BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap negara memiliki tugas untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Salah satu syarat yang dapat memenuhinya adalah melalui pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi antar negara, yang bertepatan dengan ekonomi global akan memicu tumbuhnya persaingan ketenagakerjaan. Ketenagakerjaan tidak
lepas dari pembentukan Sumber Daya Manusia SDM yang handal, mampu bersaing dengan tenaga kerja lainnya.
Pertumbuhan ekonomi adalah prasyarat untuk meningkatkan lapangan kerja produktif; ini merupakan hasil gabungan dari peningkatan dalam kesempatan kerja
dan peningkatan dalam produktifitas tenaga kerja. Oleh karena itu, tingkat pertumbuhan ekonomi menetapkan batasan absolut dimana pertumbuhan dalam
kesempatan kerja dan pertumbuhan dalam produktivitas tenaga kerja dapat terjadi. Persaingan tenaga kerja yang semakin hari semakin ketat dan sedikitnya
lapangan kerja menyebabkan timbulnya banyak pengangguran. Pengangguran ini disebabkan oleh daya saing yang lebih ketat dan juga dalam sebuah persaingan
tersebut yang diutamakan adalah sumber daya manusianya. Rendahnya tingkat pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan kita dalam kualitas pekerjaan
dan sumber daya manusia. Untuk memenuhi kebutuhan setiap orang yang menganggur terpaksa bekerja di sektor informal.
Meluasnya fenomena sektor dan informalisasi tenaga kerja di Indonesia merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini dipandang positif dalam kerangka
perekonomian sebagai unsur dinamis yang patut dipelihara dan ditumbuh kembangkan. Tetapi, dalam konteks perburuhan, selain dipandang positif hal ini juga
dipandang negatif ketika menyangkut prospek jaminan sosial dan pengorganisasian buruh.
Struktur relasi buruh dengan majikan informal diwarnai oleh perjanjian lisan, ketergantungan usaha kecil terhadap usaha yang besar, kualitas sumber daya yang
rendah dan ketidakadilan pada jalur perdagangan, telah memunculkan karakter sektor ekonomi informal yang tidak menguntungkan bagi perlindungan sosial-ekonomi
buruhnya. Hal tersebut dapat diukur dari pertukaran sumber daya antara buruh dan majikan melalui besarnya pengupahan Safaria dkk, 2003.
Relasi dan hubungan buruh dan majikan di sektor informal biasanya merupakan relasi kerja berdasarkan perjanjian yang tidak tertulis. Jenis kontrak ini
jelas dapat merugikan pihak-pihak yang memiliki posisi tawar rendah, yakni para buruh. Faktor yang terpenting dalam keadaan ini adalah surplus cadangan buruh dari
kalangan penganggur dan setengah menganggur, buruh di berbagai sektor informal mau tak mau harus menerima kondisi kerja yang kurang memberikan jaminan
ekonomi. Kondisi dan syarat kerja yang dihadapi buruh di Indonesia makin buruk. Hal
ini dapat dilihat dari upah yang rendah serta jam kerja yang panjang. Tingkat upah buruh baru sekitar 60 - 70 persen dari nilai Kebutuhan Fisik Minimum KFM,
sementara itu mereka harus mencurahkan 10 - 14 jam kerja perhari. Permasalahan upah buruh merupakan penyebab utama terjadinya sengketa antar majikan dan buruh.
Ekses kelebihan penawaran tenaga kerja menyebabkan posisi tawar-menawar buruh selalu berada pada posisi lemah dibandingkan dengan posisi pihak majikan pada
setiap sengketa perburuhan. Dalam jangka panjang, rendahnya upah buruh dapat menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja dan dapat menganggu stabilitas
politik, yang pada akhirnya dapat menghambat kelangsungan pembangunan Suhendar, 1995:24.
Kehidupan kaum buruh di Indonesia sekarang ini memang semakin mengalami proses pemiskinan dan semakin tidak diperhatikan hak sosial-
ekonominya. Standar kesejahteraan sosial para buruh di Indonesia juga semakin melemah karena himpitan dampak kebijakan ekonomi pemerintah yang mengarah
kearah neo-liberalisme, seperti pencabutan produksi pada sektor non produktif BBM, Pupuk, Pendidikan, Kesehatan, Listrik dll, privatisasi perusahaan milik
negara, pembebasan pasar untuk barang-barang import dan penetapan Undang- undang SDA-SDM yang lebih berpihak kekuasaan modal.
Kondisi sosial ekonomi buruh pada saat ini tidak mengalami perubahan. Sebagai contoh kasus pada kehidupan buruh di PT. Perkebunan Nusantara II di Sei
Semayang Kelurahan Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang pada awal 2008. Dari kasus tersebut buruh pabrik gula masih hidup dengan tingkat
kesejahteraan yang minim. Berikut beberapa masalah yang dihadapi buruh kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara II di Sei Semayang Kelurahan Muliorejo
Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara antara lain: 1.Tingkat upah yang minim
Gaji mandor dengan dua strip per bulannya adalah sebesar Rp. 970.000 per bulan. Gaji ini dipergunakan untuk menghidupi istri dengan tiga anak.Tak hanya itu,
berdasarkan pengakuan seorang buruh perempuan, ketika mereka tidak masuk bekerja, upah mereka dipotong. “gaji untuk satu bulan sebesar Rp. 810.000 tidak
pernah saya terima total. Saya selama bekerja hanya mendapatkan Rp. 600.000. Ini dikarenakan kami dihitung tidak masuk bekerja walaupun sudah mengajukan ijin,”
tutur seorang buruh berusia 37 tahun.
2. Asuransi kesehatan yang tidak pernah terjamin Jika seorang buruh sakit, perusahaan tidak akan menanggung biaya
pengobatan. Seorang buruh menuturkan bahwa dia pernah sakit selama 2 bulan dan semua biaya ditanggung sendiri. Selama sakit, perusahaan tidak memperhatikan
keadaannya sama sekali. 3. Keselamatan kerja
Pihak perusahaan juga tidak menyediakan perlengkapan bagi para buruh semprot seperti sarung tangan, masker, baju plastik dan sepatu boot. Salah
seorang buruh menuturkan pernah mengalami keracunan saat menyemprot.Selain keracunan, buruh lainnya pun pernah mengalami kecelakaan berupa tertimpa kayu
hingga pingsan. Dalam kasus ini, perusahaan tidak memberikan sama sekali biaya pengobatan selama berada di rumah sakit.
4. Ancaman saat bekerja Selama bekerja, para buruh kerap mendapat ancaman bila tidak bekerja
dengan produktif. Mereka menuturkan bahwa ancaman berupa pemecatan dan membanding-bandingkan kinerja dengan suku lain. Konsekuensi dari hal ini, mereka
sangat takut bila tidak masuk bekerja karena khawatir akan dipecat atau digantikan oleh orang lain Manalu, 2008.
Kemiskinan merupakan masalah global yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lain seperti: Tingkat pendapatan, pendidikan,
akses terhadap barang dan jasa, kesehatan, geografis, dan kondisi lingkungan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang
berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan sosial,
menguatnya arus urbanisasi, dan yang lebih parah kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan kebutuhan pokok lainnya.
Dilihat dari pihak yang mempersoalkan dan mencoba mencari solusi atas masalah kemiskinan, dapat dikemukakan bahwa kemiskinan merupakan masalah
pribadi, keluarga, masyarakat, negara, bahkan dunia. PBB sendiri memiliki agenda khusus sehubungan dengan penanggulangan masalah kemiskinan. Dalam Millenium
Development Goals, institusi sejagat tersebut memiliki target tertentu sehubungan dengan upaya penyelesaian masalah kemiskinan di muka bumi ini. Demikian halnya
dengan negara, baik tingkat pusat maupun daerah, melalui berbagai kementrian, dinas maupun badan yang memiliki berbagai program penanggulangan kemiskinan.
Masyarakat melalui berbagai lembaga juga tidak kalah dalam memberikan penanggulangan kemiskinan. Terlebih pribadi dan keluarga yang secara langsung
merasakan pahitnya kemiskinan itu, tentu memiliki agenda tertentu dalam upaya mengakhiri penderitaan sebagai akibat kemiskinan. Namun, masalah kemiskinan
justru menunjukan peningkatan. Fakta juga menunjukkan anggaran pembangunan suatu negara juga tidak selalu signifikan dengan pengurangan angka kemiskinan
Siagian, 2012. Seluruh upaya dan kebijakan alternatif untuk mempercepat dan memperluas
upaya pengurangan kemiskinan di Indonesia sejak tahun 2012 diintegrasikan ke dalam MP3KI Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan
Indonesia. Kebijakan ini mencakup seluruh program penanggulangan kemiskinan yang selama ini telah ada,meliputi: Bantuan dan Perlindungan Sosial, Pemberdayaan
Masyarakat, Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah, dan yang terakhir Program Pro Rakyat Melalui Penyediaan PrasaranaSarana Murah. Untuk mendukung
berbagai program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan pada MP3KI, dalam
RAPBN 2013 direncanakan alokasi anggaran Rp 106,8 triliun, meningkat lebih besar dari dua kali lipat dibanding anggaran tahun 2007 Rp 53,1 Triliun
http:www.anggaran.depkeu.go.idRAPBN diakses pada tanggal 26 oktober 2014 pukul 16:55 Wib.
Aspek kehidupan manusia sangatlah kompleks sehingga dengan sendirinya ragam dan intensitas pembangunan menjadi kompleks pula. Tuntutan masyarakat
sangat majemuk sehingga pembangunan menjadi jawaban responsive akan menjadi jawaban majemuk pula. Salah satu dari aspek pembangunan itu adalah pembangunan
di bidang pertanian. Sebab bidang ini adalah sektor yang telah digeluti masyarakat Indonesia sejak dahulu sehingga Indonesia dikenal sebagai negara agraris.Tetapi
perkembangan pertanian tidak merata disetiap daerah. Hal ini mendorong para pencari kerja untuk merantau ke daerah yang memerlukan tenaga kerja di bidang
pertanian. Para pencari kerja tersebut tidak
memiliki pendidikan dan ketrampilan khusus untuk bekerja di sektor ini. Mereka hanya mengandalkan kekuatan fisik.
Peningkatan mobilitas tenaga kerja dari desa dengan sendirinya dihubungkan dengan pola migrasi ke kota, dengan harapan lapangan pekerjaan dan
upah yang lebih besar. Kata migrasi sangat erat kaitannya dengan perkembangan suatu daerah. Secara umum, migrasi dapat diartikan sebagai perpindahan penduduk
dari suatu tempat ke tempat lain untuk tujuan menetap. Apabila tidak terkontrol dengan baik, migrasi dapat menyebabkan penumpukan penduduk di suatu wilayah
yang menjadi tujuan para migran yang dalam hal ini umumnya adalah daerah perkotaan.
Sektor pertanian di Sei Semayang, khususnya di Kelurahan Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang sangat berkembang pesat, terutama
tebu, sawit, tembakau dan coklatkakao. Hal ini menimbulkan tumbuhnya lapangan kerja baru bagi penduduk setempat maupun penduduk perantau. Disana kita dapat
menjumpai suatu kelompok pekerja buruh harian lepas. Mereka bekerja dalam proses menanam, menyiangi, dan memanen hasil-hasil pertanian dengan upah harian.
Pagi-pagi sekali mereka harus sudah berangkat menuju tempat tersebut karena jarak dari tempat tinggal mereka cukup jauh. Ketika mereka berangkat dari rumah, mereka
belum tahu pekerjaan apa yang akan mereka kerjakan pada hari tersebut tergantung dari kebutuhan petani yang memerlukan mereka. Salah satu hal yang perlu diketahui
adalah tidak selamanya mereka mendapatkan pekerjaan. Hal ini disebabkan jumlah mereka yang cukup begitu banyak.
Sejak kapan buruh harian lepas ini mulai beroperasi tidak diketahui secara pasti.Seorang penduduk yang telah lama tinggal di daerah tersebut sejak 1987 yaitu
Sapion Sembiring mengatakan tidak mengatahui secara jelas sejak kapan BHL ini ada di Sei Semayang. sebab ketika dia dan keluarganya menetap di sini buruh harian
lepas tersebut sudah ada disana. Sementara itu seorang petani tebu Togu Hutabarat yang telah sering menggunakan jasa para buruh harian lepas sejak tahun 2001.
Begitu juga informasi yang penulis peroleh dari kelurahan Muliorejo tidak ada data yang mengatakan sejak kapan BHL mulai ada. Menurut Lurah Kelurahan Muliorejo
mengatakan bahwa kehadiran para buruh seiring dengan sektor pertanian yang berkembang di Deli Serdang terutama tebu dan sawit. Tidak bisa dibayangkan kalau
tidak ada buruh harian lepas maka sektor pertanian di Deli serdang mengalami kepincangan, sehingga peran serta mereka dalam sektor pertanian di Deli Serdang
sangat besar. Buruh harian lepas yang bekerja ada yang masih lajang tetapi mayoritas dari
mereka sudah berkeluarga. Ada suami saja yang bekerja sebagai buruh harian lepas
sedangkan istri mempunyai pekerjaan lain, atau sebaliknya si istri bekerja sebagai buruh harian lepas sedangkan si suami punya pekerjaan lain, bahkan ada juga yang
sepasang suami istri bekerja sebagai buruh harian lepas untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Para buruh ini bekerja dengan upah antara Rp 35.000 – Rp 50.000
sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Dalam seminggu para buruh bekerja kira-kira 4-5 hari dalam seminggu. Mereka bekerja setiap hari kecuali hari minggu
yang digunakan sebagai hari untuk istirahat. Pekerjaan merupakan salah satu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup
yang sangat esensial sekali pada hakekatnya setiap manusia mempunyai kebutuhan hidup yang bermacam ragamnya serta tidak terbatas intensitasnya. Banyak cara yang
digunakan dalam mensistematiskan kebutuhan hidup. Menurut Manullang sebagaimana dikutip dalam kebutuhan manusia untuk
melangsungkan hidupnya dibagi menjadi dua kategori yakni: 1.
Kebutuhan Primer adalah kebutuhan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan
hidup seperti : makan, minum, pakaian, perumahan, kesehatan, dan pendidikan.
2. Kebutuhan Sekunder
adalah kebutuhan yang dipergunakan untuk melengkapi kebutuhan primer seperti : alat-alat dan perabot.
Dalam pemenuhan kebutuhannya, apa yang telah dilakukan oleh para buruh harian lepas tidak memberikan hasil yang maksimum hal ini dapat dilihat dari
kebutuhan primer mereka yang belum terpenuhi dan kondisi perumahan yang masih seadanya. Dengan bekerja mereka mengharapkan adanya peningkatan kesejahteraan
kehidupan keluarganya, tetapi muncul kesenjangan anatara harapan yang ingin dicapai dengan kenyataan yang mereka hadapi saat itu.
Jadi untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama kebutuhan pangan maka para buruh harian lepas ini menggunkan metode adaptasi bertahan tetap survive dalam
mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Adaptasi penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan kemampuan segenap anggota
keluarga dalam mengelola segenap aset yang dimilikinya. Sekian banyak issu yang membahas fenomena sosial yang dialami sebagian
besar penduduk dan masyarakat salah satunya yang dialami masyarakat petani adalah golongan masyarakat yang berprofesi sebagai buruh pertanian atau buruh harian
lepas.Termasuk salah satu yang dimaksudkan yaitu kondisi kehidupan buruh harian lepas di Deli serdang pada umumnya dan di Kelurahan Muliorejo pada khususnya.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya
maka penulis tertarik untuk melihat bagaimana “Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh Harian Lepas di Kelurahan Muliorejo Kecamatan Sunggal
Kabupaten Deli Serdang”.
1.2 Perumusan Masalah