Cara Memperoleh Tanah oleh Warga Masyarakat di Kabupaten Nias

Jadi, secara umum gambaran pemahaman masyarakat Kabupaten Nias mengenai Pendaftaran Tanah adalah sebagian besar masyarakat belum pernah mngetahui dan mengerti tentang Pendaftaran Tanah. Dari hal-hal yang diuraikan sebelumnya, mereka menganggap bahwa surat segellah yang disebut sebagai surat tanah yang sah, hal ini membuktikan bahwa mereka tidak mengetahui bahwa surat tanah yang berlaku sebagai bukti yang paling otentik adalah sertifikat. Sebagaimana kita ketahui bahwa sertifikat baru dapat dikeluarkan setelah dilakukan pendaftaran dengan melalui suatu proses yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Apabila masyarakat sendiri belum mengetahui sertifikat sebagai alat bukti tertulis yang lebih otentik, berarti mereka juga tidak mengerti tentang pendaftaran tanah. Selain itu, masyarakat juga belum mengetahui manfaat dari pendaftaran tanah itu sendiri, karena mereka tidak berpikir jauh kedepan, karena keamanan yang sudah mereka alami selama ini.

C. Cara Memperoleh Tanah oleh Warga Masyarakat di Kabupaten Nias

Sesuai dengan salah satu prinsip dasar dalam UUPA, bahwa UUPA adalah perangkat hukum yang berdasarkan atas hukum adat. Walaupun kedudukan, pengertian, dan ruang lingkup dari hukum adat yang dimaksudkan disini adalah berbeda dengan kedudukan, pengertian, dan ruang lingkup dari hukum adat yangkita kenal sebelumnya. Sehingga wajarlah bilamana UUPA juga memberikan Universitas Sumatera Utara kemungkinan terjadinya hak milik menurut ketentuan-ketentuan yang dahulunya dikenal dalam hukum adat yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. 31 UUPA mengenal beberapa lembaga, seperti hak milik. Pada prinsipnya hukum adat tidak mengenal pengertian hak milik seperti yang dikenal dalam UUPA. Menurut pengertian hukum adat, hak milik mempunyai hubungan interaktif dengan hak ulayat masyarakat. Hubungan keduanya seperti bola yang elastis. Jika diatas hak ulayat diciptakan hak perorangan, misalnya dengan jalan membuka hutan dan mengerjakannnya secara terus-menerus, sehingga lahir hak perseorangan atas hak ulayat itu, maka hak ulayat mengerut. Akan tetapi, jika tanah itu ditinggalkan sehingga diatasnya tumbuh kembali rumput dan pohon-pohon, maka hak ulayat pulih kembali dan hak perseorangan tadi lenyap. Dengan sistem pendaftaran yang dianut oleh UUPA, maka hak milik atas tanah memisahkan diri dari hak ulayat, sebab hak milik mempunyai sifat kebendaan, suatu sifat yang tidak dikenal dalam hukum adat. 32 31 Abdurrahman, Kedudukan Hukum Adat dalam Perundang-undangan Agraria Indonesia, Akademika Pressindo,Jakarta, 1984, Hal 107 32 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 1983, Hal.33 Hukum adat ada mengatur tentang tata cara perolehan tanah dan hukum adat sudah lama berakar dan bertumbuh dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia, dan hukum adat tersebut dipatuhi masyarakat dan tunduk kepadanya. Pasal 22 UUPA juga mengatur tentang terjadinya hak milik menurut hukum adat yang selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Universitas Sumatera Utara Dalam menjalankan perintah Pasal 22 UUPA ini, sudah seharusnya diatur dengan Peraturan Pemerintah, supaya tidak terjadi hal-hal yang merugikan kepentingan umum dan negara, demikian penjelasan pasal tersebut. Terjadinya hak milik atas tanah menurut hukum adat, lazimnya bersumber pada pembukaan hutan yang merupakan bagian tanah ulayat suatu masyarakat hukum adat. Pembukaan hutan secara tidak teratur biasanya membawa akibat yang sungguh merugikan kepentingan umum dan negara, berupa kerusakan tanah, erosi tanah, longsor, banjir dan sebagainya. Menyerahkan pengaturan pembukaan tanah kepada para kepala adat bisa mengakibatkan pemborosan. 33 1. Hak milik baru didasarkan atas hukum adat, maka terjadinya hak milik ini pun disandarkan atas hukum adat; Namun, dalam tulisannya mengenai komentar UUPA, Sudargo Gautama memberikan keterangan mengenai Pasal 22 ayat 1 ini seabgai berikut : 2. Menurut penglihatan kami berhubung hukum adat ini berbeda antara lingkungan satu dengan lingkungan yang lainnya, maka diperlukan peraturan tersendiri yang menentukan terjadinya hak milik ini; 3. Dalam memori penjelasan diberitahukan bahwa peraturan khusus ini diperlukan supaya “tidak terjadi hal-hal yang merugikan kepentingan umum dan negara”. 33 Budi Harsono, Undang-Undang Pokok Agraria Sejarah Penyusunan Isi dan Pelaksanaannya Jilid II , Jambatan , Jakarta, 1971, Hal 79 Universitas Sumatera Utara 4. Sebagai contoh terjadinya hak milik menurut hukum adat disebut “Pembuktian Tanah”. 34 Masyarakat Nias mengenal beberapa hukum yang satu sama lain sangat mendukung terhadap adanya ketentuan yang dijalani, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis., yang dalam penerapannya saling mendukung satu sama lain. Berikut ini akan diuraikan cara perolehan tanah ditinjau dari hukum adat orang Nias, yaitu : 1. Pewarisan Yang dimaksud dengan pewarisan adalah suatu proses pemindahan hak milik kepada pewaris oleh ahli waris. Pewarisan berlangsung karena kematian Pasal 830 BW, tetapi menurut hukum adat, pewarisan dapat dilakukan semasa hidupnya pewaris atau dimulainya waktu ia masih hidup dan diakhiri pada saat ia meniggal. Ketentuan pokok dalam hukum warisan adalah anak laki-laki yang mewarisi harta peninggalan bapaknya. Jika ada anak laki-laki, maka hanya merekalah yang menjadi ahli waris. Memang dimungkinkan untuk memberikan sebagian harta tanah peninggalan kepada perempuan, tetapi mereka bukan merupakan ahli waris dari yang meninggal dunia. Di Indonesia, ada tiga hukum waris yang dikenal, yaitu : Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Perdata. Pada masyarakat Nias, ketiga 34 Sudargo Gautama, Tafisran Undang-Undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, 1973, Hal 104 Universitas Sumatera Utara hukum waris tersebut berlaku. Secara hukum waris adat Nias, karena sistem kekerabatannya menganut sistem patrilineal. Maka yang berhak memperoleh harta peninggalan yakni laki-laki. Masyarakat Nias mengenal beberapa jenis warisan, yaitu: rumah pertapakan, alat-alat rumah tangga yang berharga, harta emas, kebun, tanah kosong atau lahan kosong yang belum ditanami, kedudukan dalam hukum adat dan hutang-piutang. Sedangkan Hukum Waris Islam yang berlaku pada masyarakat Nias sama dengan Hukum Waris yang berlaku diseluruh wilayah Indonesia, yakni perolehan hak waris lebih diutamakan terhadap pihak laki-laki. Sedangkan Hukum Waris Perdata dalam hal ini diperoleh dari selesainya sengketa tau permasalahan hak waris dipengadilan, jadi pihak yang menang akan berhak atas warisan yang dipersengketakan. Sedangkan kedudukan anak laki-laki dan perempuan hingga anak angkat dalam pembagian warisan menurut hukum adat Nias yaitu : a. Kedudukan sebagai Anak Kandung Kedudukan sebagai anak kandung dalam pembagian warisan masih berpatok pada sistem patrilineal, yakni anak laki-laki yang berhak mendapat warisan, namu sekarang suadah adanya perubahan pola pikir masyarakat dari pemberi warisan bahwasanya perempuan juga memiliki hak yang sama. Hanya saja dalam perolehan hak waris tidak sebanding dengan pemberian terhadap anak laki-laki. Karena pemberian warisan terhadap pihak perempuan dalam hal ini merupakan pembagian Universitas Sumatera Utara warisan yang disebut sebagai masi-masi atau pemberian karena kasih sayang. Pemberian tersebut biasanya sebidang tanah untuk membangun rumah maupun berupa perhiasan-perhiasan dengan syarat turut serta membantu orangtuanya mencari nafkah keluarga dengan bekerja diladang, kebun, dan melaksanakan pekerjaan rumah dengan baik. b. Kedudukan sebagai Anak Angkat Pada masyarakat Nias, anak angkat dibagi dua, yaitu ono yomo atau menantu laki-laki dan ono nisou atau anak yang diangkat dari keluarga saudaranya. Pengambilan anak angkat karena dalam keluarga tersebut hanya memiliki anak kandung perempuan ataupun dalam keluarga tersebut tidak ada dikaruniai anak, sehingga apabila anak kandungnya perempuan tersebut menikah, maka suami dari anak perempuan tersebut akan di jadikan ono yomo yang memiliki hak atas warisan oranguta kandung si perempuan. Untuk menjadi ono yomo maka harus mengikuti persyaratan yakni harus mengikuti marga oranguta si perempuan menjadi marganya. Sedangkan ono nisou biasanya ada karena suatu keluarga tidak memiliki anak laki-laki, maka keluarga tersebut mengambil anak saudaranya. Dalam hal ini anak saudara yang diambil berasal dari pihak laki-laki bukan dari pihak perempuan, dengan alasan sebagai penerus marga. Pembagian harta warisan terhadap ono nisou jika sudah sah menjadi anak dalam keluarga yang mengangkatnya akan sama dengan anak kandung dari keluarga tersebut. Bahkan bisa lebih jika ono nisou berperilaku Universitas Sumatera Utara baik, menghargai kebaikan orangtua angkatnya, bekerja giat dan menyayangi saudara angkatnya. 2. Jual Beli Dalam suatu masyarakat, walaupun bagaimana keadaannya, apabila sudah ada uang yang beredar sebagai alat pembayaran yang sah, maka kegiatan jual beli memegang peranan penting di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu. Transaksi jual beli yang kita kenal selama ini adalah jual beli dengan menggunakan nilai tukar uang. Pada zaman dahulu, tingkat perekonomian manusia masih sangat sederhana, dimana pada waktu itu setiap individu atau kelompok masyarakat berusaha menghasilkan kebutuhan hidupnya sendiri maupun keluarganya. Akan tetapi oleh karena kenyataan hidup dan kebutuhan hidup setiap individu itu semakin meningkat dan disertai dengan keadaan alam yang terus berubah serta zaman yang semakin maju, setiap individu tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, maka dengan adanya uang sebagai pengganti atau alat tukar yang sah, setiap orang dapat memenuhi kebutuhannya dengan proses jual beli. Dalam hukum adat, tanah mempunyai kedudukan tersendiri serta mengandung sifat magis religius dibandingkan dengan benda-benda lainnya yang dimiliki manusia. Pada dasarnya dalam hukum adat, tidak mengenal dan memperkenankan tanah diperjualbelikan. Namun oleh karena kebutuhan manusia akan uang semakin mendesak, maka dengan terpaksa tanahpun akhirnya Universitas Sumatera Utara diperjualbelikan. Melihat kepada pentingnya tanah untuk kehidupan maka seseorang yang mempunyai uang, ingin memiliki tanah dengan jalan membelinya dari pihak lain yang memiliki tanaah. Jul beli menurut hukum adat Nias merupakan suatu perbuatan hukum yang berupa penyerahan sebidang tanah oleh pihak penjual kepada pembeli untuk selamanya. Pada saat bersamaan, pembeli juga menyerahkan harganya kepada penjual, baik berupa uang ataupun barang kepada si penjual. Dengan dilakukannya jual beli tanah tersebut, maka hak milik atas tanah itu telah beralih kepada si pembeli. Dengan demikian pembeli sejka saat itu telah menjadi pemilik yang baru atas tanah tersebut. Pada zaman dulu, masyarakat Nias melakukan kegiatan jual beli tanpa mengikuti proses seperti pada saat ini. Dalam melakukan jual beli, mereka cukup melakukan transaksi jual beli tanpa adanya bukti surat jual beli, tanpa menggunakan meterai, tanpa adanya saksi-saksi dan tidak dibuat dihadapan Notaris. Seiring dengan berjalannya waktu, hingga sekarang ini, masyarakat mulai mengenal tata cara transaksi jual beli yang benar. Akan tetapi yang mengerti hanya sebagian kecil saja. 3. Menggarap. Menggarap artinya mengerjakan sebidang tanah, dimana seseorang untuk mendapatkan hasil atau untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan jalan menggarap sebidang tanah yang bukan hak miliknya. Dalam hukum adat Nias, ternyata seseorang itu dapat memperoleh hak milik atas tanah berdasarkan atau dengan jalan menggarap Universitas Sumatera Utara dalam jangka waktu yang sudah lama. Pengertian menggarap dalam hal ini hampir sama dengan hak membuka tanah atau lahan baru. Seseorang membuka tanah kembali yang tidak tahu atau kurang jelas siapa pemiliknya kemudian diusahakan terus menerus sampai berganti generasi ke generasi berikutnya. Jika terjadi trasnsaksi atas tanah tersebut, maka penggarap tersebut merupakan sebagai pemilik dan yang mendapatkan ganti rugi. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HAMBATAN YANG DI HADAPI DALAM PENDAFTARAN TANAH