lembaga, kemudian Pansel menghasilkan short-listed candidates dan akhirnya lembaga Presiden, DPR atau MA itulah yang menentukan calon Hakim MK.
Model proses perekrutan yudikatif tersebut bukan melanggar konstitusi. Model ini menghindari penunjukan anggota partai di DPR, penunjukan oleh Presiden
maupun penunjukan oleh atasan di MA. Proses ini menyumbang independensi MK dengan mengurangi politisasi perekrutan yudikatif meski
pihak legislatif dan eksekutif terlibat dalam proses tersebut. Apabila difahami dari UU MK 20032011, yang hanya menentukan bahwa
pencalonan Hakim MK dilakukan secara transparan dan partisipatif serta pemilihannya dilakukan secara akuntabel, namun pengaturannya diserahkan
kepada masing-masing lembaga, maka Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 melanjutkan pengaturan untuk merekrut secara transparan dan akuntabel
karena Hakim MK dihasilkan bukan dari penunjukan langsung oleh Presiden, DPR atau MA.
MKHK bukan perangkat MK atau KY Kewenangan KY dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan dan
keluhuran martabat serta perilaku hakim, termasuk dalam rangka pemberhentian Hakim Agung dan Hakim Konstitusi, adalah dalam konteks
perilaku profesi hakim judicial conduct. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2014 tidak memulihkan kewenangan KY
seperti dalam UU KY 2004. KY tak mengawasi Hakim Konstitusi. KY hanya diikutkan bersama MK untuk membentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi
MKHK. MKHK bukan perangkat MK maupun KY, keanggotaannya tidak dimonopoli MK maupun KY. MKHK bersifat permanen, bukan ad hoc, dan
kesekretariatannya di KY.
3. Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, S.H. I. Isu Hukum
1. Legal Standing Pemohon Pertanyaan:
a. Apa saja hak konstitusional Pemohon yang dirugikan oleh UU in litis? b. Apakah ketentuan Pasal 3 butir a Peraturan MK Nomor 06PMK2005
tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 51 ayat 1 UU Nomor 24
Tahun 2003 juncto UU Nomor 8 Tahun 2011?
2. Kegentingan yang mendesak Pertanyaan:
Apakah yang diajukan pengujian adalah UU Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2014 menjadi UU atau PERPPU Nomor
1 Tahun 2014?
3. Independensi Kekuasan Hakim Pertanyaan:
a. Apa konsep independensi hakim? b. Apakah dengan Undang-Undang in litis berujung pada hilangnya
independensi kekuasaan kehakiman?
4. Asas Nemo Judex in Re Sua Pertanyaan:
Apakah pengujian Undang-Undang in litis oleh MK tidak bertentangan asas nemo judex in re sua?
II. Analisis Isu 1: Legal Standing Pemohon
Pertanyaan a: Apa saja hak konstitusional pemohon yang dirugikan oleh Undang-Undang in litis?
Tidak nampak jelas dalam uraian Pemohon hak konstitusional yang dirugikan.
Dalil Pemohon yang menyatakan Undang-Undang in litis memberi pengaruh terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang berujung pada
hilangnya independensi kekuasaan kehakiman. Terhadap dalil tersebut dipertanyakan: apakah itu menjadi hak
konstitusional Pemohon? Bagaimana menjelaskan hubungan causalnya? Pertanyaan b: Apakah ketentuan Pasal 3 butir a Peraturan MK Nomor
06PMK2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 51 ayat 1 UU
Nomor 24 Tahun 2003 juncto UU Nomor 08 Tahun 2011? Meskipun dalam permohonan Pemohon tidak secara eksplisit disebutkan
ketentuan Pasal 3 butir a Peraturan MK Nomor 06PMK2005 berkaitan dengan legal standing namun harus ditegaskan bahwa ketentuan Pasal 3
tersebut tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 51 UU MK.
Dalam Pasal 51 ayat 1 UU MK ditegaskan bahwa Pemohon adalah pihak yang hak konstitusionalnya dirugikan.
Dalam Pasal 3 butir a dinyatakan bahwa Pemohon adalah: a. Perorangan WNI atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan
sama. Terhadap ketentuan yang bertentangan tersebut berlaku asas preferensi lex
superior. Atas dasar itu ketentuan Pasal 3 butir a Peraturan MK a quo harus di kesampingkan non application.
Atas dasar itu dalil Pemohon yang menyatakan: Pemohon adalah WNI selaku pembayar pajak tax payer yang kesemuanya adalah Advokat dan
Konsultan Hukum yang tergabung dalam Forum Pengacara Konstitusi tidak bisa dijadikan dasar legal standing pemohon in casu.
Isu 2: Kegentingan yang mendesak Pertanyaan: Apakah yang diajukan pengujian adalah UU Nomor 4 Tahun
2014 tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2013 menjadi Undang- Undang atau PERPPU Nomor 1 Tahun 2013?
Yang diuji adalah UU Nomor 4 Tahun 2014 dan bukan PERPPU. Oleh karena itu sanggahan Pemohon terhadap alasan keadaan kepentingan
yang memaksa tidak relevan.
Isu 3: Independensi Kekuasan Hakim Pertanyaan a: Apa konsep independensi hakim?
Asas kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam pelaksanaannya tergantung dari komponen fungsional dan komponen struktural.
Komponen fungsional terdiri atas bebas dari freedom from campur tangan dan bebas untuk melaksanakan fungsi peradilan serta dihormatinya asas
kekebalan hakim yaitu no reprisal for their decisions. Komponen struktural terdiri atas struktur dan organisasi lembaga negara,
struktural dan organisasi peradilan, sistem seleksi calon hakim dan status kepegawaian hakim.
Vide: R. Wallace Brewster,
Government in Modern Society, Houghtun
Mifflin, Boston, 1963. Pertanyaan b: Apakah dengan Undang-Undang in litis berujung pada
hilangnya independensi kekuasaan kehakiman?
Ratio legis Undang-Undang in litis justru dalam rangka mewujudkan Hakim Konstitusi yang memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela serta
dalam rangka menyelamatkan demokrasi dan negara hukum Indonesia serta untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah
Konstitusi. Atas dasar itu dalil Pemohon: yang berujung padal hilangnya independensi
kekuasaan kehakiman adalah tidak rasional dan tidak berdasar hukum.
Isu 4: Asas Nemo Judex in Re Sua Pertanyaan: Apakah pengujian Undang-Undang in litis oleh MK tidak
bertentangan asas
nemo judex in re sua?
Pengujian materi atau substansi Undang-Undang yang mengatur tentang syarat Hakim Konstitusi seperti antara lain dalam Pasal 15 ayat 2 butir 1
Undang-Undang in litis melanggar asas yang dianut dalam civil law system yang juga kita anut yaitu nemo iudex in re sua – tidak seorangpun boleh
menjadi hakim dalam perkaranya sendiri. Bahwa ketentuan Pasal 24C ayat 1 UUD 1945 memberi kewenangan
kepada Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang, namun berdasarkan asas tersebut Mahkamah Konstitusi jangan menguji materi
tentang syarat untuk menjadi Hakim Konstitusi dan pengawasan terhadap hakim konstitusi.
Atas dasar itu jangan terulang pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang menyangkut kewenangan
Komisi Yudisial mengawasi Hakim Konstitusi Putusan MK Nomor 005PUU- IV2006.
4. Dr. Tamrin Amal Tomagola I. Konteks Kemasyarakatan