anggota Panel Ahli khususnya persyaratan berusia paling rendah 50 tahun serta persyaratan berpendidikan paling rendah megister.
C. KETERANGAN DPR RI I. Kedudukan Hukum Legal Standing
Mengenai kedudukan hukum legal standing para Pemohon a quo, DPR berpandangan bahwa para Pemohon harus dapat membuktikan
terlebih dahulu apakah benar para Pemohon sebagai pihak yang menganggap hak danatau kewenangan konstitusionalnya dirugikan atas
berlakunya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji, khususnya dalam mengkonstruksikan adanya kerugian terhadap hak danatau kewenangan
konstitusionalnya sebagai dampak dari diberlakukannya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji.
Terhadap kedudukan hukum legal standing para Pemohon, DPR menyerahkan sepenuhnya kepada KetuaMajelis Hakim Mahkamah
Konstitusi yang mulya untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum legal standing atau tidak
sebagaimana yang diatur oleh Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 006PUU-III2005 dan Nomor 011PUU-V2007.
II. Pengujian UU Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2013
Terhadap pandangan-pandangan para Pemohon baik dalam Permohonan
Perkara Nomor 1PUU-XII2014 dan Nomor 2PUU-XII2014,
DPR memberikan keterangan sebagai berikut:
A. Pengujian Formil
1. Bahwa prinsip Pengujian Formil Undang-Undang berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat 3 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi adalah pengujian formal menyangkut permohonan bahwa pembentukan Undang-Undang tidak memenuhi
ketentuan berdasarkan UUD 1945. Dengan demikian pengujian secara formil adalah menguji, apakah norma tentang pembentukan
penyusunan Undang-Undang sudah sesuai dengan norma yang oleh konstitusi dikehendaki untuk diikuti.
2. Bahwa secara eksplisit prosedur formal Penetapan Perpu menjadi undang-undang telah diatur secara tegas dalam ketentuan
Pasal 22 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berkut: 1 Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang 2 Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Per
wakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. 3 Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu
harus dicabut. 3. Bahwa syarat hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagai syarat
formal bagi Presiden untuk dapat menetapkan Perpu Nomor 1 Tahun 2013 secara eksplisit dijelaskan dalam konsideran menimbang huruf
b dan Pejelasan Umum UU Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2013 yang pada pokoknya sebagai berikut:
“Pada saat ini kewibawaan dan kepercayaan masyarakat terhadap hakim konstitusi menurun, padahal hakim konstitusi mengemban
amanah sangat penting untuk menjaga tegaknya demokrasi dan pilar negara hukum, sehingga perlu dilakukan upaya penyelamatan
terhadap hakim konstitusi secara cepat, khususnya menjelang pelaksanaan pemilihan umum 2014 yang sangat strategis bagi
keberlanjutan kehidupan demokrasi di tanah air. Jika ketidakpercayaan masyarakat terhadap hakim konstitusi tidak segera
dipulihkan akan berimplikasi terhadap legitimasi hasil pemilihan umum 2014 yang sengketanya merupakan kewenangan hakim
konstitusi untuk mengadili.” “Mengingat pelaksanaan pemilihan umum 2014 sudah sangat dekat,
diperlukan langkah-langkah cepat dan mendesak untuk memulihkan kewibawaan dan kepercayaan masyarakat terhadap hakim konstitusi
dengan melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terutama mengenai syarat
dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi
melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi” 4. Bahwa syarat formal selanjutnya adalah Perpu a quo harus mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam proses pembahasan Perpu a quo terjadi dinamika perdebatan dalam berbagai hal,
khususnya mengenai hal ihwal kegentingan yang memaksa, namun pada akhirnya melalui mekanisme voting dalam Rapat Paripurna
tanggal 19 Desember 2013, DPR telah menyetujui Perpu a quo untuk
ditetapkan menjadi Undang-Undang. Dari hasil voting tersebut, sebanyak 221 suara mendukung berlakunya Perppu a quo. Suara ini
berasal dari 129 suara dari Fraksi Partai Demokrat, 26 suara Golkar, 28 suara PAN, 20 suara PPP, dan PKB sebanyak 18 suara.
Sedangkan yang menolak sebanyak 148 suara, masing-masing dari Fraksi PDIP sebanyak 79 suara, PKS 41 suara, PPP ada 3 suara, dari
Gerindra 16 suara, dan dari Fraksi Hanura 9 suara.
5. Bahwa berdasarkan uraian di atas, DPR berpendapat secara formal penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2013 menjadi UU telah sesuai
dengan ketentuan Pasal 22 UUD 1945
B. Pengujian Materiil