Analisis Yuridis Peran Bank Indonesia (BI) Dalam Upaya Penyelamatan Bank Gagal

(1)

ANALISIS YURIDIS PERAN BANK INDONESIA (BI) DALAM

UPAYA PENYELAMATAN BANK GAGAL (TINJAUAN

KASUS BANK CENTURY)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara

OLEH

MARIA AFRIYANTI

060200250

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS YURIDIS PERAN BANK INDONESIA (BI) DALAM

UPAYA PENYELAMATAN BANK GAGAL (Tinjauan Kasus :

Bank Century)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara

OLEH

MARIA AFRIYANTI

060200250

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S. Mulhadi, S.H.

NIP : 196204211988031004 NIP : 197308042002121001

Diketahui oleh:

Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S. NIP : 196204211988031004


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk dapat menyelesaikan studi di fakultas hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara yang merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/I yang akan menyelesaikan perkuliahannya.

Adapun judul skripsi yang penulis kemukakan adalah : “Analisis Yuridis Peran Bank Indonesia (BI) Dalam Upaya Penyelamatan Bank Gagal”. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan bekerja keras dalam menyusun skripsi ini. Namun, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari segi isi maupun penulisan dari skripsi ini.

Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., M. Hum., sebagai Pembantu Umum Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M. Hum, DMF, sebagai Pembantu Umum Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Muhammad Husni, SH., M. Hum., sebagai Pembantu Umum Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello,S.H., M.S., selaku Ketua Departemen Hukum Perdata pada fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang telah meluangkan waktu untuk membimbing serta memberikan masukan-masukan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Mulhadi, S.H., selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan skripsi ini yang telah meluangkan waktu untuk membimbing serta memberikan masukan-masukan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Bapak Faisal Akbar, SH., M. Hum., selaku dosen wali Penulis di Fakultas

Hukum Universitas Suimatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

8. Buat seluruh pegawai di Fakultas Hukum Universitas Suamtera Utara, terutama buat Ibu Ayu sebagai pegawai stambuk yang selalu membantu penulis dalam pengurusan berkas studi. .

9. Penghargaan dan rasa hormat penulis sampaikan kepada Bapak Parlindungan Pasaribu dan Roslumi Napitupulu, sebagai orang tua penulis yang sangat dicintai, terima kasih atas doa dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini dengan ketulusan hati.

10.Buat adikku Hanna Paramitha dan Jakaria Trimitra Pasaribu . Terima Kasih atas perhatian, kasih, motifasi dan pengertiannya selama ini.


(5)

11.Buat Keluarga Bapatuaku Zendrato di Sunggal untuk dukungan doa dan kasih sayang selama mengenyam perkuliahan di Universitas Sumatera Utara.

12.Buat Witra, Siska, Rentha, Ingrid dan Selamat Teguh yang telah menjadi teman penulis sejak pertama sekali kuliah, yang telah banyak membantu dan mendukung penulis.

13.Buat semua civitas GMNI, yang telah banyak membantu dan memberikan banyak pengalaman kepada penulis selama ini terkhusus untuk Bung Janroy Purba, Roy Mangapon, Coky Pangaribuan, Hot Marudur dan Howard Limbong dan yang tidak dapat diuraikan oleh penulis satu persatu.

14.Untuk Ibu Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI selaku pembimbing ILMCC (International Law Moot Court Club) yang telah banyak memberikan pelajaran berharga selama menjadi manager tim ILMCC.

15.Untuk Teman-teman seperjuangan di ILMCC, Li Pei Jung, Khairuissa, Doroty, Paulina Tandiono, Abdul Azis, Yuthi Sinari, Jennifer, dan Hanssen. 16.Buat abang-abang dan kakak-kakak stambuk: Theresia Tobing, Manahan

Tambunan, Cristie Gozali, Frans Margo Leo, Debora Dolok Saribu, Elisabeth Simanjuntak, Juliana Napitupulu dan yang tidak dapat penulis uraikan satu persatu yang telah banyak membantu dan membimbing penulis.

17.Buat kawan-kawan stambuk 06 dan kelompok kecil yang tidak dapat penulis uraikan satu persatu yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama ini.


(6)

Medan, Februari 2010 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI………... v

ABSTRAKSI……….. viiii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang……….… 1

B. Perumusan Masalah……….……… 12

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……….……… 13

D. Keaslian Penulisan……….……….. 14

E. Tinjauan Kepustakaan….………. 15

F. Metode Penelitian……….……… 15

G. Sistematika Penulisan………….……….. 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK………... 19

A. Pengertian Bank... 22

B. Jenis-jenis Bank dan Kegiatan Usaha Bank... 24

C. Prinsip-prinsip Di Dalam Pengelolaan Bank... 26

D. Kriteria Bank Sehat ……….………..…... 32

BAB III TINJAUAN UMUM BANK INDONESIA... 37


(8)

B. Bank Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999

Jo Undang-Undang No. 3 tahun 2004... 44

C. Tugas, Fungsi dan Wewenang Bank Indonesia……… 47

D. Wewenang Bank Indonesia Dalam Penyelamatan Bank Gagal….. 54

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERAN BANK INDONESIA DALAM UPAYA PENYELAMATAN BANK GAGAL……….. 58

A. Faktor-faktor yang Dijadikan Sebagai Kategori Bank Gagal.…... 58

B. Dampak yang Ditimbulkan Oleh Bank Gagal Bagi Dunia Perbankan dan Perekonomian Nasional... 68

C. Tindakan-Tindakan yang Dilakukan Oleh Bank Indonesia Dalam Upaya Penyelamatan Bank Gagal... 74

D. Manfaat dan Tujuan Penyelamatan Bank Gagal ………... 90

BAB V PENUTUP………..…………..…….. 94

A. Kesimpulan……….. 94

B. Saran……….… 96


(9)

ABSTRAKSI

Industri perbankan telah menjadi sektor penting dalam mendukung pertumbuhan perekonomian nasional. Sesuai dengan cita-cita Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila bahwa perbankan yang menjadi bagian pembangunan nasional merupakan upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Dan untuk itu sesuai dengan pengertian bank menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu : bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Bank sebagai lembaga yang berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bekerja dengan bermodalkan asas kepercayaan, maka setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat padanya. Sejalan dengan itu Bank Indonesia berdaasarkan Pasal 29 Undang-Undang No. 7 Tahun 1972 Tentang Perbankan diberikan wewenang dan kewajiban unttuk membina serta melakukan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk, nasehat, bimbingan, pengarahan, maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.

Metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif. Pada tahap awal penelitian dilakukan dengan mempelajari berbagai literature dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Penulis melakukan analisis terhadap permasalahan melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, dimana pengumpulan data dilakukan dengan metode library research (penelitian kepustakaan) yakni melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, dan internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini.

Tindakan Bank Indonesia dalam upaya penyelamatan Bank Century yaitu bank gagal dalam penilaian Bank Indonesia tidak lain merupakan antisipasi pencegahan krisis yang diakibatkan oleh Bank Century yang berdampak sistemik. Dampak Sistemik tidak diatur dalam undang-undang maupun Perpu No. 4 Tahun 2008 Tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan karena dikuatirkan dapat menimbulkan moral hazard. Bank Indonesia sesuai dengan Penjelasan Gubernur BI dalam Press Confrence bersama Departemen Keuangan, BI, LPS .mengenai hasil audit investasi BPK di Departemen Keuangan tanggal 24 November 2009 dalam menganalisa Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik diadaptasi dari MoU Uni Eropa yang menjadi acuan untuk diterapkan Otoritas Pengawasan dan Bank Sentral anggota EU.


(10)

ABSTRAKSI

Industri perbankan telah menjadi sektor penting dalam mendukung pertumbuhan perekonomian nasional. Sesuai dengan cita-cita Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila bahwa perbankan yang menjadi bagian pembangunan nasional merupakan upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Dan untuk itu sesuai dengan pengertian bank menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu : bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Bank sebagai lembaga yang berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bekerja dengan bermodalkan asas kepercayaan, maka setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat padanya. Sejalan dengan itu Bank Indonesia berdaasarkan Pasal 29 Undang-Undang No. 7 Tahun 1972 Tentang Perbankan diberikan wewenang dan kewajiban unttuk membina serta melakukan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk, nasehat, bimbingan, pengarahan, maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan.

Metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif. Pada tahap awal penelitian dilakukan dengan mempelajari berbagai literature dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Penulis melakukan analisis terhadap permasalahan melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, dimana pengumpulan data dilakukan dengan metode library research (penelitian kepustakaan) yakni melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, dan internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini.

Tindakan Bank Indonesia dalam upaya penyelamatan Bank Century yaitu bank gagal dalam penilaian Bank Indonesia tidak lain merupakan antisipasi pencegahan krisis yang diakibatkan oleh Bank Century yang berdampak sistemik. Dampak Sistemik tidak diatur dalam undang-undang maupun Perpu No. 4 Tahun 2008 Tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan karena dikuatirkan dapat menimbulkan moral hazard. Bank Indonesia sesuai dengan Penjelasan Gubernur BI dalam Press Confrence bersama Departemen Keuangan, BI, LPS .mengenai hasil audit investasi BPK di Departemen Keuangan tanggal 24 November 2009 dalam menganalisa Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik diadaptasi dari MoU Uni Eropa yang menjadi acuan untuk diterapkan Otoritas Pengawasan dan Bank Sentral anggota EU.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbankan dan dunia usaha merupakan dua sisi yang diharapkan paling punya peran dalam stimulus pemulihan ekonomi. Semenjak krisis kepercayaan yang menggoncang masyarakat pada tahun 1997 dunia perbankan harus lebih hati-hati dalam mengelola dan mengawasi dunia usaha khususnya perbankan.

Kegiatan perekonomian yang tinggi sampai dengan pertengahan tahun 1997 menyebabkan pertumbuhan uang beredar, naik pesat sebagai cerminan naiknya permintaan terhadap uang yang didorong oleh kenaikan tingkat pendapatan dan menurunnya suku bunga serta derasnya arus modal luar negeri. Menghadapi situasi permintaan domestik yang tetap kuat pada saat pertumbuhan uang beredar meningkat, kebijakan moneter hingga pertengahan tahun 1997 diarahkan untuk mengendalikan permintaan dalam negeri dalam rangka memelihara stabilitas ekonomi makro. Langkah pengendalian moneter pada pertengahan Juli 1997 tersebut ditempuh dengan meredam pemberian kredit melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) dari 3% menjadi 5% dan penghentian kredit untuk sektor properti. Langkah-langkah tersebut beserta terjadinya kecenderungan apresiasi nilai tukar rupiah berhasil mempertahankan


(12)

tingkat inflasi yang rendah, yaitu rata-rata 5,11% per tahun pada periode tahun 1992-1997.1

Walaupun perekonomian Indonesia dalam periode tersebut menunjukan dinamisme yang tinggi, terdapat tanda-tanda kearah perkembangan yang kurang menguntungkan. Hal tersebut terlihat pada terus berkembangnya sektor-sektor produksi yang kurang kompetitif, ketergantungan pada utang luar negeri yang semakin meningkat, melemahnya ekspor nonmigas, impor yang meningkat pesat, dan tingginya resiko yang dihadapi perbankan terutama dalam kegiatan valuta asing. Perkembangan yang kurang menguntungkan tersebut disebabkan oleh terdapatnya kelemahan-kelemahan yang mendasar sebagai berikut:2

a. Menurunnya efisiensi pengelolaan dunia usaha yang tercermin pada naiknya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dalam tahun 1992-1997 sebesar rata-rata sekitar 3,1 pada tahun 1988-1991.

b. Terjadinya investasi yang berlebihan (over investment) oleh dunia usaha pada sektor-sektor ekonomi yang rentan terhadap perubahan nilai tukar dan suku bunga, seperti sektor properti.

c. Tersedianya pembiayaan yang relatif mudah diperoleh yang menyebabkan sektor swasta mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam memperoleh pinjaman luar negeri.

d. Tersedianya moral hazard di kalangan pengelola dan pemilik bank yang berkaitan dengan adanya jaminan terselubung dari bank sentral sehingga

1

J.Soedradjadjiwandono, Sejarah Bank Indonesia Periode : 1997-1999 Bank Indonesia Pada Masa Krisis Ekonomi Moneter dan Perbankan, Jakarta:Bank Indonesia, 2006, hlm134-135.

2


(13)

mendorong perbankan untuk mengambil untung yang berlebihan dan memberi kredit ke sektor-sektor yang beresiko tinggi. Di lain pihak, sistem pengawasan bank sentral masih kurang efektif karena belum sepenuhnya dapat mengimbangi kegiatan perbankan yang sangat pesat dan kompleks. Hal ini mendorong perbankan mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan operasional mereka.

Rush (penarikan dana-dana) yang dipicu oleh tindakan pemerintah atas desakan IMF (International Monetary Fund) untuk menutup 16 buah bank pada 1 November 1997 telah menyebabkan sejumlah bank berpaling pada kucuran dana likuiditas dari Bank Sentral. Pelaksanaan fungsi Bank Sentral sebagai “lender of

the last resort” ini yang didorong pula oleh pelaksanaan program Penjaminan

berupa blanket guarantee yang demikian luas, telah menyebabkan terjadinya tragedi BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang menimbulkan potensi kerugian yang demikian besar bagi negara.3

1. Berupa pelepasan portfolio saham-saham unggulan di pasar modal yang telah menyebabkan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) telah merosot tajam dari level diatas 700an menjadi tinggal dibawah level 400an saja. Diduga dana hasil penjualan saham-saham ini yang sebagian besar

Sementara itu pula ditengarai bahwa sepanjang periode awal krisis tersebut, telah terjadi capital flight (penarikan modal) besar-besaran yang diduga telah lolos melalui empat pintu yaitu :

3

Masyhud Ali, Restrukturisasi Perbankan Dan Dunia Usaha, Jakarta : IKAPI, 2002, hlm.7-8.


(14)

dikuasai oleh unsur-unsur investor asing, telah dikonversi menjadi valas yang ditempatkan pada perbankan asing atau langsung ditransfer ke rekening bank mereka diluar negeri (capital flight).4

2. Hancurnya kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan perekonomian dan perbankan nasional yang dijalankan oleh pemerintah. Hal itu terutama dipicu oleh tindakan pemerintah menutup 16 buah bank atas desakan IMF dan penanganan krisis yang tidak jelas arahnya. Sulit dipahami mengapa Bank Sentral tetap melakukan tight money policy.5

4

Ibid.,hlm 9.

5

Tight money policy adalah sebuah kebijakan untuk mengendalikan peredaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia, lihat Mandala Manurung. Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter. Jakarta : FE Universitas Indonesia, 2004, hlm. 55.

Di tengah terus anjloknya nilai tukar rupiah, naiknya inflasi serta makin membumbung tingginya tingkat suku bunga bank. Padahal jelas dengan langkah drastis tersebut, kegiatan produktif yang mampu memompa barang dan jasa-jasa dalam peredaran menjadi tidak mampu mengimbangi kenaikan inflasi yang demikian tinggi. Seharusnya naiknya jumlah uang yang beredar melalui kebocoran BLBI yang telah menetralisir kebijakan uang ketat itu menjadi acuan pula bagi Bank Sentral untuk mencari alternatif-alternatif lain yang lebih efektif dalam menopang kejatuhan nilai tukar rupiah. Kegagalan pemerintah menjaga nilai tukar rupiah dan mengelola kepercayaan inilah yang telah menyebakan masyarakat menarik dana-dananya dari perbankan nasional, mengkonversinya dalam satuan valas dan menempatkannya pada perbankan asing atau mentransfernya ke rekening bank-bank asing di luar


(15)

negeri. Masyarakat telah terlanjur memiliki persepsi bahwa besarnya kejatuhan nilai tukar rupiah masih merupakan potensi return yang jauh lebih tinggi dari iming-iming bunga yang dengan panik ditawarkan oleh perbankan nasional apalagi masyarakat telah mengetahui pula perihal rapuhnya likuiditas dan rehabilitas perbankan nasional. Itu terjadi di tengah isu kemungkinan terjadinya tindakan panik pemerintah untuk membekukan atau mengkonversi saldo rekening masyarakat pada perbankan nasional menjadi obligasi. Hilangnya kepercayaan kepada pemerintah inilah yang gagal didengar dan diantisipasi oleh Bank Sentral, yang seolah asik terbelai resep generik IMF.6

3. Kegagalan Bank Sentral dalam memahami persepsi dan kemampuan kaum spekulan membaca situasi krisis pada periode yang sangat krisis itu, yaitu terutama ketika pemerintah seolah tidak rela melihat kenyataan pahit bahwa kejatuhan nilai tukar rupiah sesungguhnya berakar pada merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap daya tahan rupiah yang sekadar ditopang oleh cadangan devisa yang terbatas. Ditambah lagi derasnya angin spekulatif yang didorong oleh kaum spekulan menangguk keuntungan ditengah situasi yang kritis. Tindakan membentuk dan menugasi Tim Radius Prawiro untuk melakukan inventarisasi atas hutang-hutang swasta telah dibaca oleh kaum spekulan sebagai tanda dari kecemasan dan ketidaktahuan pemerintah sedikitnya perihal besarnya permintaan terhadap valas untuk melunasi hutang-hutang dunia usaha

6


(16)

swasta yang telah dan masih akan jatuh waktu lagi dalam jangka waktu yang pendek juga langkah untuk melepas rentang kurs intervensi rupiah terhadap US$ dan melepas kebijakan manage floating exchange rate

system.7 Sistem ini diinterpretasikan sebagai ketidakberdayaan

pemerintah melakukan intervensi karena terbatasnya cadangan devisa yang dapat dipergunakannya tersebut. Mungkin pada awalnya pemerintah berharap bahwa tindakannya dapat dipandang sebagai unjuk kekuatan oleh pemerintah. Tetapi apa daya setelah dalam beberapa hari kurs rupiah tetap jatuh dan pemerintah seolah membiarkannya karena tidak mampu lagi membelanya, langkah meninggalkan manage floating exchange rate

system itu sebagai tanda angkat tangan pemerintah terhadap ulah kaum

spekulan. Kukuhnya tekad pemerintah untuk tidak melaksanakan kontrol devisa untuk mencegah terjadinya capital flight sepanjang periode awal krisis ditenggarai semata disebabkan oleh adanya kepentingan politik dan kelompok tertentu yang ingin dilindungi. Belakangan ketika pemerintah mengangkat Prof. Steve Henke menjadi penasihat Dewan Pemulihan Keamanan Ekonomi dan Keuangan (DPP-EKU) dan melemparkan isu pemberlakuan Currency Board System (CBS) cari artinya, masyarakat juga melihatnya sebagai upaya untuk menyelamatkan bisnis dari sekelompok pengusaha tertentu.8

7

manage floating exchange rate system adalah mekanisme penentuan nilai tukar mata uang suatu negara berdasarkan mekanisme pasar. Op.Cit., hlm.74.

8


(17)

4. Berupa kebocoran dana BLBI sebagai akibat dari tidak dilakukannya penghentian kliring pada sejumlah bank yang bersaldo debet ketika bank sentral mengucurkan dana BLBI ditenggarai bahwa pelaksanaan pelaksanaan bank sentral sebagai lender of the last resort telah menyebakan terjadinya kebocoran dana yang sangat besar. Inipun setelah lebih dari empat tahun krisis berjalan pelunasan kembali dana BLBI tetap akan menghasilkan “dana tekor” yang merupakan kerugian di pihak pemerintah sendiri. Hal itu terjadi mengingat pada awal krisis, rata-rata kurs rupiah masih berada pada level Rp. 3000-an per satu US$, padahal kurs rupiah sepanjang peride pengembaliannya masih berada pada ketinggian rata-rata Rp. 9000-an per satu US$. Dengan demikian, tanpa pemberian kelunakan pada periode pelunasan yang lebih longgar pun maka penerima BLBI itu telah menarik dana “gratis” yang demikian besar dari perbedaan nilai tukar rupiah tersebut. Apabila pada saat itu para penerima BLBI tersebut telah langsung mengkonversi penerimaan dana BLBI itu menjadi valas (US$) dan menempatkannya pada rekening valas perbankan asing dan perbankan di luar negeri, maka transfer dana tersebut telah langsung efektif berfungsi sebagai capital flight.9

Bank Sentral yaitu Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan

9


(18)

menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai “lender of the last resort”. Bank yang berfungsi dan menjalankan kewenangan sebagai bank sentral Indonesia yaitu Bank Indonesia. Sesuai dengan penjelasan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas.10

Selain untuk menjalankan kewenangannya sebagai bank sentral, Bank Indonesia terlepas dari kasus Bank Century, sesungguhnya masih banyak persoalan yang menjadi tantangan dan pekerjaan rumah BI ke depan. Para ekonom mencatat sejumlah tantangan berat yang lebih mendasar yang harus diselesaikan BI ke depan, yakni mengurangi ketergantungan kebijakan moneter terhadap arus dana asing jangka pendek (hot money), mendorong kredit baik kuantitas maupun kualitas, menyiasati perekonomian yang cepat panas tanpa menaikan suku bunga.11

Bank Indonesia dalam kebijakan moneternya cenderung memelihara lingkungan investasi yang nyaman bagi dana asing agar terus mengalir masuk keuangan Indonesia, tidak peduli bahwa yang masuk sebagian besar hanya hot

money. Tujuannya tidak lain untuk memperkuat rupiah mengingat penguatan nilai

tukar dari ekspor dan investasi asing langsung masih sulit diharapkan.

12

Nilai tukar rupiah yang kuat memang amat dijaga oleh rezim pimpinan Bank Indonesia saat ini. Salah satunya karena pimpinan Bank Indonesia sangat trauma dengan krisis tahun 1997 yang kebetulan diawali dengan kejatuhan nilai

10

Muhamad Djumhana. Hukum Perbankan Di Indonesia. Cetakan ketiga, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 93.

11

Otoritas Moneter Beban Berat Bagi Bank Sentral, Kompas, 7 Januari 2010, hlm.21.

12


(19)

tukar. Penguatan nilai tukar dipandang bisa meningkatkan konfiden bagi Bank Indonesia dan pelaku pasar di dalam dan luar negeri. Strategi Bank Indonesia yang bergantung pada dana asing jangka pendek tercermin dari kecenderungan membesarnya surplus transaksi portofolio lima tahun kedepan.13

Kondisi tersebut berbeda dengan apa yang terjadi di negara-negara tetangga. Surplus transaksi portofolio di Thailand dan Malaysia, misalnya, cenderung menurun. Bahkan, pada tahun 2008 transaksi portofolio Malaysia defisit 5 miliar dollar AS. Tingginya kandungan hot money menyimpan potensi bahaya besar berupa kejatuhan nilai tukar rupiah yang amat dalam jika terjadi pembalikan arus dana secara tiba-tiba dalam jumlah yang besar.

Transaksi portofolio pada triwulan III-2009, surplus portofolio mencapai 7,22 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan surplus transaksi serupa tahun 2004 sebesar 4,41 miliar dollar AS. Dalam beberapa tahun terakhir, surplus portofolio (surat berharga seperti obligasi) selalu menjadi pendorong utama surplus Neraca Pembayaran Indonesia.

14

Situasi ini amat beresiko mangingat pasar valas domestik amat tipis dan cadangan devisa relatif tidak besar. Menurut menteri Keuangan Sri Mulyani akibat dari membanjirnya hot money ini, aliran dana asing ke emerging market saat ini lebih dipicu oleh prilaku carry trade, yakni prilaku investor yang meminjam dana dari negara bersuku bunga rendah dan menanamkannya di negara

13

Ibid., hlm. 21.

14


(20)

bersuku bungan tinggi. Jika kondisi kembali normal, biasanya dana cary trade kembali ke tempat asal.15

Salah satu cara yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah menjaga surplus transaksi portofolio adalah mempertahankan rezim suku bunga tinggi. Buktinya, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) yang kini 6,5 persen merupakan yang tertinggi di kawasan dibandingkan dengan Thailand yang 1,75 persen dan Malaysia yang 2 persen. Tingginya BI rate pada akhirnya mengerek suku bunga berbagai instrumen di pasar keuangan domestik. Imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun, misalnya mencapai sekitar 10 persen dan bunga kredit 13 persen. Bank Indonesia enggan menurunkan BI rate meskipun inflasi 2009 hanya 2,78 persen.16

Kebijakan ini akhirnya menjadi bumerang bagi Bank Indonesia sendiri. Likuiditas di pasar keuangan yang melimpah tanpa disertai aktivitas sektor riil yang seimbang akhirnya memaksa Bank Indonesia untuk menyerap kembali likuiditas tersebut dengan menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia. Alhasil, Sertifikat Bank Indonesia (selanjutnya disebut SBI) menumpuk mencapai Rp. 270 triliun dengan porsi asing terus membesar. Ongkos yang harus dikeluarkan pun membengkak mencapai lebih dari Rp. 18 triliun pada 2009. Tak hanya biaya moneter yang membengkak, lebih parah, strategi Bank Indonesia ini kontraproduktif bagi perkembangan sektor riil yang seharusnya menjadi basis pertumbuhan ekonomi berkualitas. Tidak mengherankan jika dalam dekade

15

Ibid., hlm.21.

16


(21)

terakhir porsi pertumbuhan sektor perdagangan dan manufaktur terhadap produk domestik bruto terus merosot.17

Sebaliknya sektor keuangan, jasa dan usaha non dagang lainnya yang sebenarnya minim menyerap tenaga kerja tumbuh pesat. Relatif lambatnya perkembangan sektor riil di Indonesia terlihat dari perbandingan outstanding kredit terhadap Produk Domestik Bruto (selanjutnya disebut PDB). Pada tahun 2008 kredit terhadap PDB Indonesia hanya 26,5 persen jauh di bawah Thailand yang mencapai 83 persen. Bahkan, di Malaysia kredit terhadap PDB mencapai 100 persen. Banyak faktor yang membuat penyaluran kredit perbankan tidak optimal, tetapi suku bunga kredit yang tinggi merupakan faktor utama. Tak mudah menciptakan rezim suku bunga rendah dalam lingkungan perekonomian yang cepat memanas seperti Indonesia.

18

Untuk itu, Bank Indonesia mengambil kebijakan dengan memikirkan untung rugi finansial dengan memperhitungkan jika Century yang termasuk bank gagal ditutup atau diselamatkan, karena Century berpotensi membuat kolaps 18 bank lainnya. Oleh karena itu Bank Indonesia mengambil kebijakan untuk menyelamatkan Century “dalam hal suatu bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan. Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban pemerintah”19

17

Ibid ., hlm.21.

18

Ibid., hlm.21.

19

Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Bank Atas Undang-undang No. 23 tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.


(22)

Berdasarkan pengalaman krisis kepercayaan yang terjadi pada tahun 1997 maka Bank Indonesia mengambil langkah darurat untuk menolong bank gagal yaitu Bank Century. Langkah darurat tersebut adalah dengan mem-bailout (dana talangan) Bank Century untuk mencegah bank run.

“Bank Run is the sudden withdrawl of deposits of just one bank, bank panic is a financial crisis that occurs when many banks suffer runs at the same time, as a cascading failure. In a systemic banking crisis, all or almost all of the banking capital in a country is wiped out; this can result when regulators ignore systemic risks and spillover effects. (Laevan dan Valencia F, Systemic Banking Crisis, IMF: 2008).

Artinya bahwa bank run adalah tindakan penarikan simpanan secara tiba-tiba terhadap salah satu bank, pada saat krisis keuangan yang dilakukan bersamaan ketika banyaknya bank yang berada dalam keadaan sakit atau kegagalan bank pada akhirnya menjadi beban negara.

Untuk itulah perlu kita analisis secara yuridis peranan Bank Indonesia dalam upaya penyelamatan bank gagal. Terlepas dari apakah Bank Century berdampak sistemik atau tidak terhadap perekonomian nasional, bagaimana pun sebagai bank sentral yang memiliki otoritas moneter untuk menjaga kestabilan rupiah dan juga dengan fungsinya dalam pengawasan bank maka Bank Indonesia yang juga dalam rangka pelaksanaan jaring Pengaman Sistem Keuangan, berdasarkan Peraturan Pengganti Undang-undang RI No. 4 Tahun 2008 Tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, dibentuk KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) yang salah satu anggotanya adalah Bank Indonesia menetapkan


(23)

kebijakan dan langkah-langkah dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis di sektor keuangan. Dan melakukan koordinasi dengan berbagai otoritas dalam pelaksanaanya dalam upaya penyelamatan bank gagal ini termasuk langkah pencegahan yang efektif dan juga menghindari terjadinya untuk kedua kali krisis kepercayaan yang pernah terjadi seperti tahun 1997.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang, penulis berpendapat bahwa Analisis Yuridis Terhadap Peranan Bank Indonesia Dalam Upaya Penyelamatan Bank Gagal merupakan hal yang baru dan menarik untuk dibahas mengingat kasus Bank Century yang dikategorikan sebagai bank kecil mendapatkan dana bantuan yang sangat besar. Dan banyaknya pemberitaan di media massa yang berkembang menimbulkanberbagai pertanyaan.

Dengan demikian penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan untuk dibahas secara lebih terperinci dalam tulisan ini. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Apa sajakah faktor-faktor yang dijadikan hal bank tersebut adalah termasuk kategori bank gagal ?

2. Apa dampak yang ditimbulkan oleh bank gagal dalam dunia perbankan dan perekonomian nasional ?

3. Tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan Bank Indonesia dalam upaya penyelamatan bank gagal ?


(24)

4. Siapa sajakah Lembaga Keuangan yang terkait melakukan koordinasi terhadap pencegahan dan penanganan sistem financial akibat bank gagal ?

Kiranya pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat terjawab sehingga dapat diambil sebuah kesimpulan yang berdasar pada pemikiran yuridis.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dijadikan tolak ukur bank gagal. b. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh bank gagal dalam

dunia perbankan dan perekonomian nasional.

c. Untuk mengetahui Tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan Bank Indonesia dalam upaya penyelamatan bank gagal.

d. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat penyelamatann bank gagal.

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dalam hal ini adalah berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis.

a. Manfaat secara Teoritis

Pembahasan terhadap permasalahan-permasalahan sebagaimana diuraikan diatas, diharapkan akan menimbulkan pemahaman dan pengertian bagi pembaca mengenai Kelembagaan perbankan dan peranan Bank Indonesia


(25)

berdasarkan Perturan perundang-undangan menegenai peranannya dalam penyelamatan bank gagal.

b. Manfaat secara Praktis

Penulis berharap, semoga hasil penulisan ini bermanfaat bagi semua orang, terutama bagi setiap orang yang berminat untuk mengikuti perkuliahan di fakultas hukum di setiap perguruan tinggi, dan menjadi sumbangan pemikiran ilmiah bagi hukum positif di Indonesia, dan dapat dijadikan referensi bagi penulisan karya ilmiah selanjutnya yang mengkaji mengenai Peran Bank Indonesia Dalam Upaya Penyelamatan Bank Gagal (tinjauan kasus Bank Century) yang terbilang masih hangat diperbincangkan pada saat ini.

D. Keaslian Penulisan

Sebelum tulisan ini dimulai, penulis telah terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap tulisan-tulisan terdahulu, dan sepanjang penelusuran tersebut, diketahui di Lingkungan Fakultas Hukum USU, penulisan tentang

“Analisis Yuridis Peranan Bank Indonesia Dalam Upaya Penyelamatan Bank Gagal” belum pernah ada. Kemudian permasalahan yang dimunculkan

dalam penulisan ini merupakan hasil olah pikir dari penulis sendiri. Oleh sebab itu, keaslian dari tulisan ini dapat dijamin oleh penulis. Adapun beberapa hal mengenai data baik sekunder maupun primer yang digunakan dalam penulisan ini berasal dari penulis yang lain semata-mata hanyalah merupakan sumber-sumber yang penulis olah kembali. Oleh sebab itu tulisan atau data-data dari para penulis


(26)

yang turut membantu dalam mengelola hasil pemikiran sang penulis, dicantumkan di dalam catatan kaki dan studi pustaka pada tulisan ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

Di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang selanjutnya disebut sebagai Undang-undang Perbankan menyatakan bahwa Perbankan Indonesia bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Oleh sebab itulah maka Bank Indonesia sebagai pengawas dan juga stabilitas moneter memiliki peran yang besar dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.

Berdasarkan Pasal 1 butir (2) Undang-undang Perbankan bahwa yang dimaksud dengan

“Bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit, dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

Menurut G.M Verrijn Stuart menyatakan20

“Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kebutuhan akan kredit, baik dengan alat pembayarannya sendiri dan dengan uang yang diperolehnya dari orang lain untuk maksud itu,

20

C.S.T Kansi, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta:Sinar Grafika, 1993, hlm.5


(27)

maupun dengan jalan memperedarakan alat-alat pertukaran berupa uang giral”

Dengan sendirinya Bank Indonesia tidak termasuk dalam pengertian “Bank” sebab bukan sebuah badan usaha yang berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya kendati melakukan kegiatan usaha yang bersifat komersial pula.

Menurut Undang-Undang No. 3 tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Pasal 4 yang berisikan antara lain21

Secara umum, peranan Bank Indonesia sangat penting dan strategis dalam upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Dengan kata lain bank sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu-lintas pembayaran, serta dapat mendukung efektifitas kebijakan moneter.

:

“Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang”

22

Jadi untuk melakukan upaya penyelamatan yang diakibatkan oleh bank gagal atau tidak sehat sesuai dengan peran bank Indonesia sebagai Bank Sentral

21

Lihat Pasal 4 Undang-undang No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

22

Perry Warjiyo, Bank Indonesia Bank sentral Republik Indonesia Sebuah Pengantar, (Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK):Bandung, 2004, hlm. 172


(28)

yaitu untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien maka tindakan yang dapat dilakukan salah satunya dengan cara likuidasi namun hal ini tidak dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap Bank Century sebagai bank gagal namun yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah dengan memberikan dana talangan (bail out).

Hal ini dilakukan karena menurut pandangan Bank Indonesia berdasarkan kajian Bank Indonesia yang diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 18 November 2008 bahwa bank Century ditetapkan pada tanggal 20 November 2008 sebagai bank gagal yang berdampak sistemik, alasan ditetapkannya Bank Century berdampak sistemik karena pada saat itu Capital Adequacy Ratio (CAR) atau kecukupan modalnya adalah negatif 3,53% sekalipun penguasaan asset bank ini kecil terhadap total dana pihak ketiga (DPK).23

Dalam rangka menjalankan amanat Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia tentang pengambilan keputusan dalam kondisi kesulitan keuangan yang berdampak sistemik dan mengantisipasi ancaman krisis keuangan global yang dapat membahayakan stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional maka perlu dibuat suatu landasan hukum yang kuat, dibuat pula mekanisme koordinasi antar lembaga yang terlibat dalam sistem pembinaan sistem keuangan nasional, serta perlu adanya mekanisme pengambilan keputusan sehingga tindakan pencegahan dan penanganan krisis dapat dilakukan secara terpadu, efisien, dan efektif. Berdasarkan pertimbangan tersebut, selain mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

23

Diakses dari Indonesia, Jakarta, 2010.


(29)

No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Penggganti Undang-Undang No. 3 Tahun 2008 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik yang dilakukan oleh Komite Stabilitas Sistem Keungan (KSSK) pada tanggal 21 November 2008 ini telah memiliki landasan hukum, yaitu berdasarkan pada Perppu Nomor 4 Tahun 2004 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Di dalam Perpu tersebut diatur bahwa KSSK mempunyai kewenangan menetapkan bank gagal yang berdampak sistemik dengan memperhatikan usulan Bank Indonesia (Pasal 18 ayat (1) Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang JPSK). Selain itu, Keputusan KSSK nomor. 04/KSSK.03/2008 tanggal 21 November 2008 yang menetapkan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik dan meminta LPS untuk melakukan penanganan sesuai dengan Undang-Undang LPS, ditetapkan sebelum tanggal 18 Desember 2008.24

F. Metode Penelitan

Metode dapat diartikan sebagai cara atau jalan untuk mencapai sesuatu. Dalam pembahasan skripsi ini, metodologi yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normative berupa studi pustaka

24

Diakses dari


(30)

(library research) terhadap data sekunder yang terdiri dari bahan primer,

sekunder, dan tertier.25

1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penulisan ini, seperti Undang-Undang 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang No. 3 tahun 2004 Tentang Bank Indonesia;

Adapun data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu:

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar dan pendapat para ahli hukum;

3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum dan kamus bahasa. Disamping itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis historis dan yuridis komparatif, yang didasarkan pada data sebagaimana disebutkan diatas.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

25

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian, laporan, buku harian surat kabar, dan lain sebagainya, dalam keadaan yang siap tersaji dan telah dibentuk serta diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu.


(31)

Bab ini berisi tentang dasar-dasar pemikiran dan gambaran umum tentang permasalahan yang akan dibahas, serta berisi tentang teknis penulisan skripsi ini yang dimulai dengan mengemukakan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Adapun alasan penulis mengangkat permasalahan ANALISIS YURIDIS PERANAN BANK INDONESIA TERHADAP UPAYA PENYELAMATAN BANK GAGAL (TINJAUAN KASUS BANK CENTURY) dikarenakan kasus Century yang begitu menyita perhatian ini yang merupakan masalah keuangan begitu pelik dibawa ke ranah politik dan juga belum pernah dibahas dalam karya ilmiah untuk penulisan skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia memiliki alas hukum yang jelas sesuai dengan kewenangannya dan prosedur yang jelas. Oleh sebab itulah penulis hanya ingin memaparkan dari segi peran dan kewenangan Bank Indonesia sebagai stabilitas moneter dan tidak bermaksud untuk memasuki ranah politik yang bergelut hingga ke DPR.


(32)

Sebab berdasarkan keterangan Bank Indonesia dan data-data serta fakta yang akan diuraikan lebih lanjut dalam penulisan ini, Bank Indonesia berpera aktigf dalam mencegah dan menangani krisis yang terjadi. Bukan hal yang mustahil bahwa krisis ekonomi dunia akibat kebangkitan Lehman Brother dan beberapa Lembaga Keuangan Besar lainnya dapat mempengaruhi sistem keuangan nasional.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG BANK

Bab ini merupakan awal dari pembahasan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan dalam pendahuluan. Jika melihat skripsi ini mengenai Peranan Bank Indonesia

Dalam Upaya Penyelamatan Bank Gagal, maka

penelusuran ini dimulai dari pandangan umum mengenai apa yang dimaksud dengan bank, jenis-jenis bank dan kegiatan usaha bank, prinsip-prinsip dalam pengelolaan bank dan kriteria bank sehat dari hal ini kita dapat mengetahui tinjauan umum tentang bank terlebih dahulu.

BAB III : TINJAUAN UMUM BANK INDONESIA

Dalam bab ini, dikemukakan pembahasan mengenai Bank Indonesia. Sejarah singkat tentang Bank Indonesia untuk terlebih dahulu memperkenalkan tentang Bank Indonesia kepada para pembaca, Bank Indonesia mengenai status,


(33)

kedududukan, modal lalu tugas, fungsi, dan wewenang Bank Indonesia serta wewenang Bank Indonesia dalam upaya penyelamatan bank gagal yaitu Bank Century.

BAB IV : ANALISIS YURIDIS PERANAN BANK INDONESIA

DALAM UPAYA PENYELAMATAN BANK GAGAL

Bab ini merupakan inti dari permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Dalam bab ini, penulis melakukan pembahasan mengenai faktor-faktor yang dijadikan tolak ukur bank gagal, dampak yang ditimbulkan oleh bank gagal bagi dunia perbankan dan perekonomian nasional dalam contoh kasus Bank Century. Dan tindakan Bank Indonesia dalam upaya penyelamatan Bank century sebagai bank gagal. Dari hal ini, dipaparkan profil perusahaan Bank Century, kepemilikan sahhamnya, kepengurusan, kasus Bank Century dan manfaat dan tujuan penyelamatan bank gagal dalam hal ini Bank Century.

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan akhir dari penulisan skripsi ini, yang berisi kesimpulan dari pembahasan yang telah ada sebelumnya diatas, kiranya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai Peranan bank Indonesia Dalam Upaya Penyelamatan Bank Gagal yang kiranya dapat memberikan sumbangsih praktis untuk para pembaca dalam bidang


(34)

keperdataan secara umum dan dalam keilmuwan hukum perbankan secara khusus yang didasarkan pada pemikiran yuridis yang didapat dari proses penulisan ini

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG BANK

A. Pengertian Bank

Perbankan merupakan suatu lembaga keuangan yang melaksanakan fungsi, melayani setiap kepentingan pembangunan dalam masyarakat dalam rangka memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang serta memberikan kredit kepada mayarakat yang membutuhkannya dan mengeluarkan kertas-kertas berharga.

Berbagai penulis buku tentang perbankan di dalam memberikan pengertian/batasan terhadap bank tidak selalu memberikan rumusan yang sama


(35)

hal ini dipengaruhi oleh latar belakang penulis maupun latar belakang pendidikan dari penulis.

Selain itu yang ikut mempengaruhi rumusan tersebut adalah situasi/ kondisi perbankan pada saat rumusan tersebut dibuat. Seperti diketahui bank merupakan suatu bentuk usaha yang dinamis.

Akan tetapi untuk memberikan gambaran apa itu bank penulis mengutip pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh beberapa sarjana:

1. Menurut Prof. Mustafa siregar

Bank adalah lembaga moneter yang berhubungan peredaran uang sebagai pangkal utamanya yang bertolak dari pelaksanaan anggaran belanja dan pendapatan negara yang membuka pintu keluar masuknya uang dari dan tangan masyarakat yang mempunyai pengaruh secara langsung pada nilai tukar uang.26

2. Menurut O.P Simorangkir

Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit itu dilakuakn baik dalam modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran berupa uang giral.27

3. Menurut R.G Hawtrey

26

Mustafa siregar, Pengantar Beberapa Pengertian Hukum Perbankan, Medan:USU Press, 1987, hlm. 1.

27


(36)

Bank adalah semua badan yang mengadakan jual beli kredit28 4. Menurut G.M Verryn Stuart

Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat penukar baru berupa uang giral.29

5. Menurut W.J.S Poerwadarminta

Bank adalah yayasan keuangan yang mengurus simpan menyimpan, pinjam meminjam uang.

B. Jenis-jenis Bank dan Kegiatan Usaha Bank

Di dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 19992 Tentang Perbankan selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Perbankan bahwa menurut jenisnya bank terdiri atas:

a) Bank Umum

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

b) Bank Perkreditan Rakyat

28

Ibid.,hlm.7.

29


(37)

Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayarannya.

Fungsi bank sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yaitu sebagai berikut:

a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

b) Memberikan kredit;

c) Menerbitkan surat pengakuan utang;

d) Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:

1. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

2. Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; 3. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;

4. Sertifikat Bank Indonesia; 5. Obligasi;

6. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

7. Instrumen surat berharga lain ynag berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;


(38)

e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;

f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;

g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;

j. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalm bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;

k. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan seceptnya;

l. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;

m. Menyediakan pembiayan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah;

n. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.


(39)

Dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dijelaskan bahwa usaha bank perkreditan rakyat meliputi:

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; b. Memberikan kredit;

c. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah;

d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain.

C. Prinsip-prinsip dalam Pengelolaan Bank

Bahwa perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi dengan fungsi utamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.30

Dalam melaksanakan kemitraan antara bank dan nasabahnya untuk terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi dengan beberapa asas hukum (khusus), yaitu31

1. Asas Demokrasi Ekonomi

:

30

Konsiderans Menimbang huruf b Undang-undang No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

31

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm14.


(40)

Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.32

Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, kesinambungan dan peningkatan pelaksanaan pembangunan nasional yang berasaskan kekeluargan, perlu senantiasa dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan tersebut maka pelaksanaan pembangunan ekonomi harus lebih memperhatikan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan unsur-unsur pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional. Salah satu yang mempunyai peranan strategis dalam menyerasikan dan menyeimbangkan masing-masing unsur dari trilogi pembangunan adalah perbankan. Peran yang strategis tersebut disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai suatu wahana yang efektif dan efisien, yang dengan berasaskan demokrasi ekonomi mendukung pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilatas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.

Ini berarti, fungsi dan usaha perbankan diarahkan untuk melaksanankan prinsip-prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonmi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

33

2. Asas Kepercayaan (fiduciary principale)

32

Pasal 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

33


(41)

Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga perlu untuk terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Kemauan masyarkat untuk menyimpan sebagian uangnya di bank, semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya dapat kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Apabila kepercayaan nasabah penyimpan dana terhadap suatu bank berkurang, tidak tertutup kemungkinan akan terjadi rush terhadap dana yang disimpannnya. Berbagai faktor dapat menyebabkan ketidakpercayaan nasabah terhadap suatu bank.

Sutan Remy Sjahdeni menyatakan bahwa hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan adalah hubungan pinjam-meminjam uang antara debitor (bank) dan kreditur (nasabah penyimpan dana yang dilandasi oleh asas kepercayaan.secara eksplisit undang-undang mengakui bahwa bank tidak boleh hanya memperhatikan kepentingan nasabah penyimpan dana.

Lebih lanjut dikatakan beliau bahwa hubungan antara bank dan nasabah debitor bersifat sebagai hubungan kepercayaan yang membebankan kewajiban-kewajiban kepercayaan (fiduciary obligations) kepada bank terhadap nasabahnya. Oleh karena itu, masyarakat bisnis dan perbankan Indonesia berpendapat bahwa hubungan antara debitur bukan sekedar hubungan kontraktual belaka, malinkan juga hubungan kepercayaan. Dalam


(42)

bisnis yang diberikan atau yang diterima sebagai penukar uang, barang, atau jasa, adalah kepercayaan. Dengan demikian, bank hanya bersedia memberikan kredit kepada nasabah debitor atas dasar kepercayaan bahwa nasabah debitur mampu dan mau membayar kembali kreditnya tersebut. Demikian pula hubungan perjanjian kredit bukanlah sekedar hubungan kontaraktual biasa antara kreditur dan debitur melainkan juga hubungan kepercayaan.34

3. Asas Kerahasiaan (confidential principale)

Asas kerahasian adalah asas yang mengharuskan dan mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan (wajib) dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaattkan jasa bank apabila bank menjamin bahwa tidak akan ada penyalahgunaan pengetahuan bank tentang simpanannya. Dengan demikian bank harus memegang teguh rahasia bank.keterikatan bank terhadap ketentuan dan kewajiban merahasiakan keadaan keuangan nasabahnya menunjukan bahwa hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana dilandasi oleh asas kerahasiaan. Oleh karena itu, hubungan antra bank dan nasabah penyimpan adalah hubungan kerahasiaan.35

34

Op.cit., hlm. 16.

35

Ibid., hlm.17.


(43)

4. Asas Kehati-hatian (prudential principale)

Asas kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahw bank dalam menjalankan fungsinya dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Kemudian disebutkan pula dalam pasakl 29 Undang-Undang Perbankan bahwa bank wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian (ayat (2)) dan bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.

Tujuan diberlakukan prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan liquid dan solvent. Dengan diberlakkannya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpa dananya di bank.36

Bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan mutlak para nasbahnya yang mempercayakan dana dan jasa-jasa lain yang dilakukan mereka melalui bank pada khususnya dan dari

36


(44)

masyarakat luas pada umumnya.37

Fungsi utama bank dalam suatu perekonomian adalah untuk memobilisasi dana masyarakat dan secara cepat dan tepat menyalurkan dana tersebut kepada pengguna atau investasi yang efektif dan efisien. Fungsi bank lainnya adalah sebagai lembaga penyediaan instrumen pembayaran untuk barang dan jasa yang dapat dilakukan secara cepat, efisien, dan aman.fungsi ini akan berjalan apabila penjual dan pembeli barang dan jasa meyakini bahwa instumen yang digunakan untuk pembayaran tersebut akan diterima dan dibayar oleh semua pihak dalam transaksi tersebut dan transaksi ikutannya. Dengan demikian tanpa adanya kepercayaan, maka fungsinya dimaksud tidak akan berjalan. Dari sisi hukum keperdataan, bank sebagai badan usaha diperbolehkan memanfaatkan dana masyarakat yang dihimpunannya itu untuk menumbuh kembangkan usaha bank itu sendiri dan mencari laba untuk kepentingan pemegang saham bank, misalnya Oleh karena itu, bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang sudah maupun yang akan menyimpan dananya, maupun yang telah atau menggunakan jasa-jasa bank lainnya terpelihara dengan baik dalam tingkat yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran, masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistem tersebut. Adapun kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank sehingga terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak.

37

Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, Cet. 1,Jakarta:Program pasca sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002, hlm 44.


(45)

melalui pemberian kredit. Namun di pihak lain, bank setiap saat harus siap untuk mengembalikan dana masyarakat yang dihimpunnya itu apabila sewaktu-waktu dibutuhkan oleh penyimpan dana.38

Sementara itu dari sisi hukum publik, dalam rangka mewujudkan terjaganya kepentingan masyarakat bank diwajibkan untuk menjaga keamanan dana masyarakat yang disimpan dan dipercayakan kepadanya (prudent banking), dan oleh karena itu dalam menjalankan usahanya, bank wajib untuk memelihara tingkat kesehataannya. Selain itu bagi perbankan di Indonesia misi di bidang hukum publik itu ditambah dengan tugas bank untuk mendukung peningkatan taraf hidup rakyat banyak.39

D. Kriteria Bank Sehat

Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana masyarakat, harus dapat menjaga kesehatannya. Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik, pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia selaku otoritas perbankan. Oleh karena itu para pihak tersebut secara bersama-sama harus mengupayakan bank yang sehat. Meskipun pada akhirnya yang berwenang untuk menetapkan kesehatan bank adalah Bank Indonesia.

Sebagai lembaga keuangan, bank memiliki usaha pokok berupa menghimpun dana yang (sementara) tidak dipergunakan untuk kemudian menyalurkan kembali dana tersebut ke dalam masyarakat untuk jangka waktu

38

Ratih Indriastuti, Penyertaan Modal sementara oleh LPS Sebagai Upaya Penyelamatan Bank Gagal, Jakarta:Skripsi S1 Fakultas Hukum UI, 2009, hlm. 19-20.

39

Agus Santoso, Karakter Khusus Ketentuan Hukum Dalam Sistem Hukum Perbankan dan kebanksentralan, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Vol. 1 No. 2, Desember 2003, Jakarta:Direktorat Hukum Bank Indonesia, hlm 49.


(46)

tertentu. Fungsi untuk mencari dan selanjutnya menghimpun dana dalam bentuk simpanan (deposit) sangat menentukan pertumbuhan suatu bank, sebab volume dana yang dapat dikembangkan oleh bank tersebut dalam bentuk pemberian kredit, pembelian efek-efek atau surat berharga dalam pasar uang.

Pada Paket kebijaksanaan tanggal 29 Mei 1996 (Pakmei’ 96) dan berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/23/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/5/BPPP/1996, dijelaskan tentang tata cara penilaian kesehatan bank, dimana tolak ukur penilaian kesehatan bank bertumpu pada dua hal, yaitu :

a. Tolak ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan sejalan dengan azas-azas perbankan yang sehat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Tolak ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, baik secara individual maupun perbankan secara keseluruhan. Sementara menurut penilaian Bank Indonesia, kriteria bank yang sehat itu harus memenuhi tiga faktor, yaitu :

1) Dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik. 2) Berkembang secara wajar.

3) Bermanfaat bagi perekonomian Indonesia

Secara rinci, untuk menjaga bank agar selalu sehat, ditetapkan kriteria-kriteria tertentu, yang terpenting di antaranya adalah sebagai berikut40

40

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Cet I, Bandung : Citra Aditya Bakti,1999, hlm.40-41.


(47)

1. Batas maksimum pemberian kredit (BPMK) atau sering juga disebut sebagai Legal Lending Limit (3L), yaitu larangan memberikan kredit untuk perusahaan-perusahaan terafiliasi (satu kelompok dengan bank tersebut) melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan, yang saat ini batas maksimum tersebut adalah 20 % dari modal setor.

2. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 9/PBI/2007 Tentang sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah bahwa penilaian tingkat kesehatan Bank Umum mencakup faktor-faktor meliputi Capital, Asset, Management, Earning,dan Liquidity (CAMEL) oleh sebab itu Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang cara penilaian tingkat kesehatan Bank Umum, pasal 2 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Tingkat kesehatan bank pada dasarnya dinilai berdasarkan CAMEL (

capital, asset, manajemen, rentabilitas, dan likuiditas ) adalah sebagai berikut :

1) Capital (permodalan)

Penilaian terhadap faktor permodalan didasarkan pada rasio modal terhadap Aktiva Terimbang Menurut Resiko (ATMR). Sedangkan penilaian terhadap Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) berdasarkan Pasal 2 PBI No. 10/15/PBI/2008 Tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum bank ditetapkan sebagai berikut:


(48)

a) Pemenuhan KPMM sebesar 8% diberi predikat “sehat” dengan nilai kredit 81, dan untuk setiap kenaikan 0, 1% dari pemenuhan KPMM sebesar 8% nilai kredit ditambah 1 hingga maksimal 100.

b) Pemenuhan KPMM kurang dari 8% sampai dengan 7,9% diberi predikat “kurang sehat” dengan nilai kredit 65 dan untuk setiap penurunan 0, 1% dari pemenuhan KPMM sebesar 7, 9% nilai kredit dikurangi 1 dengan minimal 0.

2) Kualitas Aktiva Produktif (KAP)

Penilaian terhadap KAP didasarkan atas 2 (dua) rasio, yaitu :

a) Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif sebesar 15,5% atau lebih diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 15,5% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimal 100.

b) Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk oleh Bank terhadap penyisihan aktiva produktif yang dibentuk oleh Bank sebesar 0% diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1% dimulai dari 0, nilai kredit ditambah 1 dengan maksimal 10.

3) Manajemen

Penilaian terhadap manajemen mencakup 2 (dua) komponen, yaitu manajemen umum dan manajemen resiko, dengan menggunakan daftar pertanyaan.

4) Rentabilitas


(49)

a)Rasio laba sebelum pajak dalam 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume usaha dalam periode yang sama.

b)Rasio biaya operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap pendapatan operasional dalam periode yang sama.

5) Likuiditas

Rasio untuk penilaian likuiditas dibagi atas 2 (dua ), yaitu :

a) Rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar dalam rupiah.

b) Rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh Bank dalam rupiah dan valas

3. Kecukupan Penyertaan Modal Minimum atau yang sering disebut Capital

Adequacy Ratio (CAR) yang terus ditingkatkan dari tahun ke tahun, yaitu 8 %

(dihitung dari Aktiva Terhitung menurut Ratio/AMTR) dan terus dinaikan, misalnya ada ketentuan Bank Indonesia yang mengharuskan bank devisa mencapai CAR 12 % di tahun 2001. Disamping kriteria tersebut diatas ada beberapa hal yang merupakan syarat-syarat bank sehat yaitu41

1. Perbandingan pinjaman terhadap simpanan atau yang sering disebut dengan Loan to Deposit Ratio (LDR), yang dalam hal ini ditetapkan sebesar 110 %.

Dan beberapa hal juga yang merupakan syarat-syarat dari bank sehat yaitu:

2. Kualitas Aktiva Produktif (KAP) 3. Posisi Devisa Netto (PDN)

41


(50)

4. Margin Trading Limit (MTL), yaitu adanya batasan tertentu (celling)

dalam hal bank melakukan kegiatan margin trading.

5. Kewajiban modal setor menjadi 50 miliar rupiah bagi bank umum nondevisa dan 150 miliar rupiah bagi bank devisa.

6. Kewajiban Giro Wajib Umum (GWM) atau Reserve Requirement(RR) sebesar 5 % dari total dana Pihak ketiga yang dihimpun. Giro Wajib minimum adalah sejumlah dana yang harus disetorkan kepada bank sentral (Mandala Maurung. Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter. Jakarta: FE UI. 2004)

7. Margin Pendapatan Bunga Bersih.

8. Return on Average Assets (ROA), yaitu angka yang menunjukan berapa

besar relative laba bersih (setelah pajak) terhadap total aktiva.

9. Return on Average Equity (RAE), yaitu cara penilaian kesehatan bank dilihat dari laba bersih setelah pajak dibagi dengan modal.

10.Debt to Equity (DER), yaitu perbandingan kredit terhadap modal. 11.Kemampuan untuk melunasi utang (Working Capital Ratio)


(51)

BAB III

TINJAUAN UMUM BANK INDONESIA

A. Sejarah Bank Indonesia (BI)

Gagasan pembentukan bank sirkulasi untuk Hindia Belanda dicetuskan menjelang keberangkatan Komisaris Jenderal Hindia Belanda Mr. C. T. Elout ke


(52)

Hindia Belanda. Kondisi keuangan di Hindia Belanda dianggap telah memerlukan penertiban dan pengaturan sistem pembayaran dalam bentuk lembaga bank. Pada saat yang sama kalangan pengusaha di Batavia, Hindia Belanda, telah mendesak didirikannya lembaga bank guna memenuhi kepentingan bisnis mereka. Meskipun demikian gagasan tersebut baru mulai diwujudkan ketika Raja Willem I menerbitkan Surat Kuasa kepada Komisaris Jenderal Hindia Belanda pada 9 Desember 1826. Surat tersebut memberikan wewenang kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk membentuk suatu bank berdasarkan wewenang khusus berjangka waktu, atau lazim disebut Oktroi.

Dengan surat kuasa tersebut, pemerintah Hindia Belanda mulai mempersiapkan berdirinya DJB. Pada 11 Desember 1827, Komisaris Jenderal Hindia Belanda Leonard Pierre Joseph Burggraaf Du Bus de Gisignies mengeluarkan Surat Keputusan No. 28 tentang Oktroi dan Ketentuan-Ketentuan mengenai DJB.

Kemudian pada 24 Januari 1828 dengan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No. 25 ditetapkan Akte Pendirian De Javasche Bank. Pada saat yang sama juga diangkat Mr. C. de Haan sebagai Presiden DJB dan C.J. Smulders sebagai Sekretaris DJB. Maka terbentuklah De Javasche Bank.

Dalam periode Oktroi keempat didirikan lima kantor cabang di Jawa maupun luar Jawa yaitu Padang, Makasar, Cirebon, Solo dan Pasuruan. Kemudian disusul dengan pembukaan Kantor Cabang Yogyakarta menjelang berakhirnya Oktroi kelima.


(53)

Pada periode Oktroi keenam, DJB yang telah berusia 52 tahun melakukan pembaharuan dasar pendiriannya dengan Akte Pendirian di hadapan Notaris Derk Bodde di Jakarta pada 22 Maret 1881. Dalam akte baru tersebut, DJB mengubah statusnya menjadi Naamlooze Vennootschap (N.V.). Dengan perubahan Akte tersebut, NV.DJB dianggap sebagai perusahaan baru. Selama berlakunya oktroi keenam, tidak ada penambahan Kantor Cabang baru. Tetapi justru terjadi penutupan Kantor Cabang Pasuruan pada 31 Maret 1890 karena selalu menderita kerugian hingga sulit untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oktroi kedelapan adalah Oktroi DJB terakhir hingga berlakunya DJB Wet pada 1922. Pada periode Oktroi terakhir ini, DJB banyak mengeluarkan ketentuan baru dalam bidang sistem pembayaran yang mengarah kepada perbaikan bagi lalu lintas pembayaran di Hindia Belanda. Oktroi kedepalan berakhir hingga 31 Maret 1921 dan hanya diperpanjang selama satu tahun sampai dengan 31 Maret 1922.

Pada 31 Maret 1922 diundangkan De Javasche Bankwet 1922. Bankwet 1922 ini kemudian diubah dan ditambah dengan UU tanggal 30 April 1927 serta UU 13 Nopember 1930. Pada dasarnya De Javasche Bankwet 1922 adalah perpanjangan dari oktroi kedelapan DJB yang berlaku sebelumnya. Masa berlaku Bankwet 1922 adalah 15 tahun ditambah dengan perpanjangan otomatis satu tahun, selama tidak ada pembatalan oleh Gubernur Jenderal atau pihak Direksi.

Pecahnya Perang Dunia II di Eropa terus menjalar hingga ke wilayah Asia-Pasifik, militer Jepang segera melebarkan wilayah invasinya dari daratan Asia menuju Asia Tenggara. Menjelang kedatangan Jepang di pulau Jawa, Dr. G.G. van Buttingha Wichers, Presiden DJB berhasil memindahkan semua cadangan


(54)

emasnya ke Australia dan Afrika Selatan. Pemindahan tersebut dilakukan lewat pelabuhan Cilacap. Setelah menduduki Jawa pada Februari-Maret 1942, bala tentara Jepang memaksa penyerahan seluruh asset bank kepada Tentara Pendudukan Jepang.

Selanjutnya pada April 1942 diumumkan suatu banking-moratorium tentang adanya penangguhan pembayaran kewajiban-kewajiban bank. Beberapa bulan kemudian Pimpinan Tentara Jepang untuk pulau Jawa yang berada di Jakarta mengeluarkan ordonansi berupa perintah likuidasi untuk seluruh bank Belanda, Inggris dan beberapa bank Cina. Ordonansi serupa juga dikeluarkan oleh Komando Militer Jepang di Singapura untuk bank-bank di Sumatera. Sedangkan kewenangan likuidasi bank-bank di Kalimantan dan Great East diberikan kepada

Navy Ministry di Tokyo.

Fungsi dan tugas dari bank yang dilikuidasi diambil alih oleh bank-bank Jepang seperti Yokohama Specie Bank, Taiwan Bank dan Mitsui Bank, yang pernah ada sebelumnya dan ditutup oleh Belanda saat mulai pecah perang. Sedangkan untuk bank sirkulasi di pulau Jawa dibentuk Nanpo Kaihatsu Ginko yang antara lain melanjutkan tugas Tentara Pendudukan Jepang dalam mengedarkan invansion money yang dicetak di Jepang dalam tujuh denominasi dari 1 Gulden hingga 10 Gulden. Sampai pertengahan Agustus 1945 di Jawa telah diedarkan invansion money senilai 2,4 Milyar Gulden dan di Sumatera senilai 1,4 Milyar Gulden serta dalam nilai lebih kecil diedarkan di Kalimantan dan Sulawesi. Sejak 15 Agustus 1945 juga masuk dalam peredaran senilai 2 Milyar Gulden, sebagian berasal dari uang yang ditarik dari bank-bank Jepang di


(55)

Sumatera dan sebagian dicuri dari DJB Surabaya serta beberapa tempat lainnya. Hingga Maret 1946 jumlah uang beredar di wilayah Hindia Belanda berjumlah sekitar 8 Milyar Gulden. Hal tersebut menimbulkan hancurnya nilai mata uang dan memperberat beban ekonomi wilayah Hindia Belanda

Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, Indonesia segera memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Keesokan harinya, pada 18 Agustus 1945 telah disusun Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan dasar bagi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang ditujukan bagi kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Penetapan landasan dasar bagi kehidupan dan pembangunan ekonomi mendapat perhatian yang besar dalam UUD 1945. Hal tersebut tercermin dalam penjelasan UUD 1945 Bab VIII pasal 23 Hal Keuangan yang menyatakan cita-cita membentuk bank sentral dengan nama Bank Indonesia untuk memperkuat adanya kesatuan wilayah dan kesatuan ekonomimoneter.

Sementara itu dengan membonceng tentara Sukutu, Belanda kembali mencoba menduduki wilayah yang pernah dijajahnya. Maka dalam wilayah Indonesia terdapat dua pemerintahan yaitu : Pemerintahan Republik Indonesia, yang berkedudukan di Jakarta lalu hijrah ke Yogyakarta dan Pemerintahan Belanda atau Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA) yang juga berpusat di Jakarta. Pada 10 Oktober 1945, NICA membuka akses kantor-kantor pusat Bank Jepang di Jakarta dan menugaskan DJB menjadi bank sirkulasi menggambil alih peran Nanpo Kaihatsu Ginko. Tidak lama kemudian DJB berhasil membuka sembilan cabangya di wilayah-wilayah yang dikuasai oleh


(56)

NICA. Cabang-cabang tersebut antara lain: Jakarta, Semarang, Manado, Surabaya, Banjarmasin, Pontianak, Bandung, Medan dan Makassar. Berikutnya melalui Agresi Militer I, DJB berhasil membuka kembali kantor cabang Palembang, Cirebon, Malang dan Padang. Sedangkan cabang-cabang DJB di Yogyakarta, Solo dan Kediri berhasil dibuka setelah Agresi Militer II.

Sedangkan di wilayah yang dikuasai oleh Republik Indonesia, pada 19 Oktober 1945 dibentuk Jajasan Poesat Bank Indonesia (Yayasan Bank Indonesia). Tidak lama kemudian Yayasan Bank Indonesia melebur dalam Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2/1946. Namun demikian situasi perang kemerdekaan dan terbatasnya pengakuan dunia sangat menghambat peran BNI sebagai bank sirkulasi.

Selanjutnya untuk mempersiapkan penerbitan mata uang RI, Pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah RI No. 2 dan 3. Kedua Maklumat tersebut mengumumkan tidak berlakunya uang NICA di wilayah RI dan penetapan beberapa jenis uang yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah RI.

Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) diterbitkan pertama kali pada 30 Oktober 1946. Dengan keluarnya ORI, maka uang Jepang serta uang Belanda dinyatakan tidak berlaku sampai melalui jangka waktu penarikan yang ditentukan. Permasalahan keamanan akibat perang yang terus berlangsung menyebabkan terhambatnya peredaran ORI ke segenap wilayah Indonesia. Maka Pemerintah Pusat memberikan wewenang dan jaminan kepada Pemerintah Daerah tertentu


(57)

untuk menerbitkan uang kertas atau tanda pembayaran yang sah dan berlaku secara terbatas di daerah yang bersangkutan. Uang tersebut dikenal dengan ORIDA dan pada waktunya dapat ditukar dengan ORI.

Terselenggaranya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda pada 1949 telah menandai berakhirnya permusuhan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda. Pada Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada saat itu, sesuai dengan keputusan KMB, fungsi bank sentral tetap dipercayakan kepada DJB. Pemerintahan RIS tidak berlangsung lama, karena 15 Agustus 1950 pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) membatalkan isi perjanjian KMB dan memutuskan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Meskipun demikian kedudukan DJB tetap sebagai bank sirkulasi.

Berakhirnya kesepakatan KMB ternyata telah mengobarkan semangat kebangsaan yang terwujud melalui gerakan nasionalisasi perekonomian Indonesia. Maka, masih dalam napas yang sama, timbul keinginan untuk merubah DJB yang masih berstatus swasta untuk menjadi milik negara. Lebih jauh dari itu, Republik Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat seyogyanya harus memiliki bank sentral yang bersifat nasional. Berkaitan dengan itu pada 28 Mei 1951 Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo dihadapan Parlemen mengumumkan kehendak Pemerintah untuk menasionalisasi DJB.

Mendengar pengumuman itu, Dr. Houwink, selaku Presiden DJB, merasa terkejut karena tidak diberitahu terlebih dahulu, sehingga mengundurkan diri dari jabatannya. Kemudian Houwink diberhentikan dengan hormat dan sebagai


(58)

penggantinya diangkat Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai Presiden DJB baru. Pada 19 Juni 1951 pemerintah membentuk Panitia Nasionalisasi DJB yang akan mengkaji usulan langkah nasionalisasi, menyusun RUU nasionalisasi dan sekaligus merancang undang-undang bank sentral. Selanjutnya pada 15 Desember 1951 diumumkan undang-undang No. 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi DJB.

Nasionalisasi dilaksanakan melalui pembelian 99,4% saham DJB senilai 8,9 juta Gulden. Setelah itu Rancangan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia diajukan ke parlemen pada September 1952. RUU tersebut kemudian disetujui oleh parlemen pada 10 April 1953, disahkan oleh Presiden pada 29 Mei 1953 dan akhirnya dinyatakan mulai berlaku sejak 1 Juli 1953. Sejak saat itu bangsa Indonesia telah memiliki sebuah lembaga bank sentral dengan nama Bank Indonesia.

B. Bank Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia

Pembangunan Nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan dalam rangka mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.42

Untuk mendukung terwujudnya pembangunan nasional yang berkesinambungan dan sejalan dengan tantatangan perkembangan serta pembangunan ekonomi yang semakin kompleks, sistem keuangan yang semakin

42

Lihat konsiderans menimbang butir (a) Undang-Undang No. 3 Tahun 2004, Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun1999 tentang Bank Indonesia.


(59)

maju serta perekonomian yang semakin kompetitif dan terintegrasi,maka kebijakan moneter harus dititik beratkan pada upaya untuk memelihara stabilitas nilai rupiah.43

Sehubungan dengan itu, perlu dilaksanakan prinsip keseimbangan antara independensi Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan pengawasan dan tanggung jawab atas kinerjanya serta akuntabilitas publik yang transparan.44

a. Status, Tempat Kedudukan Dan Modal Bank Indonesia

Bank Indonesia yang merupakan bank sentral dipimpin oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia sebagai pemimpin Bank Indonesia berfungsi untuk mewakili Bank Indonesia di dalam dan di luar pengadilan.

Kewenangan untuk mewakili di dalam dan di luar pengadilan sebagaimana dimaksud dilaksanakan oleh Gubernur Bank Indonesia. Gubernur Bank Indonesia dalam menjalankan kewenangannnya dapat diserahkan kepada Deputi Gubernur Senior, dan atau beberapa orang Deputi Gubernur, atau seorang atau beberapa pegawai Bank Indonesia dan atau pihak lain yang khusus ditunjuk untuk itu.

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia, yang dimaksud dengan bank sentral yaitu lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem

43

Ibid., konsiderans menimbang butir (b)

44


(60)

pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan serta menjalankan fungsi sebagai Lender Of The Last Resort.

Bank Indonesia adalah Lembaga Negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang dengan tegas diatur dengan Undang-Undang Tentang Bank Indonesia. Dalam hal Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen di bidang tugasnya berada di luar pemerintahan dan lembaga lain sebagaimana ditetapkan Undang-undang Bank Indonesia menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat . Selain itu, laporan keuangan Bank Indonesia diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hasil pemeriksaan BPK tersebut diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Bank Indonesia merupakan badan hukum berdasarkan Undang-Undang tentang Bank Indonesia. Badan hukum maksudnya, agar terdapat kejelasan kewenangan Bank Indonesia dalam mengelola kekayaan sendiri yang terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Bank Indonesia berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia, dalam melakukan tugas dan wewenangnya mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah Republik Indonesia.

Modal Bank Indonesia di dalam Pasal 6 Ayat (1) Undang-undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dijelaskan bahwa modal Bank Indonesia adalah berjumlah sekurang-kurangnya Rp. 2 triliun. Modal bank Indonesia tersebut berasal dari kekayaan


(1)

masyarakat terhadap dunia perbankan. Padahal perbankan merupakan lembaga keuangan yang berasaskan kepercayaan, atas asas kepercayaan inilah masyarakat mau untuk menyimpan dananya di bank. Jika hal ini tidak terjamin lagi maka masyarakat tentunya enggan untuk menyimpan dananya di bank. Akhirnya akan berdampak juga pada kemajuan perekonomian nasional yang akan menggangu stabilitas moneter.

3. Lembaga Keuangan yang terkait untuk melakukan koordinasi terhadap pencegahan dan penanganan system finansial sebagai akibat bank gagal adalah Lembaga Penjamin Simpanan. Lembaga Penjamin Simpanan harus aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan nasional. Untuk itu, LPS berwenang menetapkan dan memungut premi penjaminan dari bank-bank (yang dikumpulkan menjadi dana LPS) dan menangani bank gagal. Undang-undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Pasal 37 menyatakan bahwa LPS bertanggung jawab atas kekurangan biaya penanganan bank gagal setelah pemegang saham lama melakukan penyertaan modal. Biaya itu akan masuk dalam penyertaan modal sementara LPS kepada bank. Bank Indonesia yang diwakili Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan anggota dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang memiliki fungsi untuk menetapkan kebijakan dalam pencegahan dan penanganan krisis. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 yang diubah dengan undang-undang No.3 tahun 2004 maka BI memiliki fungsi pengawasan sepenuhnya dan


(2)

melekat kewenangan yang dimiliki BI untuk merekomendasikan rapat kepada KSSK jika menemukan bank yang mengalami kesulitan keuangan (kesulitan likuiditas dan permasalahan solvabilitas) dan ditenggarai berdampak sistemik. Hal ini diatur dalam Perppu JPSK (Perppu Nomor 4 Tahun 2008) yang berlaku efektif sejak 15 Oktober 2008.

4. Manfaat dan tujuan Penyelamatan Bank Century dapat kita ketahui secara nyata adalah hal yang dikhawatirkan seperti yang dampak sistemik maupun rush terhadap dana-dana perbankan tidak terjadi. Berdasarkan penjelasan Penjelasan Pjs.Gubernur Bank Indonesia dalam Press Conference bersama Departemen Keuangan, BI, & LPS mengenai hasil audit investigasi BPK di Departemen Keuangan Tanggal 24 November 2009 bahwa dari serangkaian langkah kebijakan dan tindakan yang ditempuh selama ini menghasilkan hal positif bagi stabilitas sIstem keuangan dan perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari indikator dan opini-opini yang muncul dari para pelaku pasar.

B. Saran

Adapun saran yang penulis sampaikan kiranya Peran Bank Indonesia dalam Upaya Penyelamatan Perbankan menjadi bahan pelajaran berharga untuk kita bahwa jangan sampai politisasi begitu kental dalam pemulihan perekonomian. Karena tindakan yang lambat dalam mengambil kebijakan dalam perekonomian akan berpengaruh besar bagi situasi moneter nasional, jangan sampai krisis yang pernah terjadi pada tahun 1998 terjadi kembali.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Ali, Masyhud. Restrukturisasi Perbankan dan Dunia Usaha. Jakarta: PT Elex Media Computindo. 2002.

Djumhana, Muhamad. Rahasia bank. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 1996. . Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya

Bakti. 2000.

Djiwandono, J. Soedradjad, dkk. Sejarah Bank Indonesia Periode ke 5, Jakarta: Bank Indonesia. 2006.

Fuady, Munir. Hukum Perbankan Modern. Jakarta: PT Aditya Citra Bakti. (cetakan I) 1999.

Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Prenada Media. 2005.

Indriastuti, Ratih. Skripsi “Penyertaan Modal Sementara Oleh Lembaga Penjaminan Simpanan Sebagai Upaya Penyelamatan Bank Gagal”. Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2009.

Kansil, CST. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta:Sinar Grafika, 1993.

Maurung, Mandala. Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter. Jakarta:Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2004.


(4)

Siregar, Mustafa Pengantar Beberapa Pengertian Hukum Perbanka. Medan:USU Press. 1987.

Sutedi, Adrian. Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi dan Kepailitan. Jakarta: Sinar Garfika. Tahun 2007.

Sugono, Bambang. Pengantar Hukum Perbankan. Bandung:Mandar Maju. 1995. Suyatno, Thomas. Kelembagaan Perbankan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1996.

Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2003.

Widiyono, Try. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT Ghalia Indonesia. 2006.

Warjiyo, Perry Bank Indonesia Bank sentral Republik Indonesia Sebuah Pengantar. Bandung: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). 2004.

2. Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (BW). Kitab Undang-Undang Hukun Dagang (KUHD).

Perpu No. 4 tahun 2008 Tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan.

Peraturan Bank Indonesia Tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, PBI No. 10/15/PBI/2008.


(5)

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992, LN. No 31, TLN No. 3472. jo Undan-Undang No. 10 Tahun 1998, LN. No. 182, TLN No. 3790 Tentang Perbankan. Undang-Undang No. 23 Thaun 1999, LN No 66, TLN No. 3843. jo UU No 3 tahun 2004, LN No. 7, TLN No. 4357 Tentang Bank Indonesia.

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/23/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/5/BPPP, dijelaskan tentang Tata Cara Penilaian Kesehatan Bank.

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

3. Internet

Pengertian dan Indikator dampak sistemik. Januari 2010.

Pertimbangan Biaya vs Manfaat Penyelamatan Bank Century.

Prinsip-Prinsip Dasar Pengambilan Keputusan Terhadap Bank Century.

Adrian, Thomas. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Fakultas Ekonomi Unila. www.google.com

Analisis Posisi Likuiditas DRS. H. Cairuddin Nasution. Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Sumatera Utara. www.usudigitallibrary.2002.


(6)

Penjelasan Pjs.Gubernur Bank Indonesia Dalam Press Conference bersama Departemen Keuangan, BI, & LPSMengenai Hasil Audit Investigasi BPK di Departemen Keuangan Tanggal 24 November 2009.

Krisis Global Dan Penyelamatan Sistem Perbankan Indonesia.

3. Sumber-Sumber Lain

Otoritas Moneter Beban Berat Bagi Bank Sentral”, Kompas, 7 Januari 2010, hlm. 21.

Agus Santoso, Karakter Khusus Ketentuan Hukum Dalam Sistem Hukum Perbankan dan kebanksentralan, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Vol. 1 No. 2, Desember 2003, Direktorat Hukum Bank Indonesia, Jakarta hlm 49.