Informan Utama II Live Story .1 Informan Utama I Laki-laki

5.2.2 Informan Utama II

Perempuan Informan bernama Sumartini berumur 45 tahun beragama islam, berstatus sebagai ibu rumah tangga dengan satu suami dan 3 orang anak. Anak pertamanya sudah berumah tangga, anak kedua masih kelas 2 sekolah menengah pertama SMP, dan anak ketiganya duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar . Pendidikan terakhir Sumartini hanya tingkat sekolah dasar. Sumartini menjadi buruh harian lepas atau buruh tani sudah 10 tahun. Sumartini bekerja sebagai buruh harian lepas karena ingin membantu perekonomian keluarganya karena suaminya sendiri hanya seorang supir. Dirumah Sumartini mengurus anak dan menjual macam-macam kue. Sumartini mengenyam pendidikan hanya sampai SD namun ia tidak memilki keterampilan yang mumpuni untuk mencari pekerjaan disamping nilai Ijazah SD nya yang dipandang sebelah mata. Kebutuhan hidup yang mendesak serta hutang yang ada memaksa Sumartini harus mencari uang dengan segera. Dalam dilema yang dialaminya dia pun mencari ketenangan diri dengan bercerita dengan sahabatnya. Dalam cerita curahan hatinya kepada sahabatnya ini ia pun menceritakan kepelikan rumah tangganya dan kebutuhan yang harus ia tutupi, sahabatnya menawarkannya dan mengajaknya dalam sebagai buruh harian lepas. Awalnya Sumartini menolak, namun karena rentenir yang datang kerumah serta untuk mengcukupi biaya hidup keluarganya akhirnya Sumartini mau. Sepanjang perjalanan ia menjalani sebagai buruh harian lepas tentu banyak mendapat kesan-kesan dan hambatan, misalnya terutama seperti penuturan Sumartini adalah apabila ia mendapati pekerjaan yang berat seperti menanam dan memanen, ia merasa kewalahan dan kelelahan serta hambatannya adalah karena mulai bertambahnya usia. Dalam sehari biasanya ia mendapat pendapatan kurang lebih 50 ribu rupiah dan dalam sebulan kotornya sampai Rp 800.000. Sumartini bekerja lima hari dalam seminggu. Pendapatan yang Sumartini dapat biasanya ia gunakan untuk mencukupi kebutuhan pribadinya dan membiayai anaknya yang masih sekolah. Penghasilannya yang tidak menentu itu ia gunakan untuk membeli kebutuhan sandang, pangan, kebutuhan sekunder dan membayar kontrakannya. Dalam pemenuhan sandangnya Sumartini mengaku membeli pakaian baru hanya saat lebaran saja, untuk kebutuhan sehari-hari misalanya pakaian yang ia gunakan dalam bekerja ia membeli pakaian Sumartini paling membeli dari pasar pakaian bekas atau sering disebut monza. Untuk kebutuhan pangan sehari harinya dengan keluarga Sumartini memilih menu yang biasa saja, telur, tahu, tempe dan ikan asin menjadi menu wajib. Dalam sehari Sumartini dan keluarga makan 3 kali dengan frekuensi memasak 2 kali sehari yakni pagi dan sore hari selepas bekerja. Sumartini memiliki suami namun tidak lagi mesra kepadanya. Tidak ada kata cerai namun interaksi mereka tidak lagi seperti suami istri yang normal. Suami Sumartini jarang pulang kerumah, sebagian waktunya suaminya gunakan mabuk- mabukan dan bermain perempuan diluar. Penghasilannya suami Sumartini yang sebagai supir habiskan dengan bermain judi dan foya-foya dengan perempuan lain. Rumah kontrakan yang mereka sewa dibayar hanya oleh Sumartini saja. Rumah mereka tergolong rumah yang sederhana, dengan lantai semen, berukuran kecil dengan aliran listrik PLN dan air sumur bor. Kamar hanya 2 dengan ukuran kecil pula. Dirumah mereka pun fasilitasnya tidak tergolong lengkap, untuk alat elektronik Sumartini hanya memilki TV kecil 14”, blender plastic dan penanak nasi magic com sebagai mana keluarga kecil biasanya, untuk tambahan hanya handphone china yang ia beli untuk keperluan komunikasinya. Kepedulian akan kesehatan belumlah menjadi suatu keharusan bagi Sumartini. Sumartini berpendapat bahwa sakit dan sehat itu diatur Tuhan, bila memang ajal maka itulah yang terjadi. Tentang profesinya yang beresiko akan penyakit kulit dan pernafasan karena penyemprotan hama pun tidak terlalu menjadi momok menakutkan baginya, entah karena bagian dari depsresinya atau ketidaktahuannya sulit didefinisikan. Bilamana sakit Sumartini menuturkan paling ia dan suami akan membeli obat dari warung dan bila sakit nya tidak kunjung sembuh maka ia kan pergi kebidan terdekat. Untuk asuransi dan sejenisnya Sumartini mengaku tidak mengikuti, bahkan meskipun pemerintah telah mengeluarkan program asuransi kesehatan. Sumartini bercerita ia pernah hendak mengurusnya, namun terkendala pada administrasi yang membuat Sumartini merasa malah semakin menambah pengeluaran. Sumartini dalam kehidupan bertetangganya masih tergolong normal. Ia tetap mau berbaur dengan tetangga sekitar meskipun tidak terlalu aktif. Bila ada kesempatan bertemu ia tetap bertegur sapa, atau bila ada kesempatan tertentu Sumartini tetap berusaha menghadirinya.

5.2.3 Informan Utama III Laki-laki