Tinjauan Yuridis Terhadap Konsep Perdagangan Karbon Sebagai International Collaborative Dalam Upaya Penyelamatan Dunia Dari Pemanasan Global

(1)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

LAURENTIA A. KARTIKA NIM: 100200318

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONSEP PERDAGANGAN KARBON SEBAGAI INTERNATIONAL COLLABORATIVE DALAM UPAYA

PENYELAMATAN DUNIA DARI PEMANASAN GLOBAL

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

LAURENTIA A. KARTIKA NIM: 100200318

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

Ketua Departemen

Arif, SH, MH NIP: 196403301993031002

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum NIP: 196207131988031003 NIP:197308012002121002


(3)

selama Penulis menuntut ilmu dan menyelesaikan tugas akhir (Skripsi) ini. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun yang Penulis pilih sebagai judul Skripsi adalah “Tinjauan Yuridis Terhadap Konsep Perdagangan Karbon Sebagai International Collaborative Dalam Upaya Penyelamatan Dunia Dari Pemanasan Global”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan berbagai keterbatasan Penulis, baik keterbatasan pengetahuan, pengalaman Penulis dalam menulis karya ilmiah, maupun segi ketersediaan literatur. Oleh karena itu, Penulis dengan besar hati mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian.

Pada kesempatan ini Penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuannya secara moril maupun materil dalam proses penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada Papa Amsal Victory dan Mama Irine Margaretha Tien Anna Susanti yang telah memberikan doa, motivasi, saran, dan dukungan baik secara moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MH, selaku Dekan Fakultas Hukum


(4)

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafrudin Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik Penulis.

4. Bapak Muhammad Husni, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Arif, SH, MH, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Suhaidi, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing I, terimakasih atas segala dukungan, bimbingan, dan nasihat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, terimakasih atas nasihat, motivasi, dan bimbingan penuh suka cita dan kesabaran, serta bantuan yang sangat bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing Penulis selama masa perkuliahan.

9. Seluruh civitas Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, jajaran staf administrasi dan seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10.Adik-adik Penulis, Alexandra Dinda Kartika Putri dan Gregorius Arya Putra Ksatria yang selalu menjadi semangat Penulis.


(5)

11.Yessy Angelina Silalahi, sahabat yang selalu setia menemani Penulis dalam suka duka sedari kanak-kanak, terimakasih atas segala dukungan, bantuan, semangat, dan doa yang telah diberikan kepada Penulis.

12.Friska Lovia Martha Panjaitan, Irena Putri Tarigan, Clara Amanda Schram, Stephanie Arachya Santira Pandia, Beatrice Sondang Anastasya Aruan, terimakasih atas segala dukungan, motivasi, bantuan, doa yang telah diberikan kepada Penulis serta selalu setia menemani Penulis dalam suka maupun duka. 13.Gilbert Adil Hamonangan Sinaga, Devi Silvia Hutapea, Anggie Sere Noveline

Sitompul, Anastasya Mariska Silitonga, Marwah Effendi Nasution, Nidea Novresia Hutabarat, Andreas Gayus Sinulingga, Theopilus Sembiring, terimakasih atas segala semangat, motivasi, bantuan, dan selalu setia menemani Penulis dalam suka duka.

14.Seluruh teman-teman ILSA ‘Kalian Luar Biasa’, terimakasih atas semua memori selama Penulis menjadi mahasiswi Hukum Internasional.

15.Semua Pihak yang telah membantu Penulis baik secara moril maupun materil yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.

Demikian yang dapat Penulis sampaikan, semoga kita semua selalu diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Maret 2014 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH* Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum**

Laurentia A. Kartika**

Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan isu lingkungan yang sedang hangat dibicarakan. Salah satu cara untuk menangani permasalahan pemanasan global dan perubahan iklim dengan konsep perdagangan karbon sebagai bentuk kerjasama negara maju dan negara berkembang yang dilakukan dengan kontrak ERPA(Emission Reduction Purchase Agreement) memiliki aspek yuridis.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana aturan-aturan hukum internasional tentang pemanasan global, bagaimana perangkat hukum Internasional mengatur tentang perdagangan karbon, bagaimana aspek hukum kerjasama internasional terkait perdagangan karbon dalam upaya menanggulangi dampak pemanasan global menurut persetujuan ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement).

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian yuridis normatif karena sasaran penelitian adalah meninjau peraturan hukum yang terkait dengan pemanasan global dan perdagangan karbon dengan menggunakan studi kepustakaan melalui bahan-bahan berupa buku, dokumen, artikel, peraturan yang berkaitan, koran, dan majalah dengan tujuan yang termaksud dalam penyusunan penelitian ini.

Pemanasan global dan perubahan iklim diatur dalam The United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). UNFCCC menjadi acuan para pihak yang meratifikasi konvensi ini dalam membuat aturan-aturan lebih lanjut mengenai cara-cara menangani masalah pemanasan global dan perubahan iklim. UNFCCC juga menjadi acuan pembentukan Protokol Kyoto yang melahirkan konsep perdagangan karbon melalui Mekanisme Fleksibel. Salah satu konsep perdagangan karbon yang banyak dikembangkan adalah CDM yang memperkenankan kerjasama antara negara maju dan negara berkembang. Kerjasama proyek CDM dilakukan dengan kontrak ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement). Dalam kontrak ERPA terdapat klausula-klausula yang diperjanjikan dalam pelaksanaan proyek CDM. Proyek perdagangan karbon melalui skema CDM ini diimplementasikan dengan tepat dan cara yang lebih mudah agar semakin banyak negara-negara yang turut ambil bagian di dalamnya untuk menangani masalah pemanasan global dan perubahan iklim.

Kata Kunci : Perdagangan Karbon, Pemanasan Global, UNFCCC, Protokol Kyoto, ERPA.

*

Dosen Pembimbing I

**

Dosen Pembimbing II

***


(7)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Abstraksi ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Singkatan ... vii

Daftar Tabel... x

Daftar Gambar ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 10

D. Keaslian Penulisan... 12

E. Tinjauan Kepustakaan... 12

F. Metode Penelitian... 16

G. Sistematika penulisan... 18

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEMANASAN GLOBAL... 20

A. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim... 20

B. Dampak Pemanasan Global Dan Upaya Internasional Dalam Menyelamatkan Bumi Dari Pemanasan Global... 28

C. Ketentuan Tentang Pemanasan Global dalam Hukum Internasional... 35


(8)

BAB III PERANGKAT HUKUM INTERNASIONAL MENGATUR

TENTANG PERDAGANGAN KARBON... 50

A. Konsep Perdagangan Karbon Secara Umum... 50

B. Akibat Perdagangan Karbon... 62

C. Konsep Perdagangan Karbon Dalam Pengaturan Hukum Internasional... 68

BAB IV ASPEK HUKUM KERJASAMA INTERNASIONAL TERKAIT PERDAGANGAN KARBON DALAM UPAYA MENANGGULANGI DAMPAK PEMANASAN GLOBAL MENURUT ERPA (EMISSION REDUCTION PURCHASE AGREEMENT) ... 79

A. Peran Hutan Dalam Perdagangan Karbon... 79

B. Peran Masyarakat Internasional dalam Pelestarian Hutan dan Perdagangan Karbon... 85

C. Aspek Hukum Internasional dalam ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement)... 95

BAB V PENUTUP ... 116

A. Kesimpulan... 116

B. Saran ... 117


(9)

DAFTAR SINGKATAN

AAU : Assignment Amount Unit

AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan BAPA : Buenos Aires Plan of Action

BAU : Business as Usual BBF : Bahan Bakar Fosil

CBD : Convention on Biological Diversity

CBDR : Common But Differentiated Responsibility CDM : Clean Development Mechanism

CER : Certified Emission Reduction CH4 : Methane

CIFOR : The Center for International Forestry Research CMP : Conference of Meeting Parties

CO2 : Carbon Dioxide

COP : Conference of Parties

CSD : Commission on Sustainable Development DNA : Designeated National Authority

DOE : Designated Operational Entity EB : Executive Board

ER : Emission Reduction

ERPA : Emission Reduction Purchase Agreement ERU : Emission Reduction Unit


(10)

ET : Emission Trading

EU ETS : European Union Emission Trading Scheme EUA : European Union Allowances

FAO : Food and Agriculture Organization GATT : General Agreement on Tariffs and Trade GHG : Green House Gases

HFC : Hydro Fluoro Carbon

IETA : International Emissions Trading Association

INC/FCC : The Intergovernmental Negotiating Committee for a Framework Convention on Climate Change

IPCC : Intergovernmental Panel on Climate Change JI : Joint Implementation

LULUCF : Land Use, Land Use Change, and Forestry MPB : Mekanisme Pembangunan Bersih

N2O : Nitrous Oxide

NSS : National Strategy Study

NSW GGAS : New South Wales Greenhouse Gas Reduction Scheme OECD : Organisation for Economic Co-operation and Development PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

PFC : Perfluorocarbon

QELROs : Quantified Emission Limitation and Reduction Objectives REDD : Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation


(11)

REDD+ : Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation, carbon stock enhancement and forest conservation

SBSTA : Subsidiary Body for Scientificand Technica Advice

SF6 : Sulphur Hexafluoride

UNCED : United Nations Conference on Environment and Development UNEP : United Nations Environment Programme

UNFCCC : United Nations Framework Convention on Climate Change VER : Verified Emission Reduction

WG : Working Group

WSSD : World Summit on Sustainable Development WTO : World Trade Organization


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Kronologi konvensi-konvensi internasional yang terkait isu emisi karbon mulai dari tahun 1985-2012.

Tabel 3.2 : Perangkat-perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan perdagangan karbon.

 

Tabel 4.1 : Spot Agreement

Tabel 4.2 : Future Delivery Agreement

Tabel 4.3 : Call Option


(13)

DAFTAR GAMBAR


(14)

ABSTRAK

Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH* Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum**

Laurentia A. Kartika**

Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan isu lingkungan yang sedang hangat dibicarakan. Salah satu cara untuk menangani permasalahan pemanasan global dan perubahan iklim dengan konsep perdagangan karbon sebagai bentuk kerjasama negara maju dan negara berkembang yang dilakukan dengan kontrak ERPA(Emission Reduction Purchase Agreement) memiliki aspek yuridis.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana aturan-aturan hukum internasional tentang pemanasan global, bagaimana perangkat hukum Internasional mengatur tentang perdagangan karbon, bagaimana aspek hukum kerjasama internasional terkait perdagangan karbon dalam upaya menanggulangi dampak pemanasan global menurut persetujuan ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement).

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian yuridis normatif karena sasaran penelitian adalah meninjau peraturan hukum yang terkait dengan pemanasan global dan perdagangan karbon dengan menggunakan studi kepustakaan melalui bahan-bahan berupa buku, dokumen, artikel, peraturan yang berkaitan, koran, dan majalah dengan tujuan yang termaksud dalam penyusunan penelitian ini.

Pemanasan global dan perubahan iklim diatur dalam The United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). UNFCCC menjadi acuan para pihak yang meratifikasi konvensi ini dalam membuat aturan-aturan lebih lanjut mengenai cara-cara menangani masalah pemanasan global dan perubahan iklim. UNFCCC juga menjadi acuan pembentukan Protokol Kyoto yang melahirkan konsep perdagangan karbon melalui Mekanisme Fleksibel. Salah satu konsep perdagangan karbon yang banyak dikembangkan adalah CDM yang memperkenankan kerjasama antara negara maju dan negara berkembang. Kerjasama proyek CDM dilakukan dengan kontrak ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement). Dalam kontrak ERPA terdapat klausula-klausula yang diperjanjikan dalam pelaksanaan proyek CDM. Proyek perdagangan karbon melalui skema CDM ini diimplementasikan dengan tepat dan cara yang lebih mudah agar semakin banyak negara-negara yang turut ambil bagian di dalamnya untuk menangani masalah pemanasan global dan perubahan iklim.

Kata Kunci : Perdagangan Karbon, Pemanasan Global, UNFCCC, Protokol Kyoto, ERPA.

*

Dosen Pembimbing I

**

Dosen Pembimbing II

***


(15)

A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk hidup yang berakal akan selalu berusaha meningkatkan kualitas hidupnya. Peningkatan kualitas hidup ini berkaitan dengan masalah kesejahteraan manusia yang akan terus diperjuangkan. Usaha peningkatan kualitas hidup manusia merupakan persoalan semua bangsa di dunia ini. Akan tetapi dalam meningkatkan kualitas hidup ini tidak semua bangsa memiliki modal dan kesempatan yang sama untuk memulai dan mencapai tingkat kualitas hidup yang diinginkan.

Masalah modal dan kesempatan yang dimaksud tersebut adalah faktor utama dalam usaha untuk mendapatkan kualitas hidup atau tingkat kesejahteraan manusia yaitu masalah Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang dimiliki setiap bangsa. Modal dan kesempatan yang tidak sama inilah yang menjadikan adanya ketidakseimbangan kualitas hidup antara suatu bangsa dengan bangsa lainnya. Ketidakseimbangan ini juga yang menjadi penyebab kerusakan bumi, melalui penjarahan, eksplorasi dan eksploitasi Sumber Daya Alam yang tidak terkendali dan juga melalui peperangan. Hal-hal tersebut berarti juga akan mengurangi kualitas hidup manusia, padahal manusia ingin meningkatkan kualitas hidup.

Upaya manusia untuk meningkatkan kualitas hidup tersebut antara lain dengan memanfaatkan kemampuan otak manusia untuk mencapai apa yang


(16)

diinginkannya. Kelompok manusia yang memanfaatkan kemampuan otak pada umumnya adalah kelompok manusia atau bangsa yang tidak mempunyai Sumber Daya Alam yang cukup, tetapi berkeinginan mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Sebaliknya, bangsa yang mempunyai Sumber Daya Alam cukup seringkali memiliki Sumber Daya Manusia yang kurang memadai. Akibatnya Sumber Daya Alam yang ada akan dimanfaatkan oleh bangsa lain yang memiliki Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Selain hal tersebut, ada satu lagi masalah penting yang harus dipikirkan oleh semua bangsa di dunia ini, yaitu masalah pemanasan global yang dampaknya dapat menjadi ancaman bagi umat manusia.1

Isu lingkungan yang menarik di era milenium ini adalah pemanasan global yang berpengaruh pada perubahan iklim, yang ditandai dengan peningkatan kadar emisi (CO2) di udara dan peningkatan tinggi muka air laut, sebagai akibat

mencairnya es di kutub utara, perubahan cuaca yang radikal, bencana alam merupakan dampak pemanasan global dan perubahan iklim. Dampak pemanasan global akhir-akhir ini juga dapat dilihat dari serangan udara dingin yang melanda dan melumpuhkan sejumlah wilayah di Ameriika Serikat pada awal Januari 2014. Suhu di beberapa wilayah mencapai -36° Celcius, bahkan dengan pengaruh angin warga bisa merasakan seolah berada di tempat bersuhu hingga -50° Celcius.2 Bagian selatan Bumi, Australia malah mengalami hal sebaliknya, panas ekstrem melanda hingga suhu mencapai 45° Celcius.

             1

 Wisnu Arya Wardana, Dampak Pemanasan global, Yogyakarta, ANDI, 2010. Hal. 2.

2 Yunanto Wiji Utomo, “Bagaimana Musim Dingin Ekstrem di Amerika Terkait Pemanasan Global? ”http://sains.kompas.com/read/2014/01/07/1028583/Bagaimana.Musim.Dingi n.Ekstrem.di.Amerika.Terkait.Pemanasan.Global, diakses pada 17 Januari 2014.


(17)

Isu pemanasan global ini selalu ditempatkan dalam daftar agenda terpenting pada kelompok manapun yang peduli terhadap lingkungan. Suhu rata-rata permukaan bumi semakin hari semakin meningkat selama beberapa tahun belakangan. Sebagian besar peningkatan suhu bumi disebabkan oleh meningkatnya aktivitas dan fasilitas hidup manusia. Fasilitas yang semakin mewah dan berteknologi modern, ternyata berdampak negatif terhadap bumi yang menyebabkan pemanasan global. Peningkatan suhu dapat menyebabkan tidak stabilnya cuaca di permukaanbumi.

Pemanasan global merupakan permasalahan yang semakin hangat. Seluruh negara di dunia ini semakin gencar berjuang untuk menghadapi permasalahan pemanasan global ini, berusaha untuk menanggulanginya dan berusaha untuk mencegah berkembangnya pemanasan global tersebut. Demikian usaha pencegahan tidak sedikit juga usaha-usaha maupun tindakan-tindakan yang membuat permasalahan pemanasan global itu semakin melebar dan semakin parah sehingga keadaan dunia semakin mengenaskan dan perlu ditanggulangi lebih lanjut.

Banyak orang menyadari bahwa untuk menghentikan pemanasan global, kita tidak dapat melakukannya sendiri, melainkan membutuhkan kerjasama yang melibatkan komunitas di dunia. Namun demikian, masih banyak orang yang tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan untuk menghentikan pemanasan global. Jika tidak segera bertindak maka dampaknya akan sangat serius.3

      

3 Team SOS, Pemanasan global Solusi dan Peluang Bisnis, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2011. Hal. 2.


(18)

Pemanasan global itu sendiri tidak terjadi secara seketika, tetapi berangsur-angsur. Ketika revolusi industri baru dimulai sekitar tahun 1850, konsentrasi salah satu gas rumah kaca penting yaitu CO2 di atmosfer baru 290

ppmv (part per million by volume), saat ini (150 tahun kemudian) telah mencapai sekitar 350 ppmv. Jika pola konsumsi, gaya hidup, dan pertumbuhan penduduk tidak berubah, 100 tahun yang akan datang konsentrasi CO2 diperkirakan akan

meningkat menjadi 580 ppmv atau dua kali lipat dari zaman pra-industri. Akibatnya, dalam kurun waktu 100 tahun yang akan datang suhu rata-rata bumi akan meningkat hingga 4,5ºC dengan dampak terhadap berbagai sektor kehidupan manusia yang luar biasa besarnya.

Tidak semua negara industri penyebab masalah ini siap mengatasinya karena upaya mitigasi yang menangani penyebabnya memerlukan biaya yang tinggi. Pada saat yang bersamaan hampir semua negara yang tidak menimbulkan masalah perubahan iklim, yaitu negara berkembang, sangat merasakan dampaknya, namun tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan adaptasi terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.4

Dalam rangka untuk menghadapi perubahan iklim masyarakat Internasional yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah melakukan konferensi mengenai perubahan iklim di New York pada tahun 1992 yang mendasari terciptanya Protokol Kyoto pada tahun 1997 dan beberapa konferensi-konfrensi berikutnya yang selengkapnya akan dibahas pada bab selanjutnya.

      

4 Daniel Murdiyarso, Protokol Kyoto Implikasinya Bagi Negara Berkembang, Jakarta, Kompas, 2003. Hal. 2.


(19)

Perhatian masyarakat dunia tersebut terhadap lingkungan hidup memberikan gambaran bahwa persoalan lingkungan hidup bukan persoalan yang mudah. Masyarakat dunia sudah mulai cemas terhadap masalah lingkungan hidup sehingga mereka mengadakan beberapa pertemuan untuk membahas dan melindungi lingkungan hidup dari dampak yang dilakukan oleh manusia akan perubahan iklim.

Menurut Mattias Finger:

“Krisis lingkungan hidup yang mendunia seperti sekarang ini setidaknya disebabkan oleh berbagai hal, yaitu kebijakan yang salah dan gagal, teknologi yang tidak efisien bahkan cenderung merusak, rendahnya komitmen politik, gagasan, dan ideologi yang akhirnya merugikan lingkungan, merebaknya pola kebudayaan seperti konsumerisme dan individualisme, serta individu-individu yang tidak terbimbing dengan baik.”5

Beranjak dari hal tersebut, maka pada umumnya menurut Finger jalan yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan lingkungan akan dilakukan melalui pembuatan kebijakan yang lebih baik, teknologi baru dan berbeda, penguatan komitmen politik dan publik, menciptakan gagasan dan ideologi baru yang pro-lingkungan (green thinking), serta merubah pola kebudayaan, tingkah laku, dan kesadaran tiap-tiap individu.6

Gerakan penyelamatan bumi ini sebenarnya sudah ada sejak Konferensi Lingkungan Hidup sedunia di Stockholm 1972, bahwa penyelesaian masalah lingkungan merupakan peran seluruh negara-negara di dunia, baik negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Butuh kerjasama antara keduanya.       

5 Pan Mohamad Faiz, “Perubahan Iklim dan Perlindungan Terhadap Lingkungan: Suatu Kajian Berprespektif Hukum Konstitusi”, disampaikan sebagai paper position pada Forum Diskusi Kelompok Kerja Pakar Hukum mengenai Perubahan Iklim yang diselenggarakan oleh Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) di Hotel Grand Mahakam, Jakarta, 2009. Hal. 1.


(20)

Persoalan lingkungan tidak akan selesai jika negara-negara maju saja yang melakukan mitigasi, sementara negara-negara berkembang terus merusak alam dengan deforestasi, degradasi, pencemaran air dan udara.7

Selanjutnya tahun 1992 lahirlah KTT Bumi yang dilaksanakan di Rio de Jeneiro, Brazil dalam rangka penyelesaian persoalan lingkungan dunia. Selanjutnya pada tahun 1997, dibentuklah Protokol Kyoto yang merupakan kelanjutan dari salah satu hasil KTT Bumi yakni Konvensi Perubahan Iklim, juga membahas tentang pemanasan global dan perubahan iklim, dalam Protokol Kyoto muncul konsep Clean Development Mechanism (CDM). Bentuk aplikasi dari CDM salah satunya adalah Carbon Trade (Perdagangan Karbon).

Perdagangan karbon yang memiliki makna yaitu melindungi karbon dan menjualnya kepada negara-negara emisi. Negara-negara emisi memberikan kompensasi dana untuk pembangunan bagi negara-negara yang telah mempertahankan karbon. Namun perlu juga dicermati apakah nilai tukar yang ditawarkan oleh negara-negara emisi sudah pantas terhadap negara yang telah mempertahankan karbon.8

      

7 Mitigasi adalah proses pengurangan emisi gas rumah kaca. Karena penyebab utama dari perubahan iklim adalah penggunaan bahan bakar fosil, seperti batubara dan minyak bumi, maka negara-negara seperti Amerika, Inggris dan Jepang, dan negara-negara industri lainnya diharuskan mengurangi 80% emisi mereka pada tahun 2050. Namun, menurut masyarakat adat pada negara berkembang, cara terbaik bagi mitigasi perubahan iklim adalah dengan mengubah produksi dan pola konsumsi yang tidak berkelanjutan yang masih mendominasi sistem yang berlaku di dunia ini. Langkah mitigasi terbaik mencakup perubahan gaya hidup secara individu atau kolektif dan perubahan jalur pembangunan secara struktural menuju ke arah pembangunan yang berkelanjutan dan rendah karbon. Lihat: “Apa Itu Mitigasi?” dimuat dalam http://rumahiklim.org/masyarakat-adat-dan-perubahan-iklim/mitigasi/, diakses pada 24 Februari 2014.

      8 

Abdul Razak, “Kelayakan Kompensasi yang Ditawarkan Dalam Perdagangan Karbon”. Makalah Manajemen Hutan Lanjutan Program Pascasarjana Manajemen Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan UGM, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, 2008. Hal. 1.


(21)

Walau jalan kearah Clean Developmen Mechanism (CDM) ini cukup banyak mendapat tantangan terutama negara-negara industri, dimana negara industri tidak mungkin mengurangi emisi-emisi dengan menutup industri-industri penyumbang karbon, sehingga menurut negara industri mekanisme perdagangan karbon dianggap paling tepat.

Penerapan dan mekanisme perdagangan karbon ini tentu harus dipahami, agar tujuan utamanya yaitu mengurangi pemanasan global dapat ditekan. Konsep perdagangan karbon ini juga tidak mutlak menjadi alternatif dalam mengatasi permasalahan pemanasan global, karena masih banyak cara lain seperti penggunaan energi alternatif yang bersifat non polutan (tidak mengakibatkan pencemaran).

Kemudian mekanisme pengurangan emisi gas rumah kaca yang belakangan berkembang adalah melalui sektor kehutanan yaitu baik berupa aktivitas afforestation dan reforestation9 dalam skema Clean Development

Mechanism (CDM) ataupun melalui program Reducing Emmisions from

Deforestation and Degradation (REDD).10

      

9 Ada dua objek utama dalam regenerasi buatan yaitu afforestation dan reforestation.

Affoestation adalah suatu upaya menciptakan hutan atas bantuan manusia pada area bervegetasi hutan yang telah lama hilang. Reforestation adalah upaya membangun kembali suatu kawasan hutan dengan cara regenerasi buatan pada suatu areal yang sebelumnya berhutan dan telah dilakukan penebangan (tebang habis) pada masa lampau. Lihat dalam Frans Wanggai, Manajemen Hutan, Manokwari, Grasindo, 2009. Hal. 158.

10 REDD adalah Skema untuk memberikan insentif bagi negara-negara yang berhasil mengurangi emisi karbon dengan menekan tingkat kegiatan deforestasi dan degradasi hutan. Insentif ini dapat mendorong pengelolaan hutan yang lebih lestari dengan menyediakan aliran pendapatan yang berkelanjutan. Pengurangan emisi atau deforestasi yang dihindari dapat diperhitungkan sebagai kredit karbon. Kredit tersebut selanjutnya dapat diserahkan ke lembaga pendanaan yang dibentuk untuk menyediakan kompensasi finansial bagi negara-negara peserta yang melindungi hutannya. Lihat dalam “Hal-Hal Yang Sering Ditanyakan Tentang REDD”,

sebagaimana dimuat dalam http://www.redd-indonesia.org/tentang-redd/faq, diakses pada 11 Januari 2014.


(22)

Keseluruhan mekanisme pengurangan emisi mengupayakan agar karbon sebanyak mungkin berada atau tetap berada pada sumber alam. Upaya pengurangan emisi tersebut kemudian berkembang menjadi bisnis karbon yang sangat menguntungkan.11

Konsep Perdagangan Karbon menjadi kajian menarik karena dianggap sebagai ‘win win solution’ yang dikuatkan dengan adanya jargon ‘when profit and ethic unite’, ‘solving the problem with the thinking created it’. Keunggulan yang diusung oleh konsep ini adalah keberhasilannya menggabungkan dua kepentingan yang selama ini dinilai saling bertolak belakang, yaitu kepentingan lingkungan hidup dan kepentingan ekonomis.12

Kajian lain yang perlu dicermati adalah apakah setiap negara yang melakukan perdagangan karbon telah siap dengan instrumen baik teknis maupun pelaksanaannya, termasuk payung hukum, yang mengatur mekanisme perdagangan karbon, baik internasional maupun nasional. Peraturan-peraturan tersebut dibuat untuk menjadi acuan dalam mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan karbon baik antara negara-negara yang telah menyetujui dan atau meratifikasi Protokol Kyoto.

Kesepakatan jual beli karbon antara negara maju dan negara berkembang dapat dilakukan antara pemerintah dengan pemerintah, pemerintah dengan swasta, atau swasta dengan swasta. Kesepakatan tersebut dapat dilakukan melalui dua pendekatan. Pertama, pihak negara maju (swasta atau pemerintah) sepakat dengan       

      11

Feby Ivalerina, “Konsep Hak‐Hak Atas Karbon”, Kertas Kerja Epistema No.01/2010, Jakarta : Epistema Institute sebagaimana dimuat dalam http://epistema.or.id/publikasi/working‐paper/145‐  konsep‐hak‐hak‐atas‐karbon.html,2010. Diunduh pada 23 September 2013.

12 Erna Meike Naibaho, Tinjauan Hukum Dalam Perdagangan Karbon Kredit. Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2011. Hal. 3.


(23)

pihak negara berkembang (swasta atau pemerintah) untuk membeli sejumlah karbon yang dihasilkan dari proyek-proyek yang dilaksanakan oleh pihak negara berkembang. Jadi dalam hal ini pihak negara maju hanya memberikan jaminan pasar bagi kredit karbon yang akan dihasilkan oleh pihak negara berkembang. Kedua, pihak negara maju sepakat untuk membeli kredit karbon dari pihak negara berkembang, tetapi pihak negara maju terlibat aktif dalam proses pesiapan seperti penyusunan kriteria untuk pemilihan proyek, penentuan harga, ukuran proyek dan lain sebagainya, sampai pada tahap pelaksana dan pengeluaran sertifikat kredit pengurangan emisi.13

Dalam pelaksanaan perdagangan karbon antar negara sebagai bentuk kerjasama negara-negara di dunia dalam menyelamatkan bumi dari Pemanasan global membutuhkan perjanjian (persetujuan) yang nantinya akan mengikat para pihak dalam melakukan proses perdagangan karbon. ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement) merupakan perjanjian perdagangan karbon dalam rangka pelaksanaan program CDM (Clean Development Mechanism) yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon sebagai salah satu cara untuk menagani masalah pemanasan global.

ERPA memperjelas bagaimana perdagangan karbon tersebut dilakukan. Para pihak disebutkan dalam ERPA, cara pelaksanaan perdagangan karbon, jumlah dan harga yang disepakati, juga dijelaskan berbagai hak dan kewajiban para pihak yang melakukan perdagangan karbon tersebut. Sebagai salah satu contoh, dalam program pengurangan emisi ini, pada tahun 2006 salah satu       

13 CIFOR, Perangkat Hukum Proyek Karbon Hutan di Indonesia,Carbon Brief 3, Bogor, Cifor, 2005. Hal. 3.


(24)

perusahaan swasta India Amrit Bio-Energy & Industries Ltd dan Perusahaan Negara Irlandia Ecosecurities Group Plc mengadakan kerjasama untuk mengurangi emisi dengan cara perdagangan emisi (karbon) dengan menggunakan ERPA.

B. Rumusan Masalah

Isu pemanasan global yang hangat diperbincangkan dalam lingkungan masyarakat internasional muncul suatu konsep untuk menanggulangi pemanasan global tersebut, yaitu konsep perdagangan karbon. Dalam konsep perdagangan karbon sebagai kolaborasi internasional dalam upaya penyelamatan dunia dari pemanasan global muncul beberapa permasalahan yang akan menjadi lingkup kajian tulisan ini:

1. Bagaimana aturan-aturan hukum internasional tentang pemanasan global? 2. Bagaimana perangkat hukum Internasional mengatur tentang perdagangan

karbon?

3. Bagaimana aspek hukum kerjasama internasional terkait perdagangan karbon dalam upaya menanggulangi dampak pemanasan global menurut ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement)?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui aturan-aturan hukum internasional tentang pemanasan global.


(25)

2. Untuk mengetahui perangkat hukum Internasional mengatur tentang perdagangan karbon.

3. Untuk mengetahui aspek hukum kerjasama internasional terkait perdagangan karbon dalam upaya menanggulangi dampak pemanasan global menurut ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement).

Manfaat penulisan skripsi ini adalah : a. Manfaat teoritis

1. Untuk memberikan informasi mengenai aspek hukum internasional dalam melaksanakan perdagangan karbon antar negara dalam upaya penyelamatan dunia dari pemanasan global.

2. Untuk menambah bahan pustaka bagi penelitian di bidang yang sama yakni pengaturan mengenai perdagangan karbon dan pemanasan global yang berkaitan erat dengan hukum lingkungan internasional.

b. Manfaat praktis

1. Untuk memberikan masukan kepada pemerintah akan guna perdagangan karbon bagi pembangunan berkelanjutan negara dalam upaya penyelamatan dunia dari pemanasan global serta peran hukum di dalamnya.

2. Untuk memberikan gambaran bahwa perdagangan karbon dapat memberikan peluang bisnis yang mengedepankan keberlanjutan lingkungan hidup bagi pelaku bisnis internasional.


(26)

D. Keaslian Penulisan

Adapun skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Konsep Perdagangan Karbon Sebagai International Collaborative Dalam Upaya Penyelamatan Dunia Dari Pemanasan Global” merupakan tulisan yang masih baru dan belum ada tulisan lain dalam bentuk skripsi yang membahas mengenai masalah ini. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperoleh dari Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, judul skripsi ini belum pernah dikemukakan dan permasalahan yang diajukan juga belum pernah diteliti. Maka penulisan skripsi ini masih orisinil dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Pemanasan global dalam bahasa inggris disebut dengan Global Warming

adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer laut dan daratan bumi.14 Pemanasan global sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas manusia yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (Green House Gases/GHG) yang ada di atmosfer bumi. Hal ini dikemukakan oleh Panel Antar Pemerintah mengenai Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC) bahwa sebagian besar manusia di Bumi bertanggung jawab atas pemanasan global yang terjadi. Menurut laporan Panel Antar Pemerintah mengenai perubahan iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC)

didapati bahwa konsentrasi gas rumah kaca (Green House Gases) meningkat,       

14 “Pemanasan Global”, dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global, diakses pada 29 September 2013.


(27)

atmosfer dan laut menghangat, rata-rata permukaan laut dunia telah meningkat, dan es dan salju di kutub utara maupun selatan telah berkurang.

Menurut Paulus Agus Winarso perubahan iklim global adalah perubahan unsur-unsur iklim (suhu, tekanan, kelembaban, hujan, angin,dan sebagainya) secara global terhadap normalnya. Ini bisa terjadi karena efek alami. Namun, saat ini yang terjadi adalah perubahan iklim akibat kegiatan manusia. Perubahan iklim terjadi akibat peningkatan suhu udara yang berpengaruh terhadap kondisi parameter iklim lainnya. Perubahan iklim mencakup perubahan dalam tekanan udara, arah dan kecepatan angin, dan curah hujan.15

Panel Antar Pemerintah mengenai Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC) diberi tanggungjawab untuk melakukan penilaian terhadap situasi tentang iklim, sistem iklim, perubahan iklim, lingkungan, dampak sosial maupun dampak ekonomi dari perubahan iklim, juga strategi yang memungkinkan dilakukan untuk menangani masalah perubahan iklim. Berdasarkan laporan IPCC mengenai perubahan iklim serta tekanan publik internasional mendorong PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) membentuk The Intergovernmental Negotiating Committee for a Framework Convention on Climate Change (INC/FCCC) yang merupakan wadah tunggal dalam proses negosisasi yang dilakukan antar pemerintah dibawah naungan Majelis Umum

      

15Hery Purnobasuki, “Perubahan Iklim Global”, 2012. Dimuat dalam http://herypurba-fst.web.unair.ac.id/artikel_detail-41623-Umum-PERUBAHAN%20IKLIM%20GLOBAL.html, di akses pada 29 September 2013.


(28)

PBB untuk membentuk kerangka kerja perubahan iklim yang selanjutnya disebut

The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).16 Kelanjutan dari The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) adalah dibentuknya Protokol Kyoto (Kyoto Protocol to the United Nation Framework Convention on Climate Change) yang merupakan amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang perubahan iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi atau pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerjasama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global.17

Dalam Protokol Kyoto18 terdapat tiga mekanisme yang diatur untuk menurunkan kadar emisi gas rumah kaca (Green House Gases) yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim yaitu: Joint Implementation, Clean Development Mechanism, dan Emmision Trading. Program penanggulangan perubahan iklim dengan cara Joint Implementation, atau Emission Trading dapat dilakukan oleh negara-negara maju. Sementara Clean Development Mechanism

(CDM) yaitu mekanisme pembangunan bersih berdasarkan win win solution

      

16 Bernadinus Steni, “Sejarah Konvensi Perubahan Iklim”, 2011. dimuat dalam http:/ /reddandrightsindonesia.wordpress.com/2011/03/17/sejarah-konvensi-perubahan -iklim-bernad-steni/, diakses pada 30September 2013.

17 “Protokol Kyoto”, sebagaimana dimuat dalam http:// id.wikipedia.org/wiki/Protokol_Kyoto, diakses pada 30 September 2013. 

18 Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan internasional mengenaipemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global. “Protokol Kyoto”, Loc. Cit.


(29)

antara negara maju dan negara berkembang. Pada mekanisme CDM negara maju dapat berinvestasi di negara berkembang dalam proyek yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca.19

Perdagangan karbon yang merupakan bagian dari Clean Development Mechanism (CDM) adalah mekanisme berbasis pasar untuk membantu membatasi peningkatan CO2 di atmosfer.20 Pemilik industri yang menghasilkan CO2 ke

atmosfer memiliki ketertarikan atau diwajibkan oleh hukum untuk menyeimbangkan emisi yang mereka keluarkan melalui mekanisme sekuestrasi karbon (penyimpanan karbon). Pemilik yang mengelola hutan atau lahan pertanian bisa menjual kredit karbon berdasarkan akumulasi karbon yang terkandung dalam pepohonan di hutan, atau bisa juga pengelola industri yang mengurangi emisi karbon dengan menjual emisi yang telah dikurangi kepada emitor lain.

Perjanjian jual beli dalam proyek pengurangan emisi tersertifikasi (perdagangan karbon) yang dibuat antara penjual dan pembeli biasa disebut

Emission Reduction Purchase Agreement (ERPA). Kontrak ini diperlukan karena ERPA mengatur hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak, landasan hukum bagi pelaksanaan proyek, serta mengatur penyelesaian perselisihan. Dalam ERPA dicantumkan sejumlah klausula, seperti para pihak yang terdiri atas penjual, pembeli, pihak pelaksana proyek, otoritas atau regulator. Klausula ERPA juga memuat definisi, yaitu keterangan rinci kegiatan yang akan menjadi objek dalam ERPA, kuantitas CER (Certified Emission Reduction), validitas kepemilikan,       

       19

Wisnu Arya Wardana, Dampak Pemanasan global, Op. Cit, Hal. 12.

20 “Perdagangan Karbon”, Dimuat dalam http:// id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_Karbon, Diakses pada 1 September 2013.


(30)

pengiriman, kegagalan dalam pengiriman, harga dan cara pembayaran, serta pernyataan dan jaminan.21

F. Metode Penelitian

Suatu metode ilmiah dapat dipercaya apabila disusun dengan mempergunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah pedoman-pedoman, cara seseorang mempelajari dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapi. Sebagaimana suatu tulisan yang bersifat ilmiah dan untuk mendapatkan data yang valid dan relevan dengan judul dan tujuan penulisan skripsi ini, maka penulis berusaha semaksimal mungkin mengumpulkan data-data yang valid dan relevan tersebut sehingga tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang dipakai adalah metode pendekatan Yuridis Normatif (legal research) yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi konsep perdagangan karbon, aturan-aturan mengenai perdagangan karbon, dan apakah benar perdagangan karbon dapat menjadi salah satu solusi untuk menangani pemanasan global di dunia, serta peran hukum dan masyarakat internasional dalam menerapkan konsep tersebut demi usaha       

21 Dayita Putri K, Telaahan Staf , Jakarta, PT. PLN, Satuan Pelayanan Hukum Korporat. http://xa.yimg.com/kq/groups/23981699/305214726/name/4.doc, diunduh pada 3 Oktober 2013.


(31)

menyelamatkan bumi dari pemanasan global dengan adanya konsep perdagangan karbon.

Metode berpikir yang digunakan adalah metode berpikir deduktif (cara berpikir dalam penaikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya khusus). Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang suatu gejala atau fenomena, dalam hal ini adalah konsep perdagangan karbon sebagai international collaborative dalam upaya penyelamatan dunia dari pemanasan global.

2. Sumber Data

Data yang diperlukan adalah data sekunder. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti hasil-hasil penelitian dan tulisan para ahli hukum, buku-buku, pendapat para sarjana yang berhubungan dengan skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menulis skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan adalah dengan studi pustaka (library research) yakni pengumpulan data yang dilakukan secara studi kepustakaan dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

Metode Library Research adalah dengan mempelajari sumber-sumber atau bahan-bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalampenulisan skripsi ini. Berupa rujukan buku-buku, wacana yang dikemukakan oleh para sarjana hukum lingkungan, hukum ekonomi, dan hukum internasional yang sudah mempunyai


(32)

nama besar dibidangnya, dokumen, artikel, peraturan yang berkaitan, koran, dan majalah.

4. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan oleh penulis adalah analisis data secara kualitatif, yakni data yang ada adalah data yang digambarkan dalam kalimat, tidak ada unsur angka tetapi tidak mengurangi validitas data tersebut.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan atau gambaran isi yang dimaksud adalam mengemukakan garis-garis besar dari uraian skripsi. Secara garis besar pembahasan skripsi ini akan dibagi dalam 5 (lima) bab. Setiap bab menguraikan masalah-masalah tersendiri secara sistematis dan berhubungan antara satu bab dengan bab lainnya. Masing-masing bab dibagi lagi dalam sub bab sesuai dengan kebutuhan penulisan skripsi ini. Dengan pembagian tersebut diharapkan akan mempermudah pemahaman pembaca untuk mengetahui inti pembahasan secara keseluruhan. Sistematika penulisan skripsi ini, yaitu:

BAB I Merupakan bab pendahuluan yang membahas mengenai latar belakang pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Menerangkan mengenai sejarah terjadinya pemanasan global di tingkat internasional, upaya internasional dalam menyelamatkan dunia dari pemanasan global, dan bagaimana aturan-aturan hukum internasional tentang pemanasan global.


(33)

BAB III Menguraikan tentang konsep perdagangan karbon secara umum, akibat dari perdagangan karbon, serta perangkat hukum internasional yang mengatur tentang perdagangan karbon.

BAB IV Mengurai tentang campur tangan hutan dalam pelaksanaan konsep perdagangan karbon, peran masyarakat internasional dalam pelestarian hutan dan perdagangan karbon, dan mengurai aspek hukum kerjasama internasional terkait perdagangan karbon dalam upaya menanggulangi dampak pemanasan global menurut persetujuan ERPA (Emission Reduction Purchase Agreement). BAB V Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari keseluruhan

uraian pembahasan dan beberapa saran penulis yang mungkin dapat bermanfaat.


(34)

A. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

Bumi adalah tempat tumbuh dan berkembang berbagai spesies makhluk hidup termasuk manusia didalamnya. Alam dan makhluk hidup secara natural membentuk keseimbangan, sinergi, homeostatis, rantai makanan, dan daur hidup. Segala sesuatunya berhubungan di alam dan saling melengkapi satu sama lain. Namun, manusia kadang lalai bahwa bumi ini tidak dihuni sendiri oleh mereka, banyak spesies, flora dan fauna yang semuanya berbagi ruang kehidupan dengan manusia.22

Pemanasan global ditandai dengan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (Green House Gases). Gas rumah kaca adalah gas-gas yang terdapat di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Efek rumah kaca pertama sekali ditemukan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier, seorang matematikawan dan fisikawan Perancis pada tahun 1824.23

Istilah efek rumah kaca awalnya diambil dari cara menanam yang digunakan petani di daerah/negara yang memiliki empat musim. Petani tersebut menanam sayuran di dalam rumah kaca untuk menjaga suhu ruangan agar tetap hangat. Sinar matahari yang masuk dipantulkan oleh benda-benda permukaan       

22 Kuncoro Sejati, Global Warming, Food, and Water Problems, Solutions, and The Changes of World Geopolitical Constellation (Pemanasan global, Pangan, dan Air Masalah, Solusi, dan Perubahan Konstelasi Geopolitik Dunia, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2011. Hal 7. 23 “Jean Baptiste Joseph Fourier”, http://id.wikipedia.org/wiki/Jean_Baptiste_Joseph_Fourier, diakses pada 20 Oktober 2013.


(35)

dalam rumah kaca tersebut, saat dipantulkan, sinar tersebut berubah menjadi energi panas berupa sinar inframerah, selanjutnya energi panas tersebut terperangkap dalam rumah kaca dan tidak bercampur dengan udara di luar yang dingin. Maka suhu dalam rumah kaca akan lebih tinggi daripada suhu di luar rumah kaca.24 Sama halnya dengan atmosfer bumi, fungsinya sama dengan rumah kaca yang digunakan oleh petani dalam becocok tanam. Menurut Protokol Kyoto, Gas-gas rumah kaca tersebut terdiri dari : Carbon Dioxide (CO2), Methane (CH4), Nitrous Oxide (N2O), Sulphur Hexafluoride (SF6), Hydro Fluoro Carbon (HFC), Perfluorocarbon (PFC).25

Gas rumah kaca sebenarnya sangat dibutuhkan oleh semua makhluk di bumi, karena tanpa gas rumah kaca maka bumi akan menjadi sangat dingin. Suhu rata-rata bumi adalah 15° Celcius, bumi sebenarnya telah lebih panas 33° Celcius dari suhunya semula. Jika tidak ada gas rumah kaca, suhu bumi hanya -18° Celcius sehingga es akan menutupi seluruh permukaan bumi.26

Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami, tetapi dapat juga timbul karena aktivitas manusia. gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau, dan sungai. Karbon dioksida (CO2) yang timbul dari berbagai proses alam seperti letusan vulkanik,

pernapasan hewan dan manusia (yang menghurup oksigen (O2) dan melepaskan

karbon dioksida (CO2)), juga pembakaran material organik. Karbon dioksida

      

24 Abdul Razak, “Kajian Yuridis Carbon Trade dalam Penyelesaian Efek Rumah Kaca”, Makalah Etika dan Kebijakan Perundangan Lingkungan, Yogyakarta, Universitas Gajah Mada, 2008. Hal 7-8.

25 “Protokol Kyoto”, Loc. Cit.


(36)

dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap oleh tanaman untuk proses fotosintesis.27

Matahari merupakan sumber energi bagi bumi. Sebagian besar energi tersebut adalah radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba di permukaan bumi, energi ini akan berubah dari energi cahaya menjadi panas yang menghangatkan bumi.

Permukaan bumi menyerap sebagian panas dan memantulkan sisanya ke luar angkasa. Sinar matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke angkasa. Sinar tampak adalah gelombang pendek, setelah dipantulkan kembali berubah menjadi gelombang panjang yang berupa energi panas (sinar inframerah), yang kita rasakan. Namun sebagian dari energi panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa, karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya (komposisinya berlebihan). Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas ke angkasa (stratosfer) menjadi terpancar kembali ke permukaan bumi (troposfer) atau adanya energi panas tambahan kembali lagi ke bumi dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga lebih dari dari kondisi normal, inilah efek rumah kaca berlebihan karena komposisi lapisan gas rumah kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu naiknya suhu rata-rata dipermukaan bumi maka terjadilah

      

27 Abdul Razak, Kajian Yuridis Carbon Trade dalam Penyelesaian Efek Rumah Kaca, Op. Cit, hal. 11.


(37)

pemanasan global. Karena suhu adalah salah satu parameter dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan iklim secara global.28

Sumbangan gas rumah kaca juga diberikan oleh aktivitas internal bumi, juga aktivitas manusia. Aktivitas internal bumi ternyata menimbulkan dampak terhadap bumi itu sendiri. Contoh proses vulkanik gunung berapi yang menyebabkan pemanasan global adalah letusan Gunung Krakatau yang terletak di Selat Sunda yang terjadi pada 26-28 Agustus 1883. Letusan Gunung Krakatau sangat dahsyat. Gunung Krakatau yang pada mulanya merupakan pulau vulkanis yakni Pulau Krakatau, pada tahun 1883 Pulau Krakatau terangkat ke atas menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, batu, pasir, dan debu, kemudian terlempar dengan kekuatan yang sangat amat dahsyat mencapai ketinggian troposfer, bahkan sampai sangat mungkin sampai pada ketinggian stratosfer. Hal ini dikarenakan material vulkanik tidak hanya jatuh di Selat Sunda tetapi sampai ke daerah-daerah lain. Bahkan debu (abu) vulkanik setelah berbulan-bulan masih menutupi atmosfer Eropa. Konon, setelah lewat dari 6 bulan, sebagian debu (abu) vulkanik jatuh di daratan Eropa.29 Pada saat debu (abu) vulkanik Krakatau melayang-layang di atmosfer, terjadilah lapisan “selimut abu” mengungkung bumi. Jadilah Pemanasan global pada tahun 1883 yang disebabkan aktivitas internal bumi.30

Sedangkan sumbangan gas rumah kaca akibat aktivitas manusia menurut hasil laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2007, secara umum kontributor emisi gas rumah kaca ini dapat dibagi menjadi tujuh       

28 Haneda, “Hubungan Efek Rumah Kaca Pemanasan global dan Perubahan Iklim”, 2004. Sebagaimana dimuat dalam http://www.scribd.com/doc/137891172/Efek-Rumah-Kaca-1, diakses pada 5 November 2013.

29 Wisnu Arya Wardana, Dampak Pemanasan global, Op. Cit. Hal. 55-56. 30Ibid. Hal. 59.


(38)

kategori. Lebih dari seperempat emisi gas rumah kaca dihasilkan dari produksi listrik dan panas (26%). Sementara itu kegiatan industri menyumbang seperlima bagian (20%). Proporsi yang hampir mirip jika dibandingkan dengan gabungan emisi transportasi (13%) dan bangunan (8%). Deforestasi atau penebangan hutan di negara-negara berkembang juga menyumbanang hampir seperlima bagian (17%). Kegiatan perkebunan, terutama yang menghasilkan gas metan (methane)

mewakili 13% emisi global, dan sampah yang juga menghasilkan gas metan hanya 3%.31

Perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming), pemicu utamanya adalah meningkatnya emisi karbon, akibat penggunaan energi fosil/BBF (Bahan Bakar Fosil).32 Pengguna terbesarnya adalah negara-negara industri seperti Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Kanada, Jepang, China, dan lain-lain. Ini diakibatkan oleh pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat negera-negara utara yang 10 kali lipat lebih tinggi dari penduduk negera-negara selatan. Untuk negara-negara berkembang meski tidak besar, ikut juga berkontribusi dengan

      

31 Araund Bohre, Nick Eyre, dan Nicholas Howarth, Carbon Markets An International Bussiness Guide, London, Earthscan, 2009, hal. 8.

32 Bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang terbentuk dari proses alam seperti dekomposisi anaerobik dari sisa-sisa organisme termasuk fitoplankton dan zooplankton yang mengendap ke bagian bawah laut (atau danau) dalam jumlah besar, selama jutaan tahun. Bahan bakar fosil merupakan sumber daya tak terbarukan karena proses pembentukannya memerlukan waktu jutaan tahun, sedangkan cadangan di alam habis jauh lebih cepat daripada proses pembentukannya. Seiring dengan perkembangan zaman, jumlah penduduk dunia juga terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, sehingga peningkatan akan kebutuhan energi tidak dapat dihindarkan lagi. Saat ini, hampir semua kebutuhan energi yang manusia gunakan diperoleh dari konversi sumber energi fosil, misalnya energi untuk pembangkit listrik, industri dan berbagai macam alat-alat transportasi. Lihat: Intisolar, “Dampak Pemakaian Energi Fosil”, sebagaimana dimuat dalam: http://www.intisolar.com/news/dampak_pemakaian_energi_fosil.html, diakses pada 24 Februari 2014.


(39)

skenario pembangunan yang mengacu pada pertumbuhan. Memacu industrialisme dan meningkatnya pola konsumsi tentunya, meski tak setinggi negara utara.33

Berdasarkan kronologis sejarah pemanasan global dimulai dari tahun 1841. Saat itu ilmuwan Jean Baptiste Joseph Fourier menulis tentang pemanasan bumi di surat kabar “Milwaukee Sentinel and Wisconsin Farmer” pada 4 Desember 1841. Namun saat itu pemanasan bumi dianggap sebagai suatu perkembangan positif bagi kehidupan manusia.

Pada tahun 1894 mulai banyak tulisan di surat kabar yang memberitakan tentang revolusi industri, seperti dimuat dalam “The Daily Mail North Western”

dan di “The Daily Nebraska State Journal”.34 Pada zaman ini peradaban manusia menemukan momentumnya ketika muncul revolusi industri yang ditandai dengan penemuan mesin uap, lampu dan telepon. Manusia kemudian menciptakan mesin-mesin yang memudahkan hidupnya. Industrialisasi memberi banyak kebaikan sehingga pertumbuhan populasi manusia mulai meningkat pesat. Namun para ilmuwan mencatat periode ini menjadi titik awal polusi lingkungan dan proses industrialisasi.35

      

33 “Efek Global Warming Terhadap Perubahan Iklim”, sebagaimana dimuat dalam http://www.alpensteel.com/article/108-230-pemanasan-global/1589--efek-global-warming -terhadap-perubahan-iklim, diakses pada 6 Januari 2013.

34 Divisi Penerbitan dan Dokumentasi PPLH Seloliman Malang Science Research Institution,

Ada Apa Dengan Ozon?, Mojokerto, Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman, 2007, hal. 29.

35 Proses industrialisasi merupakan bagian dari proses modernisasi dimana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi. Dalam industrialisasi ada perubahan filosofi manusia dimana manusia mengubah pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan pada pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan). Menurut para peneliti ada factor yang menjadi acuan industrialisasi, mulai dari lingkungan politik dan hukum yang menguntungkan untuk dunia industry dan perdagangan, bisa juga dengan sumber daya alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya manusia yang cenderung rendah biaya, memiliki kemampuan, dan dapat beradaptasi dengan pekerjaannya. Sebagaimana dimuat dalam “Industrialisasi”, http://id.wikipedia.org/wiki/Industrialisasi, diakses pada 24 Februari 2014.


(40)

Mulai dari jaman revolusi industri, konsentrasi gas karbon dioksida di atmosfer telah meningkat. Peningkatan gas-gas ini menyebabkan kemampuan

atmosfer untuk menahan panas menjadi lebih besar. Sulfat aerosol, yaitu polutan udara yang umum ditemui, mendinginkan atmosfer dengan merefleksikan kembali radiasi cahaya dari matahari ke luar angkasa. Tetapi senyawa sulfat ini mempunyai siklus umur yang pendek di atmosfer.

Para ilmuwan berasumsi bahwa pembakaran dari bahan bakar fosil dan beberapa aktivitas manusia yang memicu dan menjadi penyebab utama meningkatnya konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Respirasi dari tanaman dan proses dekomposisi bahan organik melepaskan karbon diokasida sepuluh kali lebih banyak dari yang mampu dihasilkan oleh aktivitas manusia, tetapi selama berabad-abad pelepasan karbon diokasida ini diimbangi dengan penyerapan karbon dioksida oleh vegetasi terestial dan laut. Keseimbangan ini terganggu disebabkan adanya pelepasan tambahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Bahan Bakar Fosil (BBF) dibakar sebagai sumber energi untuk menggerakan hampir seluruh peralatan manusia. Meningkatnya kegiatan agrikultural, penggundulan hutan, dibukanya area kosong sebagai tempat pembuangan, produksi industri, dan pertambangan juga meningkatkan emisi dengan bagian yang cukup signifikan.36

Tahun 1913-1914 ilmuwan Swedia Laureate Svente Arrthenius memprediksi iklim bumi akan memanas secara perlahan. Seperti dikutip dalam

      

36Forum Hijau Indonesia, “Menyingkap Kebenaran Pemanasan Global”, 2012, sebagaimana dimuat dalam https://www.facebook.com/ForumHijauIndonesia/posts/321688517922252, diakses padaAgustus 2013.


(41)

Washington Post tanggal 23 Maret 1913, Arrhenius memprediksi perubahan ini akan terjadi ribuan tahun yang akan datang.

Tahun 1949-1950 seorang peneliti bernama GS Callendar menulis di Koran “The Nebraska State Journal” pada tanggal 23 Oktober 1949, bahwa efek gas rumah kaca adalah diakibatkan oleh ulah manusia. Respon dari para ilmuwan saat itu adalah mengembangkan cara baru untuk mengukur iklim bumi.

Tahun 1950-1970 pengembangan teknologi baru membawa kekhawatiran lebih besar tentang pemanasan global dan efek rumah kaca. Sejumlah studi menunjukkan tingkat karbon dioksida di atmosfir terus meningkat setiap tahunnya dan sarat tentang bahaya polusipun semakin meningkat.37

Manusia telah mulai menyadari masalah pemanasan global ini merupakan masalah global yang perlu dibicarakan secara serius di tingkat internasional. Tahun 1972 dilaksanakan konfrensi lingkungan hidup pertama di Stockholm, Swedia. Pada pertemuan ini menghasilkan pendirian United Nations Environment Programme (UNEP),38 Maurice Strong dari Kanada mengetuai konferensi dan akan ditunjuk sebagai Direktur Eksekutif UNEP yang pertama.39

Pertemuan lingkungan hidup ini lah yang menjadi cikal bakal pertemuan-pertemuan selanjutnya untuk membahas masalah lingkungan global terutama       

37 Divisi Penerbitan dan Dokumentasi PPLH Seloliman Malang Science Research Institution,

Ada Apa Dengan Ozon?, Op. Cit. Hal. 29-31.

38 UNEP merupakan organisasi utama PBB di bidang lingkungan hidup, yang pada dasarnya melakukan pemantauan dan penelitian secara ilmiah pada tingkat global dan regional serta memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah. UNEP juga melakukan kemitraan dan dukungan kapasitas pada tingkat nasional dengan tujuan untuk mengangkat isu lingkungan dalam pembangunan. Baca: Ella Syafputri, “Indonesia Usul UNEP Diperkuat”, 2013, sebagaimana dimuat dalam http://www.antaranews.com/berita/359758/indonesia-usul-unep-diperkuat, diakses pada 3 Januari 2014.

39 Fitria, “Kejadian Penting Perlindungan Lingkungan Dunia 1945 – 2002”, 2013, sebagaimana dimuat dalam http://lingkungan.net/2013/04/kejadian-penting-perlindungan-lingkungan-dunia-1945-2002/, diakses pada 3 Januari 2014.


(42)

masalah pemanasan global. Bagian ini hanya membahas sejarah pemanasan global. Sedangkan konferensi-konferensi internasional terkait pemanasan global secara rinci akan dibahas pada bagian selanjutnya.

B. Dampak Pemanasan Global dan Upaya Internasional Dalam Menyelamatkan Bumi Dari Pemanasan Global

Dunia internasional saat ini sedang mengarahkan perhatiannya terhadap pemanasan global. Pemanasan global berdampak langsung terhadap perubahan iklim. Maknanya bahwa pemanasan global berdampak pada seluruh makhluk hidup di bumi. Mencairnya gunung-gunung es di kutub, naiknya permukaan air laut, tenggelamnya pulau-pulau kecil merupakan beberapa efek domino yang sekarang terpantau jelas di depan mata. Hilangnya sejumlah spesies, putusnya mata rantai makanan, munculnya berbagai macam penyakit, berkurangnya kemampuan tumbuhan untuk berkembang secara baik, merupakan dampak lain yang kini kian dirasakan.

Dampak dari pemanasan global yang melanda bumi ini salah satunya dapat menyebabkan hilangnya daratan. Pemanasan global menyebabkan permukaan es mencair. Es yang mencair tersebut menyebabkan volume air laut meningkat, sehingga lambat laun dapat menenggelamkan daratan yang ada di bumi ini.

Sebagai contoh pada abad ke-20, permukaan air laut naik sebesar 10-20 cm. Memuainya air laut disebabkan oleh panas atmosfer yang menembus ke dalam laut dengan kedalaman 3000m. Sehingga kenaikan suhu paling terlihat


(43)

terjadi di kedalaman 300m, di mana suhunya naik sekitar 0,25Ԩ. Keadaan seperti itu terjadi dalam 40 tahun terakhir ini. Daratan di bumi ini bisa lebih cepat lagi terendam air laut, jika tidak ada air yang tertimbun di dalam waduk atau perairan lain yang ada di daratan.40

Meskipun kenaikan suhu udara dan muka air laut kelihatannya kecil, beberapa tempat atau ekosistem atau masyarakat tertentu akan sangat rentan menghadapi perubahan tersebut. Kondisinya akan diperburuk apabila kemampuan ekosistem atau masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan iklim rendah. Peningkatan suhu yang besar terjadi pada daerah lintang tinggi, sehingga akan menimbulkan berbagai perubahan lingkungan global yang terkait dengan pencairan es di kutub, distribusi vegetasi alami, dan keanekaragaman hayati.

Dampak lainnya yang akhir-akhir ini terjadi adalah pada awal Januari 2014 di belahan selatan Bumi, Australia memanas. Pada 3 Januari 2014, ABC melaporkan bahwa Australia mengalami musim panas ekstrem akibat pengaruh gelombang panas. Wilayah Queensland mencapai suhu 40° Celsius. Beberapa tempat lain bahkan melebihi 45° Celsius.

Sementara Australia luar biasa panas, Amerika Serikat luar biasa dingin akibat pengaruh “polar vortex”. Suhu di beberapa wilayah Amerika Serikat misalnya di Allaghas, Maine, bisa mencapai -36° Celsius, sementara di Kansas City bisa mencapai -22° Celsius. Dengan pengaruh angin, warga bisa merasakan

      


(44)

seolah berada di tempat bersuhu hingga -50° Celsius.41 Peristiwa ini menyebabkan sekitar 21 orang tewas.42

“Polar vortex” adalah semacam siklon yang terdapat di kutub yang dalam kondisi normal tetap berada di wilayah kutub. Namun, aliran massa udara panas dari Pasifik menyebabkan udara dingin dari kutub bergerak ke selatan. Massa udara panas berperan sebagai pemandu. Sebagai akibatnya, udara dingin dari kutub menjalar jauh ke selatan, mencapai wilayah utara dan tengah Amerika Serikat, memicu musim dingin ekstrem.43

Pakar meteorologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Army Susandi, mengatakan, fenomena musim panas dan dingin ekstrem di Australia dan Amerika merupakan bukti perubahan iklim. Sebagaimana diketahui, Amerika Serikat tidak menandatangani Protokol Kyoto yang bertujuan untuk mengurangi pemanasan Global. Belakangan Kanada ikut keluar dari Protokol Kyoto. Sekarang kedua negara tersebut terlanda suhu dingin ekstrem.44

Sementara itu, daerah tropis atau lintang rendah akan terpengaruh dalam hal produktivitas tanaman, distribusi hama dan penyakit tanaman. Peningkatan suhu pada gilirannya akan mengubah pola dan distribusi curah hujan. Kecenderungannya adalah bahwa daerah kering akan menjadi makin kering dan daerah basah menjadi semakin basah sehingga kelestarian sumber daya air akan       

41 Nurul Folda, “Serangan Suhu Dingin Di Amerika Serikat – Dampak Pemanasan Global?” sebagaimana dimuat dalam http://id.voi.co.id/voi-komentar/5235-serangan-suhu-dingin-di-amerika-serikat-dampak-pemanasan-global, diakses pada 17 Januari 2014.

42 “The Big Thaw Begins: FROZEN BODIES Found in Snow as Temperatures Begin to Rise After Brutal Polar Vortex Leaves 21 Dead and 11,000 Flights Grounded”, http://www.dailymail.co.uk/news/article-2535695/So-cold-Hell-frozen-Small-Michigan-town-country-plunged-freezing-temperatures polar vortex-things-warming-day-two.htm l#ixzz2qmjkifel, diakses pada 19 Januari 2014.

43 Nurul Folda, Loc. Cit.


(45)

terganggu. Maka perlu ada tindakan nyata dari dunia internasional dalam upaya penyelamatan bumi serta usaha-usaha pencegahan agar dampak pemanasan global dapat dikurangi.45

Dampak pemanasan global yang terjadi sekarang ini sudah terasa di seluruh penjuru bumi. Pemanasan global yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia. Hal ini dikarenakan zaman yang semakin maju, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) semakin berkembang.

Sadar atau tidak berbagai aktivitas manusia tersebut memicu menipisnya lubang ozon sehingga mengakibatkan pemanasan global. Negara maju46 maupun negara berkembang47 sudah menyadari terjadinya pemanasan global yang telah memberi banyak dampak bagi negara mereka.

Negara-negara maju disebut-sebut sebagai negara-negara penghasil emisi karbon yang lebih besar daripada negara berkembang tidak luput dari dampak pemanasan global, walaupun dampak yang mereka rasakan tidak sebesar yang dirasakan oleh negara berkembang yang kebanyakan berada di sekitar khatulistiwa. Negara-negara berkembang seperti Indonesia, Filipina, Tanzania, Brazil, dan lain-lain yang umumnya berada di sekitar khatulistiwa menderita       

45 Daniel Murdiyarso, Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim,

Jakarta, Kompas, 2003. Hal. 18-19.

46 Negara maju disebut juga developed countries yang pada umumnya memiliki cirri-ciri seperti: tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), telah merdeka atau memperoleh kemerdekaannya sebelum tahun 1945, memiliki industri yang kuat dan kebanyakan berada di Benua Eropa atau memiliki tradisi Eropa (Amerika Serikat, Kanada, dan Australia). Negara maju, kecuali Jepang juga diistilahkan sebagai negara-negara Barat (Western States). Lihat dalam Hikmahanto Juwana, “Hukum Internasional Dalam Konflik Kepentingan Ekonomi Negara Berkembang dan Negara Maju”, Pidato Upacara Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 10 Nopember 2001, hal. 2.

47 Negara Berkembang yang tergabung dalam Kelompok-77(Group-77) dapat dicirikan sebagai negara yang memperolehkemerdekaan setelah tahun 1945, sedang dalam proses membangun,dan kebanyakan berada di Benua Asia, Afrika dan sebagian BenuaAmerika (Amerika Latin). Dalam Hikmahanto Juwana, Loc. Cit.


(46)

dampak kenaikan suhu bumi. Negara-negara berdataran rendah juga menderita banjir besar seperti Bangladesh, Laos, Nigeria, Argentina, dan lain-lain. Tampaklah bahwa dampak perubahan iklim memukul negara berkembang lebih besar ketimbang negara maju.48

Kesadaran bahwa pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim akan mengancam keberlanjutan kehidupan di dunia, menjadikan negara-negara di dunia baik negara maju maupun negara berkembang berputar otak mencari cara untuk mengatasi pemanasan global yang tengah terjadi.

Pemanasan global telah lama disadari bahwa benar terjadi dan mengancam peradaban di bumi. Namun baru mulai kurun waktu 1970an diadakan pertemuan yang secara sungguh-sungguh membahas masalah lingkungan terutama pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim. Sejak masa itulah masyarakat internasional mulai mencoba mencari solusi untuk menurunkan emisi karbon yang mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim dengan berbagai cara.

Cara yang paling mudah untuk mengurangi karbon dioksida di udara adalah dengan reboisasi (reforestation). Selain itu banyak dikembangkan cara-cara lain seperti penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir masih kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya.

Alat penyaring khusus gas buangan perlu digunakan oleh kendaraan bermotor pada bagian knalpot (tempat keluar gas buangan) yang dapat       

48 Daniel Murdiyarso, Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim, Op. Cit. Hal xiii.


(47)

menetralisir dan mengurangi dampak negatif gas buangan tersebut. Bisa juga dengan mengganti bahan bakar dengan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, seperti tenaga surya (matahari) atau biodisel. Perlu dikeluarkan regulasi tentang usia kendraan bermotor yang boleh beroperasi agar tidak

menimbulkan pencemaran.

Selain itu perlu diadakan kerja sama internasional untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Apabila pada suatu negara diterapkan peraturan kebijakan lingkungan yang ketat, maka ekonominya dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon dioksida terbukti sulit dilakukan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang serius, konsisten, dan berkelanjutan agar masalah pemanasan global ini dapat diatasi atau diminimalisir.

Salah satu upaya internasional dalam menyelamatkan dunia dari pemanasan global selain dari teknologi-teknologi tersebut adalah perdagangan karbon antar negara di dunia. Cara ini diharapkan dapat menekan emisi karbon yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas manusia. Perdagangan karbon ini dapat menimbulkan simbiosis mutualisme antara negara-negara pelaku bisnis perdagangan karbon itu sendiri.

Perdagangan karbon diharapkan dapat membantu menekan emisi karbon yang bermanfaat bagi pembangunan berkelanjutan49 dan bermanfaat bagi       

49 Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia melalui pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, efisien, dan memperhatikan keberlangsungan pemanfaatannya baik untuk generasi masa kini maupun generasi yang akan datang. Di dalamnya terkandung dua gagasan penting, yaitu: (a) Gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan pokok manusia untuk menopang hidup, (b) Gagasan keterbatasan, yakni keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan baik masa kini maupun masa


(48)

perekonomian negara-negara pelaku perdagangan karbon. Selain cara-cara yang dapat dilakukan manusia untuk mempertahankan keberlanjutan kehidupan di bumi, manusia juga sudah sejak lama memikirkan untuk mencari planet pengganti bumi yang usianya sudah semakin menua. Para ilmuwan dunia melakukan berbagai studi tentang penemuan planet pengganti bumi yang disebut Super-Earth50 sejak sekitar dua dasawarsa lalu. Penemnuan terakhir pada tahun 2013, ditemukan beberapa planet yang berjarak 22 tahun cahaya dari matahari.

Planet-planet ini dapat dihuni, karena diperkirakan memiliki permukaan dan atmosfer yang sama dengan bumi, juga memiliki hari dan tahun yang sama panjangnya dengan bumi. Penemuan mengatakan bahwa siang planet-planet tersebut akan diterangi oleh matahari dan saat malam hari bulan juga akan bersinar, sama halnya di bumi.51

       

yang akan datang. Lihat: Sri Hayati, “Pembangunan Berkelanjutan”, sebagaimana dimuat dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/196202131990012-SRI_HAYATI/ MK-EKOLOGI_DAN_LINGKUNGAN/PB.pdf, diunduh pada 24 Februari 2014.

50

Nicolas B. Cowan, a postdoctoral fellow at Northwestern University said thatSuper-Earths are expected to have deep oceans that will overflow their basins and inundate the entire surface, but we show this logic to be flawed. Terrestrial planets have significant amounts of water in their interior. Super-Earths are likely to have shallow oceans to go along with their shallow ocean basins. In the study, the research team treated exoplanets like Earth, which has a significant amount of water in its mantle. Rock within the mantle contains tiny amounts of water, but because the mantle is so large - those small amounts of water add up to a large quantity. A water cycle deep within the Earth moves water between oceans and the mantle. The division of water between the oceans and mantle is determined by seafloor pressure, which is relative to gravity. Lihat dalam: Brett Smith, http://www.redorbit.com/news/space/1113042735/super-earths-may-be-like-planet-earth-010914/, diakses pada 17 Januari 2014.

51 “Three Super-Earths Discovered In Habitable Zone Of Same Star For The First Time”,

sebagaimana dimuat dalam http://rt.com/news/super-earths-habitable-zone-228/, diakses pada tanggal 17 Januari 2014.


(49)

C. Ketentuan Tentang Pemanasan Global dalam Hukum Internasional

Hukum Internasional52 menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan negara, dan negara dengan subjek hukum lain yang bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.53 Pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim merupakan permasalahan yang melintasi batas negara mengenai suatu fenomena dalam lingkup internasional, termasuk di dalamnya akan mencampurkan aspek ilmu pengetahuan alam hayati yang tentunya dibalut dalam nuansa scope internasional, sehingga dapat dilihat dan ditarik keterkaitan serta kompleksitas antara masalah lingkungan global dengan hubungan antar negara.

Pemanasan global merupakan isu lingkungan hidup yang pemahamannya berakar dari disiplin Ilmu Alam Hayati yang dijadikan menjadi isu internasional belakangan ini kerap diangkat dalam berbagai forum dan kajian kerjasama internasional. Isu pemanasan global menjadi salah satu kajian yang dapat diklasifikasikan dalam kajian yang keberadaannya dapat mendorong negara-negara atau masyarakat internasional untuk ikut terlibat dalam penanganannya,

      

52

Lebih lanjut oleh Starke mendefinisikan hukum internasional sebagai seperangkat hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan perilaku dan azas-azas dimana negara-negara itu sendiri terikat dan menghormatinya dan oleh karenanya secara umum dihormati dalam hubungan antar negara satu sama lain serta mencakup juga: (a) peraturan-peraturan yang berkaitan dengan fungsi lembaga atau organisasi internasional, hubungan organisasi internasional dengan negara-negara serta dengan individu, (b) peraturan-peraturan tertentu berkenaan dengan individu-individu dan kesatuan kesatuan bukan negara sepanjang hak-hak dan kewajibannya menyangkut masyarakat internasional. Baca dari: Rosmi Hasibuan, Hukum Internasional, Bahan Perkuliahan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2011. Hal. 2.

53 Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung, Alumni, 2003. Hal. 1.


(50)

hal ini dikarenakan masalah pemanasan global dianggap bersifat implikatif yang menimbulkan reaksi berantai.

Begitu penting dan tingginya tingkat urgensi masalah pemanasan global hingga mendorong banyak pihak untuk mengangkat dan menjadikannya menjadi komoditas isu hangat dalam setiap pertemuan forum internasional yang menghasilkan beberapa perjanjian internasional seperti deklarasi, konvensi, protokol, dan juga agreement (persetujuan).

Deklarasi, konvensi, protokol dan agreement tersebut pada dasarnya sama yakni merupakan perjanjian internasional, namun terdapat perbedaan diantaranya. Deklarasi merupakan suatu perjanjian dan berisikan ketentuan-ketentuan umum dimana pihak-pihak pada deklarasi tersebut berjanji untuk melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu dimasa yang akan datang. Bedanya dengan konvensi adalah deklarasi isinya ringkas dan padat serta mengeyampingkan ketentuan-ketentuan yang hanya bersifat formal54. Konvensi biasanya bersifat

law-making yang artinya merumuskan kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional.55 Protokol digunakan untuk perjanjian internasional yang materinya lebih sempit dibanding konvensi. Protokol mengatur kewajiban-kewajiban khusus dalam melaksanakan perjanjian induknya.56 Sedangkan agreement mengatur materi yang memiliki cakupan lebih kecil daripada deklarasi, konvensi maupun protokol. Perjanjian dalam bentuk-bentuk seperti tersebut diataslah yang dihasilkan dalam pertemuan-pertemuan yang mengkaji masalah pemanasan       

54 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Bandung, PT. Alumni, 2011. Hal. 93-94.

55Ibid, hal 91.

      56


(51)

global. Namun tidak tertutup kemungkinan perjanjian internasional dalam bentuk lain terbentuk pada pertemuan-pertemuan tersebut.

Isu pemanasan global pertama kali diangkat sebagai sebagai salah satu agenda dalam pertemuan negara-negara dalam ranah hubungan internasional pada tahun 1972, hal ini ditandai dengan diselenggarakannya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang lingkungan hidup di Stockholm, Swedia. Konfrensi Stockholm57 ini menghasilkan sebuah deklarasi yang disebut dengan Deklarasi Stockholm. Dalam Deklarasi Stockholm telah disadari bahwa kegiatan manusia dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang akhirnya berdampak pada pemanasan global.

Salah satunya dalam article 3 Deklarasi Stockholm diproklamirkan:58 “Man has constantly to sum up experience and go on discovering, inventing, creating and advancing. In our time, man's capability to transform his surroundings, if used wisely, can bring to all peoples the benefits of development and the opportunity to enhance the quality of life. Wrongly or heedlessly applied, the same power can do incalculable harm to human beings and the human environment. We see around us growing evidence of man-made harm in many regions of the earth: dangerous levels of pollution in water, air, earth and living beings; major and undesirable disturbances to the ecological balance of the biosphere; destruction and depletion of irreplaceable resources; and gross deficiencies, harmful to the physical, mental and social health of man, in the man-made environment, particularly in the living and working environment.

      

57 Dalam konfrensi Stockholm terdapat beberapa hal penting, yaitu: (a) Merupakan konfrensi pertama tentang lingkungan hidup di tingkat dunia, (b) Konfrensi ini menjadi acuan/referensi bagi para pakar hukum untuk menentukan hak dan kewajiban warga negara untuk lingkungan, (c) Mendorong lahirnya pertumbuhan hukum lingkungan di tingkat nasional, internasional dan multilateral, misalnya: diadakannya konfrensi perubahan iklim tahun 1992. Jelly Leviza, Bahan Kuliah Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2012.

58 “Declaration of the United Nations Conference on the Human Environment”, dalam http://www.unep.org/Documents.Multilingual/Default.asp?documentid=97&articleid=1503, diakses pada 17 Maret 2014.


(52)

Artinya, manusia secara terus-menerus memperbanyak pengalamannya dan terus menggali, menemukan serta terus mengalami kemajuan, di masa kini, kemampuan manusia untuk mengubah lingkungannya jika digunakan secara bijak, dapat membawa manfaat yang membangun bagi semua bangsa dan kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup. Penerapan yang salah dan semena-mena, dapat sangat membahayakan manusia dan lingkungannya. Namun kenyataannya semakin banyak bukti dari kebrutalan kelakuan manusia di berbagai belahan dunia tingkat pencemaran baik air, udara, bumi serta makhluk hidup berada pada tingkatan yang berbahaya, bencana hebat yang tidak dikehendaki terhadap keseimbangan biosfer, kehancuran dan penipisan sumber daya non hayati.

Sejak Deklarasi Stockholm 1972 dideklarasikan, persoalan lingkungan hidup mulai menjadi pusat perhatian masyarakat Internasional. Satu dasawarsa setelah dilaksanakannya Konferensi Stockholm 1972, masyarakat Internasional berusaha untuk mengurangi rusaknya lingkungan. Pada tahun 1992 diadakan Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) tentang Lingkungan dan Pembangunan yang lebih dikenal dengan nama United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) di Rio de Jeneiro, Brazil dalam rangka penyelesaian masalah lingkungan di dunia. Para pemimpin dunia sepakat untuk mengadopsi rencana-rencana besar yang terkait dengan upaya konservasi lingkungan sementara menyejahterakan manusia melalui pembangunan.59

      

59 Daniel Murdiyarso, Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim,Op. Cit. Hal. 3.


(1)

Haneda, “Hubungan Efek Rumah Kaca Pemanasan global dan Perubahan Iklim”, 2004. http://www.scribd.com/doc/137891172/Efek-Rumah-Kaca-1, diakses pada 5 November 2013.

Hardjana, Asef Kurniyawan, “Deforestasi Yang Terhindarkan Dalam Mekanisme Awal Perdagangan Karbon Sebagai Manfaat Yang Berkelanjutan Pada Bekas Kawasan Hutan Tropis Dataran Rendah”, http://forda-mof.org/files/3.Deforestasi_yang_Terhindarkan_dalam _mekanisme_awal_perdagangan_karbon.pdf, diunduh pada 28 Januari 2014.

Harrabin, Roger, “UN Climate Talks Extend Kyoto Protocol, Promise Compensation”, http://www.bbc.co.uk/news/science-environment-206530 18, diakses pada 17 Januari 2014.

Hartawan, I Putu Meidy, “Bom Waktu Perdagangan Karbon”, http://buletinwiwe ka.blogspot.com/2008/09/bom-waktu-perdagangan-karbon.html, diakses pada 28 Januari 2014.

Hayati, Sri, “Pembangunan Berkelanjutan”, sebagaimana dimuat dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/196202131 990012-SRI_HAYATI/MK-EKOLOGI_DAN_LINGKUNGAN/PB.pdf, diunduh pada 24 Februari 2014.

Helena, “Jeffrey Sachs Soroti 10 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan”, http://konsillsm.or.id/?p=1719, diakses pada 24 Februari 2014.

http://www.satgasreddplus.org/tentang-redd/kamus-redd, diakses pada 23 Januari 2014.


(2)

http://www.slideshare.net/alambebas/pasar-karbon-dan-mitigasi-pi, diakses pada 24 Februari 2014.

“Industrialisasi”, http://id.wikipedia.org/wiki/Industrialisasi, diakses pada 24 Februari 2014.

Intisolar, “Dampak Pemakaian Energi Fosil”, http://www.intisolar.com/news/dam pak_pemakaian_energi_fosil.html, diakses pada 24 Februari 2014.

“Introduction to Emission Reduction Purchase Agreement (ERPA)”,

vanuatu.acp-cd4cdm.org/media/357206/introduction-erpa_.pdf , diunduh

pada 6 Nopember 2013.

Ivalerina, Feby, Konsep Hak‐Hak Atas Karbon, Kertas Kerja Epistema No.01/20

10, Jakarta: Epistema Institute sebagaimana dimuat dalam http://epistema.

or.id/publikasi/working‐paper/145‐konsep‐hak‐hak‐atas‐karbon.html,2010.

Diunduh pada 23 September 2013.

”Jean Baptiste Joseph Fourier”, http://id.wikipedia.org/wiki/Jean_Baptiste_Joseph _ Fourier, diakses pada 20 Oktober 2013.

“Kebijakan UNFCCC dan REDD+ di Indonesia”, http://forestclimatecenter.org/g uidance_desc.php?cnt=international&lang=Indonesia&mID=15&swID=1 5, diakses pada 14 Februari 2014.

“Kesempatan Kedua untuk Protokol Kyoto”, http://www.hijauku.com/2012/12/09 /kesempatan-kedua-untuk-protokol-kyoto/, diakses pada 17 Maret 2014. “Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2012”,

http://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Perubahan_Iklim_Perserikatan_B angsa-Bangsa_2012, diakses pada 17 Januari 2014.


(3)

Murjani, Nita, “Perjanjian Cancun dan REDD+ Di Indonesia”, http://blog.cifor.or g/1311/perjanjian-cancun-dan-redd-di-indonesia#.UtlfEdL-LMw, diakses pada 17 Januari 2014.

Napitu, “Ja Posman, Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon Pengembangan Proyek CDM”, Yogyakarta, 2007, forestindonesia.files.wo rdpress.com/2008/01/pedagangan-karbon.pdf. Diunduh pada 31 Januari 2014.

Niode, Amanda Katili, “Memahami Hasil Dari Kopenhagen,"

http://www.wwf.or.id/berita_fakta/berita_fakta/newsclimateenergy.cfm?17 420/Memahami-Hasil-dari-Kopenhagen, diakses pada 3 Januari 2014. Nugroho, Hanan, Ratifikasi Protokol Kyoto, “Mekanisme Pembangunan Bersih

dan Pengembangan Sektor Energi Indonesia: Catatan Strategis”, http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/10505/2254/,di ak-ses pada 30 Januari 2014.

“Pasar Karbon”, http://forestclimatecenter.org/guidance.php?cnt=international&la ng=Indonesia&mID=19&cID=59, diakses pada 14 Februari 2014.

“Pemanasan Global”, dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global,

diakses pada 29 September 2013.

“Perdagangan Karbon”, http:// id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_Karbon, Diakses pada 1 September 2013.

“Perdagangan Karbon dan Pemanfaatan Teknologi Ramah Lingkungan”, http://ma nggungunited.blogspot.com/2013/09/pengendalian-dampak-teknologi-terh adap.html, diakses pada 30 Januari 2014.


(4)

“Policy Information”, http://www.co2offsetresearch.org/policy/MandatoryVsVolu ntary.html, diakses pada 27 Januari 2014.

“Protokol Kyoto”, http:// id.wikipedia.org/wiki/Protokol_Kyoto, diakses pada 30 September 2013.

Purnobasuki, “Hery, Perubahan Iklim Global”, 2012. Dimuat dalam

http://herypurba-fst.web.unair.ac.id/artikel_detail-41623-Umum-PERUBAHAN%20IKLI

M%20GLOBAL.html, diakses pada 29 September 2013.

Putri K, Dayita, “Telaahan Staf”, Jakarta, PT. PLN, Satuan Pelayanan Hukum Korporat. http://xa.yimg.com/kq/groups/23981699/305214726/name/4.doc , diunduh pada 3 Oktober 2013.

“Siaran Pers: COP 16 Cancun Harus Menjadi Pijakan Untuk Kesepakatan Perubahan

Iklim yang Ambisius, Adil, dan Mengikat”, http://www.iesr.or.id/2010/11/

siaran-pers-cop-16-cancun-harus-menjadi-pijakan-untuk-kesepakatan-perubahan-iklim-yang-ambisius-adil-dan-mengikat/ diakses pada 17 Januari 2014.

Smith, Brett, http://www.redorbit.com/news/space/1113042735/super-earths-may-be-like-planet-earth-010914/, diakses pada 17 Januari 2014.

Steni, Bernadinus, “Prinsip-Prinsip Konvensi”, http://reddandrightsindonesia.wor dpress.com/2011/03/16/prinsip-prinsip-konvensi/ , diakses pada 24 Februari 2014.


(5)

____________, “Sejarah Konvensi Perubahan Iklim”, 2011. dimuat dalam h ttp://reddandrightsindonesia.wordpress.com/2011/03/17/sejarah-kon vensi-perubahan -iklim-bernad-steni/, diakses pada 30September 2013.

Subagyo, Sayulidewi, “COP 17 dan Dampaknya Bagi Indonesia”, http://www.oxf amblogs.org/indonesia/cop-17-dan-dampaknya-bagi-indonesia/, diakses pada 17 Januari 2014.

Syafputri, Ella, “Indonesia Usul UNEP Diperkuat”, 2013, http://www.antaranews. com/berita/359758/indonesia-usul-unep-diperkuat, diakses pada 3 Januari 2014.

“The Big Thaw Begins: FROZEN BODIES Found in Snow as Temperatures Begin to Rise After Brutal Polar Vortex Leaves 21 Dead and 11,000 Flights Grounded”, http://www.dailymail.co.uk/news/article-253569 5/So-cold-Hell-frozen-Small-Michigan town country-plunged-freezi ng-temperatures-polar-vortex-things-warming day-two.html#ixzz2q mjkifel, diakses pada 19 Januari 2014.

“The Cancun Agreements: Outcome of the work of the Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention”, Article 3 and 4, http://unfccc.int/resource/docs/2010/cop16/eng/07a01.pdf#page=2, diakses pada 17 Januari 2014.

“Three Super-Earths Discovered In Habitable Zone Of Same Star For The First

Time”, http://rt.com/news/super-earths-habitable-zone-228/, diakses pada


(6)

Uliyah, Luluk & Firdaus Cahyadi, “Question and Answer Tentang Keadilan Iklim”, Divisi Knowledge Management Yayasan Satu Dunia,Edisi I Tahun 2011,

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:kLxtZuku6 4cJ:www.satudunia.net/system/files/Question%2520and%2520Ans wer%2520tentang%2520Keadilan%2520Iklim_Yayasan%2520Satu Dunia.pdf+&cd=3&hl=en&ct=clnk, diunduh pada 9 Maret 2014. Utomo, Yunanto Wiji, “Bagaimana Musim Dingin Ekstrem di Amerika

Terkait Pemanasan Global?”. http://sains.kompas.com/read/2014/01/ 07/1028583/Bagaimana.Musim.Dingin.Ekstrem.di.Amerika.Terkait.P emanasan.Global, diakses pada 17 Januari 2014.

“Volluntary Emission Reduction”, http://en.wikipedia.org/wiki/Voluntary_Emissi ons_Reduction, diakses pada 27 Februari 2014.

Warta Kebijakan, “Perdagangan Karbon”, CIFOR, 2003, www.cifor.org/ac m/download/pub/wk/warta08.pdf, diunduh pada 28 Januari 2014. “What Is an Emission Reduction Purchase Agreement (ERPA)?”, http://www.odi.

org.uk/sites/odi.org.uk/files/odi-assets/publications-opinion-files/6089.pdf, diunduh pada 5 Nopember 2013.