Karakteristik Jalan Dasar Teori

commit to user lintas menjadi lebih tepat jika dinyatakan dalam jenis kendaraan standar,yaitu mobil penumpang, yang dikenal dengan istilah satuan mobil penumpang smp dan faktor konversi dari berbagai macam kendaraan tersebut menjadi mobil penumpang dikenal dengan emp ekivalensi mobil penumpang. Satuan Mobil Penumpang smp adalah satuan kendaraan di dalam arus lalu lintas yang disetarakan dengan kendaraan ringan mobil penumpang, besaran smp dipengaruhi oleh tipe jenis kendaraan, dimensi kendaraan, dan kemampuan olah gerak. Sedangkan ekuivalensi kendaraan dengan mobil penumpang tergantung besar dan kecepatan kendaraan, semakin besar kendaraan maka nilai emp semakin tinggi, semakin tinggi kecepatan kendaraan maka nilai emp semakin rendah. Manual Kapasitas Jalan Indonesia Bina Marga, 1997 menyarankan nilai emp yang berbeda-beda berdasarkan jenis kendaraan, jenis jalan, dan volume jam perencanaan kendaraanjam. Khusus untuk jalan dua lajur dua arah, lebar jalur lalu lintas juga mempengaruhi nilai emp. Salter dan Taylor menyatakan bahwa metode yang dapat digunakan untuk menentukan nilai emp dengan cara menghitung waktu antara rasio headway dan menurut M.A.P. Taylor, emp juga dapat ditentukan dengan menggunakan analisis regresi. Mengukur arus jenuh dasar merupakan dasar untuk menentukan nilai emp. Rasio headway adalah waktu antara pasangan-pasangan kendaraan yang berjalan berurutan melewati suatu titik pengamatan.

2.2.2 Karakteristik Jalan

Jalan merupakan salah satu elemen lalu lintas di samping pemakai jalan dan kendaraan. Sebagai tempat berjalannya lalu lintas elemen ini harus direncanakan dengan baik sesuai dengan standar disain yang telah ditetapkan. Suatu disain geometrik jalan raya yang baik akan mampu memberikan pelayanan yang maksimal terhadap aspek keselamatan, kenyamanan, efisiensi, kelancaran lalu lintas, serta efek sosial dan dampak lingkungan yang sekecil-kecilnya. Untuk menunjang keberhasilan pencapaian tujuan tersebut perancang harus berpegang commit to user paling tidak pada empat konsep yakni,, disain alinemen, efek terhadap potongan melintang jalan serta klasifikasi fungsi jalan dan tingkat akses jalan. Menurut PP No.26 Th. 1985 tentang jalan, sistem jaringan jalan dibagi dalam dua kategori, yakni sistem jaringan primer dan sistem jaringan sekunder. 1. Sistem Jaringan Primer a. Sistem jaringan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi sebagai berikut : - Dalam satu Satuan Wilayah Pengembangan dihubungkan secara berlanjut kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota jenjang di bawahnya sampai ke persil. - Menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kasatu antar Satuan Wilayah Pengembangan. b. Jalan Arteri Primer, menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua. c. Jalan Kolektor Primer, menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga. d. Jalan Lokal Primer, menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau kota jenjang kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang di bawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau kota di bawah jenjang ketiga dengan persil. 2. Sistem Jaringan Sekunder a. Sistem Jaringan Sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi skunder kesatu, fungsi sekunder kedua. Fungsi sekunder ketiga sampai ke perumahan. b. Jalan Arteri Sekunder, menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan commit to user kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. c. Jalan Kolektor Sekunder, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. d. Jalan Lokal Sekunder, menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya ke perumahan.

2.2.3 Karakteristik Lalu Lintas