Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia terletak pada garis 6 LU – 11 LS dan 95 BT – 141 BT. Dengan demikian, Indonesia terletak di daerah khatulistiwa. Letak ini menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Yang diketahui bahwa 17.000 pulau yang didalam wilayahnya terdapat berbagai macam jenis spesies yang unik dan endemik. Jenis-jenis hewan yang ada di Indoensia diperkirakan berjumlah sekitar 220.000 jenis yang terdiri dari atas lebih kurang 200.000 serangga ±17 fauna serangga di dunia, 4.000 jenis ikan, 2.000 jenis burung, serta 1.000 jenis reptilia dan amphibia. Salah satu yang menjadi kekayaan hayati di Indonesia adalah fauna yang memiliki beragam macam jenisnya salah satunya spesies burung yang secara ilmiah digolongkan ke dalam kelas Aves. Dimana burung atau unggas adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang vertebrata yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari burung kolibri yang kecil mungil hingga burung unta, yang lebih tinggi dari orang. Diperkirakan terdapat sekitar 8.800 – 10.200 spesies burung diseluruh dunia, sekitar 1.500 jenis ditemukan di Indonesia. Saat ini di Indonesia terdapat beberapa jenis yang tergolong ke dalam spesies burung yang merupakan endemik asli Indonesia dan tidak ditemukan di daerah lain. Jenis spesies burung yang asli hidup secara alami di Indonesia 2 adalah 10 spesies. Sepuluh jenis burung asli Indonesia tersebut adalah sebagai berikut: Trulek Jawa Vanellus Macropterus, Tokhtor Sumatera Carpococcyx Viridis, Jalak Bali Leucopsar Rothschildi, Kakatua Kecil Jambul Kuning Cacatua Sulphurea, Merpati Hutan Perak Columba Argentina, Perkici Buru Charmosyna Toxopei, Celepuk Siau Otus Siaoensis, Anis-Betet Sangihe Colluricincla Sanghirensis, Elang Flores Spizaetus Floris, Gagak Bangai Corvus Unicolor 1 Hal ini terjadi sesuai dengan hasil pengamatan pada tahun 2007, di Bali setiap tahunnya 500 ekor burung diselundupkan dan diperdagangkan. Jumlah ini tidaklah sedikit dan sebagaian besar diantaranya merupakan spesies-spesies yang dilindungi seperti kakatua jambul kuning cacatua galerita, kakatua hitam lorius lory, dan Jalak Bali Leucopsar Rothschildi. 2 Salah satu kasusnya yaitu terjadi pada bulan Februari dan Juli 2013 dimana, disitanya 6 ekor burung Jalak Bali atas dugaan satwa tersebut akan diperdagangankan secara ilegal dan ditangkapnya seorang kewarganegaran Thailand yang akan menyelundupkan 2 ekor burung Jalak Bali, namun kejadian tersebut digagalkan oleh pihak terkait. Terlebih lagi burung Jalak Bali Leucopsar Rothschildi yang merupakan satwa yang dikategorikan dalam IUCN International Union for Conservation of Nature sebagai satwa kritis dan berdasarkan konservasi perdagangan internasional bagi jasad liar CITES Convention on International Trade in 1 Kutilang Indonesia, 2011, Daftar Appendiks CITES URL:http:www.kutilang.or.id20110704daftar-apendiks-cites. diakses pada tanggal 9 April 2016 17.00 wita 2 Profauna, “Profauna Indonesia, Helps Uncvering Ilegal Parrot Trade Syndycycate in Bali” URL: http:www.evana.org. Diakses pada tanggal 11 September 2015, 22.00 wita 3 Endangered Species of Wild Fauna and Flora dimasukan dalam Appendiks I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan. Dan saat ini perdagangan satwa yang dilindungi tidak hanya memperdagangkan secara konvensional namun, sudah memanfaatkan dunia maya. Sejumlah situs internet dijadikan tempat berdagang satwa liar, antara lain di Toko Bagus, Kaskus, dan Berniaga. Dan mereka juga mempromosikan melalui situs jejaring sosial yaitu Facebook. Namun pada kenyataannya Lembaga Profauna Indonesia mencatat perdagangan satwa dilindungi secara online mencapai 303 ekor satwa yang terdiri dari 27 spesies. 3 Bisnis menguntungkan yang melibatkan banyak pihak pelaku, mulai dari perburu, penampung, tukang offset taxidemist hingga eksportir, yang membentuk suatu mata rantai perdagangan tersendiri. Menurut analisis WWF Word Wildlife Found dan TRAFFIC 4 tahun 2010 nilai perdagangan tumbuhan dan satwa secara internasional termasuk perdagangan ilegalnya mencapai USD 170 miliar per tahun. Khusus untuk satwa yang dilindungi, nilai perdagangannya di tingkat internasional mencapai USD 30 miliar per tahun. 5 Dan parahnya lagi perdagangan satwa ini tidak hanya satwa secara utuh namun, penjualan organ-organ tubuh satwa langka juga, yang berkedok petshop atau toko jual beli hewan peliharaan maupun toko barang antik. Sehingga 3 Eko Widianto, 2012, “Profauna: Perdagangan satwa liar kini online” URL: http:nasional.tempo.coreadnews20121228206450895profauna-perdagangan-satwa-liar-kini- online. diakses pada tanggal 1 Oktober 2015 09.25 wita 4 TRAFFIC adalah sebuah lembaga yang didirikan pada tahun 1976 dan bergerak di bidang konservasi yang bekerja sama sekretariat CITES Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora, Anggota dari TRAFFIC dipilih oleh WWF dan CITES. 5 Abidah Billah Setyowati, dkk, 2013, Konservasi Indonesia, Sebuah Potret Pengelolaan dan Kebijakan, Perpustakaan Nasional, Jakarta, h. 22. 4 perdagangan secara online inilah yang menyulitkan petugas untuk melacak pelaku perdagangan satwa langka yang terancam punah itu. Sehubungan dengan banyaknya dan tidak terkendalinya masalah-masalah perdagangan terhadap satwa langka, sebuah organisasi yaitu International Union for Conservation of Nature and Natural Resources IUCN memberikan perlindungan terhadap satwa, maka digagaslah sebuah instrumen internasional yaitu Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora CITES yang mengatur tentang perdagangan fauna dan flora yang hampir punah. Indonesia telah mengaksesi CITES melalui Keputusan Presiden No.43 Tahun 1978 yang mengikat enter into force Indonesia untuk mematuhi ketentuan-ketentuan dalam CITES. Kemudian lebih komperhensif Indonesia telah menetapkan Undang- Undang No.5 Tahun 1990 Tentang Konvensi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-undang ini menentukan kategori atau kawasan suaka alam dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengamanan keanekaragaman satwa langka, serta ekosistemnya. Selain itu pemerintah telah menetapkan Peraturan Pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1990 yaitu Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dimana telah ditetapkan jenis-jenis satwa dan tumbuhan yang dilindungi karena satwa tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan jumlah persebarannya yang pada saat ini makin terancam kepunahannya, termasuk salah satunya burung Jalak Bali. Pemerintah telah menerbitkan pula Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan 5 Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Namun sayangnya undang-undang yang ada sepertinya hanya sekedar wacana yang tidak dirasakan keberadaaanya karena faktanya perdagangan tersebut semakin liar. Mengingat pentingnya lingkungan dengan wawasan global, seperti konsep perlindungan keseimbangan ekologi protection on ecological balance of the biosphere, keseimbangan kebijakan pembangunan ekonomi dengan perlindungan lingkungan dalam rangka daya dukung lingkungan yang berkelanjutan sustainable development, perlindungan lingkungan untuk kepentingan general masa kini dan masa depan imperative goal for mankind, kebijakan pemerintah yang menyeluruh large schale policy, dan tindakan yang bersifat usaha bersama common effort untuk kepentingan bersama common interest. Dimana satwa langka merupakan salah satu bagian dari lingkungan. Maka penulis tertarik membahas permasalahan tersebut dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM BURUNG JALAK BALI MENURUT CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES OF WILD FAUNA AND FLORA DAN PENERAPAN HUKUMNYA DI INDONESIA.”

1.2 Rumusan Masalah