Artinya, materi kurikulum berlaku diseluruh Nusantara, padahal jika menyangkut mengenai seks, setiap daerah bahkan setiap keluarga mempunyai kondisi khusus yang berbeda dari daerah atau keluarga lain. Sesuatu yang lazim di keluarga atau daerah tertentu bisa jadi sangat aneh dikeluarga atau daerah lain. Sehingga di Indonesia yang sangat bervariasi ini, sulit diterapkan pendidikan seks melalui jalur formal, selama jalur ini masih berpola sistem tunggal.

Pendidikan seks di Indonesia menemukan bentuknya dalam jalur-jalur pendidikan non formal seperti dalam ceramah-ceramah, kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler di sekolah, sarasehan, rubrik-rubrik remaja di media massa dan lain-lain. Bentuk pendidikan seks yang non formal ini lebih luwes dan bisa selalu disesuaikan dengan kondisi tempat dan waktu sehingga tidak menimbulkan dampak sampingan yang tidak diharapkan.

3. Lingkungan Sekitar

Lingkungan sekitar merupakan lingkungan yang sangat kompleks sifatnya dan juga sangat berpengaruh pada perkembangan remaja. Mulai dari teman pergaulan, masyarakat dan juga teknologi yang menjamur di sekitar


(27)

commit to user

12

kita, dari sini remaja dapat memperoleh berbagai informasi sehingga remaja harus pandai-pandai memfilterkan informasi yang mereka dapatkan.

Mengenai pergeseran norma seksual remaja, Sarlito Wirawan Sarwono berkata sebagai berikut “Kesimpulan utama dari penelitian yang diselenggarakan adalah sedang terjadi pergeseran norma-norma tentang perilaku seksual di kalangan remaja. Hal-hal yang ditabukan oleh remaja tahun 50-an seperti berciuman dan bercumbuan sekarang dibenarkan oleh remaja. Bahkan ada sebagian kecil yang setuju pada free sexs, bukan itu saja, sebagian responden juga mengakui pernah berhubungan seks. Umumnya dengan pelacur, wanita dewasa atau teman, tetapi ada juga yang bersenggama dengan pacarnya”. (Singarimbun,1996:112).

Remaja sejalan dengan perkembanganya mulai kembali bereksploitasi dengan diri, nilai-nilai, identitas peran, dan perilakunya. Dalam masalah seksualitas remaja sering kali bingung dengan perubahan yang terjadi pada dirinya, benarkah ia normal, adakah orang lain yang mengalami hal yang sama? Kebutuhan remaja ini tentu saja harus ditanggapi dengan benar dan proporsional oleh pendamping (guru, orang tua, dan masyarakat umum) jika kebutuhan ini tidak ditanggapi dengan baik maka mereka akan mencari sumber-sumber lain yang cukup dekat dengannya namun belum tentu memberikan informasi yang benar.

Lingkungan di sekitar SMA N 1 Karanganyar mempunyai pengaruh besar bagi perkembangan diri para pelajar, dimana letak SMA N 1


(28)

commit to user

13

Karanganyar sangat berdekatan dengan terminal dan alun-alun yang mempunyai konotasi negatif dalam pandangan masyarakat kita. Banyak perjudian, minum-minuman keras dan obat terlarang, budaya nongkrong, penjualan media-media bahkan yang berbau porno hingga tidak menutup kemungkinan adanya prostitusi yang berkembang di lingkungan ini. Secara tidak langsung kondisi seperti ini berpengaruh sekali pada para pelajar SMA tersebut.

Mengenai fenomena seks pranikah, di SMA N 1 Karanganyar sendiri hal tersebut pernah terjadi, terbukti dengan adanya kejadian siswa yang hamil diluar nikah. Secara umum angka seks pranikah di SMA N 1 Karanganyar tidak menunjukkan angka yang tinggi (dalam artian tidak sering terjadi), sampai dengan bulan Juni 2010 hanya ada kurang lebih 0,02% kasus yang terjadi. Akan tetapi hal tersebut menimbulkan keresahan dalam lingkungan sekolah.

Sekolah diharapkan mampu membentuk benteng pertahanan moral dengan memberikan penjelasan dan pengarahan yang benar mengenai informasi seksualitas. Dengan demikian penjelasan (pendidikan) yang benar mengenai masalah seksualitas yang didapat pelajar di sekolah tidak langsung berakibat negatif pada pembentukan interpretasi pelajar tentang perilaku seks pranikah. Interpretasi pelajar dalam mengolah informasi seksual yang masuk sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor penting adalah bagaimana pendidikan atau penjelasan mengenai seks yang diterima pelajar di


(29)

commit to user

14

sekolah mengenai nilai-nilai yang benar tentang masalah seksualitas, sehingga pelajar dapat mengolah secara benar informasi tentang masalah seksualitas.

Sekarang ini tingkah laku seksual remaja tidak menguntungkan nampaknya. Karena remaja merupakan masa peralihan ke masa dewasa, termasuk dalam aspek seksualnya. Dengan demikian memang dibutuhkan sikap yang bijaksana dari orang tua, pendidik dan masyarakat pada umumnya dan tentunya dari remaja itu sendiri, agar mereka dapat melewati masa transisi itu dengan selamat.

Keadaaan rawan ini justru lebih banyak terjadi pada lingkungan pelajar. Lingkungan ini justru merupakan lingkungan yang sangat mudah terhadap masuknya bebagai pengaruh negatif pada diri para remaja dimana kita ketahui pada masa ini mereka mengalami masa transisi, masa pencarian diri, sehingga wajar apabila mereka banyak “bercermin” dari semua yang ada disekitarnya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

“Bagaimanakah interpretasi pelajar SMA N 1 Karanganyar tentang pendidikan seks dan perilaku seks pranikah?”.


(30)

commit to user

15

C. TUJUAN PENELITIAN

Pada umumnya setiap kegiatan yang dilakukan selalu didasarkan oleh seperangkat tujuan yang hendak dicapai. Tidak ubahnya dengan penelitian yang lainnya, penelitian ini juga memiliki tujuan yang hendak dicapai, yaitu: untuk mengetahui interpretasi pelajar SMA N 1 Karanganyar tentang pendidikan seks dan perilaku seks pranikah.

D. MANFAAT PENELITIAN

Dengan diadakannya penelitian ini, penulis mengharapkan agar penelitian ini dapat memberikan manfaat. Manfaat yang diharapkan adalah:

1. Dapat memberikan sumbangan teoritis mengenai masalah seksualitas.

2. Secara praktis dapat memberikan masukan pada pihak-pihak terkait mengenai pentingnya pendidikan seks di kalangan remaja.

E. LANDASAN TEORI

Teori adalah seperangkat pernyataan-pernyataan yang secara sistematis berhubungan atau sering dikatakan bahwa teori adalah sekumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang saling kait-mengait yang menghadirkan suatu tinjauan sistematis atas fenomena yang ada dengan menunjukkan hubungan yang khas di antara variabel-variabel dengan maksud memberikan eksplorasi dan prediksi. Di samping itu, ada yang menyatakan bahwa teori adalah sekumpulan pernyataan


(31)

commit to user

16

yang mempunyai kaitan logis, yang merupakan cermin dari kenyataan yang ada mengenai sifat-sifat suatu kelas, peristiwa atau suatu benda.

Teori harus mengandung konsep, pernyataan (statement), definisi, baik itu definisi teoritis maupun operasional dan hubungan logis yang bersifat teoritis dan logis antara konsep tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam teori di dalamnya harus terdapat konsep, definisi dan proposisi, hubungan logis di antara konsep-konsep, definisi-definisi dan proposisi-proposisi yang dapat digunakan untuk eksplorasi dan prediksi. (Ritzer, 1983:137)

Suatu teori dapat diterima dengan dua kriteria pertama, yaitu kriteria ideal, yang menyatakan bahwa suatu teori akan dapat diakui jika memenuhi persyaratan. Kedua, yaitu kriteria pragmatis yang menyatakan bahwa ide-ide itu dapat dikatakan sebagai teori apabila mempunyai paradigma, kerangka pikir, konsep-konsep, variabel, proposisi, dan hubungan antara konsep dan proposisi.

Dalam pembahasan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan dengan disiplin sosiologi. Salah satu paradigma yang ada dalam ilmu sosiologi yaitu paradigma Definisi Sosial. Max Weber pengemuka eksemplar dari paradigma ini mengartikan sosiologi sebagai ilmu, yang berusaha menafsirkan dan memahami tindakan atau perilaku sosial serta antar hubungan sosial.

Tindakan sosial yang dimaksudkan Weber dapat berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan pada orang lain, juga dapat berupa tindakan yang bersifat “membatin” atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu, atau merupakan tindakan perulangan dengan sengaja sebagai


(32)

commit to user

17

akibat pengaruh dari situasi yang serupa atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu.

Dalam mempelajari tindakan sosial, Weber menganjurkan melalui penafsiran dan pemahaman atau menurut terminologi Weber sendiri, dengan

verstehen. Peneliti sosiologi harus mencoba menginterpretasikan tindakan si aktor dalam artian yang mendasar, sosiologi harus memahami motif dari tindakan si aktor. Dalam memahami motif tindakan si aktor ada dua cara menurut Weber yaitu melalui kesungguhan dan mencoba mengenangkan dan mengalami pengalaman si aktor.

Aspek pemikiran Weber yang paling terkenal yang mencerminkan tradisi idealitas adalah tekanannya pada verstehen (pemahaman subyektif) sebagai metode untuk memperoleh pemahaman yang valid mengenai arti-arti subyektif tindakan sosial. Bagi Weber istilah ini tidak hanya sekedar merupakan introspeksi. Introspeksi bisa memberikan seseorang pemahaman akan motifnya sendiri atau arti-arti subyektif tetapi tidak cukup untuk memahami arti-arti subyektif dalam tindakan-tindakan orang lain. Sebaliknya apa yang diminta adalah empati yaitu kemampuan untuk menempati diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya ingin dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya ingin dilihat menurut prospektif.

Atas dasar rasionalitas tindakan sosial Weber membedakan ke dalam empat tipe. Semakin rasional tindakan sosial itu semakin mudah dipahami.


(33)

commit to user

18

1. Tindakan sosial murni / Zwerk Rational

Dalam tindakan ini aktor tidak hanya sekedar menilai cara yang terbaik untuk mencapai tujuannya tapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Tujuan tersebut tidak absolut ia dapat juga menjadi cara tujuan lain berikutnya.

2. Werkational action

Dalam tindakan ini aktor tidak dapat menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih tepat mencapai tujuan lain. Dalam tindakan ini memang antara tujuan dan cara-cara mencapainya cenderung menjadi sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan.

3. Affectual action

Affectual action adalah tindakan yang dibuat-buat. Dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si aktor sehingga tindakan ini sukar dipahami.

4. Traditional action

Traditional action merupakan tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu dimasa lalu saja (Ritzer, 1992:47-48).


(34)

commit to user

19

Kedua tindakan terakhir sering hanya merupakan tindakan secara otomatis terhadap rangsangan dari luar, karena itu tidak termasuk tindakan yang penuh arti yang menjadi sasaran penelitian sosiologi.

Penulis mengacu pada beberapa teori yaitu: 1. Teori interpretasi

Setiap penelitian akan terkait dengan interpretasi. Interpretasi juga disebut hermeneutik. Artinya, pemaknaan terhadap fenomena. Setiap fenomena folklor memiliki makna tertentu. Makna itu baru akan terwujud jika telah ditafsirkan.

Pada dasarnya interpretasi dalam penelitian folklor meliputi dua aktifitas, yaitu (a) menyatakan sesuatu dan (b) menyembunyikan sesuatu. Pernyataan jelas akan selalu ada dalam penafsiran. Adapun yang tersembunyi adalah pengertian. Hal ini berarti penafsiran folklor akan menyatakan sesuatu yang tersembunyi. Hal-hal yang tidak tersurat, akan diungkap lewat interpretasi. (Dawson, 1985:147)

Tugas penafsiran dalam folklor memberikan makna yang tepat. Melalui hermeneutik diharapkan pemaknaan semakin dekat. Martin Heidegger, yang melihat filsafat itu sendiri sebagai interpretasi secara eksplisit menghubungkan filsafat sebagai hermeneutika dengan Hermes. Hermes membawa pesan takdir, maksudnya dalam hal ini mengungkap sesuatu yang membawa pesan, sejauh ia diberitakan bisa menjadi pesan. Hermeneutik memuat tiga bentuk makna dasar, yaitu :


(35)

commit to user

20

a. Mengungkapkan kata-kata, misalnya to say

b. Menjelaskan seperti menjelaskan sesuatu

c. Menerjemahkan seperti di dalam transliterasi bahasa asing

Ketiga makna itu bisa diwakilkan dengan bentuk kata kerja Inggris

“to interpren” namun masing-masing ketiga makna membentuk sebuah makna independen dan signifikan bagi interpretasi.

Interpretasi folklor kiranya juga akan terkait dengan tiga hal tersebut. Pemaknaan folklor sulit terlepas dari konteks penjelasan, penerjemahan, dan memaknai yang dinyatakan informan. Interpretasi folklor selalu berpusar pada langkah-langkah pemahaman yang rapi. Jika langkah pemahaman tidak diikuti secara cepat, maka pemaknaan kurang sukses.

Pemaknaan folklor pada akhirnya tidak lepas dari bagaimana membahasakan fenomena. Pembahasaan ulang itu merupakan bentuk “to exspres” (mengungkapkan), “to sent” (menegaskan) atau “to say”

(menyatakan). Di dalam kesamaan petunjuk makna pertama ini terdapat perbedaan tipis yang ditimbulkan dari kata “to exspress”

(mengungkapkan), yang bermakna perkataan, namun ia merupakan sebuah perkataan yang bagi dirinya sendiri merupakan sebuah interpretasi. Karena alasan ini, seseorang diarahkan kepada cara sesuatu diekspresikan “gaya” penampilan. Kita menggunakan nuansa kata interpretasi ini ketika kita mengacu pada interpretasi seorang seniman terhadap lagu atau interpretasi


(36)

commit to user

21

seorang konduktor untuk sebuah simfoni. Dalam pengertian ini interpretasi merupakan bentuk dari perkataan.

Teori interpretasi mau tidak mau akan sampai makna simbolik. Interpretatif adalah wilayah hermeneutik. Simbolik adalah aspek yang terkandung dalam folklor. Interpretasi simbolik berarti teori yang berupaya menafsirkan simbol-simbol folklor. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk kajian sastra lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan. Namun, khusus folklor bukan lisan dipandang lebih cocok jika menggunakan teori ini.

Teori interpretasi sebenarnya berasal dari pemahaman filosofis terhadap kebudayaan. Karena dalam rentang filosofis, hampir seluruh budaya memuat hal-hal yang berlapis-lapis. Setiap lapis menghendaki penafsiran yang jeli. Interpretasi merupakan jembatan atau proses menentukan makna folklor. Interpretasi sebenarnya dilakukan secara hati-hati dan utuh sehingga peneliti folklor mampu menerka makna sesungguhnya. Peneliti folklor adalah seorang secara hati-hati dan utuh sehingga peneliti folklor mampu menerka makna sesungguhnya. Dia harus merekonstruksi makna, dan bukan bertindak pasif.

Konsep teori ini memang mendasarkan pada filosofis positivisme. Artinya, makna yang diperoleh didasarkan pada langkah teoritis tertentu.

Kunci pokok interpretasi adalah memahami dan bukan menjelaskan.

Pemahaman folklor dapat ditelusuri melalui simbol-simbol yang tampak maupun tidak tampak. Dalam kaitannya dengan ini, bahwa interpretasi


(37)

commit to user

22

sedikitnya memuat tiga hal yaitu. (1) interpretasi menurut yang kita miliki, (2) interpretasi berdasarkan yang kita lihat, dan (3) interpretasi terhadap apa yang kita peroleh kemudian. (Sumaryono, 1999:83).

2. Teori Aksi

Teori aksi pada mulanya dikembangkan oleh Max Weber, seorang ahli sosiologi dan ekonomi ternama. Weber berpendapat bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan pengalaman, persepsi, pemahaman, penafsiran, obyek stimulus, atau situasi tertentu. Tindakan individu ini merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan menggunakan sarana yang paling tepat. (Ritzer, 1983:116).

Teori Weber dikembangkan lebih lanjut oleh Talcott Persons, yang dimulai dengan mengkritik Weber, menyatakan bahwa aksi bukanlah perilaku. Aksi merupakan tanggapan respon mekanis terhadap suatu stimulus, sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif

dan kreatif. Menurut Parsons, yang utama bukanlah tindakan individual

melainkan norma dan nilai sosial yang menuntun dan mengatur perilaku. Parsons melihat bahwa tindakan individu dan kelompok dipengaruhi tiga sistem, yaitu sistem sosial, sistem budaya, dan sistem kepribadian masing-masing individu. Kita dapat mengaitkan individu dengan sistem sosialnya melalui status dan perannya.


(38)

commit to user

23

Dalam setiap sistem sosial, individu menduduki suatu tempat (status) tertentu dan bertindak (berperan) sesuai dengan norma atau aturan yang dibuat oleh sistem tersebut dan perilaku individu ditentukan pula oleh tipe kepribadiannya. Contoh, keputusan seseorang untuk ikut atau menolak program KB tidak hanya bergantung pada kedudukannya dalam komunitas itu (seorang guru atau seorang petani) atau jenis metode kontrasepsi (pencegah kehamilan) itu sesuai atau tidak dengan agama yang dianutnya. Selain itu, keputusan atau keberaniannya menolak KB akan menimbulkan rasa tidak enak terhadap tetangga dan tokoh masyarakat. (Poloma, 1987:75). Berikut merupakan bagan atau skema Teori Aksi :

Bagan 1. Skema Teori Aksi

INDIVIDU

STIMULUS TINDAKAN

Sumber : Ritzer,1983:116

Pengalaman Persepsi Pemahaman


(39)

commit to user

24

F. DEFINISI KONSEPTUAL

Untuk membatasi ruang lingkup dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan istilah dan pengertian sehingga diharapkan akan mendapatkan gambaran yang jelas dan sesuai dengan tema pokok atau topik sentral penelitian.

1. Interpretasi

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia interpretasi bermakna yang mempengaruhi pandangan seseorang. Sedangkan menurut Adam Indra Wijaya, interpretasi diartikan sebagai suatu proses dengan mana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami dan mengolah petanda, segala sesuatu yang terjadi dilingkungannya. Bagaimana segala sesuatu itu mempengaruhi interpretasi seseorang nantinya akan mempengaruhi pula perilaku yang akan dipilihnya (Wijaya, 1986:45). Faktor-faktor yang mempengaruhi interpretasi tersebut adalah Faktor-faktor lingkungan, secara sempit hanya menyangkut warna, bunyi, sinar dan secara luas dapat menyangkut faktor ekonomi, sosial, dan politik. Semua unsur faktor itu mempengaruhi seseorang dalam menerima dan menafsirkan suatu rangsangan (Wijaya, 1986:46).

Interpretasi adalah pengelihatan atau tanggapan daya memahami atau menanggapi sesuatu (Mar’at, 1981:424). Interpretasi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungan baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman (Toha, 1990:47). Proses kognitif adalah proses yang


(40)

commit to user

25

berhubungan dengan gejala mengenai pikiran atau proses yang berkaitkan dengan pengertian atau konsep-konsep yang diketahuinya berwujud pengalaman harapan individu terhadap obyek atau kelompok obyek tersebut (Achmadi, 1985:52).

Interpretasi adalah pengindraan terhadap sesuatu kesan yang timbul dari lingkungannya, pengindraan tersebut dipengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan dan kebutuhan (Efendi, 1986:251). Menurut Toety Noerhadi, interpretasi adalah penghayatan secara langsung oleh seseorang atau proses yang menghasilkan penghayatan langsung tersebut (Alvin, 1985:206). Menurut pendapat C.P.Chaplin, interpretasi meliputi antara lain :

a. Proses mengetahui atau mengenal obyek dan kejadian obyektif dengan bantuan indera.

b. Kesadaran dengan proses organis.

c. Pengindraan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman masa lalu.

d. Kesadaran intuitif mengenai keberadaan langsung keyakinan atau mengenai sesuatu.

e. Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, pembedaan diantara perangsang-perangsangan (Chaplin, 1989:358).


(41)

commit to user

26

2. Pelajar

Pelajar adalah individu yang tercatat sebagai siswa di suatu sekolah. Aktif mengikuti kegiatan belajar dan mengikuti peraturan-peraturan yang ada di sekolah dan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelajar SMA yang memasuki jenjang pendidikannya di SMA pada usia kurang lebih 15 tahun.

3. Pendidikan seks

Pada dasarnya seks itu merupakan satu kekuatan pendorong manusia untuk hidup yang terkuat, disebut juga instink, naluri. Dia dimiliki oleh setiap manusia, seks ini bila dapat dipimpin dan dididik, dia merupakan kekuatan yang dapat member manusia kesenangan, kebahagiaan, cinta kasih, dasar rumah tangga, tempat meneruskan keturunan manusia yang baik dan beradab, tetapi bila ia tidak dididik ia dapat merupakan kekuatan kejahatan, kebencian dan pembunuhan (Akbar, 1983:29).

Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa (Sarwono, 2001:183).

Pendidikan seks adalah sangat penting karena apabila tidak dididik maka akan bisa merupakan kekuatan yang menakutkan. Oleh karena itu pendidikan harus dimulai sedini mungkin supaya terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini penting bagi remaja karena pada masa ini remaja


(42)

commit to user

27

sangat sensitif sekali terhadap berbagai pengaruh dari lingkungan terutama pada masalah yang berkaitan dengan perilaku seks remaja. Masyarakat membutuhkan pendidikan seks untuk membuat peraturan Undang-Undang mencegah serta menghukum pelanggar seks (Akbar, 1983:16).

Ada dua pendapat mengenai perlu tidaknya remaja memperoleh pendidikan seksualitas. Argumen pertama memandang, bila remaja mendapat pendidikan mengenai seksualitas itu, khususnya mengenai masalah kesehatan reproduksi terutama akan mendorang remaja melakukan aktivitas seksual sejak dini. Sedangkan pendapat kedua mengatakan remaja membutuhkan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan implikasi pada perilaku seksual dalam rangka menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kesadaran terhadap kesehatan (Kompas 14 September 2010).

Namun Sarlito W Sarwono berpendapat bahwa pendidikan seks bukanlah penerangan tentang seksualitas semata-mata. Pendidikan seks, sebagaimana pendidikan lain pada umumnya mengandung pengalihan nilai-nilai dari pendidik ke subyek didik, dengan demikian pendidikan mengenai seksualitas tidak diberikan secara “telanjang” melainkan diberikan secara “kontekstual”, yaitu dalam kaitannya dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat apa yang dilarang, apa yang lazim dan bagaimana cara melakukannya tanpa melanggar aturan. (Sarwono 2001:183)

Walaupun pengertian tentang pendidikan seks dijelaskan atau didefinisikan secara baik akan tetapi kenyataan di masyarakat masih banyak


(43)

commit to user

28

yang menabukan pembicaraan mengenai seksualitas kepada remaja secara baik, sehingga remaja yang sangat membutuhkan pendidikan mengenai seksualitas sangat kesulitan memenuhi keingintahuannya dan hal ini berakibat banyak remaja yang tidak mempunyai pengetahuan mengenai seksualitas secara baik dan benar.

Penelitian Zelnik dan Kim (1982) mengatakan bahwa remaja yang telah mendapatkan pendidikan seks tidak cenderung lebih sering melakukan hubungan seks, tetapi mereka yang belum pernah mendapatkan pendidikan seks cenderung lebih banyak mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki (Sarwono,2001:87).

Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan seks memang penting untuk diberikan. Penelitian lain yaitu suatu riset yang dilakukan oleh Kirby (1985) bersama Parcell Lattman dan Flathery (1985) menyebutkan bahwa kursus tentang reproduksi, kontrasepsi, penyakit akibat hubungan seksual dan perkembangan seksual memperbaiki tingkat pengetahuan tentang seks, bukannya perubahan sikap terhadap seks maupun nilai-nilai secara perilakuan, meskipun pendidikan seksual berhubungan dengan praktek kontrasepsi, namun hal itu tidak begitu berpengaruh bagi remaja untuk berperilakuan seks secara aktif (Dawson 1986:131).


(44)

commit to user

29

4. Perilaku Seks Pranikah

Perilaku adalah suatu reaksi yang dapat diamati secara umum atau obyektif, sehingga hal-hal yang diperbuat akan nampak hasilnya dari perbuatan tersebut (Kartono, 1989:53). Perilaku didefinisikan sebagai reaksi yang dapat diamati atau diobservasi secara obyektif (Chaplin, 1989:53).

Perilaku seks adalah perilaku yang berkaitan dengan sesuatu yang berkenaan dengan jenis kelamin yang berkenaan dengan perkara percampuran antara keduanya. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono bahwa perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Obyek seksualnya bisa orang lain, orang dalam hayalan atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkannya. Tetapi pada sebagian perilaku seksual yang lain, dampaknya bisa cukup serius seperti perasaan bersalah, depresi, marah, atau misalnya pada para gadis yang mengalami kehamilan diluar nikah. (Sarwono, 2001:137)

Hubungan seks yang normal mengandung pengertian bahwa hubungan tersebut tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan bagi diri sendiri maupun orang yang lain (partnernya) dan juga adanya kesadaran dari keduanya bahwa mereka harus melakukan perilaku seks dalam batas norma


(45)

commit to user

30

susila, norma masyarakat dan norma agama. Oleh karena itu seharusnya mereka melakukan hubungan seks dalam ikatan yang teratur yaitu dalam perkawinan yang sah (Kartono, 1983:214).

Dorongan seks adalah normal pada setiap individu, namun dorongan tersebut juga harus tunduk pada kondisi kultural. Apa yang kita lakukan dan rasakan tentang kehidupan seks secara kultural telah terbentuk. Di tempat tertentu dan masyarakat tertentu praktek hubungan seksual pranikah dapat dianggap “benar”, karena masyarakat sudah disosialisasikan untuk memandang demikian. Sedangkan pada masyarakat lainnya khususnya Indonesia secara umum masyarakat masih memandang bahwa perilaku seks pranikah adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan norma. Dan sebagai anggota masyarakat seharusnya semua orang patuh akan pandangan tersebut. Sebab jika kita tidak mengikuti pandangan kultur yang ada kita akan mendapat sanksi atas perbuatan kita yang melanggar kultur tersebut.

Adapun perilaku seks disini dibatasi pada perilaku seks seseorang yang diajukan pada lawan jenisnya yaitu perilaku dalam berpacaran (pengangan tangan, berciuman, berpelukan dan berhubungan intim). Konsepsi diatas dapat ditarik kesimpulan maka perilaku seks pranikah adalah segala hasil tindakan seks manusia yang dapat diamati secara obyektif.

Jadi interpretasi pelajar tentang pendidikan seks dan perilaku seks pranikah dapat diartikan sebagai penerangan tentang kesehatan reproduksi, anatomi dan fisiologi organ reproduksi, penyakit menular seks dan juga


(46)

commit to user

31

bagaimana cara menjaga perilaku seksualnya sehingga tidak bertentangan dengan norma masyarakat, dan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang yang menuntut ilmu di Sekolah Menengah Atas dalam memahami informasi tentang lingkungan baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman mengenai perilaku yang berhubungan dengan masalah menyimpang seksualitas (perilaku seks pranikah).

G. PENELITIAN TERDAHULU

1. Moeliono L, Anggal W, Piercy F. Prevention & Education for Adolescence & Children, New York: The Haworth Press Inc, 1998.

Teens in its development requires adaptive environment that creates favorable conditions to ask questions and shape the character responsible for himself. There is an impression on teens, sex is fun, the peak flavor of love, which is too happy, so do not be scared of. Also develops an opinion of sex is something that is interesting and worth a try (sexpectation). Especially when young people grow up in environments mal-adaptive, will encourage the creation of immoral behavior that destroy the future of youth. Impact promiscuity led to the deviant activities such as free sex, criminal activity, including abortion, drugs, and development of sexually transmitted diseases (STDs).

Several studies have shown, young men and women had experienced sexual intercourse. Among those who later admitted premarital pregnancy devout worship. Studies in Jakarta in 1984 showed 57.3 percent of young women who are pregnant premarital admitted devout worship. Research in Bali in 1989 mentions, 50 percent of women who came in a clinic to get the induction period of 15-20 years old. According to Prof. Wimpie, menstrual induction is another name for the abortion. For the record, the incidence of abortion in Indonesia is high at 2.3 million per year. "And 20 percent of them teenagers," said Professor of Medical Faculty of Udayana University, Bali.

Research in Bandung in 1991 showed the junior high students, 10.53 per cent never do kiss lip, 5.6 percent had a kiss in, and 3.86 percent had experienced sexual intercourse. From the medical aspect, according to Dr. Budi Martino L., SpOG, free sex has many consequences such as sexually transmitted diseases (STDs), as well as infection, infertility and cancer. No


(47)

commit to user

32

wonder more and more cases of premarital pregnancy, abortion, and venereal disease or sexually transmitted diseases among adolescents (including HIV / AIDS). ( Journal of HIV/AIDS Prevention & Education for Adolescence & Children, New York: The Haworth Press Inc, 1998.)

In Bali alone, according to the professor of the Faculty of Medicine, Udayana University, as of November 2007, 441 women from 4041 people with HIV / AIDS. Of the 441 women with HIV / AIDS is composed of 33 people injecting drug users, 120 sex workers, 228 people from good families. Because the circumstances of women with HIV / AIDS has decreased kekebelan body system causing 20 cases of HIV / AIDS attacks the birth of children and infants.

Teenagers who often acts without control causes the increased length of the social problems they experienced. According to WHO, worldwide, every year an estimated 40-60 million women who do not want a pregnancy an abortion. Each year 500,000 women estimated to experience death by pregnancy and childbirth. Approximately 30-50% of them had died from complications of unsafe abortion and 90% occur in developing countries including Indonesia. (Html//WHO. Journal Programming for Adolescent Health and Development. Report of the WHO/UNFPA/UNICEF Study Group on Programming for Adolescent Health and Development).

Remaja dalam perkembangannya memerlukan lingkungan adaptip yang menciptakan kondisi yang nyaman untuk bertanya dan membentuk karakter bertanggung jawab terhadap dirinya. Ada kesan pada remaja, seks itu menyenangkan, puncak rasa kecintaan, yang serba membahagiakan sehingga tidak perlu ditakutkan. Berkembang pula opini seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu dicoba (sexpectation).Terlebih lagi ketika remaja tumbuh dalam lingkungan mal-adaptif, akan mendorong terciptanya perilaku amoral yang merusak masa depan remaja. Dampak pergaulan bebas mengantarkan pada kegiatan menyimpang seperti seks bebas, tindak kriminal termasuk aborsi, narkoba, serta berkembangnya penyakit menular seksual (PMS).

Beberapa penelitian menunjukkan, remaja putra maupun putri pernah berhubungan seksual. Di antara mereka yang kemudian hamil pranikah mengaku taat beribadah. Penelitian di Jakarta tahun 1984 menunjukkan 57,3 persen remaja putri yang hamil pranikah mengaku taat beribadah. Penelitian di Bali tahun 1989 menyebutkan, 50 persen wanita yang datang di suatu klinik untuk mendapatkan induksi haid berusia 15-20 tahun. Menurut Prof. Wimpie, induksi haid adalah nama lain untuk aborsi. Sebagai catatan, kejadian aborsi di Indonesia cukup tinggi yaitu 2,3 juta per tahun. “ Dan 20 persen di antaranya remaja,” kata Guru Besar FK Universitas Udayana, Bali ini.

Penelitian di Bandung tahun 1991 menunjukkan dari pelajar SMP, 10,53 persen pernah melakukan ciuman bibir, 5,6 persen melakukan ciuman dalam, dan 3,86 persen pernah berhubungan seksual. Dari aspek medis, menurut Dr. Budi Martino L., SPOG, seks bebas memiliki banyak


(48)

commit to user

33

konsekwensi misalnya, penyakit menular seksual,(PMS), selain juga infeksi, infertilitas dan kanker. Tidak heranlah makin banyak kasus kehamilan pranikah, pengguguran kandungan, dan penyakit kelamin maupun penyakit menular seksual di kalangan remaja (termasuk HIV/AIDS). ( Journal of HIV/AIDS Prevention & Education for Adolescence & Children, New York: The Haworth Press Inc, 1998.)

Di Denpasar sendiri, menurut guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, per November 2007, 441 wanita dari 4.041 orang dengan HIV/AIDS. Dari 441 wanita penderita HIV/AIDS ini terdiri dari pemakai narkoba suntik 33 orang, 120 pekerja seksual, 228 orang dari keluarga baik. Karena keadaan wanita penderita HIV/AIDS mengalami penurunan sistem kekebelan tubuh menyebabkan 20 kasus HIV/AIDS menyerang anak dan bayi yang dilahirkannya.

Tindakan remaja yang seringkali tanpa kendali menyebabkan bertambah panjangnya problem sosial yang dialaminya. Menurut WHO, di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar 40-60 juta ibu yang tidak menginginkan kehamilan melakukan aborsi. Setiap tahun diperkirakan 500.000 ibu mengalami kematian oleh kehamilan dan persalinan. Sekitar 30-50 % diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus yang tidak aman dan 90 % terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. (Html//WHO. Journal Programming for Adolescent Health and Development. Report of the WHO/UNFPA/UNICEF Study Group on Programming for Adolescent Health and Development)

2. Murdijana D. Needs and Risks Facing the Indonesian Youth Population.

IPPA and Population Council. Research report of Asia & Near East

Operation Research and Technical Assistance Project. Journal of Ceria.

http://www.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/ma56masalah. html. 1998.

Adolescent knowledge on the effects of free sex is still very low. The most prominent of these free sexual activity is the increasing number of unwanted pregnancies. Every year there are approximately 2.3 million abortion cases in Indonesia where 20 percent do adolescents. In America, 1 in 2 marriages result in divorce, 1 in 2 children the results of adultery, 75% contain girl out of wedlock, every day there 1.5 million sex with prostitutes. In the UK 3 of 4 children the results of adultery, 1 in 3 pregnancies end in abortion, and since 1996 syphillis disease increased by 486%. In France, increased by 170% gonorhoe disease within one year. In liberal countries, prostitution, gay / lesbian, incest, orgy, bistiability, is common even become a profitable industry hundreds of millions of U.S. dollars and endorsed by law.

More than 200 women die every day due to complications of abortion (abortion) is not baby safe. Although the act of abortion performed by skilled


(49)

commit to user

34

ahlipun still leaves harmful impact on the safety of the mother soul. Moreover, if performed by skilled professionals is not (unsafe abortion).

Physically abortion provides direct short-term impact of bleeding, post-abortion infection, sepsis until death. Long-term impact of impaired fertility until the occurrence of infertility.

Psychologically premarital sex have an impact the loss of self-esteem, feeling haunted by sin, fear pregnancy, weak ties on both sides that led to failure after marriage, and an insult to the community. (html//Journal Ceria. http://www.bkkbn.go.id//hqweb).

Pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat rendah. Yang paling menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia dimana 20 persennya dilakukan remaja. Di Amerika, 1 dari 2 pernikahan berujung pada perceraian, 1 dari 2 anak hasil perzinahan, 75 % gadis mengandung di luar nikah, setiap hari terjadi 1,5 juta hubungan seks dengan pelacuran. Di Inggris 3 dari 4 anak hasil perzinahan, 1 dari 3 kehamilan berakhir dengan aborsi, dan sejak tahun 1996 penyakit syphillis meningkat hingga 486%. Di Perancis, penyakit gonorhoe meningkat 170% dalam jangka waktu satu tahun. Di negara liberal, pelacuran, homoseksual/ lesbian, incest, orgy, bistiability, merupakan hal yang lumrah bahkan menjadi industri yang menghasilkan keuntungan ratusan juta US dolar dan disyahkan oleh undang-undang.

Lebih dari 200 wanita mati setiap hari disebabkan komplikasi pengguguran (aborsi) bayi secara tidak aman. Meskipun tindakan aborsi dilakukan oleh tenaga ahlipun masih menyisakan dampak yang membahayakan terhadap keselamatan jiwa ibu. Apalagi jika dilakukan oleh tenaga tidak profesional (unsafe abortion).

Secara fisik tindakan aborsi ini memberikan dampak jangka pendek secara langsung berupa perdarahan, infeksi pasca aborsi, sepsis sampai kematian. Dampak jangka panjang berupa mengganggu kesuburan sampai terjadinya infertilitas.

Secara psikologis seks pra nikah memberikan dampak hilangnya harga diri, perasaan dihantui dosa, perasaan takut hamil, lemahnya ikatan kedua belah pihak yang menyebabkan kegagalan setelah menikah, serta penghinaan terhadap masyarakat. (html//Journal Ceria. http://www.bkkbn.go.id//hqweb).


(50)

commit to user

35

H. KERANGKA BERPIKIR

Ternyata banyak orang khususnya pelajar SMA yang tidak ingin benar-benar membicarakan seks dan seksualitas. Tetapi ketika remaja (pelajar) yang sedang tumbuh, masalah ini muncul pada keluarga mereka, remaja menjadi tegang. Apa yang harus dikatakan dan kapan.

Pelajar SMA atau remaja pada dasarnya mempunyai lingkup penting untuk memahami mengenai masalah-masalah seksualitas yaitu keluarga, sekolah, dan lingkungan. Keluarga merupakan lingkup yang sebenarnya paling bertanggungjawab atas pemahaman tentang seksualitas pada remaja atau pelajar SMA. Ketika orang tua anak menghadapi masalah dan tidak tahu harus bagaimana membuka mulut untuk memulai pembicaraan, sering kali mereka mengambil tindakan yang pasif, atau mengira diserahkan kepada guru di sekolah untuk mengajar mereka dengan lebih layak.

Sebenarnya nilai pandang dan sikap orang tua itu sendiri terhadap seks merupakan siklus belajar bagi anak - anak mereka. Jika menerima penyampaian seks yang menyimpang (dari multimedia) atau menerima informasi tentang seks yang salah, ayah dan ibu mempunyai kewajiban untuk segera memberikan bimbingan yang tepat dan mengklarifikasi permasalahan, juga harus mencegah agar informasi dari media yang tidak sehat tidak menyerang masuk ke dalam keluarga.

Faktor pembentukan interpretasi remaja atau pelajar SMA yang tak kalah penting adalah dari sekolah dan lingkungan. Sekolah merupakan lingkungan


(51)

commit to user

36

kedua setelah keluarga, di mana anak mendapatkan kasih sayang, pendidikan dan perlindungan. Oleh karena itu, pendidikan seks di sekolah merupakan komplemen dari pendidikan seks di rumah. Peranan sekolah dalam memberikan pendidikan seks merupakan suatu tanggung jawab moral bagi perkembangan anak didik. Peranan sekolah harus dimengerti bahwa sekolah merupakan suatu institusi yang bersifat komplementer dan membantu orang tua dalam memperlancar tugas dan peranan orang tua terutama dalam menanamkan sikap dan perilaku seksual anak terhadap hakikat seksualitas manusia.

Dalam keterkaitan keseluruhan telah jelas bahwa pendidikan mengenai masalah seksualitas sangatlah penting bagi remaja atau pelajar SMA. Pengaruh-pengaruh dan faktor dari keluarga, sekolah, lingkungan dan multimedia sangat berakibat bagi interpretasi seks pada remaja dan dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

Bagan 2 Kerangka Berpikir

Interpretasi Pelajar Tentang Pendidikan Seks dan Perilaku Seks

Pranikah Pendidikan Seks

Pelajar SMA

Sekolah Keluarga

Lingkungan Multimedia


(52)

commit to user

37

I. METODE PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di SMA N 1 Karanganyar, dengan alasan, SMA tersebut terletak di pusat Kabupaten Karanganyar sehingga permasalahan yang terjadi atau yang dihadapi para pelajarnya lebih kompleks. Dari sumber terakhir di media massa dan internet, masalah pendidikan seks di SMA N 1 Karanganyar menjadi permasalahan yang cukup penting karena pernah ada siswa yang hamil di luar nikah. Meskipun hal tersebut jarang terjadi namun ini akan menimbulkan kekhawatiran baik bagi siswa sendiri maupun guru yang ada.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Bentuk penelitian ini akan mampu menuangkan berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi yang penuh nuansa yang dirasa lebih berharga dari pada sekedar pernyataan jumlah atau frekuensi dengan bentuk angka.

3. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

Teknik sampling dimaksudkan sebagai teknik untuk menarik sampel dari sejumlah populasi tertentu.


(53)

commit to user

38

Populasi adalah sejumlah keseluruhan unit analisa penelitian yang ciri-cirinya dapat diduga. Berkaitan dengan penelitian ini maka populasinya adalah seluruh siswa SMA N 1 Karanganyar.

b. Sampel

Sampel yang diambil dari populasi dalam penelitian ini bukan sesuatu yang mutlak. Artinya sampel yang akan diambil menyesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Dalam penelitian kualitatif ini sampel berfungsi untuk menggali beragam informasi dan menemukan sejauh mungkin informasi penting. Dalam memilih sampel yang lebih utama adalah bagaimana menentukan sampel sevariatif mungkin dan berikutnya dapat dipilih untuk memperluas informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat dipertentangkan.

c. Teknik pengambilan sampel

Purposive Sampling atau sampling yang bertujuan dan Maximum Variation Sampling. Purposive Sampling berguna untuk memilih informan yang memberi keragaman maximum untuk mendapatkan informasi yang unik. Dalam penelitian ini diambil responden sebanyak 16 orang yang terdiri dari 6 pelajar perempuan dan 5 pelajar laki-laki. Selanjutnya diambil sebanyak 2 orang guru yang masing-masing adalah Guru BK dan Guru Biologi serta 3 orang tua pelajar.


(54)

commit to user

39

4. Sumber Data

Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi informasi yang berasal dari lingkungan, media massa dan interview langsung terhadap responden.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Indept Interview (wawancara mendalam), menggiring pertanyaan yang semakin memusat sehingga informasi yang dikumpulkan cukup memadai. b. Interview Guide, membuat pedoman wawancara untuk wawancara

terhadap responden.

6. Validitas Data

Dalam penelitian kualitatif validitas data sering diragukan. Dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu, untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. Terdapat 4 macam triangulasi yaitu pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori (Moleong:1991,176).

Dalam penelitian ini jenis triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber, artinya membandingkan data dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang


(55)

commit to user

40

berbeda dalam suatu penelitian kualitatif. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara:

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.

b. Membandingakan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dilakukan secara pribadi.

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan.

e. Membandingkan hasil wawancara denga isu suatu dokumen yang berkaitan (Moleong:1991,197).

7. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan teknik pengumpulan data tersebut, maka analisanya berkembang dan berjalan serta berlangsung sesuai proses di saat pengumpulan data dilakukan, disini penelitian bekerja dengan data atau dengan teknik analisa data Interactive Model Of Analysis yang mempunyai tahap-tahap sebagai berikut:

a. Pengumpulan data

Kegiatan pengumpulan data pada prinsipnya merupakan kegiatan penggunaan metode dan instrumen yang telah ditentukan dan diuji validitas dan reliabilitasnya. Secara sederhana, pengumpulan data


(1)

commit to user

154

untuk akhirnya mencerminkan voluntarismenya. Jadi teori yang dipakai dalam

penelitian ini sangat mendukung hasil penelitian.

2.

IMPLIKASI METODOLOGIS

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

diskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memahami secara mendalam tentang

interpretasi pelajar tentang pendidikan seks dan tentang perilaku seks pranikah

dalam penelitian ini secara metodologis peneliti merasa penelitian jenis ini

mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan penelitian ini adalah :

a.

Penelitian kualitatif mampu mengungkap realita secara mendalam karena

dapat menangkap realita sosial yang ada seperti dalam penelitian ini adalah

interpretasi pelajar tentang pendidikan seks dan perilaku seks pranikah dengan

segala subyektifitas, emosi, dan nilai-nilainya sehingga mampu memberi

gambaran realita sebagaimana adanya.

b.

Kebenaran dalam penelitian kualitatif merupakan hasil interpretasi yang

dirundingkan dan disepakati oleh informan yang dijadikan sumber data.

Kekurangan penelitian ini adalah:

a.

Tidak semua hasil penelitian kualitatif dapat digeneralisasikan.

Generalisasi hanya dapat dilakukan dalam batas waktu dan konteks penelitian,

seperti penelitian ini bahwa pelajar SMA N 1 Karanganyar masih mempunyai

komitmen moral dalam menyikapi fenomena pergaulan dan perilaku seks


(2)

commit to user

155

pranikah, tetapi hal ini belum tentu berlaku untuk semua pelajar lain di

Indonesia.

b.

Dalam penelitian kualitatif, peneliti dimungkinkan terjebak dalam

subyektifitas sehingga kadang-kadang emosi, perasaan, pandangan dan

prasangka peneliti ikut masuk dalam analisis atau hasil penelitian.

Dalam teknik pengumpulan data, sesuai dengan metode penelitian

tersebut, maka dalam memperoleh data peneliti mengumpulkan berbagai

informasi dari banyak media dan keluarga untuk memperoleh gambaran

mengenai fenomena kehidupan pergaulan remaja Karanganyar saat ini. Oleh

karena itu peneliti menggunakan teknik wawancara secara mendalam dengan

interview guide

dalam mengumpulkan data di lapangan.

Dalam mengambil sampel, penulis menggunakan teknik

purposive

sampling

atau sampel dan

Maximum variation sampling

.

Purposive sampling

berguna untuk mendapatkan informan yang tepat, sedangkan

maximum

variation

sampling

berguna untuk memilih informan yang memberi

keragaman maksimal untuk mendapatkan informasi lain dari yang lain.

Informan dalam penelitian ini sebanyak 11 orang responden yang terdiri dari 5

pelajar siswa dan 6 pelajar siswi.

Untuk keperluan tringulasi, peneliti merasa perlu untuk mendapat

informasi dari pihak-pihak terkait dalam hal ini adalah dua orang informan

yang masing-masing adalah guru Bimbingan dan Konseling serta orang tua

pelajar. Untuk manganalisa data penulis menggunakan analisa interaktif,


(3)

commit to user

156

proses ini diawali dengan mengumpulkan data karena data yang penulis

peroleh selalu berkembang di lapangan maka penulis selalu membuat reduksi

data dan sajian data penulis membuat singkatan dan menyeleksi data yang

diperoleh dilapangan, kemudian diikuti dengan penyusunan sajian data yang

berupa cerita atau uraian yang sistematis.

Setelah pengumpulan data berakhir, tindakan peneliti selanjutnya

adalah menarik kesimpulan dengan verifikasi berdasarkan semua hal yang

terdapat dalam penulisan reduksi data dan sajian data. Jika kesimpulan

dirasakan masih kurang mantap maka penulis mencari data, dan penarikan

kesimpulan dilakukan hampir bersamaan dan terus menerus dengan

menggunakan waktu yang tersisa, dan akhirnya dengan metode penelitian

tersebut penulis dapat memahami secara mendalam tentang interpretasi pelajar

mengenai pendidikan seks dan perilaku seks pranikah, jadi metode penelitain

ini telah mendukung hasil penelitian.

3.

IMPLIKASI EMPIRIS

Ditengah laju perkembangan teknologi dan globalisasi dewasa ini,

membawa dampak positif dan negatif, khusus dalam masalah yang

berhubungan dengan perilaku seks dikalangan remaja banyak terpengaruh

oleh budaya Barat misalnya saja : seks pranikah, seks bebas, pergaulan bebas

dan kebudayaan lain yang belum tentu boleh dilakukan. Dari penelitian yang

telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:


(4)

commit to user

157

a.

Pendidikan seks yang diterapkan di SMA N 1 Karanganyar memuat

tentang penerangan mengenai masa tumbuh kembang remaja atau psikologi

remaja, penjelasan tentang kesehatan alat reproduksi, penyakit menular

seksual dan juga masalah pergaulan remaja atau pacaran dan narkoba.

b.

Pandangan dan tanggapan para informan yang terjaring pada penelitian ini,

pada umumnya mereka menyatakan bahwa pendidikan seks sangat penting

diberikan pada remaja.

c.

Para informan menyatakan tidak setuju apabila masalah seks dianggap tabu

untuk diketahui karena, kalau masalah seks tersebut tetap dianggap tabu

maka remaja akan semakin buta dalam memahami arti dari seks itu sendiri.

d.

Tingkat pengawasan orang tua atau pihak keluarga terhadap anak, pada

umumnya orang tua memberikan kebebasan kepada anak dalam memilih

teman bergaul.

e.

Para informan mengatakan bahwa mereka mendapatkan pengetahuan

tentang seks dari sekolah atau guru, majalah, koran, dan juga televisi.

f.

Para informan mengatakan sebaiknya diadakan atau diberikan penyuluhan

pada remaja tentang seks bebas termasuk juga didalamnya diberikan

kerugian, serta penanaman norma dan etika yang dilakukan oleh keluarga

sejak dini sebagai upaya pencegahan agar remaja tidak terjerumus dalam

pergaulan yang menyimpang.


(5)

commit to user

158

C.

SARAN

Setelah mengemukakan kesimpulan dari penelitian di atas, maka penulis

memiliki beberapa saran sebagai berikut :

Bagi Generasi Muda :

1.

Para generasi muda sebaiknya tidak melakukan perbuatan yang menyimpang

dari norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat.

2.

Para remaja, pelajar harus pandai-pandai memilih dan memilah

informasi-informasi yang didapat baik dari lingkungan pergaulan, dan lingkungan luar

(informasi dari media), yang sebaiknya disesuaikan dengan norma budaya

yang berlaku dalam masyarakat kita.

3.

Sebaiknya para remaja dapat berpikir secara positif sebelum mereka

memutuskan sesuatu apalagi yang menyangkut kehidupan masa depanya.

Bagi pihak-pihak terkait (orang tua,sekolah,lingkungan masyarakat) :

1.

Bagi pihak-pihak terkait tersebut diatas, sebaiknya meningkatkan aktifitas

pendampingan, bimbingan dan pembinaan pada remaja misalnya dengan

mengadakan kegiatan-kegiatan yang positif seperti kegiatan diskusi, seminar,

dalam upaya membangun masa depan bangsa.

2.

Bagi pihak sekolah sebaiknya mencantumkan pendidikan mengenai masalah

seks sebagai kurikulum tetap agar para siswa lebih mengetahui permasalahan

tentang seks dan tidak menyalahgunakan seks tersebut (melakukan hubungan

seks sebelum waktunya).


(6)

commit to user

159

3.

Diharapkan orang tua dan pendidik di sekolah, lebih terbuka kepada remaja

mengenai masalah seksualitas agar anak tidak salah dalam menafsirkan arti

dari seks itu sendiri.

4.

Lingkungan tempat tinggal individu seharusnya memberi sanksi yang tegas

terhadap individu yang melakukan pelanggaran norma dalam masyarakat.

5.

Orang tua seharusnya membekali diri dengan pengetahuan seksualitas agar

dapat memberikan penjelasan kepada anak-anaknya untuk menjawab

pertanyaan anak sehubungan dengan masalah seksualitas.

6.

Antara orang tua, sekolah dan lingkungan sebaiknya bekerja sama yang baik

dan teratur dalam mendidik anak dan remaja. Sebaiknya hal ini dilaksanakan

secara intensif sehubungan dengan masalah kehidupan atau dunia remaja,

seperti pendidikan, peningkatan kualitas hidup, pengembangan pribadi,

penyimpangan perilaku sosial, putus sekolah, seks pranikah dan narkoba,

maka kepada pihak-pihak terkait terutama sekolah perlu menaruh perhatian

yang lebih khusus dan proporsional sehingga pada akhirnya remaja dapat

menemukan pengembangan dirinya yang tepat.