Kebanyakan protein mengabsorbsi sinar ultraviolet maksimum pada 280 nm. Hal ini terutama oleh adanya asam amino tirosin, triptophan, dan fenilalanin yang ada
pada protein tersebut. Pengukuran protein berdasarkan absorbsi sinar UV adalah cepat, mudah, dan tidak merusak bahan Sudarmadji, 1989.
3. Metode Turbidimetri atau Kekeruhan
Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila ditambahkan bahan pengendap protein misalnya Tri Chloro Acetic TCA, Kalium Ferri
Cianida [K
4
FeCN
6
] atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat Turbudimeter. Cara ini hanya dipakai untuk bahan protein yang berupa larutan atau
hasilnya, tetapi biasanya hasilnya kurang tepat Sudarmadji, 1989. 4.
Metode Pengecatan Beberapa bahan pewarna misalnya orange G, orange 12 dan amido black dapat
membentuk senyawaan berwarna dengan protein dan menjadi tidak larut. Dengan mengukur sisa bahan pewarna yang tidak bereaksi dalam larutan dengan colorimeter,
maka jumlah protein dapat ditentukan dengan cepat Sudarmadji, 1989. 5.
Titrasi Formol Larutan protein dinetralkan dengan basa NaOH, kemudian ditambahkan
formalin akan membentuk dimenthiol. Dengan terbentuknya dimenthiol ini bearti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam gugus
karboksil dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan
warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 menit. Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan protein dan kurang tepat
untuk penentuan protein Sudarmadji, 1989.
Universitas Sumatera Utara
6. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl merupakan metode sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Metode Kjeldahl
cocok untuk menetapkan kadar protein yang tidak larut atau protein yang mengalami koagulasi akibat proses pemanasan maupun proses pengolahan lain yang biasa
dilakukan pada makanan. Metode ini digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah
kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan tersebut Sudarmadji, 1984.
Penentuan kadar protein dengan metode ini memiliki kelemahan karena adanya senyawa lain yang bukan protein yang mengandung N akan tertentukan sehingga kadar
protein yang diperoleh langsung dengan metode Kjeldahl ini disebut dengan kadar protein kasar crude protein Sudarmadji, 1984.
Metode Kjeldahl dilakukan dengan beberapa tahapan kerja yaitu: 1.
Tahap Dekstruksi Pada tahap ini sampel dipanaskan dengan asam sulfat pekat sehingga terjadi
dekstruksi menjadi unsur-unsurnya, dimana seluruh N organik dirubah menjadi N anorganik yaitu elemen karbon C teroksidasi menjadi karbondioksida CO
2
dan hidrogen H teroksidasi menjadi air H
2
O, sedangkan elemen nitrogennya akan berubah menjadi ammonium sulfat NH
4 2
SO
4
. Asam sulfat yang dipergunakan untuk dekstruksi harus dalam jumlah yang cukup dan diperhitungkan untuk dapat
menguraikan bahan protein, lemak, dan karbohidrat didalam sampel Bintang, 2010; Yazid, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mempercepat dekstruksi maka ditambahkan katalisator. Gunning menganjurkan menggunakan kalium sulfat K
2
SO
4
dan tembaga II sulfat CuSO
4
. Dengan penambahan katalisator ini, maka titik didih asam sulfat akan ditinggikan
sehingga proses dekstruksi akan berjalan dengan cepat. Tiap 1 gram kalium sulfat akan mampu meningkatkan titik didih asam sulfat 3ºC. Suhu dekstruksi berkisar antara
370ºC- 410ºC. Proses dekstruksi diakhiri jika larutan telah menjadi warna hijau jernih Bintang, 2010; Yazid, 2006.
Reaksi yang terjadi pada proses dekstruksi adalah: Protein + H
2
SO
4 Katalisator
NH
4 2
SO
4
+ CO
2
+ SO
2
+ H
2
O 2.
Tahap Destilasi Pada tahap ini amonium sulfat NH
4 2
SO
4
yang terbentuk pada tahap dekstruksi dipecah menjadi amonia NH
3
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan baku
asam. Larutan baku asam yang dipakai adalah asam sulfat H
2
SO
4
. Agar supaya kontak antara asam dan amonia berjalan sempurna, maka ujung selang pengalir destilat harus
tercelup kedalam larutan asam. Destilasi diakhiri bila semua amonia terdestilasi sempurna yang ditandai dengan destilat tidak bereaksi basa Bintang, 2010; Yazid,
2006. Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi yaitu:
NH
4 2
SO
4
+ 2 NaOH Na
2
SO
4
+ 2 H
2
O + 2 NH
3
3. Tahap Titrasi
Penampung destilat yang digunakan adalah asam sulfat berlebih, maka sisa asam sulfat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH 0,02 N menggunakan
Universitas Sumatera Utara
indikator mengsel. Titik akhir titrasi dapat ditandai dengan perubahan warna dari warna ungu menjadi hijau Sudarmadji, 1984.
Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi yaitu: NH
3
+ H
2
SO
4
NH
4 2
SO
4
Kelebihan H
2
SO
4
+ 2 NaOH Na
2
SO
4
+ 2 H
2
O Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut ini:
Kadar Protein = Vb- Vt
Berat sampel mg ×N NaOH×14,007×FK×100
Fk = Faktor konversi atau perkalian = 6,25 Besarnya faktor konversi nitrogen tergantung pada persentase nitrogen yang
menyusun protein dalam bahan pangan yang dianalisa tersebut Budianto, 2009. Besarnya faktor konversi dari bermacam-macam bahan makanan dapat dilihat pada
Tabel 2.4 berikut ini:
Tabel 2.4 Tabel faktor konversi dari bermacam-macam bahan makanan
No Bahan Makanan
Faktor konversi 1
Makanan lain umum 6,25
2 Beras semua jenis
5,95 3
Tepung 5,70
4 Kacang tanah
5,46 5
Kacang kedelai 5,71
6 Kelapa
5,30 7
Susu semua jenis keju 6,38
8 Gandum biji
5,83
Ketelitian penentuan kadar NPN tergantung pada kemampuan dari metode yang digunakan untuk memisahkan protein dari NPN. Setelah dipisahkan kadar protein dan
NPN dapat ditentukan dengan menggunakan metode Kjeldahl. Dari analisis yang telah dilakukan, umumnya larutan asam trikloroasetat ATA 10 dipilih untuk
Universitas Sumatera Utara
mengendapkan protein dalam bahan makanan. Keuntungan pemakaian larutan asam trikloroasetat ATA ialah pengerjaan mudah, endapan protein yang diperoleh mudah
dipisahkan dari larutan asam trikloroasetat ATA dan tidak mempengaruhi ketelitian metode Kjeldahl Silalahi, 1994.
2.10 Ulat Kidu Rhynchophorus ferrugineus