Pola Pengasuhan Anak Di Kalangan Perempuan Pedagang Pakaian Bekas Sambu Kota Medan (Studi di Kalangan Perempuan yang Berjualan Sambil Menjaga Anak)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

POLA PENGASUHAN ANAK DI KALANGAN PEREMPUAN PEDAGANG PAKAIAN BEKAS SAMBU KOTA MEDAN

(Studi Di Kalangan Perempuan Yang Berjualan Sambil Menjaga Anak)

SKRIPSI DIAJUKAN OLEH :

ROLAS L.F.I.N 060901069

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

ABSTRAK

Keluarga adalah sebuah institusi terkecil dalam masyarakat, keluarga batih yang baik terdiri dari seorang ayah, seorang ibu dan anak-anaknya, keluarga merupakan agen sosialisasi primer yang berfungsi sebagai wadah ataupun tempat pertama sekali pengenalan akan nilai-nilai maupun norma bagi anak balita. Ibu penjual pakaian bekas yang berjualan di jalan rupat sambu bekerja sambil membawa anak yang berumur di bawah lima tahun, sambu merupakan kawasan yang dilabelkan masyarakat sebagai lingkungan yang kurang memiliki kontrol sosial yang baik dan memiliki lingkungan yang keras sehingga dapat memberikan pengaruh buruk bagi perkembangan anak.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi deksriptif. Dalam hal ini data dikumpulkan dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data berupa observasi partisipastif, wawancara, dokumentasi, dan penelusuran online kemudian data – data dan informasi yang telah diperoleh dari lapangan diinterpretasikan dan dianalisis sehingga mendapatkan kesimpulan.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sampai kepada interpretasi dan analisis data dapat diketahui bahwa ibu penjual pakaian bekas yang berjualan sambil membawa anak ke dalam lingkungan eksternal yang memiliki keadaan lingkungan yang kurang memilki kontrol sosial yang baik tetap dapat melakukan fungsinya sebagai ibu dalam keluarga yaitu fungsi perlindungan, fungsi afeksi, dan fungsi sosialisasi terhadap anak dengan baik, hal tersebut dibuktikan dengan adanya strategi-strategi khusus yang digunakan oleh para ibu penjual pakaian bekas dalam mengasuh anaknya, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagaian besar para ibu penjual pakaian bekas termasuk ke dalam pola pengasuhan yang bertipe Autoritative Parenting Style.


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur yang teramat dalam penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus sang Juruselamat yang selalu memberikan Pertolongan dan Kasih Karunia serta Kekuatan yang tidak terhitung kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: “POLA PENGASUHAN ANAK DI KALANGAN PEREMPUAN PEDAGANG PAKAIAN BEKAS SAMBU KOTA MEDAN (Studi di kalangan perempuan yang berjualan sambil menjaga anak).”

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak keterbatasan, dalam penyelesaian skripsi ini, penulis sangat mengucapkan terima kasih banyak terhadap segala pihak yang telah membantu dan selalu meberikan dukungan sampai akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M,Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Dra. Hadriana Marhaeni Munthe, M.Si, selaku dosen pembimbing yang selalu menyediakan waktu dan memberikan bimbingan, saran serta sumbangan pemikiran dan ide – ide dalam penulisan skripasi ini.

4. Seluruh staf pengajar dan administrasi FISIP USU khususnya Departemen Sosiologi, Kak Feny dan kak Betti

5. Kepada seluruh staff KPUM, yang memberikan izin bagi penulis dalam meneliti di jalan rupat sambu kota medan.


(4)

6. Kepada seluruh informan yang telah memberikan waktu dan dengan baik menerima penulis dalam meneliti di jalan Rupat Sambu Kota Medan.

7. Kepada ayank aku Elin kecik yang aku sayangin, terima kasih ya udah selalu membantu, menyemangatin dan menemani di saat mengerjakan skripsi ini sehingga dapat selesai dengan baik, Jesus Bless US (GBOR) I love u Much Forever.

8. Kepada Abang dan Kakak senior stambuk 2004-2005 : Bang Alex 04, Gattuso (Franklin) 05, jangan main futsal aja klen. Dan seluruh abang dan kakak yang tidak dapat disebutkan satu per satu thank’s yo.

9. Kepada kawan-kawan Departemen Sosiologi stambuk 2006 Uberalles : Okto, Dharma, Riandiko, Veni, Magdalena, Melinda, Theo, Zul Fadli, Kawan-kawan geng dayak (Herbin, Erick, Adzan dan James), Kawan – Kawan-kawan PKL Tembung, dan semuanya kawan – kawan seperjuangan yang sudah selalu memberikan semangat dari yang paling kecil sampai yang paling besar thank’s yo maaf ya gak semua disebutin.

10.Kepada Kak Vika “terima kasih atas semangatnya juga ya”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih penuh dengan kekurangan dan jauh dari kesempurnaan yang disebabkan oleh keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Dengan kerendahan hati penulis selalu mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun

Medan, Maret 2010 Penulis (Rolas L.F.I.N)


(5)

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Pustaka ... 6

2.1.1. Teori Peran ... 6

2.1.2. Sosialisasi ... 7

2.1.3. Sosialisasi Primer dan Sosialisasi Sekender ... 7

2.1.4. Proses Sosialisasi ... 8

2.1.5.Agen Sosialisasi ... 9

2.1.6. Double Burden. ... 9

2.1.7.Fungsi-Fungsi Keluarga ... 11

2.1.8. Pola Asuh Anak ... 12

2.2.Defenisi Konsep ... 14

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian ... 16

3.2.Lokasi Penelitian ... 16

3.3.Unit Analisis dan Informan ... 16

3.4.Tehnik Pengumpulan Data ... 17

3.5.Interpretasi data ... 18


(6)

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1.Deskripsi Lokasi penelitian ... 20

4.1.1. Sejarah singkat jalan rupa sambu ... 20

4.1.2. Lokasi dan Keadaan Wilayah ... 22

4.1.2.1. Lokasi Dan Letak Geografis ... 22

4.1.2.2. Batas-Batas Wilayah ... 23

4.1.3. Komposisi Pedagang ... 23

4.1.3.1. Komposisi Pedagang berdasarkan jenis kelamin ... 23

4.1.3.2. Komposisi Pedagang berdasarkan agama... 24

4.1.3.3. Komposisi pedagang berdasarkan Etnies ... 25

4.1.3.4. komposisi pedagang berdasarkan tingkat pendidikan ... 25

4.1.4. Fasilitas Umum ... 26

4.2.Profil Informan ... 26

4.3.Interpretasi data ... 56

4.3.1. Keadaan lingkungan sambu ... 56

4.3.2. Alasan Membawa Anak Berjualan ... 60

4.3.3. Profil Ibu ... 64

4.3.4. Seperangkat Peran Yang Dilakukan oleh ibu penjual pakaian bekas . 70 4.3.5 Pola Pengasuhan Anak Di Jalan Rupat Sambu ... 72

BAB V PENUTUP 5.1.Kesimpulan ... 87

5.2.Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(7)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Keluarga adalah kelompok yang berdasarkan pertalian sanak saudara yang memilki tanggung jawab utama atas sosialisasi anak-anaknya dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok tertentu lainnya. Ia terdiri dari sekelompok orang yang memiliki hubungan darah, tali perkawinan, atau adopsi dan yang hidup bersama-sama untuk periode waktu yang tidak terbatas (J.Dwi Narwoko, 2004 : 72).

Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi manusia, di dalam keluarga akan ditanamkan nilai maupun norma untuk berperilaku di keluarga dan masyarakat, hal ini dimungkinkan karena berbagai kondisi yang dimiliki oleh keluarga. Pertama, keluarga merupakan kelompok primer yang selalu tatap muka diantara anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-anggotanya. Kedua, orangtua mempunyai kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya, sehingga menimbulkan hubungan emosional dimana hubungan ini sangat diperlukan dalam proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetap, maka dengan sendirinya orangtua mempunyai peranan yang penting terhadap sosialisasi anak (Bruce J.Cohen, 1992 : 172), terdapat 7 fungsi yang terdapat dalam institusi keluarga yaitu Fungsi Pengaturan Sosial, Fungsi Reproduksi, Fungsi Sosialisasi, Fungsi Afeksi, Fungsi Penentuan Status, Fungsi Perlindungan dan Fungsi Ekonomi (Horton Dan Hunt, 1996: 274-279), dalam melakukan fungsi-fungsi keluarga tersebut setiap anggota keluarga memilki perannya masing-masing dari statusnya, baik peran yang dilakukan oleh ayah, ibu maupun anak.


(8)

Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu di antaranya ialah mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda, karena orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu.

Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan dalam meletakan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya. Sikap,perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tak sadar diresapinya dan kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Hal demikian disebabkan karena anak mengidentifikasikan diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain (Bonner 1953: 207).

Faktor lingkungan sosial memiliki sumbangannya terhadap perkembangan tingkah laku individu anak ialah keluarga khususnya orang tua terutama pada masa awal kanak-kanak sampai masa remaja. Dalam mengasuh anaknya orang tua cenderung menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh tertentu ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk-bentuk perilaku sosial tertentu pada anaknya. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik,membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.


(9)

Perempuan/Ibu penjual pakaian bekas atau yang sering dikenal dengan istilah

Inang-Inang Sambu berjualan di kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan, kawasan

ini merupakan kawasan yang menjadi salah satu pusat pasar terbesar di kota Medan, pasar yang beroperasi setiap hari ini didatangi oleh para pembeli baik dari dalam kota bahkan sampai luar kota, kondisi sosial lingkungan dalam pasar ini dapat dikatakan memiliki lingkungan yang bebas, keras dan relatif tidak terkontrol, hal ini ditandai dengan dengan banyaknya bentuk-bentuk penyimpangan social yang terjadi seperti adanya pencopetan, perkelahian baik perkelahian antara pemuda setempat maupun antara pedagang dengan pedagang dan lain sebagainya, bahkan kawasan ini dilabelkan oleh masyarakat sebagai Sarang Manusia Buas dimana istilah tersebut merupakan singkatan dari kata sambu, istilah ini diperoleh dari para pedagang yang berjualan di kawasan Sambu maupun para pembeli di kawasan ini serta stakeholders yang lain.

Dari pemaparan diatas hal ini menjadi menarik untuk diteliti adalah bagaimana pola pengasuhan anak yang dilakukan oleh perempauan/Ibu penjual pakaian bekas yang berjualan di jalan rupat sambu kota Medan di tengah keadaan lingkungan eksternal yang kurang memiliki kontrol sosial yang baik dan terkenal kasar tersebut, hal lain yang ingin dilihat adalah bagaiamana proses sosialisasi yang akan diterima oleh anak-anak mereka, apalagi sejauh pengamatan yang ada anak-anak yang dibawa oleh ibunya tersebut berkeliaran bebas di daerah sambu tersebut, dan menjadikan lingkungan tersebut sebagai pengganti tempat bermain mereka.


(10)

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaiamanakah Pola Pengasuhan Anak Di Kalangan Ibu Penjual Pakaian Bekas Di Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan?

2. Bagaimana Fungsi Perlindungan Yang Dilakukan Oleh Ibu Penjual Pakaian Bekas Jalan Rupat Sambu Kota Medan?

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Untuk Mengetahui Bagaiamanakah Pola Pengasuhan Anak Di Kalangan Ibu Penjual Pakaian Bekas Di Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan 2. Untuk Mengetahui Bagaimana Fungsi Perlindungan Yang Dilakukan Oleh

Ibu Penjual Pakaian Bekas Jalan Rupat Sambu Kota Medan

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah: 1.4.1. Manfaat Teoritis

Adapun Manfaat teorotis penelitian ini adalah:

1. Hasil Penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memperoleh pemahaman yang baik mengenai pola pengasuhan anak oleh perempuan/Ibu penjual pakaian bekas.


(11)

2. Hasil Penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan rujukan untuk penelitian-penelitian berikut yang sejenis.

1.4.2. Manfaat Praktis

Adapun Manfaat praktis penelitian ini adalah:

1. Hasil Penelitian yang diperoleh diharapkan memberi pandangan mengenai pola pengasuhan anak dan pemenuhan sosialisasi yang diberikan kepada anak oleh Perempuan/Ibu Penjual Pakaian Bekas yang berjualan di Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan.


(12)

ABSTRAK

Keluarga adalah sebuah institusi terkecil dalam masyarakat, keluarga batih yang baik terdiri dari seorang ayah, seorang ibu dan anak-anaknya, keluarga merupakan agen sosialisasi primer yang berfungsi sebagai wadah ataupun tempat pertama sekali pengenalan akan nilai-nilai maupun norma bagi anak balita. Ibu penjual pakaian bekas yang berjualan di jalan rupat sambu bekerja sambil membawa anak yang berumur di bawah lima tahun, sambu merupakan kawasan yang dilabelkan masyarakat sebagai lingkungan yang kurang memiliki kontrol sosial yang baik dan memiliki lingkungan yang keras sehingga dapat memberikan pengaruh buruk bagi perkembangan anak.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi deksriptif. Dalam hal ini data dikumpulkan dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data berupa observasi partisipastif, wawancara, dokumentasi, dan penelusuran online kemudian data – data dan informasi yang telah diperoleh dari lapangan diinterpretasikan dan dianalisis sehingga mendapatkan kesimpulan.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sampai kepada interpretasi dan analisis data dapat diketahui bahwa ibu penjual pakaian bekas yang berjualan sambil membawa anak ke dalam lingkungan eksternal yang memiliki keadaan lingkungan yang kurang memilki kontrol sosial yang baik tetap dapat melakukan fungsinya sebagai ibu dalam keluarga yaitu fungsi perlindungan, fungsi afeksi, dan fungsi sosialisasi terhadap anak dengan baik, hal tersebut dibuktikan dengan adanya strategi-strategi khusus yang digunakan oleh para ibu penjual pakaian bekas dalam mengasuh anaknya, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagaian besar para ibu penjual pakaian bekas termasuk ke dalam pola pengasuhan yang bertipe Autoritative Parenting Style.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Keluarga adalah kelompok yang berdasarkan pertalian sanak saudara yang memilki tanggung jawab utama atas sosialisasi anak-anaknya dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok tertentu lainnya. Ia terdiri dari sekelompok orang yang memiliki hubungan darah, tali perkawinan, atau adopsi dan yang hidup bersama-sama untuk periode waktu yang tidak terbatas (J.Dwi Narwoko, 2004 : 72).

Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi manusia, di dalam keluarga akan ditanamkan nilai maupun norma untuk berperilaku di keluarga dan masyarakat, hal ini dimungkinkan karena berbagai kondisi yang dimiliki oleh keluarga. Pertama, keluarga merupakan kelompok primer yang selalu tatap muka diantara anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-anggotanya. Kedua, orangtua mempunyai kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya, sehingga menimbulkan hubungan emosional dimana hubungan ini sangat diperlukan dalam proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetap, maka dengan sendirinya orangtua mempunyai peranan yang penting terhadap sosialisasi anak (Bruce J.Cohen, 1992 : 172), terdapat 7 fungsi yang terdapat dalam institusi keluarga yaitu Fungsi Pengaturan Sosial, Fungsi Reproduksi, Fungsi Sosialisasi, Fungsi Afeksi, Fungsi Penentuan Status, Fungsi Perlindungan dan Fungsi Ekonomi (Horton Dan Hunt, 1996: 274-279), dalam melakukan fungsi-fungsi keluarga tersebut setiap anggota keluarga memilki perannya masing-masing dari statusnya, baik peran yang dilakukan oleh ayah, ibu maupun anak.


(14)

Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu di antaranya ialah mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda, karena orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu.

Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan dalam meletakan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya. Sikap,perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tak sadar diresapinya dan kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Hal demikian disebabkan karena anak mengidentifikasikan diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain (Bonner 1953: 207).

Faktor lingkungan sosial memiliki sumbangannya terhadap perkembangan tingkah laku individu anak ialah keluarga khususnya orang tua terutama pada masa awal kanak-kanak sampai masa remaja. Dalam mengasuh anaknya orang tua cenderung menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh tertentu ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk-bentuk perilaku sosial tertentu pada anaknya. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik,membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.


(15)

Perempuan/Ibu penjual pakaian bekas atau yang sering dikenal dengan istilah

Inang-Inang Sambu berjualan di kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan, kawasan

ini merupakan kawasan yang menjadi salah satu pusat pasar terbesar di kota Medan, pasar yang beroperasi setiap hari ini didatangi oleh para pembeli baik dari dalam kota bahkan sampai luar kota, kondisi sosial lingkungan dalam pasar ini dapat dikatakan memiliki lingkungan yang bebas, keras dan relatif tidak terkontrol, hal ini ditandai dengan dengan banyaknya bentuk-bentuk penyimpangan social yang terjadi seperti adanya pencopetan, perkelahian baik perkelahian antara pemuda setempat maupun antara pedagang dengan pedagang dan lain sebagainya, bahkan kawasan ini dilabelkan oleh masyarakat sebagai Sarang Manusia Buas dimana istilah tersebut merupakan singkatan dari kata sambu, istilah ini diperoleh dari para pedagang yang berjualan di kawasan Sambu maupun para pembeli di kawasan ini serta stakeholders yang lain.

Dari pemaparan diatas hal ini menjadi menarik untuk diteliti adalah bagaimana pola pengasuhan anak yang dilakukan oleh perempauan/Ibu penjual pakaian bekas yang berjualan di jalan rupat sambu kota Medan di tengah keadaan lingkungan eksternal yang kurang memiliki kontrol sosial yang baik dan terkenal kasar tersebut, hal lain yang ingin dilihat adalah bagaiamana proses sosialisasi yang akan diterima oleh anak-anak mereka, apalagi sejauh pengamatan yang ada anak-anak yang dibawa oleh ibunya tersebut berkeliaran bebas di daerah sambu tersebut, dan menjadikan lingkungan tersebut sebagai pengganti tempat bermain mereka.


(16)

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaiamanakah Pola Pengasuhan Anak Di Kalangan Ibu Penjual Pakaian Bekas Di Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan?

2. Bagaimana Fungsi Perlindungan Yang Dilakukan Oleh Ibu Penjual Pakaian Bekas Jalan Rupat Sambu Kota Medan?

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Untuk Mengetahui Bagaiamanakah Pola Pengasuhan Anak Di Kalangan Ibu Penjual Pakaian Bekas Di Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan 2. Untuk Mengetahui Bagaimana Fungsi Perlindungan Yang Dilakukan Oleh

Ibu Penjual Pakaian Bekas Jalan Rupat Sambu Kota Medan

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah: 1.4.1. Manfaat Teoritis

Adapun Manfaat teorotis penelitian ini adalah:

1. Hasil Penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memperoleh pemahaman yang baik mengenai pola pengasuhan anak oleh perempuan/Ibu penjual pakaian bekas.


(17)

2. Hasil Penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan rujukan untuk penelitian-penelitian berikut yang sejenis.

1.4.2. Manfaat Praktis

Adapun Manfaat praktis penelitian ini adalah:

1. Hasil Penelitian yang diperoleh diharapkan memberi pandangan mengenai pola pengasuhan anak dan pemenuhan sosialisasi yang diberikan kepada anak oleh Perempuan/Ibu Penjual Pakaian Bekas yang berjualan di Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Teori Peran (Role Theory)

Walau Park menjelaskan dampak masyarakat atas perilaku kita dalam hubungannya dengan peran, namun jauh sebelumnya Robert Linton (1936), seorang antropolog, telah mengembangkan Teori Peran. Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah seorang dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter maka dia harus mengobati pasien yang datang kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran sosial Kemudian, sosiolog yang bernama Glen Elder (1975) membantu memperluas penggunaan teori peran. Pendekatannya yang dinamakan “life-course” memaknakan bahwa setiap masyarakat mempunyai harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori-kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Contohnya, sebagian besar warga Amerika Serikat akan menjadi murid sekolah ketika berusia empat atau lima tahun, menjadi peserta pemilu pada usia delapan belas tahun, bekerja pada usia tujuh


(19)

belah tahun, mempunyai istri/suami pada usia dua puluh tujuh, pensiun pada usia enam puluh tahun. Di Indonesia berbeda. Usia sekolah dimulai sejak tujuh tahun, punya pasangan hidup sudah bisa usia tujuh belas tahun, pensiun usia lima puluh lima tahun. Urutan tadi dinamakan “tahapan usia” (age grading). Dalam masyarakat kontemporer kehidupan kita dibagi ke dalam masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua, di mana setiap masa mempunyai bermacam-macam pembagian lagi.

2.1.2. Sosialisasi

Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Kemudian Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai “ a process by

which a child learns to be a participant member of society” – proses melalui mana

seoarang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat ( Kamanto Sunarto 1993 ; 27) Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat).

2.1.3. Sosialisasi Primer dan Sosialisasi Sekunder

1. Sosialisasi primer didefenisikan Peter L. Berger dan Luckmann sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar


(20)

menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya. Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.

2. Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan

desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas

diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.

2.1.4. Proses Sosialisasi

George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan melalui tahap-tahap sebagai berikut.

1. Tahap persiapan (Preparatory Stage) Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada


(21)

tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.

2. Tahap meniru (Play Stage) Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)

3. Tahap siap bertindak (Game Stage) Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di


(22)

luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.

4. Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage) Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.

2.1.5. Agen Sosialisasi

Fuuler dan Jacobs dalam (Kamanto Sunarto 1993 ; 30-35) mengidentifikasikan lima agen sosialisasi utama yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa dan sistem pendidikan. Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi

2.1.6. Double Burden (Beban Kerja Ganda)

Beban ganda, maksudnya: Perempuan mempunyai beban pekerjaan di luar rumah(sector public) dan sekaligus beban tanggung jawab diri sendiri, keluarga(sector domestic), beban kerja ganda merupakan salah satu dari lima bentuk


(23)

ketidak-adilan gender yaitu : Marginalisasi, Subordinasi, Stereotipe (citra baku), Kekerasan

2.1.7. Fungsi – Fungsi keluarga

Dalam setiap masyarakat, keluarga adalah suatu struktur kelembagaan yang berkembang melalui upaya masyarakat untuk menyelesaiakan tugas-tugas tertentu, tugas-tugas tersebut dilakukan dalam 7 fungsi- keluarga yang dikemukakan oleh Horton dan Hunt berikut ini :

1. Fungsi Pengaturan Seksual : Keluarga adalah lembaga pokok yang merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasi kan kepuasan keinginan seksual.

2. Fungsi Reproduksi : Untuk urusan “memproduksi” anak setiap masyarakat terutama tergantung pada keluarga.

3. Fungsi Sosialisasi : Semua masyarakat tergantung terutama pada keluarga bagi sosialisasi anak-anak ke dalam alam dewasa yang dapat berfungsi dengan baik di dalam masyarakat itu.

4. Fungsi Afeksi : Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan kasih saying atau rasa dicintai. Dan hal ini dapat diterima di keluarga.

5. Fungsi Penentuan Status : Dalam memasuki sebuah keluarga, seseorang mewarisi suatu rangkaian status, keluarga juga berfungsi sebagai dasar


(24)

untuk memberi beberapa status sosial, seperti seorang kulit putih, kulit hitam, kaya dan miskin, dll.

6. Fungsi Perlindungan : Dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomis dan psikologis bagi seluruh anggotanya. 7. Fungsi Ekonomi : Keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam

sebagian besar masyarakat primitif, para anggota keluarga bekerja sama sebagai tim untuk menghasilkan sesuatu.

2.1.8. Pola Asuh Anak

Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik,membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Kohn (dalam Taty Krisnawaty, 1986: 46) menyatakan bahwa pola asuhan merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orangtua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.

Tipologi gaya pola asuh Baumrind (1971) mengidentifikasi tiga pola yang berbeda secara kualitatif pada otoritas orangtua, yaitu authoritarian parenting, authoritative parenting, dan permissive parenting.


(25)

1. Authoritarian parenting ( Gaya pola asuh authoritarian )

Pola asuh orangtua yanga authoritarian adalah orangtua yang memberikan batasan – batasan tertentu dan aturan yang tegas terhadap anaknya, tetapi memiliki komunikasi verbal yang rendah. Pola asuh ini merupakan cara yang membatasi dan bersifat menghukum sehingga anak harus mengikuti petunjuk orangtua dan menghormati pekerjaan dan usaha orangtua, contoh orangtua yang authoritarian akan berkata : “kamu melakukan hal itu sesuai dengan cara saya atau orang lain”. Dalam hal ini nampak sekali oangtua bersikap kaku dan banyak menghukum anak – anak mereka yang melanggar, karena sikap otoriter orangtua.

2. Permisive parenting style ( Gaya pola asuh permisif)

Pola asuh permisif menekankan ekspresi diri dan self regulation anak. Orangtua yang permisif membuat beberapa aturan dan mengijinkan anak – anaknya untuk memonitor kegiatan mereka sebanyak mungkin. Ketika mereka membuat peraturan biasanya mereka menjelaskan alasan dahulu, orangtua berkonsultasi dengan anak tentang keputusan yang diambil dan jarang menghukum. Maccoby dan Martin (1983) menambahkan tipologi ini karena adanya tingkat tuntutan orangtua dan tanggapan yang ada. Dengan demikian pola asuh permisif terdiri dari dua jenis yaitu:

a. Pola Asuh permisif yang penuh kelalaian b. Pengasuhan permisif yang pemurah


(26)

3. Autoritative Parenting Style ( Gaya Pola Asuh Autoritative )

Pola asuh yang bergaya autoritatif mendorong anak untuk bebas tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan – tindakan mereka. Adanya sikap orangtus yang hangat dan bersifat membesarkan hati anak, dan komunikasi dua arah yang bebas membuat anak semakin sadar dan bertanggung jawab secara sosial. Hal ini disebabkan karena orangtua dapat merangkul dan mencarikan alasan untuk solusi di masa depan.

2.2. Defenisi Konsep

Berikut adalah beberapa konsep penting yang digunakan dalam penelitian ini, defenisi konsep dimaksudkan untuk mempermudah pengertian terhadap fenomena yang ada sehingga dapat dijadikan panduan.

1. Pola Pengasuhan anak : orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.

2. Pemenuhan sosialisasi anak : bagaiamana sosialisasi yang diterima anak yang dibawa Ibu/Perempuan Penjual pakaian bekas ke kawasan jalan rupat sambu kota medan.

3. Ibu/perempuan penjual pakaian bekas: Perempuan sekaligus Ibu yang mempunyai anak dan melakukan seperangkat peran.

4. Lingkungan sosial jalan rupat sambu kota medan : Kawasan yang terletak di kecamatan Medan Timur, Kota Medan yang dilabelkan masyarakat


(27)

dengan sarang manusia buas yang memilki kondisi social yang keras,bebas dan control social yang kurang.

5. Fungsi perlindungan Ibu kepada anak : Dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomis dan psikologis bagi seluruh anggotanya, begitu juga dengan Ibu/perempuan penjual pakaian bekas tersebut melakukan fungsi perlindungan kepada anak yang dibwanya ke kawasan jalan rupat sambu kota medan

6. Status sosial/pendidikan Ibu : Status/Pendidikan terakhir yang dimilki oleh Ibu/Perempuan penjual pakaian bekas.

7. Double burden: Beban Kerja ganda Beban ganda, maksudnya: Perempuan mempunyai beban pekerjaan di luar rumah(sector public) dan sekaligus beban tanggung jawab diri sendiri, keluarga(sector domestic), beban kerja ganda merupakan salah satu dari lima bentuk ketidak-adilan gender yaitu : Marginalisasi, Subordinasi, Stereotipe (citra baku), Kekerasan.

8. Pola Asuh terhadap anak oleh Ibu/perempuan penjual pakaian bekas: bagaiamana pola asuh anak yang diterapkan oleh Ibu di tengah kondisi lingkungan yang tidak layak mendukung perekembangan anak, apakah dapat melakukan fungsi perlindungan dengan baik atau ikut larut dengan lingkungan eksternal tersebut.


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa dalam suatu monteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong 2006). Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.

3.2. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi Lokasi Penelitian ini adalah Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan yaitu pasar yang terkenal dengan istilah Sarang manusia buas karena memilki kontrol sosial yang kurang dan memilki lingkungan yang keras. Alasan pemilihan lokasi ini adalah terdapatnya unit analisis data yang dapat mendukung penelitian ini berupa ibu – ibu penjual pakaian bekas yang melakukan seperangkat peran yaitu berjualan sambil menjaga anak di kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan.

3.3. Unit Analisa Data

3.3.1 Unit Analisis


(29)

Informan kunci:

1. Ibu-ibu yang berjualan dan membawa anaknya ke kawasan jalan rupat sambu kota medan, dan minimal sudah berjualan di kawasan tersebut selama 6 bulan.

Informan biasa:

1. Anak yang dibawa ke kawasan jalan rupat sambu kota medan oleh Ibu-ibu yang berjualan dan membawa anaknya ke kawasan jalan rupat sambu kota medan, dan minimal sudah berjualan di kwasan tersebur selama 6 bulan 2. Pedagang bekas lain di kawasan tersebut, langganan, dan pemuda setempat.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, untuk mencapai tujuan penelitian. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa metode untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu:

Data Primer, diperoleh melalui:

1. Wawancara mendalam seacara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama, dengan demikian, kekhasan wawancara mendaam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan (Burhan Bungin 2008 : 108).


(30)

Hal-hal yang ingin diwawancara adalah berupa informasi mengenai pola pengasuhan anak yang dilakukan oleh Perempuan/Ibu penjual pakaian bekas di Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan.

2. Observasi Partisipasi adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan serta berada dalam aktivitas kehidupan objek pengamatan (Burhan Bungin 2008 : 116) . Disini peneliti akan melakukan observasi ke lapangan, ikut juga serta berjualan dengan Ibu – Ibu Penjual pakaian bekas yang melakukan peran pengasuhan anaka di kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan dan bermain dengan anak – anak yang dibawa oleh Ibu – Ibu yang berjualan.

Data Skunder, diperoleh melalui:

1. Studi kepustakaan, yakni dengan menggunakan buku-buku atau referensi lainnya yang dapat mendukung penelitian ini.

2. Dokumentasi, dapat berupa foto atau rekaman video dan sebagainya 3. Penelusuran data Online melalui internet.

3.5. Interpretasi Data

Disini peneliti akan menggelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam, observasi partisipatif, studi kepustakaan, dokumentasi dan penelusuran data online, selanjutnya data-data tersebut akan dikategorisasi lalu mengadakan edit data dan dievaluasi dengan konsep konsep yang sudah ada dan menggabungkan dengan konsep-konsep yang akan ditemukan dilapangan, sampai akhirnya dapat disimpulkan dan disusun sebagai laporan akhir penelitian.


(31)

3.6. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan ke :

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observai x

2 Acc Judul x

3 Penyusunan Proposal Penelitian x x

4 Seminar Proposal Penelitian x

5 Revisi Proposal Penelitian x

6 Penelitian Ke Lapangan x

7 Pengumpulan Dan Analisis Data x

8 Bimbingan x x x x x

9 Penulisan Laporan Akhir x x x


(32)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Singkat Jalan Rupat Sambu

Pakian Monza adalah sebutan pakaian bekas bagi masyarakat Medan, pakaian ini berasal dari luar negeri yang dieksport, pakaian monza dikenal masyarakat dengan pakaian yang bahan kainnya yang bagus dan tahan lama ditambah dengan harganya yang murah dan terjangkau bagi tingkat perekonomian masyarakat. Kata monza sebenarnya berasal dari singkatan “mongonsidi plaza”, karena pakaian bekas ini awalnya dijual di daerah mongonsidi sehingga pakaian bekas ini dikenal masyarakat Medan dengan pakaian monza, setelah perkembangan waktu kini pakaian monza sudah dijual di beberapa daerah lain di Medan seperti Jalan Rupat Sambu, Pajak Melati, Jalan Pancing, Petisah dan tempat lainnya termasuk kawasan luar kota.

Jika melihat perkembangan pakaian monza di Jalan Rupat Sambu Kota Medan dimulai Pada tahun 1980 sampai 1990 sebenarnya kawasan ini pertama kali digunakan sebagai jalur trayek angkutan umum (angkot), pada awalnya pedagang yang berjualan di kawasan ini hanya penjual loak ataupun pedagang pakaian bekas milik masyarakat medan secara langsung dan bukan pakaian yang berasal dari luar negeri mereka sering disebut sebagai pedagang langsam, tahun 1990-1992 para pedagang pakaian monza mulai berdatangan kemudian bertambah sedikit demi sedikit.


(33)

Pada saat tersebut kawasan jalan rupa menjadi kawasan yang sangat kotor dan tergenangi oleh lumpur yang sangat banyak hal ini diakibatkan oleh pengangkutan sampah kurang lancar, akibat lumpur yang banyak menyebabkan daerah tersebut tidak dapat dilalui lagi oleh angkutan umum sehingga trayek angkutan umum yang biasanya melalui kawasan ini terhenti dan melalui jalur lain. Hal tersebut menguntungkan para pedagang monza karena para pedagang dapat berjualan tanpa harus mengangkat barang dagangannya jika ada angkutaan umum yang lewat, karena biasanya para pedagang harus mengangkat barang dagangannya jika angkutan umum lewat.

Dengan kondisi lingkungan yang dipenuhi becek para pedagang tidak mungkin berjualan di kawasan becek maka para pedagang mulai membuat kios-kios darurat ataupun kios-kios sederhana untuk berjualan, hal ini terjadi pada tahun 1992-1995, namun ketika para pedagang pakaian monza sudah mulai membuat kios-kios darurat untuk berjualan tidak demikian dengan para pedagang loak ataupun pedagang langsam mereka tidak mau membeli lapak kepada para pemuda setempat seperti pedagang monza, beginilah akhirnya banyak pedagang pakaian monza memiliki

lapak ataupun tempat untuk berjualan, sedangkan para pedagang loak ataupun

pedagang langsam hanya berjualan dengan menempati lahan yang belum terpakai. Pada tahun 1995-2000 akhirnya pedagang monza sudah memiliki tempat dagangan yang permanen, karena sebelumnya pedagang monza hanya menggunakan tenda-tenda biasa dengan sistem bongkar pasang, sedangkan para pedagang loak ataupun pedagang langsam tetap berjualan di lokasi yang kosong, sehingga kawasan rupat sekarang sudah berkembang menjadi kawasan pedagang pakaian monza.


(34)

Pada tahun 2000-2005 tepatnya pada tahun 2004 terjadi pengkorekan tanah oleh Pemerintah Kota Medan hal ini diakibatkan karena lumpur di kawasan ini sudah semakin parah apalagi jika turun hujan sehingga kios dibongkar, setelah tanah dikerok akhirnya daerah tersebut diaspal dengan memakan waktu 2 bulan, setelah diaspal para pedagang kembali berjualan di jalan rupat dengan kios yang lebih permanen dan dengan aspal yang sudah dapat dilalui kendaraan, sehingga arus perputaran ekonomi dapat berlangsung dengan lebih baik lagi.

Jalan rupat sambu dikelola oleh Koperasi Pedagang Kaki Lima Terminal Sambu yang merupakan koperasi binaan oleh KPUM (Koperasi Pengangkutan Umum Medan), dimana koperasi ini bertindak sebagai badan yang mengatur dan sebagai keamanan bagi para pedagang pakaian monza yang berjualan di jalan rupat sambu, Koperasi ini mengenakan biaya iuran harian sebesar Rp.1.000,- per hari kepada para pedagang.

4.1.2. Lokasi dan Keadaan Wilayah

4.1.2.1. Lokasi dan Letak Geografis

Jalan Rupat Sambu terletak di Kecamatan Medan Timur, dan terletak di kawasan jantung kota Medan, disekitar jalan rupat sambu terdapat pusat perbelanjaan seperti Medan Mall maupun pusat perbelanjaan lain seperti Central dan Terminal Sambu yang menjadi pusat angkutan umum di Medan milik KPUM. , sehingga kawasan ini merupakan salah satu bagian dari pusat psar di kota Medan.


(35)

4.1.2.2. Batas – Batas Wilayah

Adapun yang menjadi batas – batas dari jalan rupat sambu kota Medan adalah sebagai berikut :

• Sebelah Barat Berbatasan Dengan Jalan Sutomo

• Sebelah Timur Berbatasan Dengan Jalan Bengkalis

• Sebelah Utara Berbatasan Dengan Jalan Veteran

• Sebelah Selatan Berbatasan Dengan Jalan Bawean

4.1.3. Komposisi Pedagang

4.1.3.1. Komposisi Pedagang Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.1

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1 Laki – Laki 100 27,5 %

2 Perempuan 264 72,5 %

Jumlah 364 100 %

Sumber : Data Koperasi Pedagang Kaki Lima terminal Sambu 2009

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa jumlah pedagang di jalan rupat sambu didominasi oleh perempuan yang ditunjukkan dengan jumlah pedagang berjenis kelamin perempuan sebanyak 264 orang dengan jumlah persentase sebesar 72,5 % dan selebihnya adalah pedagang berjenis kelamin laki – laki sebanyak 100 orang dengan persentase sebesar 27,5 %.


(36)

Sehingga tidak heran jika dikenal di masyarakat Medan dengan sebutan Inang - Inang Sambu yang memperlihatkan bahwa pedagang perempuanlah yang paling dominan jumlahnya di kawasan ini.

4.1.3.2. Komposisi Pedagang Berdasarkan Agama

Tabel 4.2

No Agama Jumlah Persentase (%)

1 Islam 2 0,5 %

2 Katolik 62 17,0 %

3 Protestan 300 82,5 %

4 Hindu - - %

5 Budha - - %

6 Kong Hu Chu - - %

Jumlah 364 100%

Sumber : Data Koperasi Pedagang Kaki Lima terminal Sambu 2009

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas para pedagang pakaian bekas di jalan rupat beragama Nasrani, dibuktikan dengan besarnya persentase jumlah pedagang yang beragama Kristen Protestan dan Katolik yaitu sebesar 82,5% dan 17%


(37)

4.1.3.3.Komposisi Pedagang Berdasarkan Etnis

Tabel 4.3

No Etnis Jumlah Persentase (%)

1 Batak toba 330 90,7 %

2 Batak karo 26 7,1 %

5 Etnis lain 5 2,2 %

Jumlah 364 100 %

Sumber : Data Koperasi Pedagang Kaki Lima terminal Sambu 2009

Dari tabel diatas terlihat bahwa pedagang yang berjualan di jalan rupat sambu mayoritas memiliki etnies Batak yakni etnis Batak Toba dan Batak Karo yakni dengan persentase sebesar 97,8%.

4.1.3.4.Komposisi Pedagang Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.4

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1 SD 100 27,5 %

2 SMP 139 38,0 %

3 SMA 121 33,2 %

4 Diploma dan Sarjana 4 1,3 %

Jumlah 364 100%


(38)

Dari tabel dapat dilihat bahwa para pedagang pakaian bekas yang berjualan di jalan rupat memilki tingkat pendidikan yang rendah ini ditunjukkan dengan jumlah pedagang yang hanya mengecap pendidikan SD sebesar 27,5 % dan tingkat SMP sebesar 38,0 % dengan jumlah keduanya adalah 239 orang. Kemudian disusul dengan tamatan SMA dan yang mengecap pendidikan D-III sampai Sarjana sebanyak 33,2 % dan 1,3 %.

4.1.4. Fasilitas Umum

Fasilitas umum yang terdapat di jalan rupat sambu kota medan antara lain adalah terdapatnya 3 kamar mandi umum yang dapat dipakai oleh penjual, pembeli maupun masyarakat setempat. Kemudian Fasilitas yang digunakan pedagang adalah adanya 4 gudang yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang – barang dagangan para penjual pakaian bekas yang berjualan di jalan rupat sambu.

4.2. Profil Informan

4.2.1. Profil Perempuan penjual pakaian bekas yang berjualan sambil menjaga anak

1. Ibu Rosdiana Purba

Ibu yang berumur 41 tahun ini bekerja sebagai pedagang penjual pakaian bekas yang menjual seprei dan sarung bantal di Jalan Rupat dan telah berjualan di kawasan ini selama kurang lebih 5 tahun lamanya, pendidikan terakhir yang dikecap oleh Ibu ini adalah tingkat SMA, Ibu ini memiliki 5 orang anak dan satu diantaranya


(39)

yang bernama Manuel yang berumur 3,5 tahun dibawa oleh ibu Rosdiana ke jalan rupat.

Jumlah pendapatan perbulan yang diperoleh dari berjualan pakaian bekas adalah sebesar Rp.2.000.000,- rupiah, penghasilan tersebut diakui adalah penghasilan bersih yang sudah dikurangi biaya makan, biaya ongkos, dan biaya-biaya kutipan yang ada di jalan rupat sambu, karena ibu ini mengakui banyak sekali uang kutipan yang dibebankan kepadanya maupun terhadap semua pedagang yang berjualan di jalan rupat ini perharinya antara lain uang koperasi sebesar Rp. 1.000,- perhari, kemudian uang kebersihan, uang kemanan dari pemuda setempat yang jumlahnya masing-masing adalah Rp.1.000,- perhari ditambah lagi dengan uang jaga malam yaitu sebesar Rp.2.000,- perhari.

Pekerjaan suami dari Ibu Rosdiana adalah PNS dimana penghasilannya perbulan adalah sebesar Rp. 2.200.000,-, usia anak – anak yg dimiliki oleh Ibu ini masing-masing adalah 20 tahun,17 tahun,15 tahun,8 tahun dan 3,5 tahun, Pendidikan yg dimiliki oleh anak – anaknya adalah SD, SMP, SMA, dan Kuliah, ia mengatakan bahwa pendidikan bagi anak – anaknya sangatlah penting agar nantinya anak – anaknya tidak menjadi seperti Ibunya. Ibu ini mengaku alasannya bekerja sebagai pedagang pakaian bekas di jalan rupat sambu adalah untuk membantu menambah pendapatan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan 5 orang anak yang semuanya bersekolah, karena jika mengandalkan penghasilan suami maka tidak akan cukup.

Ibu ini mengatakan bahwa memilih jalan rupat untuk berjualan karena ada keluarga yang bisa untuk mendapatkan lahan disini dan umumnya daerah ini lebih


(40)

ramai dan pengunjungnya banyak, Ibu ini bekerja dalam sehari dimulai jam 11 pagi sampai sekitar jam 6 sore.Ibu Rosdiana menyatakan bahwa ia mengetahui bahwa lingkungan disini adalah lingkungan yang keras dan tidak terkontrol dengan baik hal tersebut diungkapkan seperti hasil wawancara dibawah ini :

“…..contohnya adalah pencopetan yg dilakukan oleh orang orang sini juganya dek walaupun sebenarnya kami tahu siapa yang melakukan hal tersebut namun kami tak bisa ngomong karena kamipun nyari makan disini, kalau nanti dibilang ya bakal susahlah jualan lagi disini karena digangu-gangu oleh mereka, kemudian anak muda cakap kotor sebenarnya kamipun orangtua tak tahan mendengar tapi ya mau gimana lagi, kemudian dek sering terjadi perkelahian antar preman ataupun nanti antara pedagang dengan pedagang terjadi laga mulut ataupun saling maki-memaki…….”

Ibu Rosdiana sudah mengetahui bahwa keadaan jalan rupat sambu rawan namun ia mengaku tetap berjualan demi mencari nafkah untuk hidup walaupun sudah mengetahui keadaan lingkungan sosial sambu yang seperti itu, ibu ini mengatakan bahwa tetap nyaman saja karena dari tempat seperti itulah ia dapat mencari nafkah, ibu ini mengakui tetap membawa ke sambu karena ia mengaku bahwa tak ada yg menjaga anaknya dirumah dan anaknya masih mau ikut ibunya, lebih lanjut Ibu tersebut mengatakan bahwa

“….saya mengetahui bahwa pengaruh dari lingkungan sambu dapat mempengaruhi tingkah laku anak saya nantinya namun saya tidak takut membawa dia ke sambu karena selagi kita masih bisa memberi pengarahan yang baik mana yang salah mana yang baik, dengan cara misalnya ada pemuda yang cakap kotor ya ibu bilang kepada anak bahwa hal tersebut tidak baik, kalau sampai dia berbicara kotor ya saya beri hukuman dalam bentuk pukulan, cubitan atupun nasihat kepada anak dan usahain dia kita larang dan jangan berbaur dengan para pemuda setempat tersebut dan melarang supaya tidak mengulangi perilaku sepeti itu…..”.


(41)

Ibu Rosdiana mengatakan cara mengawasi anaknya ditengah kesibukan berjualan adalah memberi pengertian untuk anak agar mau membantu menjaga kios dan membantu berjualan, dia mengatakan walaupun memang dia masih anak balita yang masih mau bermain, ibu tersebut melakukan dengan cara mengatakan bahwa dirinya nanti akan capek jika tidak dibantu, ia mengatakan strategi tersebut biasanya berhasil dan anaknya tersebut dapat tinggal di kios dan dapat dikontrol dengan baik, Namun diakui strategi tersebut tidak selamnya berhasil dilakukan.

Ibu ini mengatakan bahwa ia pernah lihat anaknya dimasukkan ke goni oleh pemuda setempat dan akhirnya dia melawan dengan cakap kotor, saya tahu sebenarnya pemuda tersebut ingin bermain dengan anak saya namun saya tetap kuatir jika nanti anak saya menjadi takut ataupun kesakitan, sebenarnya saya kesal kepada pemuda itu, kekesalan Ibu tersebut tampak dengan hasil wawancara dibawah ini

“...ya saya tau saya mencari duit tapi jangan sampai mengorbankan anak, kadang cara saya adalah dengan mengatakan kepada anak saya supaya tidak berbaur dengan pemuda setempat disitu dan saya juga memarahi pada pemuda setempat misalnya dengan ngomongnya tidak terlalu menyakiti hati mereka dengan contohnya tolongalah jangan kek gitu karena dia masih kecil, yah di hari-hari berikut mereka memang mengurangi perlakuan mereka, pokoknya saya menekankan bahwa saya kesini untuk mencari uang dan tetap menekankan bahwa saya juga harus menjaga anak saya, jangan gara-gara mencari uang anak saya menjadi korban…”

Untuk urusan pendidikan dan pola pengasuhan anaknya Ibu ini menyatakan pernah mengantar anak ke sekolah namun hanya pertama kali sekolah dan untuk seterusnya jarang, kalaupun pergi ke sekolah hanya untuk mengambil raport dan acara-acara lainnya, ibu ini mengakui tetap menyempatkan ikut walaupun dengan kondisi waktu yang sibuk tetap menyempatkan karena anaknya yang paling besar


(42)

mau menggantikan saya untuk berjualan sebentar, Ia mengakui jika anak berprestasi maka ia akan memberikan hadiah seperti membelikan mainan ataupun membelikan jajan kesukaannya, dan jika anaknya berbuat nakal ataupun mendapatkan hasil buruk dalam pendidikan saya akan menasehati dan memarahi, di rumah biasanya saya membantu dia mengerjakan PR, kalau dia bertanya saya akan membantu yang saya bisa dan jika dia tidak bertanya maka saya akan wajib memeriksa walaupun dengan kondisi yang capek, karena bagi saya pendidikan sangat penting dan hasilnya saya mendapatkan bahwa semua anak - anak saya berprestasi karena mereka menghargai jerih payah saya untuk mencari uang.

Ibu ini menyatakan bahwa dalam keluarganya perlu untuk makan malam bersama karena dengan makan malam bersama perbincangan bersama mereka satu keluarga dapat saling bertukar pikiran dan anak – anak pun dapat dikontrol dengan baik, untuk menghadapi sifat anak yang dibawa ke sambu dalam meminta jajanan dengan merajuk ditengah sedang ada pelanggan maka ibu tersebut akan memarahin dan mencubit dan biasanya anaknya langsung masuk ke kios dan diam, setelah keadaan tidak ramai maka ibu tersebut akan menjumpai anaknya dan menanyakan apa yang diinginkan anaknya tersebut sambil memberi nasehat bahwa jika pembeli sedang ramai jangan diganggu, jadi dengan hukuman dicampur perhatian supaya anaknya mengerti bahwa ibunya sedang bekerja, cara ibu menolak kecuali dengan pukulan adalah mengatakan bahwa jajanan yang mau dibelinya tidak enak, tapi kalau sudah memaksa saya akan berikan selama untuk kesehatan, Ibu ini mengakui bahwa penanaman nilai seperti nilai kesopanan, religius dan lain – lain sangatlah penting


(43)

dan ibu ini melakukannya dengan cara sebelum makan harus berdoa dahulu, jika hari minggu anak disuruh mengikuti ibadat anak-anak di gereja.

Menurut ibu tersebut dia termasuk sukses dalam melindungi anaknya di tengah kondisi lingkungan sambu yang terkenal memilki kontrol sosial yang kurang tersebut hal ini ditunjukkan dengan patuhnya anak – anaknya terhadap orangtua dan mau belajar rajin tandasnya.

2. Ibu Maya

Ibu yang berumur 33 tahun ini bekerja sebagai pedagang pakaian bekas yang berjualan sambil menjaga anaknya yang baru berumur 3,5 tahun, pendidikan terakhir yang dikecap oleh ibu ini adalah kelas 3 SMP dan sudah berjualan di kawasan ini selama kurang lebih 5 tahun, ibu yang khusus menjual pakaian bekas anak ini memilki 4 orang anak masing - masing terdiri dari kelas 5 SD, kelas 3 SD, dan 2 orang belum sekolah yakni umur 5 tahun dan 3,5 tahun. Rizal yang berumur 3,5 tahun merupakan anak yang dibawa sambil berjualan ke kawasan jalan rupat sambu kota medan, Ibu ini mengaku penghasilan yang diperoleh dalam sebulan sebesar Rp.3.000.000,- dan dinyatakan cukuplah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ia mengaku berjualan demi membantu perekonomian keluarga dan membantu suami yang berjualan juga.

Ibu Maya mengakui tidak merasa khawatir jika anaknya besar nanti akan berperilaku kurang baik karena dibesarkan di sambu karena ia mengatakan bahwa anak - anaknya selalu diberi perhatian dan selalu dinasehati dengan baik, namun dalam pemberian nasehat dan perhatian ibu Maya mengaku harus lebih ekstra memberikannya, hal ini diakibatkan karena ibu Maya mengetahui bahwa sambu


(44)

adalah Sarang Manusia Buas tandasnya, Ia mengaku bahwa begitu kerasnya dan sangat mengerikan kalau kita tidak terbiasa hidup di Sambu karena begitu banyak pencopetan, perkelahian antar preman maupun perkelahian antara preman dengan penjual dan antara penjual dengan penjual bahkan ada juga terjadi kasus pembunuhan, maka dengan hal tersebut ia mengaku harus selalu memperhatikan gerak - gerik anaknya jika sedang tidak bersamanya di kios, misalnya seperti bermain-main di jalan rupat sambu bersama teman-temanya yang lain yang dibawa oleh orangtua mereka berjualan.

Ibu Maya mengatakan walaupun sudah mengetahui bahwa lingkungan Sambu sangat keras namun ia tetap membawa anaknya ke sambu diakibatkan karena anak anaknya yang lain masih kecil sehingga anak yang paling kecil dibawa bersama dirinya ke sambu dan ketiga anaknya yang lain dijaga oleh neneknya dirumah. Ibu Maya mengatakan tidak merasa beban yang berat jika harus bekerja sambil menjaga anaknya karena ia mengakui bahwa sudah terbiasa hidup keras sejak kecil, sehingga untuk mengurus anak sambil berjualan adalah hal yang biasa bagi dia, seperi penuturannya dibawah ini:

“…kalau beban ya enggak lah dek karena udah terbiasa sejak kecil hidup keras, apalagi dalam hal menjaga anak tentu hal tersebut yang paling diutamakan karena bagi orang batak ada semboyan yaitu anakoki do hamoraon dia au (anakku adalah kekayaanku)…”

Dalam mendidik anak-anaknya ibu ini tegas pada anaknya jika berbuat nakal maka ia akan ditegor dan dicubit dan bila berprestasi diberikan hadiah seperti jajan ataupun membelikan permaianan anak. strategi khusus yang dilakukan untuk melindungi anaknya yang dibawa ke sambu adalah Ibu dan Suaminya secara


(45)

bergantian melakukan pengawasan kepada anak sehingga anak sangatlah terawasi dengan baik. Ia mengaku selain menyekolahkan anak-anaknya ia juga memberikan les tambahan pada anaknya yang sudah sekolah ini dilakukan agar anak-anaknya dapat menjadi pintar dan besarnya nanti bisa menjadi orang berhasil tutur Ibu Maya, selain itu ibu Maya juga membantu mengajari sebisanya mata pelajaran yang bisa diajarkan jika anaknya mempunyai pekerjaan rumah

Ibu Maya mengatakan bahwa anak-anaknya selalu dinasehati dan diberi penanaman nilai maupun norma yang baik agar anak dapat menjadi anak yang baik misalnya seperti melarang mengucapkan kata-kata kotor, kemudian mengatakan untuk menghormati orang yang lebih tua terkhusus orangtuanya sendiri, kemudian dalam penanaman nilai – nilai religius ibu Maya mengajarkan anaknya untuk berdoa sebelum maupun sesudah bangun tidur dan menyuruh anknya untuk sekolah minggu di hari minggu, hal ini dikatakan ibu Maya bahwa sangatlah perlu agar anak- anak ingat akan Tuhan karena kalau ingat Tuhan akan mendapatkan berkat yang melimpah. Ibu Maya mengatakan jika anaknya merajuk untuk meminta suatu hal maka ibu Maya biasanya memberi nasehat misalnya seperti mengatakan bahwa barang yang mau dibeli itu tidak baik ataupun tidak enak, namun diakuinya jikalau sudah meminta terus menerus maka ibu akan memberikannya selama tidak menggangu kesehatan anak, menurutnya ia dapat melindungi anaknya dengan sukses karena ia mengatakan biasanya anaknya selalu mau menuruti semua perkataan Ibunya.


(46)

3. Ibu Romauli

Ibu yang berumur 45 tahun ini bekerja sebagai pedagang pakaian bekas yang berjualan sambil menjaga anaknya yang baru berumur 5 tahun, Ibu Romauli mengecap pendidikan terakhir adalah kelas 6 SD dan sudah berjualan di kawasan ini selama kurang lebih 7 tahun, ibu yang khusus menjual gorden bekas ini memiliki 3 orang anak masing-masing terdiri kelas 1 SMP, kelas 4 SD dan seorang belum sekolah yakni umur 5 tahun yang bernama Citra yang merupakan anak yang dibawanya sambil berjualan ke kawasan jalan rupat.

Ibu Romauli menyatakan bekerja sebagai pedagang pakaian bekas hanya untuk mengisi waktu luang dan untuk menambah perekonomian keluarga dengan penghasilan yang diperoleh dalam sebulan kira-kira sebesar Rp.2.500.000,- dan dinyatakan lumayan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal itu dijelaskan dalam wawancara sebagai berikut:

“… kalau saya dek, jualan disini biar gak bosan aja di rumah, karena Suami ibu kerja di PT.Coca-Colanya sebagai kepala kemanan dan udah lumayan gajinya, jadinya kerja disini hitung-hitung supaya gak bosan di rumah trus supaya gerak badan ini…..”

Ibu Romauli bekerja dari pukul 12.00 sampai pukul 05.30 sore, hal itu dikatakan karena ia juga harus membereskan rumah dahulu sebelum pergi dan dia harus cepat sampai di rumah sebelum suaminya pulang, dalam urusan mendidik anak – anaknya ibu ini termasuk ibu yang tidak suka memukul namun ia mengatakan lebih banyak menasehati daripada memukul anak - anaknya, karena bagi dia memukul akan memberikan dampak yang tidak baik bagi anaknya tersebut, ibu ini mengatakan bahwa sambu adalah lingkungan yang tidak terlalu keras seperti yang banyak


(47)

dikatakan oleh orang-orang karena menurut dia sambu adalah lingkungan yang nyaman karena dapat memberikan penghasilan tambahan bagi keluarganya, namun untuk perkembangan anak memang diakuinya lingkungan Sambu ini memang sangat tidak baik untuk anaknya, maka jika anaknya nanti sudah sekolah kelas 1 SD anaknya tidak akan dibawanya lagi ke sambu agar perkembangan anaknya bisa menjadi bagus. Strategi yang biasa dilakukan oleh ibu Romauli untuk memberikan perlindungan kepada anaknya yang dibawa ke lingkungan sambu adalah selalu memberikan nasehat dan melarang anaknya untuk bermain keluar kios agar anaknya tetap terkontrol dengan baik dan ibu Romauli biasanya sudah membelikan jajanan yang lumayan banyak untuk anaknya tersebut agar anaknya tetap berada di kios bersamanya, kemudian ibu Romauli mengatakan bahwa jika anaknya tersebut tidak mau mematuhi apa yang diakatakannya maka untuk besok - besok anaknya tidak akan dibawa lagi ke sambu dan ditinggalkan di rumah, Ia mengajui biasanya strategi ini berhasil , Ibu Romauli mengaku tetap membawa anaknya adalah karena anaknya selalu meminta untuk ikut dengannya, apalagi karena ibu Romauli mengaku bahwa pekerjaanya tidak terlalu memberatkan maka anaknya dibawa lokasi berjualan.

Dalam Urusan pendidikan biasanya dilakukan oleh Suaminya karena untuk masalah belajar ia mengakui tidak bisa seperti hasil wawancara di bawah ini:

“… kalau untuk PR ataupun tugas sekolahnya dek saya gak tau karena biasanya Bapaknya yang membantu mengerjakan tugas anak -anak yang sudah sekolah dan untuk si kecil ini ya saya ajari berhitung 1-10 ataupun membaca sedikit-sedikit tapi memang bapaknyalah dek yang paling banyak mengajari, kalau saya hanya menanykan apakah ada PR dan kalau ada tanya sama bapak kalian saya katakan kepada anak-anak saya dek, karena pendidikan sangat penting bagi saya, karena untuk itulah saya mau kerja kek gini…”


(48)

Hal itu dilakukan agar anak-anaknya nanti bisa lebih hebat daripada orangtuanya, dalam menanamkan nilai, maupun norma biasanya Ibu ini selalu memberikan nasehat ataupun peringatan kepada anaknya agar taat beribadat ataupun selalu menghormati orang yang lebih tua ataupun jangan sampai berbicara kotor, jangan berkelahi, dan semua itu dilakukan dengan cara mengatakan kepada anak-anaknya sepert ini:

“… kasihanlah kalian nengok mamak dan bapak yang capek bekerja ya anak-anak ku….”

Dan semua penanaman nilai-nilai itu diberikan kepada anaknya ketika sarapan pagi bersama sebelum semuanya pergi sekolah dan sebelum suaminya bekerja, karena menurutnya nasehat sangatlah penting bagi anak – anak sekarang yang sudah banyak mengenal alat - alat canggih seperti handphone ataupun internet. Ibu Romauli mengatakan bahwa ia sukses dalam melindungi anaknya yang dibawa ke Sambu karena anaknya selalu patuh kepada ibunya dan bapaknya.

4. Ibu Lenta

Ibu Lenta berumur 35 tahun, bekerja sebagai pedagang pakaian bekas yang berjualan sambil menjaga anaknya yang berumur 3 tahun, pendidikan terakhir yang dikecap oleh ibu ini adalah kelas 3 SMA dan sudah berjualan di kawasan ini selama kurang lebih 6 tahun, ibu yang khusus menjual celana dalam bekas ini memiliki 3 orang anak yaitu umur 10 tahun, 8 tahun dan 3 tahun dan Nazua adalah anak yang dibawanya sambil berjualan ke kawasan jalan rupat. Ibu Lenta mengaku penghasilan yang diperoleh dalam sebulan kira - kira Rp.3.000.000,- dan dinyatakan cukuplah


(49)

untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya, ia mengaku berjualan demi membantu perekonomian keluarga dan membantu suaminya yang bekerja sebagai tukang becak mesin.

Ibu Lenta bekerja dimulai pukul 09.00 pagi dan selesai pukul 06.00 sore, semui ini dilakukan agar dapat mendapatkan penghasilan yang lebih karena dengan jam buka yang lebih cepat mudah - mudahan mendapat rejeki yang lebih besar tandasnya, sepanjang ia berjualan disini ia menyadari bahwa lingkungan sambu merupakan lingkungan yang kurang baik untuk perkembangan anak karena banyak sekali terjadi tindak kejahatan ataupun nilai kesopanan sangat kurang di sambu ini tandasnya, ia tetap membawa anaknya Nazua karena memang tidak ada pilihan lain karena kedua anaknya yang lain masih kecil sehingga belum dapat menjaga adiknya yang dibawa ke sambu ini karena nanti kalau ditinggal malah semakin takut karena kedua kakaknya juga masih kecil-kecil.

Ibu Lenta mengakui tidak ada strategi khusus untuk melindungi anaknya di kawasan jalan rupat ini, terlebih karena memang anaknya yang pemalu sehingga biasanya anaknya tidak pernah jauh dari saya dan dia selalu “mengekor” kemana saya pergi tandasnya, namun permasalahannya adalah Ibu ini berkata anaknya pernah menanyakan apa artinya kata - kata yang sering diucapkan oleh pemuda setempat

yaitu kata - kata kotor , lalu Ibu berkata dengan terkejut kepada anaknya bahwa kata - kata itu adalah kata yang sangat tidak sopan, maka sejak saat itu ibu ini selalu

menasehati anaknya tersebut baik di Sambu maupun di rumah, Ibu ini selalu mengatakan bahwa perkataan – perkataan tersebut adalah dosa, dan sekalian Ibu


(50)

tersebut menanamkan nilai - nilai dan norma yang baik kepada anak misalnya bahwa kata orangtuanya dan lain sebagainya tandasnya.

Ia mengatakan bahwa jika anak - anaknya tidak menuruti perkataan orangtuanya maka Ibu tersebut akan memberikan hukuman yang diberikan adalah hukuman fisik seperi pukulan ataupun nasehat – nasehat agar tidak mengulanginya lagi, Ia mengatakan merasa memiliki beban yang berat jika harus bekerja sambil menjaga anaknya namun karena alasan ekonomi hal tersebut dilaksanakannya karena jika mengandalkan suami yang bekerja sebagai tukang becak maka tidak akan mungkin keluarganya dapat melanjutkan hidup, Ibu ini mengakui merasa khawatir jika anaknya besar nanti akan berperilaku kurang baik karena dibesarkan di sambu maka ia berniat setelah agak besar maka anaknya akan dititip di dekat rumah saja, sampai sejauh ini ibu Lenta merasa sukses dalam mendidik anak karena Ibu ini mengatakan bahwa pernah ia mendengar anaknya ketika bermain di rumah bersama teman-teman dan ketika bermain salah satu kawannya mengatakan kata - kata kotor dan ia mengatakan kepada kawannya bahwa itu adalah kata-kata yang pantang, ini menunjukkan bahwa anaknya mendengarkan apa yang dikatakan oleh ibunya tandasnya.

5. Ibu Eva

Ibu yang berumur 35 tahun ini bekerja sebagai pedagang yang menjual gaun perempuan dan telah berjualan di kawasan ini selama kurang lebih 15 tahun lamanya, pendidikan terakhir yang dikecap oleh Ibu ini adalah tingkat SMA, Ibu ini memiliki 3 orang anak dan satu diantaranya yang bernama Keke yang berumur 4,5 tahun dibawa


(51)

oleh ibu Eva ke jalan rupat. Jumlah pendapatan perbulan yang diperoleh dari berjualan pakaian bekas adalah sebesar Rp.1.200.000,00. penghasilan tersebut diakui adalah penghasilan bersih yang sudah dikurangi biaya makan, biaya ongkos, dan biaya - biaya kutipan di jalan rupat karena ibu ini mengakui banyak sekali uang kutipan.

Pekerjaan suami dari Ibu Eva adalah PNS dimana penghasilannya adalah sebesar Rp. 2.200.000,00 , usia anak – anak yg dimiliki oleh Ibu ini masing-masing adalah, 11 tahun, 9 tahun dan 4 tahun, Pendidikan yg dimiliki oleh anak – anaknya adalah SD dan SMA, ia mengatakan bahwa pendidikan bagi anak – anaknya sangatlah penting agar nantinya anak – anaknya tidak menjadi seperti Ibunya. Ibu ini menyatakan bekerja sebagai pedagang pakaian bekas adalah untuk mencari nafkah dan menambah penghasilan keluarga. Ibu Eva menyatakan bahwa lingkungan sambu seram jika kita merasa demikian namun jika kita merasa biasa saja maka akan merasa nyaman berada di sambu karena disinilah ia bisa melanjutkan hidup

Ibu Eva menyatakan bahwa tidak kuatir dengan perkembangan anak jika dibawa ke sambu karena anaknya selalau diberi nasehat dan diperhatikan, diakui Ibu Eva bahwa ketika berjualan anaknya Keke selalu bermain dengan teman temannya yang lain yang merupakan anak dari pedagang lain yang dibawa ke sambu, ia mengatakan bahwa ketika melayani para pembeli ibu ini juga selalu memperhatikan kemana gerak - gerik anaknya tersebut, namun tidak selamanya selalu dapat terkontrol maka sebelum pergi ke Sambu Ibu Eva mengatakan kepada anaknya agar tidak bermain jauh - jauh dan berteman hanya kepada anak –anak yang baik saja dan


(52)

usahakan jangan bermain dengan para pemuda setempat seperti hasil wawancara sebagai berikut:

“….nanti kalu udah sampek di tempat jualan mamak gak mau adek main-main sama abang-abang besar situ karena dia itu mau menculik anak, mau nanti keke dijual ke luar negeri makanya jangan ya anakku……”

Sikap yang biasa dilakukan oleh Ibu ini jika anaknya nakal adalah dengan menasehatinya karena jujur dikatakan Ibu ini jarang memukul anak-anaknya dan diberikan pengarahan agar tidak mengulanginya lagi, dan jika anak mendapatkan prestasi ataupun mau menuruti orangtuanya maka anak akan dipeluk, dicium dan diberikan jajan sesuai kesukaannya anaknya.

Untuk urusan pendidikan dan pola pengasuhan anaknya ibu ini menyatakan selalu mengantar anaknya sekolah karena sekolah anaknya lumayan dekat dengan rumahnya, bahkan pernah Ibu ini mengantar anaknya ke sekolah dengan menggendongnya, untuk urusan pendidikan diakui ibu ini bahwa semuanya biasa – biasa saja dan menyatakan hanya membantu sebisanya saja kalau ada tugas dari sekolah misalnya mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika dan walaupun tidak membantu saya selalu memeriksa nilai - nilai PR sekolahnya.

Ibu Eva menyatakan bahwa mereka selalu mengusahakan untuk makan malam bersama keluarga hal ini dilakukan agar mengetahui perkembangan anak-anaknya, Ibu ini selalu menasehati anak-anaknya terutama Keke yang dibawa ke Sambu agar ketika ibunya berjualan anaknya jangan mengganggu ataupun sampai merengek karena ibu ini memberi pengertian kepada anak bahwa pekerjaan menjual pakaian bekas adalah pekerjaan yang berat dan menguras tenaga sehingga kalau nanti merajuk


(53)

maka ibu akan sakit. Ibu ini juga selalu menyakan cita-cita anaknya karena dengan menyakan cita-cita anaknya tersebut Ibu ini dapat mengetahui apa yang diinginkan anaknya, Ibu ini mengatakan bahwa penanaman nilai - nilai agama dan norma kesopanan sangat penting agar anak - anaknya berkembang menjadi pribadi yang baik dan taat kepada agama, dan menurut ibu Eva menyatakan bahwa lumayan sukses dalam melindungi anaknya yang dibawa ke sambu karena anaknya Keke selalu patuh terhadap perintah orangtuanya.

6. Ibu Tiur

Ibu yang berumur 36 tahun ini bekerja sebagai pedagang yang menjual celana jeans bekas di jalan rupat dan telah berjualan di kawasan ini selama kurang lebih 3 tahun lamanya, pendidikan terakhir yang dikecap oleh ibu ini adalah tingkat SMP, Ibu ini memiliki 2 orang anak dan kedua anaknya yang berumur 5 tahun dan 2,5 tahun dimana kedua anaknya tersebut dibawa berjualan ke kawasan jalan rupat sambu. Ibu Tiur mengatakan bahwa jumlah pendapatan yang diterimanya adalah sekitar Rp.3.000.000,00 perbulan dan mengaku berjualan di jalan rupat untuk mencari nafkah karena pekerjaan suaminya hanyalah sebagai tukang bangunan yang tidak memiliki penghasilan tetap. Ibu ini bekerja mulai dari pukul 11.00 pagi sampai pukul 06.00 sore dan biasanya tidak bekerja pada hari minggu.

Ibu Tiur mengakui bahwa lingkungan sambu adalah lingkungan yang tidak baik bagi anak – anak umur dibawah lima tahun karena memiliki lingkungan sosial yang buruk, hal itu dikatakannya sambil memberi contoh bahwa di sambu banyak terjadi jenis – jenis penyimpangan sosial seperti perkelahian antara preman ataupun


(54)

perkelahian antara preman dengan pedagang, diakui ibu ini bahwa jika para pedagang tidak menyetor uang kutipan dan lain sebagainya maka akan terjadi perkelahian antara preman dengan pedagang yang tidak membayar, kemudian penyimpangan yang paling dapat mempengaruhi perilaku anak adalah banyaknya penyimpangan sosial seperti seringnya pengucapan kata - kata kotor yang bebas terucap, walaupun sudah mengetahui bahwa lingkungan sambu sangat keras namun ia tetap membawa anaknya ke sambu diakibatkan karena anak - anaknya masih sangat kecil dan kalau ditinggal di rumah tidak akan ada yang menjaga, hal itu membuat ibu Tiur lebih takut jika nanti ada masalah di rumah dan ibu Tiur tidak dapat mengontrol dengan baik, jadi lebih baik dibawa ke sambu karena dapat langsung dikontrol tandasnya. Ibu ini mengatakan tidak merasa memilki beban yang berat jika harus bekerja sambil menjaga anaknya karena untuk anak Ibu ini rela melakukan apapun agar anak-anaknya bahagia dan besarnya nanti dapat menjadi orang ataupun menjadi manusia yang berguna tandasnya.

Dalam melakukan fungsi perlindungan terhadap anaknya Ibu ini mengatakan tidak ada strategi khusus, namun Ibu ini mengakui bahwa ada perbedaan jika mengasuh di lingkungan rumah biasa dan lingkungan seperti sambu, biasanya dalam melakukan pengawasan terhadap anak – anaknya, sebelum pergi ke sambu ibu Tiur selalu mengatakan seperti ini pada anaknya

“… nanti kalau udah sampe kita di sambu mamak gak mau kalian berdua bandal-bandal, kau abang jaga adekmu usahakan jangan diganggu mamaknya jualan supaya dapat banyak uang kita untuk sekolah kalian, mau sekolah kalian kan?...”


(55)

Dengan berkata begitu kepada kedua anaknya diakui sangat berpengaruh kepada tingkah laku mereka jikalau berada di sambu, dan biasanya memang anak - anaknya diakui patuh walapuun lebih banyak bermain dengan teman – temannya yang berada di sambu yang dibawa juga oleh orangtua mereka masing - masing ataupun bermain dengan para pemuda setempat. Jika anaknya tidak dapat terawasi lagi biasanya ibu ini meminta tolong kepada para pedagang pakaian bekas lain untuk memperhatikan anak - anaknya jika berada dekat dengan kios mereka, dan biasanya karena semua orang batak disini tuturnya semua memperhatikan anak - anak saya dan ada juga beberapa pedagang yang sangat dekat dengan anak saya, kadang mereka saya suruh bermain saja ke tempat pedagang tersebut kalau saya sedang sibuk.

Dalam mendidik anak - anaknya ibu ini sangat tegas pada anaknya jika berbuat nakal maka biasanya anak – anaknya tersebut akan dimarahin dan dicubit, namun jika berbuat baik biasanya anak - anaknya akan dibelikan jajan kesukaan mereka agar nantinya dengan diberikan hadiah anak - anak akan selalu berbuat baik.

Dalam bidang pendidikan, kedua anaknya belum bersekolah pada umumnya anak - anaknya hanya diajari berhitung maupun membaca agar nanti disekolah ia bisa mengikuti dengan baik, karena ibu itu mengatakan bahwa pendidikan sangatlah penting agar nantinya bisa menjadi polisi atau mendapat pekerjaan yang baik dan tidak seperti ibunya, selain itu ibu Tiur juga selalu menanamkan hal - hal yang positif kepada anaknya yaitu berupa nasehat sambil bercerita seperti ini pada anaknya

“…inilah nak kalau jadi pedagang di sambu itu capek, makanya kalau dulu mamak sekolah bagus pasti udah jadi presiden mamak, makanya nanti harus sekolah yang baik dan hormat pada orangtua


(56)

ya, udah gitu jangan cakap-cakap kotor karena itu dosa ya anakku…”

Pada hari minggu ibu Tiur juga selalu mengantar kedua anaknya untuk sekolah minggu yaitu ibadat untuk anak - anak hal ini dilakukannya agar anak - anaknya ingat Tuhan. Sampai saat ini ibu Tiur mengatakan bahwa ia telah sukses untuk menjaga dan melindungi anaknya yang dibawa ke sambu untuk berjualan.

7.Ibu Rosmeri

Ibu yang berumur 40 tahun ini adalah penjual pakaian bekas yang menjual jaket training dan sudah berjualan di kawasan jalan rupat sambu selama kurang lebih 10 tahun, jumlah pendapatan kotor perhari adalah sebesar Rp.300.000,00, pekerjaan suami adalah PNS dengan jumlah pendapatan Rp.2.000.000,00, ibu Rosmeri memiliki 4 orang anak dengan usia masing - masing adalah 17 tahun,13 tahun ,8 tahun dan 3,5 tahun dengan tingkat pendidikan anak - anaknya adalah SMA, SMP, SD, dan anaknya Maria adalah anak yang dibawa oleh Ibu ini untuk berjualan ke jalan rupat, alasan bekerja di kawasan sambu adalah untuk mencari nafkah dan mencari penghasilan tambahan, ibu Rosmeri bekerja mulai dari jam 11.00 pagi sampai jam 6.00 sore.

Ibu Rosmeri mengakui bahwa kawasan sambu adalah lingkungan yang keras yang dibuktikan dengan banyaknya jumlah preman yang berkeliaran di sambu namun Ibu tersebut mengatakan jika sudah biasa berkecimpung dan hidup di kawasan sambu maka lingkungan sambu yang keras tersebut akan menjadi lingkungan yang biasa saja bahkan dapat menjadi lahan emas untuk mencari nafkah tutur ibu Rosmeri, ia


(57)

mengakui bahwa preman - preman tersebut setiap hari mengutip uang keamanan, mencopet, dan berkonflik dengan pedagang. Kemudian pembeli dengan pedagang juga dapat terjadi konflik jikalau barang dagangan yang sudah ditawar tidak jadi dibeli maka bisa terjadi jambak - jambakan antara penjual dan pembeli namun seperti itulah kerasnya hidup di sambu ini tuturnya, maka sambu ini katanya terkenal dengan sebutan sarang manusia buas, lebih lanjut ibu Rosmeri memberikan keterangan sebagai berikut :

“…para preman disini dek semua mengolah lahan sampai-sampai mereka terlibat perkelahian, bahkan pembunuhan akibat perebutan lahan, kemudian yang paling sering terjadi adalah antara penjual dengan para preman dikupiti oleh preman walaupun barang dagangan gak laku mereka tetap meminta uang kutipan, kalau tidak kita bayar dek maka kotoran manusia akan banyak di lapak tempat kami jualan selain itu barang dagangan kita juga nanti dicuri dan dikerjai oleh para preman….”

Ibu ini mengatakan setelah setelah diangkatnya SBY maka terjadi beberapa perubahan dimana preman - preman sudah mulai terdidik yang artinya mereka tidak lagi ganas seperti dulu namun sudah mulai berkurang intensitasnya, menurut ibu ini hal tersebut terjadi karena ada pemberantasan preman oleh Polisi, Ibu Rosmeri mengatakan walaupun sudah mengetahui keadaan sambu yang seperti itu tetap membawa anak ke sambu karena beberapa faktor seperti yang diucapkan oleh ibu ini:

“…daripada anak gak ada yang menjaga di rumah lebih baik dia diajak ke sambu, karena gak ada uang membayar pembantu dan nanti takutnya dia gak ada yang mengatur makanannya ataupun nanti masuk ke kamar mandi entah kenapa-napa pula nantinya lebih baiklah dia dibawa ikut sama saya, karena abang ataupun kakaknya les diluar …”


(58)

Ibu Rosmeri mengatakan jika anak melakukan kenakalan seperti cakap kotor akibat pengaruh di sambu maka mulut anaknya akan ditampar ataupun dicubit badannya itulah hukuman yang diberikan oleh ibu ini terhadap anaknya, Ibu ini mengakui bahwa tidak ada strategi khusus selain hukuman untuk menjaga anaknya di sambu hanya saja biasanya Ibu ini menggunakan hukuman yang lebih keras jika anaknya melakukan kesalahan.

Ibu ini mengatakan bahwa jika anaknya tetap berbuat nakal maka ia berkata sepeti ini

“…besar besarlah disitu dek, yang penting dibiayai uang sekolahnya, kalau dia bekerja keras ada yang berhasil tergantung kepada anaknya, orangtua hanya membutuhi biaya sekolahnya, biasanya yang bekerja keras banyak yang berhasil….”

Ibu ini mengatakan bahwa ada pengaruh sambu terhadap perkembangan anak yaitu anaknya suka jajan aja kerjanya kemudian tidak mau belajar, anaknya hanya mau uang untuk jajan, kemudian pada umumnya dia nakal misalnya suka memukuli kawannya, suka berantam sikit - sikit berantam tutur ibu Rosmeri, biasanya dalam menyikapi hal tersebut saya sangat marah dan berkata ya udah kalau dia memang tidak mau diatur terserah dia saja, kalau anaknya mau untuk dinasehatin ya bagus tetapi kalau tidak ya sudah tutur Ibu ini.

Dalam berjualan selama 1 harian ia mengakui bahwa anaknya pergi – pergi bermain dengan kawannya yang dibawa oleh ibu lain, kemudian dalam bermain tersebut jika dia berantam maka ia akan kembali ke kios, lalu minta jajan seperti itulah kerjanya setiap hari tutur ibu Rosmery, biasanya sikap yang diambil jika bermain dengan para pemuda setempat adalah kadang dibiarkan, dan kadang dilarang


(59)

sejauh tidak membuat nangis ya dibiarkan kata Ibu Rosmeri, Ibu Rosmeri menyatakan bahwa ada beban berat dalam berjualan sambil menjaga anak namun karena mencari nafkah ya tetap dikerjakan, kemudian dalam sehari Ibu Rosmeri mengusahakan agar makan malam yang fungsinya menanamkan nilai - nilai religious maupun nilai dan norma yang lain kepada anak serta dapat mengontrol semua kelakuan dan aktifitas anak.

8. Ibu Mesti

Ibu yang berumur 30 tahun ini bekerja sebagai pedagang yang menjual jas dan celana sopan di jalan rupat dan telah berjualan di kawasan ini selama kurang lebih 10 tahun lamanya, pendidikan terakhir yang dikecap oleh ibu ini adalah tingkat SD, Ibu ini memiliki 2 orang anak dimana kedua anaknya berumur 9 tahun dan 5 tahun, dan Riko merupakan anak yang dibawa oleh ibu ini untuk berjualan ke jalan rupat. Ibu Mesti mengatakan bahwa jumlah pendapatan yang diterimanya setiap bulan adalah rata - rata sekitar Rp.2.500.000,00. Ibu ini berjualan di jalan rupat untuk mencari nafkah karena pekerjaan suaminya adalah sebagai tukang becak.

Dalam penjelasannya mengenai keadaan lingkungan sambu ibu Mesti mengakui bahwa lingkungan sambu adalah lingkungan yang yang biasa - biasa saja dan menyatakan bahwa tidak akan membawa pengaruh yang menghawatirkan kepada anaknya, hal tersebut dikatakannya dalam hasil wawancara sebagai berikut:

“… kalau menurut nantulang, sambu ini biasa-biasa ajanya karena ya memang seperti inilah keadaan pajak, banyak segala macam, kalau untuk anak nantulang ya gak apa-apanya itu, gampangnya itu yang penting selalu dijaga bagus…”


(1)

………. 19. Apakah Ibu nyaman dengan keadaan lingkungan Sambu tersebut?

………. 20. Sejauh Pengetahuan Ibu apakah ada bentuk kekerasan terhadap anak yang

terjadi di Jalan Rupat Sambu Kota medan?

………. 21. Jika ada bagaimana sikap ibu dalam menghadapi hal tersebut?

……….

IV. Karakteristik Pola Asuh Yang Dilakukan Oleh Ibu

22. Dari semua anak Ibu, usia berapa saja anak anak yang Ibu miliki?

………. 23. Tingkat Pendidikan yang anak – anak Ibu miliki?

………. 24. Menurut Ibu Sejauh mana Pendidikan mempengaruhi keberhasilan anak Ibu?

………. 25. Apakah Ibu pernah mengantar anak Ibu ke sekolah?

………. 26. Jika pernah ke sekolah urusan apa saja yang ibu dilakukan?

………. 27. Bagaimana sikap Ibu jika anak membuat prestasi?

………. 28. Bagaimana sikap ibu jika anak berbuat kenakalan?


(2)

………. 29. Pernahkah ibu membantu anak mengerjakan tugas sekolah?

………. 30. Pernahkah Ibu menanyakan cita – cita anak?

………. 31. Apakah Ibu menanamkan nilai dan norma yang baik kepada anak, bagaimana

caranya dan contohnya?

………. 32. Bagaiamana cara Ibu melakuakan fungsi perlindungan anak di kawasan

Sambu?

………. 33. Apakah Ibu dan keluarga sarapan dan makan malam selalu duduk bersama?

………. 34. Bagaimana cara Ibu memperlakukan anak jika anak meminta sesuatu dengan

merajuk?

………. 35. Bagaimana cara ibu menolak segala permintaan anak?

………. 36. Bagaiamana cara Ibu memberikan penanaman nilai religius terhadap anak?

………. 37. Apakah strategi Ibu jika dalam mengasuh anak di dalam linkgungan seperti di


(3)

38. Ada tidak perbedaan Pola pengasuhan anak yang Ibu rasakan antara mengasuh anak di Jalan Rupat Sambu Kota Medan dengan di Rumah?

………. 39. Menurut Ibu sukses tidak Ibu dalam memproteksi anak di Jalan Rupat Sambu

Kota Medan?

………... 40. Jika sukses bagaimana dan jika tidak mengapa?

……….

Guide Interview Untuk Penjual Pakaian Bekas Lain Yang Berjualan Di Jalan Rupat sambu Kota Medan

1. Nama :

2. Umur :

3. Pendidikan terakhir :

4. Lama Berjualan di kawasan jalan rupat sambu kota medan :

5. Apakah anda sering berkomunikasi dengan ibu pedagang yang sambil menjaga anak tersebut?

………. 6. Apakah Anda mengenal anak yang dibawa oleh Ibunya berjualan tersebut?


(4)

7. Apakah anda pernah bermain maupun berbicara dengan anak yang dibanwa tersebut?

8. Jika Pernah bagaimana pendapat anda mengenai kelakuan anak tersebut? ………. 9. Bagaiaman menurut anda dengan cara ibu tersebut mengasuh anaknya?

………. 10. Apakah anda setuju jika anak dibawah lima tahun sudah diajak ke jalan rupat

sambu kota medan (jika setuju alasannya apa)?

……… 11. jika tidak sebutkan alasannya mengapa?

……… 12. Bagaiamana menurut anda mengenai sikap dan kelakuan orangtua anak

tersebut?

………. 13. Apakah anak tersebut patuh terhadap orangtuanya?

………. 14. Apakah Anda pernah diminta tolong oleh Ibunya untuk turut memperhatikan

gerak – gerik anak jika bermain dekat dengan kios dagangan anda?

………. 15. Bagaiamana sikap anak tersebut dalam bermain dengan teman – teman

sebayanya di Jalan Rupat Sambu Kota Medan?


(5)

Guide Interview Untuk Pelanggan

1. Nama :

2. Umur :

3. Pendidikan terakhir :

4. Seberapa sering anda berbelanja di Jalan Rupat Sambu Kota Medan?

………. 5. Sudah berapa lama anda berlangganan dengan pedagang tersebut?

………. 6. Apakah anda mengetahui bagaimana Langganan anda mengasuh anaknya?

………. 7. Di daerah mana anda berjualan pakaian bekas?

………. 8. Apakah anda kenal dengan anak yang dibawa oleh Langganan anda?

………. 9. Bagaiaman cara Ibu yang membawa anaknya tersebut berinteraksi dengan

langganan dan anaknya?

………. 10. Menurut anda apakah Ibunya tersebut memperhatikan keadaan anaknya di

Lingkungan Jalan Rupat Sambu Kota Medan?


(6)

11. Bagaimana pendapat anda jika melihat kelakuan anak langganan anda yang dibawa ke Jalan Rupat Sambu Kota Medan?

………. 12. Bagaiaman Pendapat anda melihat cara pengasuhan yang dilakukan oleh

Langganan anda terhadap anaknya?

………. 13. Apakah anda setuju jika anak dibawah lima tahun sudah diajak ke Jalan Rupat

Sambu Kota Medan?

………. 14. Jika setuju alasannya apa?

………. 15. Jika tidak sebutkan alasnnya mengapa?