1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan, maka fokus masalah yang akan diteliti lebih lanjut adalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah proses komunikasi antarbudaya pada Komunitas India
Tamil di Kampung Madras? b.
Bagaimanakah peran identitas etnis dalam komunikasi antarbudaya pada Komunitas India Tamil di Kampung Madras Medan?
c. Apa saja upaya-upaya yang dilakukan masyarakat Komunitas India Tamil
di Kampung Madras dalam mempertahankan identitas etnis?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini, antara lain : a.
Untuk mengetahui proses komunikasi antarbudaya pada Komunitas India Tamil di Kampung Madras kota Medan?
b. Untuk mengetahui peran identitas etnis dalam komunikasi antarbudaya
pada Komunitas India Tamil di Kampung Madras kota Medan? c.
Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan masyarakat Komunitas India Tamil di Kampung Madras dalam mempertahankan identitas etnis?
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, antara lain adalah : 1.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan memperkaya khasanah penelitian tentang komunikasi antarbudaya,
khususnya tentang identitas etnis. 2.
Secara akademisi, penelitian ini diharapkan mampu memperluas dan memperkaya pengetahuan mengenai identitas etnis dan penelitian
kualitatif dalam bidang ilmu komunikasi, mengingat masih sedikit penelitan mengenai komunikasi antarbudaya di Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP USU. 3.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bersama dalam memahami konteks komunikasi antarbudaya yang terjadi
Universitas Sumatera Utara
disekitar kita dan menjadi masukan dan pembelajaran bagi masyarakat dalam mempertahankan identitas etnisnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Kajian
Secara sadar atau tidak setiap orang memiliki cara pandang terhadap suatu hal atau peristiwa. Begitu juga seorang peneliti dalam dirinya tentu memiliki cara
pandang atau sudut pandangnya terhadap penelitian yang dilakukan. Berdasarkan asumsi-asumsi yang telah didapatkan oleh peneliti sangat wajar peneliti memiliki
cara pandang, kerangka pemikiran sendiri yang sering disebut perspektif atau ada juga yang menyebutnya paradigma.
Perspektif sering juga disebut paradigma paradigm, bahkan disebut pula mazhab pemikiran school of thought atau teori. Istilah-istilah lain yang sering
diidentikkan dengan perspektif adalah model, pendekatan, strategi intelektual, kerangka konseptual, kerangka pemikiran, dan pandangan dunia atau worldview
Mulyana, 2001 :8-9. Perspektif mempengaruhi apa yang dilihat dan bagaimana menafsirkannya. Pada dasarnya penelitian dilakukan dengan upaya mengejar,
menemukan atau membenarkan suatu kebenaran. Upaya-upaya yang dilakukan oleh para peneliti dibarengi dengan model-model tertentu. Model-model tertentu
biasanya disebut dengan paradigma Moleong, 2009 :30 . Paradigma merupakan suatu cara pandang untuk dapat memahami kerumitan dalam dunia nyata.
Paradigma dapat ditafsirkan berbagai macam sesuai dengan sudut pandang masing-masing orang.
Paradigma menggariskan apa yang seharusnya dipelajarai, pernyataan- pernyataan apa yang seharusnya dikemukakan dan kaidah-kaidah apa yang
seharusnya diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperolehnya Salim, 2001:33. Paradigma bagaikan sebuah jendela untuk mengamati menjelajahi dunia
luar dengan wawasan yang dimiliki. Paradigma juga dapat diartikan sebagai kepercayaan yang menuntun seseorang dalam bertindak dikehidupan sehari-hari.
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma interpretatif dengan pendekatan kualitatif. Paradigma ini sedikit mengkritik tentang paradigma
sebelumnya yaitu positivisme dan post-positivis. Dimana kedua paradigma tersebut merupakan paham yang kurang sesuai dalam mengunggkap kejadian di
Universitas Sumatera Utara
dunia. Paradigma positivisme dan post-positivisme dianggap terlalu umum dan tidak dapat menangkap kerumitan yang terjadi dalam interaksi manusia.
Paradigma interpretatif mencoba memahami bagaimana menangkap pemaknaan melalui interaksi. Interpretatif mendekati dunia dan pengetahuan
dengan cara sangat berbeda dibandingkan dengan post-positivis. Pendekatan ini fokus pada sifat subjektif dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir yang
sedang dipelajarinya. Pandangan kalangan interpretatif menolak orang-orang yang selalu memiliki berpegangan realis terhadap dunia sosial. Mereka lebih
mendukung pandangan nominalis atau lebih sering kepada konstruksionisme sosial.
Paradigma interpretif mulai unggul dan dikenal sekitar tahun 1980-an. Para peneliti yang menggunakan paradigma ini berasumsi bahwa realitas eksternal
tidak hanya dari manusia tapi juga manusia mengkonstruksikan realitas tersebut. Pengalaman manusia juga termasuk komunikasi, bersifat subjektif dan perilaku
manusia tidak ditetapkan sebelumnya ataupun diramalkan. Tujuan dari penelitian komunikasi antabudaya dengan pendekatan ini adalah untuk mengerti dan
menjelaskan perilaku manusia dan prediksi bukanlah menjadi tujuan Martin Thomas, 2007: 56. Lebih jelas dinyatakan oleh Guba 1990 yaitu realitas sosial
hadir dalam beragam dalam bentuk konstruksi mental, berdasar pada situasi sosial dan pengalamannya, bersifat lokal dan spesifik, kemudian bentuk dan formatnya
bergantung pada orang yang menjalaninya Ardianto dan Q-Anees, 2007: 138. Interpretatif menyoroti gagasan bahwa realitas tidak akan bisa dimengerti
tanpa adanya pertimbangan proses sosial dan mental yang terus menerus membangun realitas tersebut. Paradigma ini juga mengatakan tidak ada hukum
atau peraturan yang bersifat menyeluruh universal, dan segala yang ada dalam realitas bukanlah kausal atau hukum sebab-akibat. Realitas diciptakan secara
sosial dan pemahaman akan realitas itu dapat ditemukan dari pandangan pelaku realitas.
Penelitian interpretif menempatkan subjektivitas sebagai hal terpenting. Bertujuan memperoleh pemahaman yang mendalam maka subjektivitas peneliti
harus digali sedalam mungkin. Untuk mendapatkan pemahaman tersebut peneliti mencoba menghilangkan jarak dengan yang diteliti. Bukan hanya interaksi bahkan
Universitas Sumatera Utara
peneliti memasukkan dirinya kedalam setting sosial, dengan penggabungan interview dan observasi di lapangan. Peneliti juga harus memperkecil pengaruh
nilai-nilai dalam proses penelitian. Menurut Littlejohn dalam Rahrdjo, gagasan interpretif, yaitu pemikiran-
pemikiran teoritik yang berusaha menemukan makna dari suatu tindakan dan teks Rahardjo, 2005:41. Teori-teori dari genre interpretif berusaha menjelaskan suatu
proses dimana pemahaman terjadi dan membuat perbedaan yang tajam antara pemahaman dengan penjelasan ilmiah. Tujuan dari interpretif bukan untuk
menemukan hukum yang mengatur kejadian, tetapi berusaha mengungkap cara- cara yang dilakukan orang dalam memahami pengalaman mereka sendiri
Rahardjo, 2005:41. Interpretif menekankan bahwa identitas bisa dirundingkan, dibentuk
kembali, diperkuat dan dijalani melalui komunikasi, sehingga identitas etnis muncul ketika pesan saling dipertukaran. Ini artinya menunjukkan identitas kita
bukanlah sebuah proses yang sederhana. Tidak setiap orang melihat sebagaimana kita melihat diri sendiri. Paradigma ini beranggapan bahwa identitas etnis
diekspresikan secara komunikatif melalui core symbols , label, dan norma. Core Symbols nilai budaya memberitahukan tentang kepercayaan fundamental dan
konsep sentral yang memberi definisi identitas tertentu, yang dibagikan di antara anggota kelompok budaya.
Menurut paradigma interpretatif pengetahuan dan pemikiran awam berisikan makna yang diberikan individu bedasarkan pengalaman kehidupan
sehari-hari. Maka melalui paradigma ini tentunya agar bisa memahami bagaimana peran identitas etnis dalam komunikasi antarbudaya pada Komunitas India Tamil
di Kampung Madras Kota Medan. Secara operasional, pendekatan interpretif akan dipakai sebagai landasan berpikir dengan pertimbangan bahwa permasalah
identitas etnis dalam komunikasi anatarbudaya merupakan hal yang dirasakan dan dialami secara subjektif oleh setiap individu atau subjek penelitian nantinya.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Komunikasi Antar Budaya