saja yang dikembangkan setelah tahun 1990 yang dapat diterima pada sistem perdagangan karbon.
109
Tahapan dalam mekanisme CDM adalah sebagai berikut:
110
1. Perencanaan Aktivitas Proyek CDM
2. Pembuatan Dokumen Rancangan Proyek
3. Persetujuan dari Otoritas Nasional
4. Validasi
5. Registrasi
6. Monitoring Aktivitas Proyek CDM
7. Verifikasi dan Sertifikasi
8. Penerbitan CER
9. Distribusi CER
B. Akibat Perdagangan Karbon
Dalam upaya menurunkan emisi yang mengakibatkan pemanasan global yang mengancam keberlanjutan kehidupan manusia di masa depan, mendorong
kerjasama antarnegara. Salah satu bentuk kerjasama yang paling bayak dilakukan adalah perdagagangan karbon melalui proyek-proyek CDM. Perdagangan karbon
dianggap sebagai salah satu upaya internasional dalam mereduksi gas rumah kaca di atmosfer ini memiliki implikasi bagi negara maju dan negara berkembang yang
melaksanakannya.
109
Ibid.
110
Syahrina D Anggraini, CDM dalam Bagan, Op. Cit. Hal 10-11.
Universitas Sumatera Utara
Melalui perdagangan karbon negara-negara industri sebagai penyumbang terbesar emisi gas CO
2
dapat membayar suatu negara berkembang yang mampu mengupayakan penurunan emisi karbon.
111
Negara industri negara Annex I dapat memenuhi kewajiban pengurangan emisinya dengan melakukan proyek
penurunan emisi di suatu negara berkembang dan negara berkembang mendapatkan kompensasi finansial dan teknologi dari kerjasama tersebut.
112
Negara-negara berkembang akan memperoleh tambahan dana dari investor untuk mengimplementasikan proyek yang mengurangi emisi gas rumah kaca.
Teknologi yang rendah emisi juga dapat dialihkan dalam mekanisme ini, sehingga akan diperoleh tambahan teknologi.
Pihak tuan rumah juga dapat menilai seberapa jauh tujuan pembangunan berkelanjutan
113
telah dicapai berdasarkan kriteria dan indikator yang telah disepakati bersama investor. Dengan mengadopsi kriteria internasional, otoritas
111
“Perdagangan Karbon dan Pemanfaatan Teknologi Ramah Lingkungan”, sebagaimana dimuat dalam http:manggungunited.blogspot.com201309pengendalian-dampak-teknologi-
terhadap.html, diakses pada 30 Januari 2014.
112
Hanan Nugroho, “Ratifikasi Protokol Kyoto, Mekanisme Pembangunan Bersih dan Pengembangan Sektor Energi Indonesia: Catatan Strategis”, sebagaimana dimuat dalam
http:www.bappenas.go.idindex.phpdownload_fileview105052254, diakses pada 30 Januari 2014.
113
Professor Jeffrey Sachs dari Earth Institute, Universitas Colombia menyebutkan 10 tujuan dari pembangunan berkelanjutan, yakni mengakhiri kemiskinan, pembangunan yang tercapai,
inklusi sosial, pendidikan untuk semua, layanan kesehatan yang universal, ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan, perubahan iklim dan energi yang berkelanjutan, konservasi
keanekaragaman hayati dan ekosistem, kota yang tangguh dan berkelanjutan, serta tata kelola yang baik untuk organisasi pemerintah, perusahaan dan organisasi swasta besar. Lihat dalam Helena,
“Jeffrey Sachs Soroti 10 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan”, http:konsillsm.or.id?p=1719, diakses pada 24 Februari 2014. Dalam hal perdagangan karbon, negara tuan rumah harus melihat
apakah proyek ini dapat membantu mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang selama ini diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
nasional perlu menilai dampak proyek CDM terhadap aspek-aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.
114
Perdagangan karbon berpotensi mengembalikan habitat seluas jutaan hektar pada kawasan hutan berpenghuni padat dan tanah pertanian. David
Kaimowitz, Direktur Jendral CIFOR mengungkapkan bahwa perdagangan karbon memberi manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup lokal bagi ratusan ribu
bahkan jutaan penduduk pedesaan di negara-negara berkembang. Sebagai contoh, di Indonesia, apabila masyarakat dan industri dapat
bekerja sama untuk memulihkan jutaan hektar hutan yang rusak, mereka dapat menghasilkan uang dari penjualan kredit karbon sekaligus juga dapat membantu
untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan. Dengan mengurangi kemiskinan masyarakat pedesaan dan mengelola hutan dengan benar akan banyak keuntungan
yang dapat diperoleh, seperti misalnya mengurangi konflik akibat terbatasnya sumber daya alam, mengurangi penebangan liar dan mengurangi penggunaan api
untuk pembersihan lahan.
115
Bagi negara pihak Annex I, setelah melalui mekanisme CDM tersebut, juka ternyata emisi suatu pihak yang termasuk dalam Annex I pada suatu periode
komitmen tertentu berada dibawah jatah emisinya, Pasal 3.13 Protokol Kyoto
114
Daniel Murdiyarso, CDM: Mekanisme Pembangunan Bersih, Jakarta, Kompas, 2003. Hal. 8.
115
Future Harvest, “Pertukaran Karbon, Perubahan Iklim, dan Protokol Kyoto: Pertukaran Karbon Menyetarakan Negara Industri Dengan Negara Berkembang Seperti Indonesia”, 2002,
sebagaimana dimuat dalam www.cifor.orgpublicationspdf_filescarbonkyoto_protocol_ina.pdf , diunduh pada 31 Januari 2014.
Universitas Sumatera Utara
mengatur cara-cara melakukan tabungan emisi banking of emission atas dasar permintaan pihak yang bersangkutan.
116
“If the emission of a Party included in Annex I in a commitment period are less than its assigned amount under this Article, this difference shall,
on request of that Party, be added to the assigned amount for that Party for subsequent commitment periods.”
117
Dalam kaitannya dengan implementasi Pasal 3, cara ini disadari tidak
hanya memiliki pengaruh positif tetapi juga pengaruh negatif karena dengan kesempatan menyimpan tersebut para pihak yang termasuk dalam Annex I akan
berlomba-lomba melakukan tindakan-tindakan yang lebih awal. Selain itu, cara ini seolah-olah memperpanjang periode komitmen sehingga memberikan jangka
waktu pencapaian komitmen yang lebih luwes lagi. Namun demikian, cara-cara ini juga menjadi alasan bagi penundaan pencapaian komitmen pada periode
berikutnya. Bahkan tabungan emisi bisa disalahgunakan untuk memperlambat pencapaian target emisi.
118
Dalam mengimplementasikan perdagangan karbon mengakibatkan munculnya pendapat pro dan kontra. Hal ini wajar karena konsep perdagangan
karbon ini mengaitkan berbagai aspek baik dalam pengaturan maupun penerapannya.
116
Daniel Murdiyarso, Protokol Kyoto Implikasinya Bagi Negara Berkembang, Op. Cit, Hal. 40.
117
“Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change”, Article
3.13.
118
Daniel Murdiyarso, Protokol Kyoto Implikasinya Bagi Negara Berkembang, Op. Cit, Hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
a. Pendapat pro terhadap perdagangan karbon:
119
1. Dengan mengimplementasikan proyek mitigasi gas rumah kaca di negara-
negara berkembang, perdagangan karbon kredit, khususnya CDM, berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan di negara-negara
tersebut dan secara bersamaan dapat berkontribusi dalam tujuan penguranganmitigasi gas rumah kaca berdasarkan Protokol Kyoto.
Sedangkan untuk negara-negara industrimaju, proyek ini bisa menghasilkan karbon kredit dalam hal ini CER yang dapat digunakan
untuk memenuhi kewajiban hukum mereka dalm mitigasi gas rumah kaca berdasarkan Protokol Kyoto atau EU ETS.
2. Perdagangan karbon kredit melalui implementasi proyek CDM dapat
meningkatkan kehidupan ekonomi dalam sektor riil, misalnya terciptanya lapangan pekerjaan di negara tuan rumah, akses terhadap dana dan
menghiangkan hambatan pasar bagi proyek-proyek efisiensi energi pengguna akhir.
3. Terjadinya transfer teknologi dan ilmu pengetahuan, dimana pada
umumnya proyek CDM melibatkan teknologi baru yang berfungsi untuk mengurangi emisi dalam proses produksinya.
4. Keuntungan yang dapat diperoleh pelaksana proyek adalah tersedianya
sumber baru untuk mengatasi permasalahan keuangan dan hambatan lainnya dengan cara:
a. Pendapatan keuangan tambahan dari suatu proyek
119
Erna Meike Naibaho, Tinjauan Hukum Dalam Perdagangan Karbon Kredit. Op. Cit. Hal. 53-54.
Universitas Sumatera Utara
b. Meningkatkan nilai ekonomis proyek
c. Menguatkan fleksibilitas proyek misalnya : kontrak jual beli
pengurangan emisi dapat meningkatkan kepercayaan investor dalam melakukan pembiayaan proyek
b. Pendapat kontra terhadap perdagangan karbon:
120
1. Memperdagangkan karbon harus dihindari menjadi kebijakan dalam
perubahan iklim, dengan alasan pemanasan global memerlukan perubahan yang lebih radikal, yaitu mereorganisasi masyarakat dan teknologi yang
tidak menggunakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. 2.
Karbon kredit tetap mengembangkan Business As Usual BAU, hal ini dikaitkan dengan fungsi karbon kredit yang dianggap menjadi sertifikat
izin untuk melakukan pencemaran lingkungan permit to pollute. 3.
Hanya merupakan produk penipuan investasi baru, karena resiko investasinya sangat tinggi dan sulit dilakukan penilaiankontrol
terhadapnya. 4.
Hanya merupakan alat pengalih perhatian terhadap masalah utama dari lingkungan hidup, yaitu pemanasan global dan perubahan iklim.
5. REDD sebagai salah satu mekanisme perdagangan karbon kredit hanya
merupakan mekanisme baru untuk mengomersialisasikan hutan.
120
Ibid. Hal. 54-55.
Universitas Sumatera Utara
C. Konsep Perdagangan Karbon Dalam Pengaturan Hukum Internasional