Pemaknaan Temuan Penelitian Pembahasan

77 pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match, ada peningkatan hasil belajar PKn materi Pancasila sebagai Dasar Negara pada siswa kelas VI SDN Banyumanik 03 Semarang” . Berarti diterima kebenarannya.

B. Pembahasan

GAMBAR 4.1 DIAGRAM HASIL PENELITIAN

1. Pemaknaan Temuan Penelitian

Berdasarkan diagram batang di atas menunjukkan bahwa terdapat peningkatan dalam keterampilan guru, aktivitas siswa maupun hasil belajar siswa materi Pancasila sebagai Dasar Negara melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Hal tersebut diindikasikan dari perolehan rata-rata keterampilan guru pada siklus I 48 , siklus II 71, dan 78 siklus III 83.3 , dan rata-rata aktivitas siswa pada siklus I 32,4 , siklus II 42,7 , dan siklus III 66,5 . Sedangkan untuk hasil belajar siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM pada siklus I 43 , siklus II 54,1 , dan siklus III 72.9 . Kenaikan tersebut merupakan suatu realita bahwa pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar PKn. Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif make a match pada siklus I belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan dari faktor guru. Dalam pembelajaran siklus I guru kurang mampu mengelola pembelajaran kooperatif make a match dengan baik, hampir semua aspek yang diamati mendapat nilai 2 cukup sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif make a match, guru kelihatan kurang siapkurang percaya diri. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Nana Syaodih Sukmadinata 1997:192 Pembelajaran akan berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan jika guru melaksanakan tugasnya secara profisional. Guru dikatakan profisional jika mampu dan mau menerapkan 10 kemampuan dasar, antara lain penguasaan bahan pengajaran, landasan-landasan pendidikan, pengelolaan kelas,program belajar mengajar, dan penggunaan media pembelajaran. Dari faktor siswa dapat dikatakan bahwa siswa menyambut baik pembelajaran dengan model kooperatif make a match. Tetapi keaktivan siswa belum terarah dengan baik, hal ini terlihat ketika salah satu anggota kelompok 79 sudah tahu jawabannya langsung menuju ke kelompok penilai tanpa memperhatikan anggota lainnya atau pasangannya, sehingga hasil belajar banyak siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. Menurut Slavin 1995:5 bahwa selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru. Belajar kelompok belum selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi dengan tuntas. Pada siklus II diperoleh temuan aktivitas guru mendapat porsentase 71 artinya keterampilan guru dalam menerapkan model kooperatif make a match jauh lebih baik dibandingkan dengan siklus I. Guru dalam menginformasikan tujuan pembelajaran dan materi cukup jelas, bahkan materi selalu diulang-ulang. Hal itu sejalan dengan pendapat pendapat Hamzah 2008:16 dalam mengelola pembelajaran guru harus menerapkan beberapa prinsip mengajar diantaranya guru harus mau menjelaskan materi berulang- ulang hingga tanggapan siswa menjadi jelas. Berdasarkan nilai hasil belajar pada siklus II rata-rata 71 dengan ketuntasan belajar 54,1 , masih dalam katagori cukup. Nilai PKn sudah sudah menunjukkan peningkatan akan tetapi ketuntasan belajar belum tercapai. Pada siklus III diperoleh temuan tentang keterampilan guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa meningkat. Guru mengubah srtategi dengan melakukan pengorganisasian siswa ke dalam kelompok – kelompok kecil dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam dan jenis kelamin yang berbeda dalam satu kelompok. Tindakan guru tersebut sejalan dengan pendapat Trianto 2007:41 bahwa kelompok akan berjalan dengan baik jika jumlah kelompok 80 tersebut tidak telalu banyak yaitu antara 4 sampai 5 orang dengan kemampuan yang heterogen, hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat, bekerja sama dengan teman yang berbeda, kemampuan yang berbeda, kepribadian yang berbeda, dan latar belakang yang berbeda-beda. Mengurangi jumlah anggota kelompok. Pada penerapan model kooperatif make a match diperoleh beberapa temua bahwa model make a match dapat memupuk kerjasama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokan kartu yang ada di tangan mereka. Proses pembelajaran lebih menarik dan siswa antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali ketika mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukaan oleh Agus 2009.61 bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menuntut kerjasama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan dan struktur rewadnya. Kegiatan yang dilakukan guru dalam pembelajaran ini merupakan upaya guru untuk membangkitkan potensi yang ada dalam diri siswa dan pada akhirnya dapat memciptakan keaktifan siswa dalam diskusi sehingga suasana kelas saat pembelajaran menjadi lebih hidup. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik 2008:176, “ Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat”.

2. Implikasi Hasil Penelitian