Manfaat Penelitian Defenisi Konsep

1.2.Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaiamanakah Pola Pengasuhan Anak Di Kalangan Ibu Penjual Pakaian Bekas Di Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan? 2. Bagaimana Fungsi Perlindungan Yang Dilakukan Oleh Ibu Penjual Pakaian Bekas Jalan Rupat Sambu Kota Medan? 1.3.Tujuan Penelitian Adapun Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Untuk Mengetahui Bagaiamanakah Pola Pengasuhan Anak Di Kalangan Ibu Penjual Pakaian Bekas Di Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan 2. Untuk Mengetahui Bagaimana Fungsi Perlindungan Yang Dilakukan Oleh Ibu Penjual Pakaian Bekas Jalan Rupat Sambu Kota Medan

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah: 1.4.1. Manfaat Teoritis Adapun Manfaat teorotis penelitian ini adalah: 1. Hasil Penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memperoleh pemahaman yang baik mengenai pola pengasuhan anak oleh perempuanIbu penjual pakaian bekas. Universitas Sumatera Utara 2. Hasil Penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan rujukan untuk penelitian-penelitian berikut yang sejenis. 1.4.2. Manfaat Praktis Adapun Manfaat praktis penelitian ini adalah: 1. Hasil Penelitian yang diperoleh diharapkan memberi pandangan mengenai pola pengasuhan anak dan pemenuhan sosialisasi yang diberikan kepada anak oleh PerempuanIbu Penjual Pakaian Bekas yang berjualan di Kawasan Jalan Rupat Sambu Kota Medan. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Teori Peran Role Theory Walau Park menjelaskan dampak masyarakat atas perilaku kita dalam hubungannya dengan peran, namun jauh sebelumnya Robert Linton 1936, seorang antropolog, telah mengembangkan Teori Peran. Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah seorang dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter maka dia harus mengobati pasien yang datang kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran sosial Kemudian, sosiolog yang bernama Glen Elder 1975 membantu memperluas penggunaan teori peran. Pendekatannya yang dinamakan “life-course” memaknakan bahwa setiap masyarakat mempunyai harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori- kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Contohnya, sebagian besar warga Amerika Serikat akan menjadi murid sekolah ketika berusia empat atau lima tahun, menjadi peserta pemilu pada usia delapan belas tahun, bekerja pada usia tujuh Universitas Sumatera Utara belah tahun, mempunyai istrisuami pada usia dua puluh tujuh, pensiun pada usia enam puluh tahun. Di Indonesia berbeda. Usia sekolah dimulai sejak tujuh tahun, punya pasangan hidup sudah bisa usia tujuh belas tahun, pensiun usia lima puluh lima tahun. Urutan tadi dinamakan “tahapan usia” age grading. Dalam masyarakat kontemporer kehidupan kita dibagi ke dalam masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua, di mana setiap masa mempunyai bermacam-macam pembagian lagi.

2.1.2. Sosialisasi

Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Kemudian Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai “ a process by which a child learns to be a participant member of society” – proses melalui mana seoarang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat Kamanto Sunarto 1993 ; 27 Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan role theory. Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran- peran yang harus dijalankan oleh individu. Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer dalam keluarga dan sosialisasi sekunder dalam masyarakat.

2.1.3. Sosialisasi Primer dan Sosialisasi Sekunder

1. Sosialisasi primer didefenisikan Peter L. Berger dan Luckmann sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar Universitas Sumatera Utara menjadi anggota masyarakat keluarga. Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya. Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya. 2. Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami pencabutan identitas diri yang lama.

2.1.4. Proses Sosialisasi

George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan melalui tahap-tahap sebagai berikut. 1. Tahap persiapan Preparatory Stage Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada Universitas Sumatera Utara tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. 2. Tahap meniru Play Stage Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti Significant other 3. Tahap siap bertindak Game Stage Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman- temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di Universitas Sumatera Utara luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya. 4. Tahap penerimaan norma kolektif Generalized Stage Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.

2.1.5. Agen Sosialisasi

Fuuler dan Jacobs dalam Kamanto Sunarto 1993 ; 30-35 mengidentifikasikan lima agen sosialisasi utama yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa dan sistem pendidikan. Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi

2.1.6. Double Burden Beban Kerja Ganda

Beban ganda, maksudnya: Perempuan mempunyai beban pekerjaan di luar rumahsector public dan sekaligus beban tanggung jawab diri sendiri, keluargasector domestic, beban kerja ganda merupakan salah satu dari lima bentuk Universitas Sumatera Utara ketidak-adilan gender yaitu : Marginalisasi, Subordinasi, Stereotipe citra baku, Kekerasan

2.1.7. Fungsi – Fungsi keluarga

Dalam setiap masyarakat, keluarga adalah suatu struktur kelembagaan yang berkembang melalui upaya masyarakat untuk menyelesaiakan tugas-tugas tertentu, tugas-tugas tersebut dilakukan dalam 7 fungsi- keluarga yang dikemukakan oleh Horton dan Hunt berikut ini : 1. Fungsi Pengaturan Seksual : Keluarga adalah lembaga pokok yang merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasi kan kepuasan keinginan seksual. 2. Fungsi Reproduksi : Untuk urusan “memproduksi” anak setiap masyarakat terutama tergantung pada keluarga. 3. Fungsi Sosialisasi : Semua masyarakat tergantung terutama pada keluarga bagi sosialisasi anak-anak ke dalam alam dewasa yang dapat berfungsi dengan baik di dalam masyarakat itu. 4. Fungsi Afeksi : Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan kasih saying atau rasa dicintai. Dan hal ini dapat diterima di keluarga. 5. Fungsi Penentuan Status : Dalam memasuki sebuah keluarga, seseorang mewarisi suatu rangkaian status, keluarga juga berfungsi sebagai dasar Universitas Sumatera Utara untuk memberi beberapa status sosial, seperti seorang kulit putih, kulit hitam, kaya dan miskin, dll. 6. Fungsi Perlindungan : Dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomis dan psikologis bagi seluruh anggotanya. 7. Fungsi Ekonomi : Keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam sebagian besar masyarakat primitif, para anggota keluarga bekerja sama sebagai tim untuk menghasilkan sesuatu.

2.1.8. Pola Asuh Anak

Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik,membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Kohn dalam Taty Krisnawaty, 1986: 46 menyatakan bahwa pola asuhan merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orangtua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. Tipologi gaya pola asuh Baumrind 1971 mengidentifikasi tiga pola yang berbeda secara kualitatif pada otoritas orangtua, yaitu authoritarian parenting, authoritative parenting, dan permissive parenting. Universitas Sumatera Utara 1. Authoritarian parenting Gaya pola asuh authoritarian Pola asuh orangtua yanga authoritarian adalah orangtua yang memberikan batasan – batasan tertentu dan aturan yang tegas terhadap anaknya, tetapi memiliki komunikasi verbal yang rendah. Pola asuh ini merupakan cara yang membatasi dan bersifat menghukum sehingga anak harus mengikuti petunjuk orangtua dan menghormati pekerjaan dan usaha orangtua, contoh orangtua yang authoritarian akan berkata : “kamu melakukan hal itu sesuai dengan cara saya atau orang lain”. Dalam hal ini nampak sekali oangtua bersikap kaku dan banyak menghukum anak – anak mereka yang melanggar, karena sikap otoriter orangtua. 2. Permisive parenting style Gaya pola asuh permisif Pola asuh permisif menekankan ekspresi diri dan self regulation anak. Orangtua yang permisif membuat beberapa aturan dan mengijinkan anak – anaknya untuk memonitor kegiatan mereka sebanyak mungkin. Ketika mereka membuat peraturan biasanya mereka menjelaskan alasan dahulu, orangtua berkonsultasi dengan anak tentang keputusan yang diambil dan jarang menghukum. Maccoby dan Martin 1983 menambahkan tipologi ini karena adanya tingkat tuntutan orangtua dan tanggapan yang ada. Dengan demikian pola asuh permisif terdiri dari dua jenis yaitu: a. Pola Asuh permisif yang penuh kelalaian b. Pengasuhan permisif yang pemurah Universitas Sumatera Utara 3. Autoritative Parenting Style Gaya Pola Asuh Autoritative Pola asuh yang bergaya autoritatif mendorong anak untuk bebas tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan – tindakan mereka. Adanya sikap orangtus yang hangat dan bersifat membesarkan hati anak, dan komunikasi dua arah yang bebas membuat anak semakin sadar dan bertanggung jawab secara sosial. Hal ini disebabkan karena orangtua dapat merangkul dan mencarikan alasan untuk solusi di masa depan.

2.2. Defenisi Konsep

Berikut adalah beberapa konsep penting yang digunakan dalam penelitian ini, defenisi konsep dimaksudkan untuk mempermudah pengertian terhadap fenomena yang ada sehingga dapat dijadikan panduan. 1. Pola Pengasuhan anak : orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. 2. Pemenuhan sosialisasi anak : bagaiamana sosialisasi yang diterima anak yang dibawa IbuPerempuan Penjual pakaian bekas ke kawasan jalan rupat sambu kota medan. 3. Ibuperempuan penjual pakaian bekas: Perempuan sekaligus Ibu yang mempunyai anak dan melakukan seperangkat peran. 4. Lingkungan sosial jalan rupat sambu kota medan : Kawasan yang terletak di kecamatan Medan Timur, Kota Medan yang dilabelkan masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan sarang manusia buas yang memilki kondisi social yang keras,bebas dan control social yang kurang. 5. Fungsi perlindungan Ibu kepada anak : Dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomis dan psikologis bagi seluruh anggotanya, begitu juga dengan Ibuperempuan penjual pakaian bekas tersebut melakukan fungsi perlindungan kepada anak yang dibwanya ke kawasan jalan rupat sambu kota medan 6. Status sosialpendidikan Ibu : StatusPendidikan terakhir yang dimilki oleh IbuPerempuan penjual pakaian bekas. 7. Double burden: Beban Kerja ganda Beban ganda, maksudnya: Perempuan mempunyai beban pekerjaan di luar rumahsector public dan sekaligus beban tanggung jawab diri sendiri, keluargasector domestic, beban kerja ganda merupakan salah satu dari lima bentuk ketidak-adilan gender yaitu : Marginalisasi, Subordinasi, Stereotipe citra baku, Kekerasan. 8. Pola Asuh terhadap anak oleh Ibuperempuan penjual pakaian bekas: bagaiamana pola asuh anak yang diterapkan oleh Ibu di tengah kondisi lingkungan yang tidak layak mendukung perekembangan anak, apakah dapat melakukan fungsi perlindungan dengan baik atau ikut larut dengan lingkungan eksternal tersebut. Universitas Sumatera Utara BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian