Masyarakat Agraris Masyarakat Industri

BAB II GAMBARAN UMUM

TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI

2.1. Masyarakat Agraris

Sejak zaman tokugawa sampai akhir perang dunia II, sistem keluarga Jepang diatur oleh konsep Ie dan bahkan mendapat pengakuan secara hukum dalam kode hukum sipil meiji 1868-1912 Fukute, 1988:37 . Pada zaman Meiji, 80 persen dari kegiatan perekonomian adalah pertanian sehingga pada masa itu masyarakat Jepang dikatakan masyarakat Agraris. Oleh karena itu, konsep ie yang dibicarakan disini adalah konsep ie yang terdapat pada masyarakat agraris Jepang sebagai pekerjaan yang dominan pada masa itu. Konsep ie menerangkan hakikat dari keluarga sebagai suatu wujud yang berlangsung terus lewat garis keturunan ayah dari generasi ke generasi dan menjadi inti dari sistem keluarga tradisional. Harumi Befu 1971:38 , yang menggunakan istilah ie dalam bahasa Inggris dengan sebutan stem family, mengatakan ie terdiri dari semua orang yang tinggal bersama dalam suatu tempat tinggal dan berbagi dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Anggota ie terdiri dari kerabat dekat sebagai inti, tetapi dapat juga kerabat jauh dan bukan kerabat, seperti para pegawai yang tinggal bersama-sama dengan kerabat inti dan berpartisipasi menjalankan kehidupan sosial dan ekonomi bersama. Ie sebagai suatu bentuk corporate group kelompok usaha kelanggengannya akan terus diusahakan oleh anggotanya secara turun temurun. Universitas Sumatera Utara Setelah kepala ie pensiun atau meninggal, kelangsungan ie tersebut dilanjutkan melalui pergantian dan pewarisan, biasanya oleh salah seorang keturunan yang akan tinggal dengan orang tuanya setelah ia menikah dan menjaga garis keturunannya. Dengan kata lain, dilihat dari struktur anggotanya, pembentukan sebuah ie tidak ditekankan pada ikatan perkawinan dan hubungan darah, tetapi lebih ditekankan pada kelompok yang menyelenggarakan kehidupan ekonomi dan sosial secara bersama.

2.2. Masyarakat Industri

Perubahan besar dan cepat terjadi dalam kehidupan keluarga petani setelah sistem ie dihapuskan. Revisi terhadap kode hukum sipil setelah perang menolak dominasi ie secara hukum atas individu. Pasal 24 dalamm undang-undang dasar secara tegas menyatakan pentingnya martabat individu dan kesamaan derajat antara pria dan wanita dalam kehidupan keluarga. Perkawinan dilaksanakan berdasarkan kesetiaan kedua belah pihak yang bersangkutan. Ini berarti asa-asa baru keluarga dalam pembentukan kode hukum sipil. Undang-undang baru ini melambangkan suatu revolusi dalam kehidupan keluarga Jepang Fukutake, 1989:44 . Kazuo aoi dalam kazoku to wa Nanika 1974:67 menyatakan ada beberapa hal sebagai akibat langsung dari adanya perubahan undang-undang ini. Pertama, penghapusan mengenai ie dan kepala keluarga. Kedua, anak yang telah dewasa dapat menikah sesuai dengan keinginannya sendiri. Ketiga, penghapusan Universitas Sumatera Utara ketidakmampuan istri. Keempat, tanpa melihat ketidaksetiaan istri, suami yang tidak setia pun dapat menjadi alasan terjadi perceraian. Kelima, urutan fuyou gimu kewajiban siapa-siapa yang memberikan fuyou hilang, diantara kerabat langsung saudara laki-laki atau perempuan saling bekerja sama dalam memberikan fuyou. Keenam, suksesi dalam pewarisan hilang, istri pun punya hak waris dan baik anak laki-laki maupun perempuan punya hak waris yang sama. Undang-undang dasar yang mendeklarasikan persamaan jenis kelamin, memberikan persamaan hak dalam pewarisan terhadap anak laki-laki dan perempuan, juga mempunyai pengaruh besar dalam menaikkan posisi anak laki- laki bungsu dan anak perempuan. Kepala keluarga mulai mengurangi kekuasaannya, dan menantu perempuan mulai menerima perlakuan yang baik dari mertuanya. Pada saat bersamaan perubahan ekonomi mulai meruntuhkan struktur keluarga tradisional ie Befu, 1971:81 . Berkembangnya teknologi pertanian menyebabkan petani Jepang telah sanggup meningkatkan produktivitasnya dalam presentase besar sejak permulaan era modern. Hal ini terlihat dari kurang drastisnya proporsi rumah tangga pertanian adri 44,2 persen tahun 1930 menjadi 29,6 persen tahun 1960. Dalam tahun 1967 tenaga pertanian turun menjadi 19,3 persen dari total tenaga kerja seluruh Jepang. Perekonomian Jepang setelah perang meningkat dengan pesat sejak tahun 1950-an sampai tahun 1960-an. Seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi, sejak pertengahan tahun 1960-an seluruh keluarga mulai berurbanisasi ke kota, menjual atau meninggalkan seluruh harta kekayaannya. Salah satu alasan urbanisasi ini adalah perkembangan ekonomi yang cepat dan Universitas Sumatera Utara standar hidup yang tinggi, menyebabkan para petani tidak mampu menggarap tanah pertaniannya dengan biaya yang tinggi. Faktor ini telah mendorong petani miskin untuk meninggalkan pekerjaan warisan nenek moyangnya dan pergi ke kota Befu, 1971:71 . Gejala pindahya penduduk meninggalkan desanya untuk mencari kerja atau nafkah di kota ini dikenal dengan istilah dekasegi. Berdasarkan statisik pertanian dalam Nihon no Nogyou Sensus pekerja Pertanian Sedunia Tahun 1970 , jumlah pekerja dekasegi meningkat tajam dari sekitar 180.000 orang pada tahun 1960 menjadi sekitar 550.000 orang pada tahun 1965. Dengan kata lain terjadi peningkatan sebanyak 370.000 orang dalam jangka waktu lima tahun. Pekerja dekasegi ini umumnya pergi ke kota-kota besar seperti Tokyo, Osaka, dan Nagoya serta ke kota industri lainnya Yamamoto, 1974:118 . Dengan meningkat pesatnya pekerjaan di bidang industri ini, anak laki-laki bungsu dan anak perempuan mulai meninggalkan tanah pertanian keluarganya dan tinggal jauh dari wewenang atau kekuasaan ayahnya. Perkembangan ini telah memperlemah struktur corporate keluarga sebagai suatu grup yang berorientasi pada pertanian. Beberapa kewajiban terdahulu dari kepala keluarga, seperti mengelola tanah pertanian, mengontrol anggota keluarga, dan memohon bantuan nenek moyang untuk pekerjaan-pekerjaan keluarga mulai kehilangan arti Befu, 1971:81 . Bidang pertanian tidak lagi menjadi prioritas ketika perhatian bergeser kepada kemajuan ekonomi. Kota telah menjadi daya tarik bagi anak muda. Orang- orang muda pada usia produktif pergi meninggalkan desanya untuk mencari pekerjaan di tempat lain, dan meninggalkan wanita dan orang tuanya bekerja di Universitas Sumatera Utara ladang. Pertambahan jumlah rumah tangga, dimana ibu dan laki-laki tua menjadi tenaga kerja pertanian, diikuti oleh penurunan jumlah rumah tangga yang mengandalkan pendapatannya dari pertanian Fukutake, 1989:13 . Dengan kata lain, setelah sistem ie dihapuskan dan sejalan dengan perkembangan teknologi dan industrialisasi, struktur rumah tangga Jepang mengalami perubahan dengan pesat. Konsep ie dalam struktur rumah tangga diganti dengan konsep family keluarga seperti di Barat. Konsep family sebagai unit kekerabatan diperkenalkan oleh G.P. Murdock 1971:358 sebagai berikut : “Keluarga adalah suatu kelompok sosial yang dicirikan oleh tempat tinggal bersama, kerja sama ekonomi dan reproduksi. Di dalamnya termasuk kedua jenis kelamin dewasa, sedikitnya dua orang yang menjaga hubungan secara seksual yang diakui oleh masyarakat dan satu atau lebih anak, anak kandung atau anak angkat, secara seksual tinggal bersama sebagaipasangan suami istri. Keluarga dibedakan dari perkawinan, yaitu suatu adat kebiasaan kompleks yang berpusat pada hubungan antar satu pasangan dewasa yang bergaul secara seksual dalam keluarga. Perkawinan menetapkan tata cara membentuk dan mengakhiri hubungan seperti itu, tingkah laku normatif dan kewajiban timbal balik di dalamnya dan secara lokal menerima pembatasan terhadap personalnya”. Adapun yang dimaksud dengan nuclear family keluarga inti menurut Murdock, secara khusus adalah perkawinan pria dan wanita dengan keturunannya, meskipun dalam kasus-kasus perseorangan satu atau lebih anggota tambahan mungkin tinggi dengan mereka. Universitas Sumatera Utara Dari pendapat Murdock itu terlihat perbedaan yang mendasar antara konsep ie dan nuclear family keluarga inti atau yang dikenal dengan istilah kakukazoku dalam bahasa Jepang. Keluarga dalam konsep Barat lebih menekankan pada hubungan pria dan wanita atau suami-istri yang disahkan dengan perkawinan beserta dengan anak-anaknya, sedangkan ie sebagai unit kerja sama lebih menekankan pada hubungan anggotanya yang tinggal bersama tanpa memandang hubungan perkawinan dan kerabat atau nonkerabat. Universitas Sumatera Utara

BAB III STRUKTUR KELUARGA MASYARAKAT AGRARIS