1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk hidup yang berakal akan selalu berusaha meningkatkan kualitas hidupnya. Peningkatan kualitas hidup ini berkaitan dengan
masalah kesejahteraan manusia yang akan terus diperjuangkan. Usaha peningkatan kualitas hidup manusia merupakan persoalan semua bangsa di dunia
ini. Akan tetapi dalam meningkatkan kualitas hidup ini tidak semua bangsa memiliki modal dan kesempatan yang sama untuk memulai dan mencapai tingkat
kualitas hidup yang diinginkan. Masalah modal dan kesempatan yang dimaksud tersebut adalah faktor
utama dalam usaha untuk mendapatkan kualitas hidup atau tingkat kesejahteraan manusia yaitu masalah Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang
dimiliki setiap bangsa. Modal dan kesempatan yang tidak sama inilah yang menjadikan adanya ketidakseimbangan kualitas hidup antara suatu bangsa dengan
bangsa lainnya. Ketidakseimbangan ini juga yang menjadi penyebab kerusakan bumi, melalui penjarahan, eksplorasi dan eksploitasi Sumber Daya Alam yang
tidak terkendali dan juga melalui peperangan. Hal-hal tersebut berarti juga akan mengurangi kualitas hidup manusia, padahal manusia ingin meningkatkan kualitas
hidup. Upaya manusia untuk meningkatkan kualitas hidup tersebut antara lain
dengan memanfaatkan kemampuan otak manusia untuk mencapai apa yang
Universitas Sumatera Utara
diinginkannya. Kelompok manusia yang memanfaatkan kemampuan otak pada umumnya adalah kelompok manusia atau bangsa yang tidak mempunyai Sumber
Daya Alam yang cukup, tetapi berkeinginan mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Sebaliknya, bangsa yang mempunyai Sumber Daya Alam cukup seringkali
memiliki Sumber Daya Manusia yang kurang memadai. Akibatnya Sumber Daya Alam yang ada akan dimanfaatkan oleh bangsa lain yang memiliki Sumber Daya
Manusia yang berkualitas. Selain hal tersebut, ada satu lagi masalah penting yang harus dipikirkan oleh semua bangsa di dunia ini, yaitu masalah pemanasan global
yang dampaknya dapat menjadi ancaman bagi umat manusia.
1
Isu lingkungan yang menarik di era milenium ini adalah pemanasan global yang berpengaruh pada perubahan iklim, yang ditandai dengan peningkatan kadar
emisi CO
2
di udara dan peningkatan tinggi muka air laut, sebagai akibat mencairnya es di kutub utara, perubahan cuaca yang radikal, bencana alam
merupakan dampak pemanasan global dan perubahan iklim. Dampak pemanasan global akhir-akhir ini juga dapat dilihat dari serangan udara dingin yang melanda
dan melumpuhkan sejumlah wilayah di Ameriika Serikat pada awal Januari 2014. Suhu di beberapa wilayah mencapai -36° Celcius, bahkan dengan pengaruh angin
warga bisa merasakan seolah berada di tempat bersuhu hingga -50° Celcius.
2
Bagian selatan Bumi, Australia malah mengalami hal sebaliknya, panas ekstrem melanda hingga suhu mencapai 45° Celcius.
1
Wisnu Arya Wardana, Dampak Pemanasan global, Yogyakarta, ANDI, 2010. Hal. 2.
2
Yunanto Wiji Utomo,
“
Bagaimana Musim Dingin Ekstrem di Amerika Terkait Pemanasan Global? ”http:sains.kompas.comread201401071028583Bagaimana.Musim.Dingi
n.Ekstrem.di.Amerika.Terkait.Pemanasan.Global, diakses pada 17 Januari 2014.
Universitas Sumatera Utara
Isu pemanasan global ini selalu ditempatkan dalam daftar agenda terpenting pada kelompok manapun yang peduli terhadap lingkungan. Suhu rata-
rata permukaan bumi semakin hari semakin meningkat selama beberapa tahun belakangan. Sebagian besar peningkatan suhu bumi disebabkan oleh
meningkatnya aktivitas dan fasilitas hidup manusia. Fasilitas yang semakin
mewah dan berteknologi modern, ternyata berdampak negatif terhadap bumi yang menyebabkan pemanasan global. Peningkatan suhu dapat menyebabkan tidak
stabilnya cuaca di permukaan bumi.
Pemanasan global merupakan permasalahan yang semakin hangat. Seluruh negara di dunia ini semakin gencar berjuang untuk menghadapi permasalahan
pemanasan global ini, berusaha untuk menanggulanginya dan berusaha untuk mencegah berkembangnya pemanasan global tersebut. Demikian usaha
pencegahan tidak sedikit juga usaha-usaha maupun tindakan-tindakan yang membuat permasalahan pemanasan global itu semakin melebar dan semakin parah
sehingga keadaan dunia semakin mengenaskan dan perlu ditanggulangi lebih lanjut.
Banyak orang menyadari bahwa untuk menghentikan pemanasan global, kita tidak dapat melakukannya sendiri, melainkan membutuhkan kerjasama yang
melibatkan komunitas di dunia. Namun demikian, masih banyak orang yang tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan untuk menghentikan pemanasan global.
Jika tidak segera bertindak maka dampaknya akan sangat serius.
3
3
Team SOS, Pemanasan global Solusi dan Peluang Bisnis, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2011. Hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
Pemanasan global itu sendiri tidak terjadi secara seketika, tetapi berangsur-angsur. Ketika revolusi industri baru dimulai sekitar tahun 1850,
konsentrasi salah satu gas rumah kaca penting yaitu CO
2
di atmosfer baru 290 ppmv part per million by volume, saat ini 150 tahun kemudian telah mencapai
sekitar 350 ppmv. Jika pola konsumsi, gaya hidup, dan pertumbuhan penduduk tidak berubah, 100 tahun yang akan datang konsentrasi CO
2
diperkirakan akan meningkat menjadi 580 ppmv atau dua kali lipat dari zaman pra-industri.
Akibatnya, dalam kurun waktu 100 tahun yang akan datang suhu rata-rata bumi akan meningkat hingga 4,5ºC dengan dampak terhadap berbagai sektor kehidupan
manusia yang luar biasa besarnya. Tidak semua negara industri penyebab masalah ini siap mengatasinya
karena upaya mitigasi yang menangani penyebabnya memerlukan biaya yang tinggi. Pada saat yang bersamaan hampir semua negara yang tidak menimbulkan
masalah perubahan iklim, yaitu negara berkembang, sangat merasakan dampaknya, namun tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan
adaptasi terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.
4
Dalam rangka untuk menghadapi perubahan iklim masyarakat Internasional yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB telah
melakukan konferensi mengenai perubahan iklim di New York pada tahun 1992 yang mendasari terciptanya Protokol Kyoto pada tahun 1997 dan beberapa
konferensi-konfrensi berikutnya yang selengkapnya akan dibahas pada bab selanjutnya.
4
Daniel Murdiyarso, Protokol Kyoto Implikasinya Bagi Negara Berkembang, Jakarta, Kompas, 2003. Hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
Perhatian masyarakat dunia tersebut terhadap lingkungan hidup memberikan gambaran bahwa persoalan lingkungan hidup bukan persoalan yang
mudah. Masyarakat dunia sudah mulai cemas terhadap masalah lingkungan hidup sehingga mereka mengadakan beberapa pertemuan untuk membahas dan
melindungi lingkungan hidup dari dampak yang dilakukan oleh manusia akan perubahan iklim.
Menurut Mattias Finger: “Krisis lingkungan hidup yang mendunia seperti sekarang ini setidaknya
disebabkan oleh berbagai hal, yaitu kebijakan yang salah dan gagal, teknologi yang tidak efisien bahkan cenderung merusak, rendahnya komitmen politik,
gagasan, dan ideologi yang akhirnya merugikan lingkungan, merebaknya pola kebudayaan seperti konsumerisme dan individualisme, serta individu-individu
yang tidak terbimbing dengan baik.”
5
Beranjak dari hal tersebut, maka pada umumnya menurut Finger jalan
yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan lingkungan akan dilakukan melalui pembuatan kebijakan yang lebih baik, teknologi baru dan berbeda, penguatan
komitmen politik dan publik, menciptakan gagasan dan ideologi baru yang pro- lingkungan green thinking, serta merubah pola kebudayaan, tingkah laku, dan
kesadaran tiap-tiap individu.
6
Gerakan penyelamatan bumi ini sebenarnya sudah ada sejak Konferensi Lingkungan Hidup sedunia di Stockholm 1972, bahwa penyelesaian masalah
lingkungan merupakan peran seluruh negara-negara di dunia, baik negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Butuh kerjasama antara keduanya.
5
Pan Mohamad Faiz, “Perubahan Iklim dan Perlindungan Terhadap Lingkungan: Suatu Kajian Berprespektif Hukum Konstitusi”, disampaikan sebagai paper position pada Forum Diskusi
Kelompok Kerja Pakar Hukum mengenai Perubahan Iklim yang diselenggarakan oleh Indonesian Center for Environmental Law ICEL di Hotel Grand Mahakam, Jakarta, 2009. Hal. 1.
6
Pan Mohamad Faiz, Loc.Cit.
Universitas Sumatera Utara
Persoalan lingkungan tidak akan selesai jika negara-negara maju saja yang melakukan mitigasi, sementara negara-negara berkembang terus merusak alam
dengan deforestasi, degradasi, pencemaran air dan udara.
7
Selanjutnya tahun 1992 lahirlah KTT Bumi yang dilaksanakan di Rio de Jeneiro, Brazil dalam rangka penyelesaian persoalan lingkungan dunia.
Selanjutnya pada tahun 1997, dibentuklah Protokol Kyoto yang merupakan kelanjutan dari salah satu hasil KTT Bumi yakni Konvensi Perubahan Iklim, juga
membahas tentang pemanasan global dan perubahan iklim, dalam Protokol Kyoto muncul konsep Clean Development Mechanism CDM. Bentuk aplikasi dari
CDM salah satunya adalah Carbon Trade Perdagangan Karbon. Perdagangan karbon yang memiliki makna yaitu melindungi karbon dan
menjualnya kepada negara-negara emisi. Negara-negara emisi memberikan kompensasi dana untuk pembangunan bagi negara-negara yang telah
mempertahankan karbon. Namun perlu juga dicermati apakah nilai tukar yang ditawarkan oleh negara-negara emisi sudah pantas terhadap negara yang telah
mempertahankan karbon.
8
7
Mitigasi adalah proses pengurangan emisi gas rumah kaca. Karena penyebab utama dari perubahan iklim adalah penggunaan bahan bakar fosil, seperti batubara dan minyak bumi, maka
negara-negara seperti Amerika, Inggris dan Jepang, dan negara-negara industri lainnya diharuskan mengurangi 80 emisi mereka pada tahun 2050. Namun, menurut masyarakat adat pada negara
berkembang, cara terbaik bagi mitigasi perubahan iklim adalah dengan mengubah produksi dan pola konsumsi yang tidak berkelanjutan yang masih mendominasi sistem yang berlaku di dunia
ini. Langkah mitigasi terbaik mencakup perubahan gaya hidup secara individu atau kolektif dan perubahan jalur pembangunan secara struktural menuju ke arah pembangunan yang berkelanjutan
dan rendah karbon. Lihat: “Apa Itu Mitigasi?” dimuat dalam http:rumahiklim.orgmasyarakat- adat-dan-perubahan-iklimmitigasi, diakses pada 24 Februari 2014.
8
Abdul Razak, “Kelayakan Kompensasi yang Ditawarkan Dalam Perdagangan Karbon”. Makalah Manajemen Hutan Lanjutan Program Pascasarjana Manajemen Konservasi Sumber Daya
Alam dan Lingkungan UGM, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, 2008. Hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Walau jalan kearah Clean Developmen Mechanism CDM ini cukup banyak mendapat tantangan terutama negara-negara industri, dimana negara
industri tidak mungkin mengurangi emisi-emisi dengan menutup industri-industri penyumbang karbon, sehingga menurut negara industri mekanisme perdagangan
karbon dianggap paling tepat. Penerapan dan mekanisme perdagangan karbon ini tentu harus dipahami,
agar tujuan utamanya yaitu mengurangi pemanasan global dapat ditekan. Konsep perdagangan karbon ini juga tidak mutlak menjadi alternatif dalam mengatasi
permasalahan pemanasan global, karena masih banyak cara lain seperti penggunaan energi alternatif yang bersifat non polutan tidak mengakibatkan
pencemaran. Kemudian mekanisme pengurangan emisi gas rumah kaca yang
belakangan berkembang adalah melalui sektor kehutanan yaitu baik berupa aktivitas afforestation dan reforestation
9
dalam skema Clean Development Mechanism
CDM ataupun melalui program Reducing Emmisions from Deforestation and Degradation
REDD.
10
9
Ada dua objek utama dalam regenerasi buatan yaitu afforestation dan reforestation. Affoestation
adalah suatu upaya menciptakan hutan atas bantuan manusia pada area bervegetasi hutan yang telah lama hilang. Reforestation adalah upaya membangun kembali suatu kawasan
hutan dengan cara regenerasi buatan pada suatu areal yang sebelumnya berhutan dan telah dilakukan penebangan tebang habis pada masa lampau. Lihat dalam Frans Wanggai, Manajemen
Hutan, Manokwari, Grasindo, 2009. Hal. 158.
10
REDD adalah Skema untuk memberikan insentif bagi negara-negara yang berhasil mengurangi emisi karbon dengan menekan tingkat kegiatan deforestasi dan degradasi hutan.
Insentif ini dapat mendorong pengelolaan hutan yang lebih lestari dengan menyediakan aliran pendapatan yang berkelanjutan. Pengurangan emisi atau deforestasi yang dihindari dapat
diperhitungkan sebagai kredit karbon. Kredit tersebut selanjutnya dapat diserahkan ke lembaga pendanaan yang dibentuk untuk menyediakan kompensasi finansial bagi negara-negara peserta
yang melindungi hutannya. Lihat dalam “Hal-Hal Yang Sering Ditanyakan Tentang REDD”, sebagaimana dimuat dalam http:www.redd-indonesia.orgtentang-reddfaq, diakses pada 11
Januari 2014.
Universitas Sumatera Utara
Keseluruhan mekanisme pengurangan emisi mengupayakan agar karbon sebanyak mungkin berada atau tetap berada pada sumber alam. Upaya
pengurangan emisi tersebut kemudian berkembang menjadi bisnis karbon yang sangat menguntungkan.
11
Konsep Perdagangan Karbon menjadi kajian menarik karena dianggap sebagai ‘win win solution’ yang dikuatkan dengan adanya jargon ‘when profit and
ethic unite’, ‘solving the problem with the thinking created it’ . Keunggulan yang
diusung oleh konsep ini adalah keberhasilannya menggabungkan dua kepentingan yang selama ini dinilai saling bertolak belakang, yaitu kepentingan lingkungan
hidup dan kepentingan ekonomis.
12
Kajian lain yang perlu dicermati adalah apakah setiap negara yang melakukan perdagangan karbon telah siap dengan instrumen baik teknis maupun
pelaksanaannya, termasuk payung hukum, yang mengatur mekanisme perdagangan karbon, baik internasional maupun nasional. Peraturan-peraturan
tersebut dibuat untuk menjadi acuan dalam mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan karbon baik antara negara-negara yang telah menyetujui dan atau
meratifikasi Protokol Kyoto. Kesepakatan jual beli karbon antara negara maju dan negara berkembang
dapat dilakukan antara pemerintah dengan pemerintah, pemerintah dengan swasta, atau swasta dengan swasta. Kesepakatan tersebut dapat dilakukan melalui dua
pendekatan. Pertama, pihak negara maju swasta atau pemerintah sepakat dengan
11
Feby Ivalerina, “Konsep Hak ‐Hak Atas Karbon”, Kertas Kerja Epistema No.012010, Jakarta
: Epistema Institute sebagaimana dimuat dalam http:epistema.or.idpublikasiworking ‐paper145‐
konsep ‐hak‐hak‐atas‐karbon.html,2010. Diunduh pada 23 September 2013.
12
Erna Meike Naibaho, Tinjauan Hukum Dalam Perdagangan Karbon Kredit. Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2011. Hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
pihak negara berkembang swasta atau pemerintah untuk membeli sejumlah karbon yang dihasilkan dari proyek-proyek yang dilaksanakan oleh pihak negara
berkembang. Jadi dalam hal ini pihak negara maju hanya memberikan jaminan pasar bagi kredit karbon yang akan dihasilkan oleh pihak negara berkembang.
Kedua, pihak negara maju sepakat untuk membeli kredit karbon dari pihak negara berkembang, tetapi pihak negara maju terlibat aktif dalam proses pesiapan seperti
penyusunan kriteria untuk pemilihan proyek, penentuan harga, ukuran proyek dan lain sebagainya, sampai pada tahap pelaksana dan pengeluaran sertifikat kredit
pengurangan emisi.
13
Dalam pelaksanaan perdagangan karbon antar negara sebagai bentuk kerjasama negara-negara di dunia dalam menyelamatkan bumi dari Pemanasan
global membutuhkan perjanjian persetujuan yang nantinya akan mengikat para pihak dalam melakukan proses perdagangan karbon. ERPA Emission Reduction
Purchase Agreement merupakan perjanjian perdagangan karbon dalam rangka
pelaksanaan program CDM Clean Development Mechanism yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon sebagai salah satu cara untuk menagani masalah
pemanasan global. ERPA memperjelas bagaimana perdagangan karbon tersebut dilakukan.
Para pihak disebutkan dalam ERPA, cara pelaksanaan perdagangan karbon, jumlah dan harga yang disepakati, juga dijelaskan berbagai hak dan kewajiban
para pihak yang melakukan perdagangan karbon tersebut. Sebagai salah satu contoh, dalam program pengurangan emisi ini, pada tahun 2006 salah satu
13
CIFOR, Perangkat Hukum Proyek Karbon Hutan di Indonesia,Carbon Brief 3, Bogor, Cifor, 2005. Hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
perusahaan swasta India Amrit Bio-Energy Industries Ltd dan Perusahaan Negara Irlandia Ecosecurities Group Plc mengadakan kerjasama untuk
mengurangi emisi dengan cara perdagangan emisi karbon dengan menggunakan ERPA.
B. Rumusan Masalah