BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Gelandangan di Kota Semarang
Kota Semarang sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah tidak jauh berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia, yang tidak bisa menyangkal
kenyataan atas keberadaan golongan masyarakat yang sering disebut dengan istilah kaum gelandangan. Walaupun secara fisik keberadaan mereka di
lingkungan perkotaan, akan tetapi kehadiran mereka belum secara untuh dapat diterima sebagai bagian dari lingkungan sosial budaya kota Semarang.
Gelandangan sebagai salah satu kehidupan yang berbeda dengan kehidupan kota yang “resmi”, cenderung ditempatkan dalam posisi yang kurang
diuntungkan, bahkan dipandang sebagai suatu kehidupan yang bercitra negatif. Upaya-upaya untuk memecahkan permasalahan gelandangan juga
sudah banyak dilakukan, baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun swasta seperti Dinas Sosial Propinsi sebagai aparat Gubernur, Dinas
Sosial Pemerintah kota sebagai aparat Walikota, kantor wilayah Departemen Sosial Republik Indonesia sebagai aparat menteri sosial dan lembaga swadaya
masyarakat. Ada beberapa upaya pemecahan masalah gelandangan yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga diatas relatif sama yaitu upaya secara persuasive, represif, kuratif dan preventif. Preventif merupakan upaya yang
dilaksanakan secara 57
terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan pendidikan, pemberian bantuan, pengawasaan, pembinaan
lanjut, serta latihan
keterampilan. Upaya represif dilakukan untuk mengurangi atau mencegah adanya gelandangan yaitu dengan cara razia, penampungan dan pelimpahan:
sedangkan upaya kuratif dilakukan mulai dari motivasi, bimbingan, latihan keterampilan sampai dengan pembinaan lanjut kepada gelandangan agar dapat
hidup mandiri dalam masyarakat. Kita lihat secara teoritis maupun pada tatanan praktek upaya yang
dilakukan oleh instansi pemerintah ataupun swasta sangat maksimal, sehingga tidak ada salahnya bila pemerintah kota Semarang Propinsi mengklaim telah
mengentaskan banyak gelandangan melalui program-program pengentasan yang ada. Namun demikian tidak sedikit gelandangan yang telah ikut program
itu kemudian kembali lagi menggelandang, hal itu diakibatkan program- program yang dilakukan atau ditawarkan kurang menyentuh kebutuhan
mereka. Gelandangan mempunyai pekerjaan yang relatif tetap dan tujuan
kegiatannya yang jelas dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsep tersebut juga sesuai dengan obyek penelitian yang peneliti gunakan sebagai
informan, yang mana peneliti melakukan penelitian di daerah kawasan pasar Johar Semarang. Hampir semua informan memiliki pekerjaan yang relatif
tetap yaitu sebagai penjual koran, tukang parkir, tukang cuci piring, dan mereka juga memiliki tujuan hidup yang jelas. Walaupun demikian peneliti
tidak bisa memungkiri bahwa banyak juga gelandangan yang berprofesi
sebagai pencuri, penjambret, pengemis, pengamen, pekerja seksual, dan sebagainya.
4.2 Gambaran Umum Daerah Penelitian Kawasan Pasar Johar Semarang