2
2.1.1 Sejarah Hukum Lingkugan Internasional
Hukum lingkungan Internasional Huklin merupakan bidang baru new development dalam Sistem Hukum Internasional Johnston. Bidang baru ini
dianggap dari Hukla Baru dengan nama Hukum Lingkungan Laut Internasional.
3
Selain itu Hukum Lingkungan Internasional adalah keseluruhan kaedah, asas-asas, lembaga-lembaga dan proses-proses yang mewujudkan kaedah tersebut
dalam kenyataan. Hukum atau keseluruhan kaedah dan asas yang dimaksud adalah keseluruhan kaedah dan asas yang terkandung didalam perjanjian-
perjanjian internasional maupun hukum kebiasaan internasional, yang berobjek lingkungan hidup, yang oleh masyarakat internasional, yaitu masyarakat negara-
negara, termasuk subjek-subjek hukum internasional bukan negara, diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat melalui lembaga-lembaga dan proses
kemasyarakatan internasional.
4
Hakikat dan karakter lingkungan hidup membutuhkan sistem hukum yang mampu menyerap sifat khas lingkungan hidup ke dalam fungsi dari setiap
komponen sistem ekosistem, mengembangkan daya individual setiap komponen sistem tanpa mengabaikan karakter kolektifnya, sebagai bagian dari suatu
keseluruhan sistem, menjaga stabilitas proses sistem sebagai keseluruhan, dan meningkatkan kualitas ekosistem dari derajat yang paling rendah ke derajat yang
lebih tinggi, dalam rangka pemeliharaan suatu proses sistem yang berkelanjutan.
3
Daud Silalahi, SH, 2001, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, PT Alumni, Bandung, h. 138.
4
Ida Bagus Wyasa Putra, 2003, Hukum Lingkungan Internasional Persepektif Bisnis Internasional, PT Refika Aditama, h. 1.
3
Pada prinsipnya bahwa tindakan pengaturan hukum lingkungan internasional sesuai untuk hal-hal berikut:
5
a. Persoalan-persoalan pencemaran dan kontaminasi samudera- samudera dan atmosfer, karena hal ini mungkin merupakan objek
dari pemanfaatan umum, sebagian lagi karena ketidakmungkinan dalam hal-hal tertentu melokalisir pengaruh-pengaruh dari zat-zat
pencemaran dan kontaminasi. b. Spesies-spesies yang dilindungi dan suaka-suaka alam, dengan
alasan bahwa hal ini merupakan warisan bersama umat manusia. Perjanjian-perjanjian
internasional mungkin
perlu untuk
mengawasi ekspor, impor, dan jual-beli spesies-spesies yang terancam punah.
c. Penipisan sumber-sumber daya laut, mengingat ketergantungan manusia terhadap laut sebagai sumber protein.
d. Pemantauan perubahan-perubahan dalam atmosfer bumi, iklim, dan kondisi-kondisi musim.
e. Pemantauan standar-standar internasional terhadap baku mutu lingkungan.
f. Pengawasan timbal balik dan pengendalian atas operasi-operasi
industri tertentu di semua negara, dimana operasi-operasi tersebut dapat
membahayakan lingkungan,
untuk menghilangkan
rangsangan-rangsangan guna memperoleh keuntungan kompetitif
5
J.G. Starke, 1989, Pengantar Hukum Internasional edisi 2, Sinar Grafika, Jakarta, h. 538.
4
dengan mengabaikan akibat-akibat dari proses-proses yang membahayakan lingkungan. Prosedur-prosedur untuk tindakan
internasional dalam kasus ini telah diberikan oleh konvensi- konvensi buruh internasional, yang mana salah satu tujuannya
untuk menjamin bahwa kompetisi ekonomi antar negara-negara tidak menghalangi realisasi standar-standar yang layak bagi
kondisi-kondisi kerja. Dalam perkembangannya hukum lingkungan internasional, ditinjau dari
segi hubungan timbal balik antara hukum dan perkembangan kesadaran lingkungan internasional international environmental awareness, dapat
diklasifikasikan atas tiga tahap: a. Tahap Pertama
Hukum lingkungan internasional berkembang jauh sebelum kesadaran lingkungan internasional lahir, yaitu sejak munculnya berbagai kasus
lingkungan yang melibatkan negara-negara sebagai pihak perkara, seperti dalam Kasus Trail Smailer 1938 dan Kasus Lake Lonux 1975,
sementara kesadaran lingkungan internasional baru berkembang pada tahun 1960-an, sejak Rachel Carson menuliskan bukunya yang sangat
menyita perhatian dunia, The Silent of Spring 1962.
6
b. Tahap Kedua Tahap ini terjadi bersamaan dengan bangkitnya kesadaran lingkungan
internasional. Rachel Carson pada tahun 1962 telah menulis The Silent of
6
Otto Soearwoto, 1991, Analisis Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 2.
5
Spring, sebuah buku yang menggambarkan buruknya akibat kerusakan lingkungan terhadap kehidupan dan berandil besar bagi kebangkitan
kesadaran lingkungan hidup internasional dalam kaitan dengan perlindungan lingkungan.
7
Kesadaran internasional
yang kian
meluas mendorong
PBB menyelenggarakan konferensi tentang lingkungan hidup United Nations
Conference on Human Environment, 5 sampai 16 juni 1972, di Stockholm, Swedia dihadiri 113 negara, 21 organ resmi PBB, 16
organisasi antara pemerintah NGOs dan 258 organisasi non pemerintah NGOs termasuk LSM.
8
Konferensi tersebut menghasilkan: 1. Deklarasi tentang Lingkungan Hidup United Nation Deklaration
on Human Environment, terdiri dari Mukadimah Preamble dan 26 asas Stockholm Declaration; dan
2. Rencana Aksi Lingkungan Hidup Manusia Action Plan, terdiri dari 109 rekomendasi.
c. Tahap Ketiga Perkembangan hukum lingkungan internasional pada tahap ketiga
diwarnai dengan munculnya berbagai ketentuan internasional yang berorientasi kepada perlindungan lingkungan global seperti Konvensi
Wina 1985, Protokol Montreal 1987, Konvensi Perubahan Iklam 1992, Konvensi Keragaman Hayati 1992, Konvensi Perlindungan Hutan Tropis
7
Ida Bagus Wyasa Putra, Op.cit, h. 19.
8
Daud Silalahi, 1992, Hukum Lingkungan, PT Alumni, Bandung, h. 18.
6
1992, dan berbagai ketentuan lain yang bersifat bilateral maupun multilateral, regional maupun sub-regional.
Menurut Declaration of The United Nations Conference on the Human Enviroment ada 26 prinsip tentang perbuatan internasional dan nasional di
bidang lingkungan. Di antara prinsip-prinsip itu terdapat tiga prinsip hukum internasional lingkungan, yakni:
9
1. Negara mempunyai hak kedaulatan untuk mengeksploitasi sumber- sumber sendiri sesuai dengan kebijakan lingkungannya.
2. Negara bertanggungjawab untuk menjamin bahwa kegiatan- kegiatan dalam wilayah yuridiksi atau pengawasan tidak
menyebabkan kerugian bagi lingkungan negara lain atau
lingkungan wilayah di luar batas yuridiksi nasionalnya. 3. Negara berkewajiban untuk bekerja sama mengembangkan lebih
lanjut hukum internasional yang mengatur pertanggungjawaban dan kompensasi bagi korban polusi dan kerugian lingkungan lain
yang disebabkan oleh kegiatan sejenis pada wilayah di luar yuridiksi nasionalnya.
Sehingga dapat diartikan bahwa Deklarasi Stockholm 1972 merupakan pilar perkembangan Hukum Lingkungan Internasional Modern, artinya
semenjak saat itu hukum lingkungan berubah sifatnya dari use-oriented menjadi environtement-oriented. Hukum Lingkungan yang bersifat use-
oriented maksudnya produk hukum yang selalu mermberikan hak kepada
9
Sugeng Istanto, 1991, Hukum Internasional, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogjayakarta, h.46
7
masyarakat internasional untuk mengekploitasi lingkungan dan sumber daya alam tanpa membebani kewajiban untuk menjaga, melindungi, dan
melestarikannya.
10
Produk hukum yang bersifat environtement-oriented adalah produk hukum yang tidak saja memberi hak kepada manusia untuk memakai
tetapi juga membebani manusia dengan suatu kewajiban untuk menjaga, melindungi dan melestarikannya, misalnya Konvensi Hukum Laut 1982,
konvensi ini tidak saja memberikan hak untuk mengekploitasi dan mengekplorasi sumber daya kelautan, tetapi juga memberikan kewajiban
kepada negara-negara agar menjaga lingkungan laut dari perusakan dan pencemaran dalam hal tersebut, kewajiban menjaga lingkungan ini diatur
khusus pada Part XII Konvensi Laut 1982. Jelas bahwa semua hasil dari Konferensi Stockholm bermanfaat dan
berfungsi untuk mengidentifikasi bidang-bidang dimana kaidah-kaidah hukum lingkungan internasional, yang dapat diterima masyarakat
internasional, dapat diterapkan dan juga bidang-bidang dimana pembentukan kaidah-kaidah hukum lingkungan harus berhadapan dengan
rintangan-rintangan yang tidak dapat diatasi. Sampai taraf tersebut, Konferensi
Stockholm memberikan
landasan-landasan untuk
pembangunan hukum lingkungan internasional.
10
Sukanda Husin, 2009, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h. 20.
8
1.1.2 Sejarah CITES