28
Lain lagi dengan korban kedua yang berhasil di peroleh datanya adalah seorang remaja asal Bayung Gede_WK umur 19 tahun laki-laki meninggal dengan
cara meminum pestisida terjadi pada 2013 silam. Kerabat korban yang berhasil ditemui menuturkan bahwa:
“perkiraan
tiange
saya WK meninggal karena
uyut
ribut dengan
tunangane, adanae nak trune jek keweh bene
namanya anak muda sulit kita jelaskankan” S 40 tahun
Kuat dugaan korban meninggal karena putus cinta sebagaimana dijelaskan
kerabat korban di atas. Hal ini terungkap karena malam sebelum kejadian korban sempat berkeluh kesah dengan teman sebayanya tentang peraasaanya. Remaja
yang berada pada fase tanggung_antara anak-anak dan dewasa menjadikan remaja sangat rapuh dan kebingungan akan identitas diri disatu sisi merasa sudah dewasa
dan layak mengambil keputusan disisi lain belum bisa memikul tanggung jawab yang terlalu besar. Kondisi ini menjadikan remaja mudah putus asa dan bingung
ketika menghadapi masalah. Seringkali hal semacam ini memaksa remaja memilih tindakan nekat untuk mengatasi masalah salah satunya adalah dengan sengaja
mengakhiri hidup untuk lari dari masalah. Kajian psikologi perkembangan remaja Blos 1962 menjelaskan remaja
pada tahapan madya sering berada dalam kondisi kebingungan karena sering kali tidak tahu harus memilih peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis
atau pesimis Sarwono, 2013: 30. Kondisi-kondisi semacam inilah yang menjadikan remaja tidak bisa keluar dari tekanan ketika sedang dalam himpitan
masalah sebagaimana yang dialami korban di atas.
2. Kemiskinan
Kemiskinan sebagai sebuah fenomena ekonomi menjadikan rendahnya tingkat pendapatan dan dan mata pencaharian sebagai tolak ukur utamanya. secara
sederhana kemiskinan menyangkut probabilitas orang atau keluarga miskin untuk melangsungkan dan mengembangkan usaha serta taraf kehidupannya Suyanto,
2013: 2. Dalam kasus bunuh diri di Kabupaten Bangli motif semacam ini banyak
29
dijumpai pada pelaku yang berusia tua hal ini diakibatkan oleh kebutuhan orang tua kian hari kian beragam dan kompleks.
Friedman menjadikan basis kekuasaan sosial sebagai tolak ukur dalam definisi kemiskinan_kemiskinan adalah ketidaksamaan untuk mengakumulasi
basis sosial. Lebih jauh dijelaskn Friedman basis sosial melingkupi beberapa aspek:
Pertama
: modal produktif atas aset;
Kedua
: sumber keuangan;
Ketiga
: organisasi sosial dan politik untuk mencapai kepentingan bersama semisal
koprasi;
Keempat
: jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan;
Kelima
: informasi yang berguna untuk kehidupan. Suyanto, 2013: 4-5.
Ada beberapa ciri mendasar dalam kemiskinan menurut Suyanto mulai dari tidak memiliki faktor produksi sendiri, tidak adanya kemungkinan untuk
mendapatkan faktor produksi karena pendapatan yang tidak memadai,tingkat pendidikan yang rendah, bekerja musiman, dan tidak memiliki skill 2013:6.
Desa Siakin, Kecamatan Kintamani_ dalam kurun waktu dua tahun ada tiga orang yang melakukan bunuh diri. Dua orang meninggal dunia dan satu orang
berhasil selamat. Satu orang bernama WY 40 tahun meninggal dengan cara meminum racun pestisida dan turut pula memberikan racun itu kepada anaknya
yang masih berumur 5 tahun. Korban telah ditinggalkan istrinya sehingga hidup menduda dengan satu anak. Latar belakang prilaku bunuh diri yang terjadi di desa
ini diakibatkan oleh faktor kemiskinan dan sakit menahun yang tidak kunjung sembuh. Sebagai gambaran, hampir 95 masyarakat Desa Siakin bekerja sebagai
petani. Korban sehari-hari bekerja sebagai buruh tani dengan penghasialan yang
tidak menentu_terlilit keemiskinan absolut sebuah keadaan dimana tingkat pendapatan absolut dari seseorang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya Suyanto, 2013: 3. Mereka yang terkategori miskin bisa dilihat dari ciri yang paling mudah diantaranya tidak memiliki faktor produksi tanah, modal dan
keterampilan. Kondisi ini melekat pada korban WY. Desa siakin berada ditengah hutan Sukawana dengan jalan yang cukup
terjal, dari kota kecamatan Desa Siakin bisa ditempuh dalam waktu sekitar satu jam. Jarak antara sebagian besar jarak pemukiman satu dengan lainnya sangatlah
30
jauh. Hanya ada satu lokasi tempat dimana masyarakat biasanya berkumpul dan bercengkarama. Lokasi itu berada di pusat desa. Kondisi ini mengakibatkan
sosialisasi antar warga menjadi terkendala jarak dan medan. Meskipun jarak antar satu pemukiman dengan pemukiman lainnya sangat jauh namun bukan faktor
lemahnya solidaritas yang mendorong seseorang melakukan upaya bunuh diri di Desa ini. Berdasarkan hasil observasi masyarakat Desa Siakin sangatlah guyub,
ciri khas masyarakat desa sebagaimana dijelaskan Durckheim dengan solidaritas mekaniknya.
Keluarga korban dan tokoh desa yang berhasil ditemui menjelaskan bahwa:
“ korban masih tergolong keluarga jauh saya. Dia meninggal setahun lalu dengan cara meminum racun. Dugaan saya dia melakukan itu karena
masalah ekonomi. Menjadi petani hasilnya tidak seberapa harus menanggung beban ekonomi dengan harga makin mahal, bahkan makan
saja dia kadang hanya ubi”. NR, 57 tahun. Penjelasan keluarga korban diperkuat oleh salah satu tokoh di desa tersebut:
“ dugaan saya dia bunuh diri karena masalah ekonomi, kalau dilihat dari tempat tinggalnya sudah tidak layak huni, dan tinggal agak terpencil.
Hidup sendiri hanya dengan anaknya yang masih kecil” PC 54 tahun. Himpitan ekonomi sebagai akibat dari lonjakan harga kebutuhan pokok,
tuntutan hidup yang kian hari kian meningkat mengakibatkan seseorang mengalami tekanan terlebih korban hanya bekerja sebagai buruh tani dengan
penghasilan tidak tetap. Kondisi ini dalam istilah Kartono disebut dengan gangguan mental. Gangguan mental ini sebagai efek samping dari modernisasi
2005:271. pesatnya pembangunan dan industri menyebabkan banyaknya terjadi gangguan-gangguan pada masyarakat. Semakin banyak masyarakat tidak mampu
melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan besar tersebut sebagai akibat dari kebutuhan yang kian variatif. Mereka banyak mengalami frustrasi,
konflik eksternal-internal, ketegangan batin dan menderita gangguan mental. Tidak semua masyarakat mampu menerima perubahan. Sebagaimana yang
menimpa korban tersebut diatas, korban mengalami tekanan mental sangat berat
31
akibat himpitan ekonomi menghidupi anak yang masih kecil tanpa istri dan pekerjaan yang tetap dengan biaya hidup yang terus meningkat.
Korban kedua yang berhasil diperoleh datanya adalah seorang laki-laki asal Desa Mungguh bernama KA 46 Tahun mengakhiri hidup dengan cara
meminum pestisida. Korban sehari-hari bekerja sebagai buruh tani dilahan orang lain. Panen yang hanya semusim sekali menjadikan kondisi ekonomi korban
makin parah karena korban hanya mengandalkan hasil panen itupun hasil dibagi dengan pemilik tanah dan hanya mendapatkan bagian beberapa persen saja.
Pendidikan terakhir korban hanya sebatas Sekolah Dasar itupun tidak sampai selesai. Singkatnya modal pendidikan dan sosial yang dimiliki korban makin
memperburuk kondisi ekonominya. Sebagaimana dijelaskan Suyanto bahwa tingkat pendidikan yang rendah, penghasilan yang tidak menenntu, dan tidak
punya faktor produksi menjadikan seseorang tak berdaya menghadapi tekanan ekonomi.
Soedjatmoko menjelaskan bahwa petani yang tidak memiliki tanah dengan penghasilan yang tidak menentu termasuk kedalam golongan yang menderita
kemiskinan struktural_mereka yang miskin akan hidup dengan kemiskinannya. Struktur sosial yang berlaku melahirkan rintangan bagi seseorang untuk
mengalami mobilitas sosial vertikal. Sebagai misal lemahnya kondisi ekonomi seseorang tidak memungkinakan mereka untuk memperleh pendidikan yang ayak
dan berimbas pada sektor pekerjaan yang akan dipilihnya nanti 1981: 46. Kondisi inilah yang dialami korban KA hingga akhirnya memilih mengakhiri
hidup dengan cara meminum racun. Data bunuh diri sebagai akibat kemiskinan berikutnya di peroleh dari
kerabat korban ML 50 tahun laki-laki karena meminum pestisida pada tahun 2013. Korban berhasil selamat setelah dilarikan ke RSUD Bangli. Kondisi
ekonomi korban tidak jauh berbeda dengan sebelumnya _KA. Hanya mengandalkan penghasilan musiman sebagai petani penggarap dengan pendidikan
hanya sebatas Sekolah Dasar. Berdasarkan hasil observasi korban tinggal di pondok lahan garapannya, kondisinya bisa dibilang jauh dari kata layak. Korban
menjelaskan apa yang melatarbelakanginya melakukan upaya bunuh diri:
32
“
tiang sube med sajan keweh, makan gen keweh, panak sube pade kelih bek ne perluange sedangkan keadaan tiang kene, ngandelang nyakap
amen maan medagang nem bulan cepok
” saya sudah bosan hidup susah, makan saja susah, anak sudah besar banyak kebutuhan yang diperlukan
sedangkan keadaan saya seperti ini, hanya mengandalkan hasil panen 6 bulan sekali.
Kondisi ekonomi yang melilit korban mengakibatkan korban putus asa mejalani hidup dan memilih mengakhiri hidupnya. Harga kebutuhan pokok yang
terus merokoket pad akhirnya tidak bisa dijangkau oleh masyarakat miskin. Ukuran khas kemiskinan di Indonesis menjadikan sembilan bahan pokok sebagai
tolak ukur keluarga miskin. Jika dalam sebuah rumah tangga secara terus menerus tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok hidup tersebut maka rumah tangga
tersebut dapat di anggap miskin Suyanto, 2013:4. Dengan kondisi yang serba pas-pasan rumahtangga korban tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok
tersebut bahkan tidak jarang mereka hanya makan nasi dan sayur dari hasil petik dikebunnya tanpa daging. Kemiskinan yang dialami korban bisa dikategorikan
kedalam kemiskinan kultural sebagaimana dijelaskan Agusta bahwa kemiskinan yang diakibatkan karena tidak memiliki barang-barang dasar 2014:58.
3. Sakit yang tidak kunjung sembuh