Perbandingan Efek Quetiapine Dan Haloperidol Terhadap Simtom Positif Pasien Skizofrenik
PERBANDINGAN EFEK QUETIAPINE DAN HALOPERIDOL
TERHADAP SIMTOM POSITIF PASIEN SKIZOFRENIK
TESIS
SITI NURUL HIDAYATI
18147
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP.H.ADAM MALIK
(2)
PERBANDINGAN EFEK QUETIAPINE DAN HALOPERIDOL
TERHADAP SIMTOM POSITIF PASIEN SKIZOFRENIK
TESIS
Untuk memperoleh gelar spesialis di Bidang Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedoktrean Universitas Sumatera Utara
SITI NURUL HIDAYATI
18147
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP.H.ADAM MALIK
MEDAN 2010
(3)
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul Tesis : Perbandingan Efek Quetiapine Dan
Haloperidol Terhadap Simtom Positif Pasien Skizofrenik
Nama Mahasiswa : Siti Nurul Hidayati
No. CHS : 18147
Program : Spesialisasi
Konsentrasi : Ilmu Kedokteran Jiwa
Menyetujui Komisi Pembimbing
Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp. KJ (K) Ketua
Ketua Program Studi Ketua TKP-PPDS
Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp.KJ(K) dr. H. Zainuddin Amir, Sp.P(K) NIP : 19540620198011 1 001
(4)
Telah diuji pada
Tanggal: 25Nopember 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : dr. Heriani, Sp. KJ (K) ……….
Sekretaris : dr. Cecep Sugeng Kristanto, Sp. KJ (K) ……….. Anggota : Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp. KJ (K) ………..
(5)
PERNYATAAN
PERBANDINGAN EFEK QUETIAPINE DAN HALOPERIDOL
TERHADAP SIMTOM POSITIF PASIEN SKIZOFRENIK
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis mengacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar rujukan. Bila terbukti ada maka saya rela gelar saya dicabut
Medan, Nopember 2010
(6)
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, karena atas berkah limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya maka penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas yang ada sebelumnya dan memenuhi salah satu syarat untuk melengkapi keahlian dalam bidang ilmu Kedokteran Jiwa. Saya menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :
Perbandingan efek quetiapine dan haloperidol terhadap simtom positif pasien skizofrenik
Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. dr. Syamsir Bs, Sp. KJ (K), selaku Ketua Departemen Psikiatri FK USU dan sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan dan dukungan selama saya menyelesaikan tesis dan mengikuti pendidikan spesialisasi.
(7)
3. Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp. KJ (K), selaku Ketua Program Studi PPDS- I Psikiatri FK USU, dan sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan, dukungan dan memberikan buku-buku bacaan yang berharga selama saya menyelesaikan tesis dan mengikuti pendidikan spesialisasi, baik dalam pertemuan formal maupun informal.
4. dr. Harun T. Parinduri, Sp. KJ (K), sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan dan dukungan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
5. Alm. dr. Marhanuddin Umar, Sp. KJ (K), sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
6. dr. Rahardjo Suparto, Sp. KJ, sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan, pengetahuan dan dukungan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
7. Prof. dr. H.M. Joesoef Simbolon, Sp.KJ-AR (K), sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi, terutama di bidang Psikiatri Anak.
8. dr. Elmeida Effendy, Sp. KJ, sebagai Sekretaris Program Studi PPDS I Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran USU Medan dan sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
9. dr. Mustafa M Amin, Sp. KJ, sebagai guru dan senior yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan, dukungan
(8)
dan buku-buku bacaan yang berharga selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
10.dr. Vita Camellia, Sp. KJ, sebagai guru dan senior yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan dan buku-buku bacaan yang berharga selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
11.dr. M. Surya Husada, Sp. KJ, sebagai guru dan senior yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan, dukungan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
12.dr. Dapot P. Gultom, Sp. KJ, sebagai Direktur Badan Layanan Umum
Daerah RSJ Propinsi Sumatera Utara dan guru penulis, yang telah memberikan izin, kesempatan dan fasilitas kepada saya untuk belajar dan bekerja sama mengikuti pendidikan spesialisasi.
13.dr. Juskitar, Sp. KJ, sebagai guru dan senior yang telah banyak
memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan, dukungan dan buku-buku bacaan yang berharga selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
14.dr. Mawar G. Tarigan, Sp. KJ, sebagai guru dan senior yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
15.dr. Donald F. Sitompul, Sp. KJ, dr. Rosminta Girsang, Sp. KJ, dr. Artina R. Ginting, Sp. KJ, dr. Sulastri Effendi, Sp. KJ, dr. Mariati, Sp. KJ, dr. Evawati Siahaan, Sp. KJ. dr. Paskawani Siregar, Sp. KJ, dr. Citra J. Tarigan, Sp. KJ, dan dr. Vera RB. Marpaung, Sp. KJ, sebagai senior yang
(9)
telah memberikan semangat dan dorongan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
16.dr. Herlina Ginting, Sp. KJ, dr. Freddy S. Nainggolan, Sp. KJ, dr. Adhayani Lubis, Sp. KJ, dr. Yusak P. Simanjuntak, Sp. KJ, dr. Juwita Saragih, Sp. KJ, dr. Friedrich Lupini, Sp. KJ, dr. Rudyhard E. Hutagalung, Sp. KJ, dr. Laila S. Sari, Sp. KJ, dr. Evalina Perangin-angin, Sp. KJ, sebagai senior yang telah banyak memberikan masukan-masukan, bimbingan, literatur-literatur dan menjadi rekan diskusi selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
17.Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan, Direktur RSU dr. Pirngadi
Medan, Direktur RS Tembakau Deli Medan, Direktur RS Brimob Poldasu, yang telah memberikan izin, kesempatan dan fasilitas kepada saya untuk belajar dan bekerja sama mengikuti pendidikan spesialisasi.
18.Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K), selaku Ketua Departemen Neurologi FK USU, dan dr. Rusli Dhanu, Sp.S (K), selaku Ketua Program Studi Departemen Neurologi FK USU, dr. Kiking Ritarwan MKT, Sp.S dan dr. Puji P.O.S, Sp.S yang telah memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan kepada saya selama menjalani stase di Departemen Neurologi FK USU. 19.Prof. Dr. Habibah Hanum Nasution, Sp.PD, K-Psi, selaku Kepala Divisi
Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, yang telah menerima dan membimbing saya selama belajar di stase Divisi Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam FK USU.
20.dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD, selaku Kepala Divisi Geriatri
(10)
Sp.PD-K.Ger , yang telah menerima dan membimbing saya selama belajar di stase Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU.
21.dr. Arlinda Sari Wahyuni, MKes sebagai konsultan statistik dalam tesis ini yang telah banyak meluangkan waktu membimbing dan berdiskusi dengan saya.
22.dr. Suzie Lesmana, selaku Kepala Puskesmas Medan Sunggal yang telah memberikan izin, kesempatan dan fasilitas kepada saya untuk belajar dan bekerja selama di stase psikiatri komunitas.
23.Teman-teman sejawat peserta PPDS-I Psikiatri FK USU : dr. Silvy A. Hasibuan, dr. Victor E. Pinem, dr. Lailan Sapinah, dr. Herny T. Tambunan, dr. Mila Astari Harahap, dr. Ira Aini Dania, dr. Baginda Harahap, dr. Ricky W. Tarigan, dr. M. Yusuf Siregar, dr. Ferdinan Leo Sianturi, dr. Superida Ginting, dr. Hanip Fahri, dr. Lenni C. Sihite, dr. Saulina G. Simanjuntak, dr. Endang Sutry Rahayu, dr. Duma M Ratnawati, dr. Dian Budianti Amalina, dr. Tiodoris Siregar, dr. Andreas Xaverio Bangun, dr. Nanda Sari Nuralita, dr. Nirwan Abidin, dr. Nauli Aulia Lubis, dr. Wijaya Taufik Tiji, dr. Alfi Syahri Rangkuti, dr. Agussyah Putra, dr. Rini Gusya Liza dan dr. Gusri Girsang yang banyak memberikan masukan berharga kepada saya melalui diskusi-diskusi kritis baik dalam pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan dorongan yang membangkitkan semangat saya dalam menyelesaikan pendidikan spesialisasi.
24.Seluruh perawat dan pegawai Badan Layanan Umum Daerah RSJ Propinsi Sumatera Utara, RSUP Haji Adam Malik Medan, RSU dr. Pirngadi
(11)
Medan, RS Tembakau Deli Medan, RS Brimob Poldasu, Puskesmas Medan Sunggal, yang telah membantu saya selama mengikuti pendidikan spesialisasi.
25.Teman-teman di layanan digital perpustakaan USU : Evi Yulifimar, S.Sos, Yuli Handayani, S.Sos, Diani Hartati, S.Sos, M. Salim A.Md yang telah membantu saya dalam menyelesaikan tugas selama mengikuti pendidikan spesialisasi.
26.Perusahaan obat PT. Astra Zeneca yang telah membantu saya selama penelitian tesis ini sehingga terlaksana.
27.Buat kedua orang tua saya, yang sangat saya hormati dan cintai : Alm. H. Malikul Saleh Nst, SH dan Almh. Hj. Ansyariah Hara SH atas kasih sayang sejak dari lahir hingga keduanya meninggal dunia. Demikian juga kepada abang-abang dan adik-adik : Syafrul Anhar, ST dan Meilina Sari, SE Ak ; Alm. M. Sabri ; Siti Khairuna, SP dan Makhri Zulfendri, SP ; Mohd. Arifin Saleh, ST dan Linda Rahmita beserta seluruh keponakan yang telah banyak memberikan dorongan semangat serta doa kepada saya selama mengikuti pendidikan spesialisasi.
28.Buat kedua mertua : M. Tajuddin Lubis dan Khadijah Daulay, yang saya hormati dan sayangi, adik – adik ipar : Ahmad Khairul dan Ita ; Ahmad Ghazali ; Muhammad Taufik dan Sri Wulandari S. Pd beserta keponakan yang telah banyak memberikan dorongan semangat serta doa kepada saya selama mengikuti pendidikan spesialisasi.
29.Buat suamiku tercinta Muhammad Khairuddin, S. Ag. M. Pd, tiada kata terindah yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT
(12)
Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan saya seorang suami yang baik dan pengertian, terima kasih atas segala doa, dukungan, dorongan, semangat, kesabaran, dan pengorbanan atas waktu yang diberikan kepada saya hingga dapat menyelesaikan tesis dan pendidikan ini.
30.Buat buah hati tersayang : Anique Suvara Dieny dan Fawwaz Taqi, terima kasih atas doa, dukungan, kesabaran dan pengertian serta pengorbanan atas segala waktu dan kesempatan yang tidak dapat dihabiskan bersama-sama kalian dalam suka cita dan keriangan selama bunda menjalani pendidikan spesialisasi dan menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya saya hanya mampu berdoa dan bermohon semoga Allah SWT memberikan rahmat-Nya kepada seluruh keluarga, sahabat dan handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan terima kasih.
Medan, Nopember 2010
(13)
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan Pembimbing i
Ucapan Terima Kasih iv
Daftar Isi xi
Daftar Tabel xiii
Daftar Singkatan dan Lambang xiv
Abstrak xv
Bab1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 6
1.3. Hipotesis 6
1.4. Tujuan Penelitian 6
1.5. Manfaat Penelitan 7
Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia 8
2.2. Simtom Positif Pada Pasien Skizofrenik 9
2.3. Farmakoterapi Pada Simtom Positif Skizofenia 10
2.4. Positive and Negative Syndrome Scale 15
2.5. Kerangka Konseptual 16
Bab 3. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian 17
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 17
3.3. Populasi Penelitian 17
3.4. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel 17
3.5. Besar Sampel 18
3.6. Kriteria Penelitian 18
3.7. Ijin Subjek Penelitian 19
3.8. Etika Penelitian 19
3.9. Cara Kerja Penelitian 20
3.10. Identifikasi Variabel 21
3.11. Definisi Operasional 22
3.12. Kerangka Operasional 24
3.13. Analisis dan Penyajian Data 25
Bab 4. HASIL PENELITIAN 26
Bab 5. PEMBAHASAN 40
Bab 6. KESIMPULAN DAN SARAN 50
(14)
Daftar Rujukan 52
Lampiran 1. Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian 55
2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) 57
3. Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) 58
4. Surat Persetujuan Komite Etik 94
5. Data Subjek Penelitian 95
6. Jadwal Penelitian 97
(15)
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi subjek penelitian berdasarkan umur dan jenis kelamin 26
Tabel 4.2. Karakteristik berat badan dan BMI pada penggunaan quetiapine dan 27 haloperidol Tabel 4.3. Karakteristik skor PANSS saat pertama kali periksa 28
Tabel 4.4. Karakteristik tingkat keparahan sub skala positif pada saat pertama kali periksa 29
Tabel 4.5. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada hari ketiga 30
Tabel 4.6. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada hari ketiga 30
Tabel 4.7. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada hari kelima 31
Tabel 4.8. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada hari kelima 32
Tabel 4.9. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada hari ketujuh 33
Tabel 4.10.Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada hari ketujuh 33
Tabel 4.11. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada minggu kedua 34
Tabel 4.12. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada minggu kedua 35 Tabel 4.13. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada minggu ketiga 36
Tabel 4.14. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada minggu ketiga 36 Tabel 4.15. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada minggu keempat 37
Tabel 4.16. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada minggu keempat 38 Tabel 4.17. Efek samping yang dijumpai setelah pemberian obat 39
(16)
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
BLUD : badan layanan umum daerah BMI : body mass index
BPRS : brief psychiatric rating scale
dkk : dan kawan-kawan
FGA : first-generation antipsychotics PANSS : positive and negative syndrome scale
PPDGJI-III : pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III
SDA : serotonin-dopamine antagonist SGA : second-generation antipsychotics
SPSS : statistical package for the social sciences SAPS : scale assesment positive symptoms T max : konsentrasi maksimum
Zα : tingkat kepercayaan
Zβ : kekuatan
D1 : dopamin tipe 1
D2 : dopamin tipe 2
D4 : dopamin tipe 4
M1 : muscarinic 1
H1 : histaminergic 1
5HT2A : 5-hydroxytriptamine tipe 2A < : lebih kecil dari
> : lebih besar dari
≥ : lebih besar atau sama dengan dari
(17)
ABSTRAK
Latar Belakang :Kebanyakan pasien skizofrenik mengalami episode akut (dikarakteristikkan dengan tampaknya kedua simtom psikotik, yaitu simtom positif dan negatif) yang diikuti oleh periode-periode stabil, dengan remisi yang parsial atau lengkap. Simtom-simtom positif paling berespons terhadap pengobatan. Keputusan mengenai pilihan terapi bukan saja mempertimbangkan efikasi dan tolerabilitas terhadap beberapa antipsikotik yang tersedia, tetapi juga kecepatan onset. Respons pengobatan yang cepat, dapat mengurangi penderitaan pasien dan keluarganya serta biaya pengobatan, sehingga pasien kemungkinan lebih mematuhi pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan efektifitas dan waktu yang dibutuhkan quetiapine dan haloperidol dalam meredakan simtom positif pada pasien skizofenik.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian eksperimental two group pretest-posttest design yang merupakan uji klinis tersamar ganda secara paralel dengan 2 kelompok melakukan randomisasi. Penelitian dilakukan di BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara periode 1 Juli 2010 sampai 30 September 2010. Sampel penelitian adalah pasien skizofrenik akut dengan simtom positif. Pemilihan sampel dengan cara non probability sampling jenis consecutive sampling. Keparahan simtom positif diukur dengan PANSS sub skala positif.
Hasil : Dari uji statistik dengan Mann Whitney setelah hari ketiga pemberian
quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 30,6 (SD 3,3) dan 29,9 (SD 3,2) dengan nilai P = 0,495. Setelah hari kelima pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 27,6 (SD 4,1) dan 28,1 (SD 2,9) dengan nilai P = 0,529. Setelah hari ketujuh pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 23,8 (SD 3,9) dan 26,4 (SD 2,9) dengan nilai P =0,049 Setelah minggu kedua pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 19,6 (SD 3,6) dan 23,9 (SD 2,1) dengan nilai P = 0,001. Setelah minggu ketiga pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 16,5 (SD 3,0) dan 20,5 (SD 2,1) dengan nilai P = 0,0001. Setelah minggu keempat pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 12,4 (SD 2,4) dan 16,8 (SD 2,3) dengan nilai P = 0,0001. Nilai P < 0,05 tersebut menunjukkan bahwa terdapat perubahan skor PANSS sub skala positif yang bermakna pada hari ketujuh, minggu kedua, minggu ketiga dan minggu keempat setelah pemberian
quetiapine dibandingkan haloperidol. Dari uji statistik dengan chi-square test terhadap perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada pasien skizofrenik, diperoleh nilai P = 0,357 pada hari ketiga, P = 0,296 pada hari kelima, P = 0,026 pada hari ketujuh, P = 0,0001 pada minggu kedua, P = 0,004 pada minggu ketiga,
P = 0,057 pada minggu keempat. Quetiapine memberikan hasil bermakna dalam menurunkan tingkat keparahan sub skala positif setelah hari ketujuh, minggu kedua, minggu ketiga dibandingkan haloperidol, sedangkan setelah minggu
(18)
keempat sudah menunjukkan penurunan tingkat keparahan yang sama pada kedua kelompok.
Kesimpulan : Quetiapine lebih bermakna dalam menurunkan skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofenik dengan simtom positif dan lebih cepat menurunkan tingkat keparahan sub skala positif dibandingkan dengan haloperidol.
(19)
ABSTRAK
Latar Belakang :Kebanyakan pasien skizofrenik mengalami episode akut (dikarakteristikkan dengan tampaknya kedua simtom psikotik, yaitu simtom positif dan negatif) yang diikuti oleh periode-periode stabil, dengan remisi yang parsial atau lengkap. Simtom-simtom positif paling berespons terhadap pengobatan. Keputusan mengenai pilihan terapi bukan saja mempertimbangkan efikasi dan tolerabilitas terhadap beberapa antipsikotik yang tersedia, tetapi juga kecepatan onset. Respons pengobatan yang cepat, dapat mengurangi penderitaan pasien dan keluarganya serta biaya pengobatan, sehingga pasien kemungkinan lebih mematuhi pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan efektifitas dan waktu yang dibutuhkan quetiapine dan haloperidol dalam meredakan simtom positif pada pasien skizofenik.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian eksperimental two group pretest-posttest design yang merupakan uji klinis tersamar ganda secara paralel dengan 2 kelompok melakukan randomisasi. Penelitian dilakukan di BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara periode 1 Juli 2010 sampai 30 September 2010. Sampel penelitian adalah pasien skizofrenik akut dengan simtom positif. Pemilihan sampel dengan cara non probability sampling jenis consecutive sampling. Keparahan simtom positif diukur dengan PANSS sub skala positif.
Hasil : Dari uji statistik dengan Mann Whitney setelah hari ketiga pemberian
quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 30,6 (SD 3,3) dan 29,9 (SD 3,2) dengan nilai P = 0,495. Setelah hari kelima pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 27,6 (SD 4,1) dan 28,1 (SD 2,9) dengan nilai P = 0,529. Setelah hari ketujuh pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 23,8 (SD 3,9) dan 26,4 (SD 2,9) dengan nilai P =0,049 Setelah minggu kedua pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 19,6 (SD 3,6) dan 23,9 (SD 2,1) dengan nilai P = 0,001. Setelah minggu ketiga pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 16,5 (SD 3,0) dan 20,5 (SD 2,1) dengan nilai P = 0,0001. Setelah minggu keempat pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 12,4 (SD 2,4) dan 16,8 (SD 2,3) dengan nilai P = 0,0001. Nilai P < 0,05 tersebut menunjukkan bahwa terdapat perubahan skor PANSS sub skala positif yang bermakna pada hari ketujuh, minggu kedua, minggu ketiga dan minggu keempat setelah pemberian
quetiapine dibandingkan haloperidol. Dari uji statistik dengan chi-square test terhadap perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada pasien skizofrenik, diperoleh nilai P = 0,357 pada hari ketiga, P = 0,296 pada hari kelima, P = 0,026 pada hari ketujuh, P = 0,0001 pada minggu kedua, P = 0,004 pada minggu ketiga,
P = 0,057 pada minggu keempat. Quetiapine memberikan hasil bermakna dalam menurunkan tingkat keparahan sub skala positif setelah hari ketujuh, minggu kedua, minggu ketiga dibandingkan haloperidol, sedangkan setelah minggu
(20)
keempat sudah menunjukkan penurunan tingkat keparahan yang sama pada kedua kelompok.
Kesimpulan : Quetiapine lebih bermakna dalam menurunkan skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofenik dengan simtom positif dan lebih cepat menurunkan tingkat keparahan sub skala positif dibandingkan dengan haloperidol.
(21)
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan ketidakmampuan bagi pasien dan secara signifikan menimbulkan beban yang berat bagi dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat.1
Skizofrenia adalah suatu penyakit mental berat, dikarakteristikkan dengan penurunan yang progresif terhadap fungsi pasien dan hubungan dengan dunia luar. Meskipun beberapa pasien sembuh, penyakit biasanya diikuti oleh perjalanan kronis dan relaps.2
Kebanyakan pasien mengalami episode akut ( dikarakteristikkan dengan tampaknya kedua simtom psikotik, yaitu simtom positif dan negatif) yang diikuti oleh periode-periode stabil, dengan remisi yang parsial atau lengkap. Simtom-simtom positif paling berespons terhadap pengobatan. Simtom-Simtom-simtom negatif sering tidak memberikan respons terhadap obat antipsikotik standar dan dihubungkan dengan hasil pasien yang buruk dan lamanya perawatan.3
Penggunaan obat antipsikotik atipikal telah mengalami peningkatan selama beberapa tahun belakangan ini untuk pengobatan skizofrenia. Dibandingkan dengan obat antipsikotik standar (misalnya haloperidol, klorpromazin, dan flupenazin), umumnya antipsikotik atipikal memiliki risiko lebih rendah terhadap timbulnya simtom ekstrapiramidal akut, diskinesia tardif dan hiperprolaktinemia.3
Pada umumnya antipsikotik atipikal dipilih sebagai pengobatan lini pertama untuk skizofrenia, walaupun antipsikotik konvensional secara relatif
(22)
masih luas digunakan.4 Quetiapine adalah antipsikotik generasi kedua 5,6 yang menunjukkan efikasi klinik untuk pengobatan skizofrenia.5 Obat atipikal lini pertama seperti quetiapine menunjukkan efikasi paling tidak sama dengan obat konvensional dalam mengurangi simtom-simtom positif. Obat atipikal lini pertama juga berhubungan dengan meningkatnya tolerabilitas yang dihubungkan
dengan menurunnya efek yang merugikan.4 Antagonis reseptor dopamin
menghasilkan efek yang sangat dramatis terhadap simtom positif pada skizofrenia ( misalnya halusinasi, waham dan agitasi).7
Keputusan mengenai pilihan terapi bukan saja mempertimbangkan efikasi dan tolerabilitas terhadap beberapa antipsikotik yang tersedia, tetapi juga kecepatan onset. Aspek pengobatan yang terpenting dari suatu gangguan adalah pengurangan yang cepat pada gejala-gejala positif, negatif dan kognitif. Respons yang cepat terhadap pengobatan adalah penting dalam mengurangi penderitaan pasien dan keluarganya, serta biaya pengobatan. Respons pengobatan dalam 1 sampai 2 minggu pertama juga dapat berhubungan dengan kepatuhan pasien yang lebih besar dimana pasien mengalami pengurangan gejala-gejala dengan cepat, sehingga pasien kemungkinan lebih mematuhi pengobatan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa antipsikotik atipikal memiliki onset of action yang lebih cepat daripada antipsikotik konvensional.8
Penelitian yang dilakukan oleh Small dkk pada tahun 2004 yang meneliti
onset of action quetiapine pada minggu pertama pengobatan skizofrenia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengobatan pasien dengan quetiapine
menunjukkan respons yang lebih besar terhadap simtom-simtom positif dalam minggu pertama pengobatan dibandingkan placebo(p<0,05). Ada beberapa
(23)
definisi menyatakan respons bila perbaikan paling sedikit 15%, 20% atau 30% pada skor simtom positif di dalam BPRS.8
Suatu studi open label yang dilakukan selama 15 bulan menggunakan
quetiapine dengan variable dose yang hasilnya menunjukkan adanya suatu respons yang cepat dilaporkan dalam butir penurunan permusuhan, kegelisahan dan gangguan tidur pada hari pertama sampai hari ketiga pengobatan dengan mengabaikan dosis awal. Juga dilaporkan halusinasi yang mengalami perbaikan setelah satu minggu dan waham setelah tiga minggu, meskipun dosis > 800mg/hari dilaporkan perlu untuk menghilangkan simtom-simtom ini.9
Penelitian yang dilakukan oleh Stern dkk pada tahun 1993 yang meneliti lamanya respons pengobatan haloperidol pada pasien skizofrenik, menunjukkan bahwa adanya perubahan penurunan yang bermakna pada skor total BPRS dan skor subskala psikosis, ketegangan, anergia dan tidak ada perubahan pada subskala depresi dan permusuhan pada hari ketiga pengobatan.10
Penelitian yang dilakukan oleh Palao dkk pada tahun 1992 yang meneliti respons haloperidol terhadap simtom positif dibandingkan simtom negatif pada skizofrenia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pasien yang diberi haloperidol dengan fixed dose (10, 20, atau 30 mg/hari) selama 3 minggu pengobatan mengalami penurunan simtom positif 40 % atau lebih menggunakan SAPS.11
Dalam dua studi banding tersamar ganda yang terpisah 6 hingga 8 minggu,
quetiapine (300 hingga 600 mg per hari) dibandingkan dengan haloperidol mengenai efikasi dalam menurunkan simtom-simtom psikotik. Quetiapine dan haloperidol menghasilkan penurunan yang jelas dalam rerata skor PANSS, dan
(24)
dijumpai lebih banyak pasien yang diobati dengan quetiapine menunjukkan respons klinik (≥ 20 % penurunan dalam skor total PANSS, p = 0,043). Sebagai tambahan, pasien-pasien yang diobati dengan quetiapine memiliki lebih sedikit sindroma ekstrapiramidal yang timbul dalam pengobatan yang berhubungan dengan efek yang merugikan (p<0,001) dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan haloperidol.12
Suatu meta-analysis memperlihatkan data PANSS untuk empat percobaan acak, tersamar ganda yang membandingkan quetiapine dengan haloperidol pada pasien skizofrenik. Jumlah persentase menunjukkan perbaikan dari awal hingga akhir di dalam skor total PANSS ( dengan menggunakan analisa least squares mean). Quetiapine(n=334) menunjukkan perbaikan yang lebih bermakna bila dibandingkan dengan haloperidol (n=372) [p<0,05].13
Suatu meta-analysis memperlihatkan percobaan klinis dengan
menggunakan quetiapine sebagai kontrol dibandingkan dengan tiga plasebo dan lima haloperidol yang hasilnya menunjukkan bahwa quetiapine lebih unggul secara bermakna (p<0,05) terhadap plasebo dalam memperbaiki simtom psikotik.
Meta-analysis ini mendukung penggunaan quetiapine sebagai lini terdepan pengobatan untuk skizofrenia.14
Suatu meta-analysis multisentra memperlihatkan lima percobaan acak,
tersamar ganda yang membuktikan bahwa quetiapine sama efektif dengan
haloperidol dalam perbaikan simtom-simtom agitasi pada pasien skizofrenia.13 Pada percobaan acak tersamar ganda, secara keseluruhan quetiapine (≤ 750 mg / hari) setidaknya sama efektif dengan klorpromazin(≤ 750 mg / hari) dan memiliki efikasi yang sama dengan haloperidol (≤ 16 mg / hari ) pada pasien
(25)
skizofrenia akut. Quetiapine secara umum ditemukan efektif terhadap simtom-simtom positif dan negatif.1 Pada pasien skizofrenia akut di dalam percobaan
tersamar ganda dengan menggunakan quetiapine hingga 800 mg/hari, atau
risperidon hingga 8 mg/hari, secara umum terdapat perbaikan psikopatologi, simtom-simtom positif dan negatif pada skizofrenia.3
Baru-baru ini tiga analisa post-hoc yang melakukan percobaan selama 6
minggu, dengan perbandingan terhadap plasebo, dimana quetiapine secara
bermakna memperbaiki hostility dan agresi (p <0,05) serta menurunkan simtom-simtom positif (p <0,001).15
Pada analisa post-hoc yang melakukan percobaan selama 6 minggu,
multisentra, tersamar ganda, percobaan acak dengan kontrol plasebo,
membandingkan quetiapine dengan haloperidol, hasilnya mendukung bahwa
quetiapine (hingga 750 mg/hari) adalah efektif menurunkan permusuhan dan agitasi di antara pasien-pasien skizofrenik yang pernah dirawat dengan eksaserbasi akut.16
(26)
1.2. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Apakah pemberian quetiapine lebih baik dalam menurunkan skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik dibandingkan dengan haloperidol ?
2. Apakah pemberian quetiapine memiliki waktu yang lebih cepat dalam menurunkan tingkat keparahan sub skala positif pada pasien skizofrenik dibandingkan dengan haloperidol ?
1.3. Hipotesis
1. Quetiapine lebih baik dalam menurunkan skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik dibandingkan dengan haloperidol
2. Quetiapine memiliki waktu yang lebih cepat dalam menurunkan tingkat keparahan sub skala positif pada pasien skizofrenik dibandingkan dengan haloperidol.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk membandingkan efek quetiapine dan haloperidol dalam
(27)
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apakah quetiapine lebih baik dibandingkan haloperidol dalam menurunkan skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik. 2. Untuk mengetahui apakah quetiapine memiliki waktu yang lebih cepat
dibandingkan dengan haloperidol dalam menurunkan tingkat keparahan sub skala positif pada pasien skizofrenik.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Dengan mengetahui efikasi suatu obat maka kita lebih rasional dalam memilih obat untuk menurunkan simtom-simtom positif pada pasien skizofrenik.
2. Respons pengobatan yang cepat, dapat mengurangi penderitaan pasien dan keluarganya serta biaya pengobatan, sehingga pasien kemungkinan lebih mematuhi pengobatan.
3. Hasil penelitian ini juga dapat dilanjutkan untuk bahan penelitian lanjutan yang sejenis atau penelitian lain yang memakai penelitian ini sebagai bahan acuannya.
(28)
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Skizofrenia
Skizofrenia adalah suatu penyakit psikiatrik yang bersifat kronis dan menimbulkan ketidakmampuan, dengan prevalensi seluruh dunia kira-kira 1% dan perkiraan insiden rata-rata pertahun 1 dalam 10.000 orang. 3 Sekitar 90 % pasien yang mendapat pengobatan untuk skizofrenia berusia antara 15-55 tahun.7
Skizofrenia secara definisi merupakan suatu gangguan yang harus terjadi sedikitnya selama 6 bulan atau lebih, termasuk sedikitnya selama 1 bulan mengalami waham, halusinasi, pembicaraan yang kacau, perilaku kacau atau katatonik atau simtom-simtom negatif. Meskipun tidak dikenali secara formal sebagai bagian dari kriteria diagnostik untuk skizofrenia, sejumlah studi-studi melakukan subkatagori terhadap gejala-gejala gangguan ini ke dalam 5 dimensi, yaitu simtom positif, simtom negatif, simtom kognitif, simtom agresif / permusuhan dan simtom depresif / ansietas.17
Simtom positif tampaknya merefleksikan suatu ketidaksesuaian dengan fungsi-fungsi yang normal dan secara tipikal meliputi waham dan halusinasi, juga termasuk bahasa dan komunikasi yang terdistorsi atau berlebihan (bicara yang kacau) dan juga dalam perilaku (perilaku yang kacau, perilaku katatonik atau perilaku agitasi ). Simtom negatif terdiri dari sedikitnya 5 tipe gejala, yaitu afek yang datar, alogia, avolisi, anhedonia dan perhatian yang terganggu. Dalam skizofrenia, simtom negatif sering dipertimbangkan sebagai suatu fungsi normal yang berkurang seperti afek yang tumpul, emotional withdrawal, rapport yang buruk, pasif dan penarikan sosial. Simtom kognitif skizofrenia mungkin dapat
(29)
dihubungkan dengan gambaran yang tumpang-tindih dengan simtom-simtom negatif. Gejala kognitif termasuk secara spesifik kedalam gangguan pikiran skizofrenia dan kadang-kadang menggunakan bahasa yang aneh, termasuk inkoheren, asosiasi longgar dan neologisme. Perhatian dan proses informasi yang terganggu merupakan gangguan kognitif spesifik lain sehubungan dengan skizofrenia. Simtom agresif dan permusuhan dapat tumpang-tindih dengan simtom positif tetapi secara spesifik menekankan pada permasalahan dalam mengontrol impuls. Simtom ini meliputi permusuhan yang jelas, seperti perlakuan kasar baik secara verbal atau fisik ataupun sampai melakukan penyerangan. Beberapa simtom juga termasuk seperti perilaku melukai diri sendiri, bunuh diri, membakar rumah dengan sengaja atau merusakkan milik orang lain. Tipe yang lain dari ketidakmampuan mengontrol impuls seperti sexual acting out, juga termasuk kedalam katagori simtom agresif dan permusuhan. Simtom depresif dan ansietas sering sehubungan dengan skizofrenia, tetapi adanya simtom ini bukan berarti memenuhi kriteria diagnostik untuk komorbid dengan gangguan ansietas atau gangguan afektif.17
2.2. Simtom Positif Pada Pasien Skizofenik
Hipotesis dopamin skizofrenia, sebagaimana yang pertama kali didalilkan, mengemukakan bahwa skizofenia dikarenakan aktivitas dopamin berlebihan di dalam area limbik otak, khususnya nukleus akumbens, sebagaimana pada stria terminalis, septum lateral dan tuberkel olfaktori.18
Jalur dopamin mesolimbik diproyeksi dari badan-badan sel dopaminergik di area tegmental ventral dari batang otak ke terminal akson di area limbik otak,
(30)
seperti nukleus akumbens. Jalur ini telah dipikirkan memiliki peran penting pada perilaku emosional, khususnya halusinasi pendengaran tapi juga waham dan gangguan pikiran.17,19
Selama lebih dari 25 tahun, telah diobservasi bahwa gangguan atau obat-obat yang meningkatkan dopamin akan mempertinggi atau menghasilkan simtom-simtom positif psikotik dan obat-obat yang menurunkan dopamin akan menurunkan atau menghentikan simtom positif. Observasi ini telah diformulasikan ke teori psikosis yang kadang-kadang disebut sebagai hipotesis dopamin skizofrenia. Mungkin pemakaian istilah modern yang lebih tepat adalah hipotesis dopamin mesolimbik dan simtom-simtom positif psikotik, sejak diyakini bahwa hiperaktivitas spesifiknya dari jalur dopamin khusus ini yang memediasi simtom positif dari psikosis. Hiperaktivitas dari jalur dopamin mesolimbik secara hipotetik diperhitungkan untuk simtom positif psikotik, apakah simtom sebagai bagian dari skizofenia atau psikosis yang diinduksi obat-obatan atau apakah simtom positif psikotik menyertai mania, depresi, atau demensia.17,19
2.3. Farmakoterapi Pada Simtom Positif Skizofrenia
Obat antipsikotik dapat dibagi ke dalam dua kelompok utama, yaitu antipsikotik konvensional yang sering disebut juga first-generation antipsycholtics (FGA) atau
dopamine receptor antagonist dan antipsikotik golongan kedua yang sering disebut juga second-generation antipsychotics (SGA)20-22 atau serotonin-dopamine antagonist (SDA).20,21 Istilah FGA dan SGA berdasarkan pada teori bahwa efek antipsikotik dari obat antagonis reseptor dopamin dihasilkan dari blokade reseptor dopamin tipe 2 (D2) sedangkan pada SGA berbeda, terkait rasio
(31)
blokadenya sebagai antagonis D2 dan 5-hydroxytryptamine type 2A (5-HT2A).
Antagonis reseptor dopamin selanjutnya lagi dapat dibagi dengan yang berpotensi
rendah, sedang dan tinggi terhadap reseptor D2 dan mempunyai tendensi
menimbulkan efek samping ekstrapiramidal yang lebih besar pula. Sedangkan obat yang potensi rendah akan menimbulkan efek samping ekstrapiramidal yang lebih kecil tetapi lebih sering pula menyebabkan hipotensi postural, sedasi dan efek antikolinergik.20
2.3.1. Haloperidol
Haloperidol merupakan butirofenon 23 pertama dari antipsikotik utama.24 Kerja terapeutik obat-obat antipsikotik konvensional adalah menghambat reseptor D2
khususnya di jalur mesolimbik. Hal ini menimbulkan efek berkurangnya
hiperaktivitas dopamin pada jalur ini, yang didalilkan sebagai penyebab simtom positif pada psikosis.17
Haloperidol adalah salah satu obat yang umumnya digunakan untuk mengobati pasien agresif dan berbahaya, walaupun mempunyai efek samping yang berat, termasuk simtom-simtom ekstrapiramidal dan akatisia. Perilaku agresif kelihatan berhubungan dengan simtom positif pada skizofrenia.25
Semua antagonis reseptor dopamin diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral, sedangkan pada preparat liquid lebih efisien diabsorpsi dibandingkan dengan tablet atau kapsul. Puncak konsentrasi plasma biasanya mencapai 1 hingga 4 jam setelah pemberian oral 7,21,26 dan 30 hingga 60 menit setelah pemberian parenteral.7,26 Tingkat steady-state tercapai kira-kira dalam 3 hingga 5 hari. Waktu paruh obat-obat ini adalah kira-kira 24 jam.7,21 Orang
(32)
dewasa dalam keadaan akut cukup sesuai dengan menggunakan dosis ekivalen haloperidol 5 hingga 20 mg.7 Haloperidol yang tersedia 0,5; 1; 2; 5; 10; 20 mg tablet.27
2.3.2. Quetiapine
Quetiapine adalah derivatif dibenzothiazepine,2,3,6,23 merupakan antipsikotik atipikal 2,3 yang menunjukkan efikasi dalam skizofrenia akut.3 Di dalam percobaan klinik skizofrenia dimana efikasi memperlihatkan range dosis 150 hingga 750 mg per hari.12 Quetiapine yang tersedia 25, 100, 200 2,7,22,26,27 dan 300 mg tablet bersalut.2,7,27 Tidak ada perbedaan yang ditemukan antara pemberian dosis dua atau tiga kali sehari, walaupun steady –state waktu paruh 6,9 jam. Waktu konsentrasi maksimum (T max) setelah pemberian oral adalah kurang dari 2 jam, dengan estimasi waktu paruh 3 sampai 5 jam, level steady state dicapai 48 jam.12Quetiapine dimetabolisme oleh isoenzim sitokrom P450 3A4 dan dosis
penyesuaian diperlukan jika quetiapine diberikan dengan obat yang
mempengaruhi aktivitas isoenzim ini.2
Quetiapine memiliki afinitas tinggi untuk 5-HT2,6,12,28,29 H1,6,12,23,29
5-HT6, reseptor α1,6,12,28,29 dan α2 ; afinitas sedang untuk reseptor sigma ; dan
afinitas rendah untuk reseptor D1.12,28 Quetiapine juga memiliki afinitas sangat
rendah untuk reseptor M112,29 dan D4.12
Untungnya antagonisme serotonin 2A gagal dalam membalikkan antagonisme D2 di dalam sistem mesolimbik. Jika antagonisme serotonin 2A membalikkan, setidaknya sebagian pengaruh antagonisme D2 dalam beberapa jalur dopamin, maka kenapa tindakan antipsikotik dari pemblokkan D2 dalam
(33)
jalur dopamin mesolimbik tidak membalik? Terbukti, pengaruh antagonisme serotonin di dalam jalur dopamin ini tidak cukup kuat untuk membalikkan reseptor D2 oleh antipsikotik atipikal ataupun untuk mengurangi tindakan-tindakan dari antipsikotik atipikal terhadap simtom-simtom positif psikosis.17,19
Efek samping yang paling umum dari quetiapine adalah mengantuk dan hipotensi postural.26,30 40 Efek samping yang kurang umum termasuk sakit kepala,
konstipasi, mulut kering dan takikardi. Quetiapine kelihatannya tidak
meningkatkan kadar serum prolaktin di atas range normal, apabila kadar serum prolaktin meningkat mungkin dapat mengakibatkan galaktore atau gangguan
menstruasi pada wanita.30Quetiapine memperlihatkan keunggulan profil
tolerabilitas terhadap antipsikotik atipikal yang lain dan tidak menunjukkan kejadian simtom ekstrapiramidal atau perubahan konsentrasi prolaktin dibandingkan placebo dengan dosis hingga 750 mg / hari.31
Dosis regimen terapeutik quetiapine untuk pengobatan pasien skizofrenia akut menurut expert consensus guidelines adalah 200-800 mg/hari.1 Menurut rekomendasi dosis standar untuk skizofrenia, titrasi sampai 400 mg / hari disarankan mengikuti jadwal, diberikan dua kali sehari dalam dosis terbagi : 50 mg pada hari pertama pengobatan, 100 mg sehari pada hari kedua, 200 mg pada hari ketiga, 300 mg pada hari keempat dan 400 mg pada hari kelima. Pada pasien yang memberikan respons quetiapine, terapi harus dilanjutkan pada dosis optimal yang mempertahankan remisi dalam kisaran 150 -750 mg / hari.2 Titrasi yang cepat dalam beberapa hari, menimbulkan perkembangan yang cepat di dalam toleransi efek samping. Bagi quetiapine ini sangat berguna terutama untuk
(34)
mengurangi durasi sedasi dan hipotensi yang sering diamati pada awal pengobatan.32
2.3.3. Haloperidol Dibandingkan Quetiapine
Suatu meta-analysis memperlihatkan data PANSS untuk empat percobaan acak, tersamar ganda yang membandingkan quetiapine dengan haloperidol pada pasien skizofrenik. Jumlah persentase menunjukkan perbaikan dari awal hingga akhirdi dalam skor total PANSS ( dengan menggunakan analisa least squares mean).
Quetiapine(n=334) menunjukkan perbaikan yang lebih bermakna bila dibandingkan dengan haloperidol (n=372) [p<0,05].13
Dalam dua studi banding tersamar ganda yang terpisah 6 hingga 8 minggu,
quetiapine (300 hingga 600 mg per hari) dibandingkan dengan haloperidol mengenai efikasi dalam menurunkan simtom-simtom psikotik. Quetiapine dan haloperidol menghasilkan penurunan yang jelas dalam rerata skor PANSS, dan dijumpai lebih banyak pasien yang diobati dengan quetiapine menunjukkan respons klinik (≥ 20 % penurunan dalam skor total PANSS, p = 0,043).12
Pada percobaan tersamar ganda yang membandingkan pasien yang diobati dengan quetiapine (600 mg/hari) cenderung mempunyai angka perbaikan yang lebih besar di dalam skor PANSS dibandingkan mereka yang menerima haloperidol (20 mg/hari) setelah 4 minggu pengobatan.33
Penelitian yang dilakukan oleh Arvanitis dkk pada tahun 1996 yang meneliti tentang perbandingan quetiapine “multiple fixed dose” dengan haloperidol dan plasebo pada pasien skizofrenik dengan eksaserbasi akut, didapati hasil penelitian yang menyebutkan bahwa quetiapine lebih mudah ditoleransi dan
(35)
secara klinis efektif di dalam pengobatan skizofrenia dan juga lebih unggul terhadap plasebo maupun haloperidol di dalam mengurangi simtom positif pada dosis antara 150-750 mg/hari dan mengurangi simtom negatif pada dosis 300 mg/hari.34
Suatu meta-analysis multisentra memperlihatkan lima percobaan acak,
tersamar ganda yang membuktikan bahwa quetiapine sama efektif dengan
haloperidol dalam perbaikan simtom-simtom agitasi pada pasien skizofrenia.13 Suatu percobaan acak, tersamar ganda selama 6 minggu pada pasien skizofrenik di rumah sakit dengan flexible dosis menemukan bahwa quetiapine (rerata dosis 455 mg.hari) dan haloperidol (rerata dosis 8 mg/hari) menunjukkan perbaikan yang sama pada rerata skor PANSS.35
2.4. Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS)
Positive and Negative Syndrome Scale merupakan suatu alat ukur yang valid untuk menilai beratnya simtom yang dialami pasien skizofrenia dan penilaian terhadap keluaran terapeutik. PANSS mempunyai 30 butir penilaian dengan 3 skala ( skala positif = 7 butir ; skala negatif = 7 butir ; skala psikopatologi umum = 16 butir ). Masing – masing butir mempunyai rentang nilai dari 1-7, ( 1 = tidak ada ; 2 = minimal ; 3 = ringan ; 4 = sedang ; 5 = agak berat ; 6 = berat ; 7 = sangat berat ). Total skor PANSS antara 30 -210.(Lampiran 3)
Selain itu PANSS juga dapat dibagi kedalam 5 komponen, yaitu :
1. komponen negatif (penarikan emosional, penarikan sosial yang pasif / tidak acuh, kurangnya spontanitas dan arus percakapan, afek tumpul, kemiskinan rapport, atensi yang buruk, penghindaran sosial secara aktif,
(36)
retardasi motorik, gangguan kehendak, mannerisme dan membentuk postur).
2. komponen positif (isi pikiran yang tidak biasanya, waham, kebesaran, kurangnya pertimbangan dan tilikan, perilaku halusinasi ).
3. komponen gaduh gelisah (gaduh gelisah, pengendalian impuls yang
buruk, ketegangan, permusuhan, ketidakkooperatifan).
4. komponen depresi (ansietas, perasaan bersalah, depresi, kekhawatiran, somatik, preokupasi).
5. komponen kognitif dan lain-lain (kesulitan berpikir abstrak, disorientasi, disorganisasi konseptual, pemikiran stereotipik)36
2.5. Kerangka Konseptual
Pre Test Post Test
Pasien skizofrenik
Quetiapine
PANSS Haloperidol
PANSS
Simtom positif dengan pengukuran PANSS
Waktu berkurangnya simtom positif Waktu berkurangnya simtom positif
Simtom positif dengan pengukuran PANSS
(37)
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, yang berbentuk two group pretest-posttest design, yang merupakan uji klinis tersamar ganda secara paralel dengan 2 kelompok melakukan randomisasi.37
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat Penelitian : Instalasi rawat jalan dan rawat inap Psikiatri Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara.
Waktu Penelitian : 1 Juli 2010 – 30 September 2010
3.3. Populasi Penelitian
3.3.1. Populasi target adalah pasien skizofrenik yang datang berobat ke BLUD Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara.
3.3.2. Populasi terjangkau adalah pasien skizofrenik yang datang berobat di BLUD Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara periode 1 Juli 2010- 30 September 2010.
3.4. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel
3.4.1. Sampel penelitian adalah pasien skizofrenik pada fase akut dengan simtom positif.
(38)
3.4.2. Cara pengambilan sampel dengan non probability sampling jenis
consecutive sampling.38
3.5. Besar Sampel
Besar sampel diukur dengan menggunakan rumus : 39,40
(Zα + Zβ)S 2
n
1 =n
2 = 2(X1 – X2)
Zα = tingkat kepercayaan = 95 % ; pada α = 5 % = 1,645 (satu arah) Zβ = power = 90 % ; pada β = 10 % = 1,282
X1 – X2 = 2
S = 1,63 9
n1 = n2 = 11,4 20
Dengan menggunakan rumus di atas didapati jumlah sampel untuk masing- masing kelompok 20 orang
3.6. Kriteria Penelitian
3.6.1. Kriteria Inklusi
1. Pasien skizofenik yang memenuhi kriteria diagnostik menurut PPDGJI-III.32
(39)
3. Berat badan ideal ( BMI = 18,50-24,99)
4. Memiliki tingkat keparahan yang sama diukur dengan PANSS skor total
>
60 dan dengan ketentuan sub skala positif skor ≥ 4 pada 1 atau lebih dari item PANSS berikut ini : waham, kekacauan proses pikir, perilaku halusinasi, kecurigaan/ kejaran.15. Fase akut
3.6.2. Kriteria Eksklusi
1. Pasien dengan riwayat tidak respons / hipersensitif terhadap quetiapine
atau haloperidol.
2. Dalam keadaan hamil dan menyusui.
3. Pasien skizofrenik dengan komorbiditas penyakit medis umum, gangguan mental organik dan atau gangguan psikiatrik lainnya.
4. Tekanan darah sistolik
<
100 mmHg3.7. Ijin Subjek Penelitian
Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua atau pasangan atau keluarga terdekat lainnya setelah terlebih dahulu diberi
penjelasan sebelum diberikan pengobatan dengan quetiapine atau
haloperidol.
3.8. Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komite Etika penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
(40)
3.9. Cara Kerja Penelitian
Pasien skizofrenik yang memenuhi kriteria inklusi mengisi persetujuan secara tertulis setelah mendapatkan penjelasan yang terperinci dan jelas dari peneliti. Selanjutnya subjek penelitian dipilih yang memiliki
kesamaan rerata dalam hal berat badan, umur dan tingkat keparahan
penyakit (diukur skor PANSS total termasuk sub skala positif). Sebelum dilakukan intervensi, dilakukan randomisasi terhadap subjek penelitian
untuk menentukan subjek mana yang mendapatkan quetiapine atau
haloperidol dengan menggunakan tabel angka random. Selanjutnya dua puluh subjek yang akan diteliti diintervensi dengan pemberian quetiapine
dua kali sehari dalam dosis terbagi : 50 mg pada hari pertama pengobatan, 100 mg sehari pada hari kedua, 200 mg pada hari ketiga, 300 mg pada hari keempat, 400 mg pada hari kelima, 500 mg pada hari ketujuh, 600 mg pada hari kesembilan, 800 mg pada hari kedua belas, dengan range dosis 200-800 mg/hari.1 Dua puluh subjek yang menjadi kontrol diintervensi dengan pemberian haloperidol dalam dosis terbagi, dimulai dengan dosis 5 mg/hari pada hari pertama pengobatan, kemudian dosis dinaikkan pada hari ketiga menjadi 7,5 mg/hari, kemudian dosis dinaikkan pada hari kelima menjadi 10 mg/hari, pada hari ketujuh dosis dinaikkan menjadi 15 mg/hari, pada hari kesepuluh menjadi 20 mg/hari, dengan range dosis 5 - 20 mg/hari. Dosis 20 mg/hari dipertahankan sampai akhir penelitian.Pada setiap follow up bila cut off sudah tercapai maka dosis sebelumnya akan dipertahankan sampai akhir penelitian. Pada penelitian ini baik peneliti maupun subjek tidak mengetahui obat apa yang diberikan. Penelitian ini
(41)
akan dibantu oleh seorang asisten yang sudah dilatih sebelumnya bagaimana cara pemberian obat tersebut. Kemudian dilakukan follow up
pada hari ketiga, hari kelima, hari ketujuh dengan pemeriksaan skor PANSS total dan sub skala positif untuk melihat berapa lama waktu yang diperlukan untuk menurunkan simtom positif pada masing-masing kelompok sampai pada minggu keempat. Setelah minggu keempat data-data dikumpulkan, baik dari peneliti maupun dari asisten, sehingga
diketahui mana yang mendapat quetiapine dan mana yang mendapat
haloperidol. Kemudian data dianalisis, hasil skor sub skala positif pada saat awal sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan dibandingkan pada kedua kelompok tersebut.
Apabila selama pengobatan pemberian antipsikotik tersebut pasien mengalami efek samping seperti simtom-simtom ekstrapiramidal maka diberi terapi trihexyphenidyl dengan kisaran dosis 1-15 mg/hari.
3.10. Identifikasi Variabel
Variabel bebas : Quetiapine, Haloperidol. Variabel tergantung : Skor PANSS sub skala positif
(42)
3.11.Definisi Operasional
1. Pasien skizofrenik adalah pasien yang memenuhi kriteria diagnostik
skizofrenia (F20) berdasarkan PPDGJ III.41
2. Simtom positif terdiri dari waham, kekacauan proses pikir, perilaku halusinasi, gaduh gelisah, waham kebesaran, kecurigaan / kejaran, permusuhan.
3. PANSS merupakan suatu alat ukur yang valid untuk menilai beratnya
simtom yang dialami pasien dengan skizofrenia dan penilaian terhadap keluaran terapeutik yang terdiri atas penilaian skala positif (7 butir penilaian), skala negatif (7 butir penilaian) dan skala psikopatologi umum (16 butir penilaian). Setiap butir penilaian mempunyai rentang skor 1-7. Total skor PANSS antara 30-210.36
4. Berat badan dalam rentang normal yang diukur dari indeks massa tubuh dalam rentang 18,50-24,99
Berat Badan (kg) BMI =
Tinggi Badan (m)2
5. Kelompok umur adalah lamanya hidup sejak lahir yang dinyatakan dalam satuan tahun.
15 - 20 – 25 – 30 – 35 –
(43)
6. Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan.
7. Memiliki tingkat keparahan yang sama diukur dengan PANSS skor total >60 dan dengan ketentuan sub skala positif skor ≥ 4 pada 1 atau lebih dari item PANSS berikut ini : waham, kekacauan proses pikir, perilaku halusinasi, kecurigaan/ kejaran.1
8. Kemajuan dalam terapi adalah penurunan skor total PANSS ≥ 40%.1
9. Quetiapine adalah antipsikotik atipikal yang merupakan derivatif
dibenzothiazepine,2,3,6,23 dengan range dosis 200-800 mg.1
10. Haloperidol adalah antipsikotik tipikal golongan butirofenon 23, dengan
range dosis 5 - 20 mg.7
11. Fase akut adalah dimana dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya adanya waham, halusinasi, gangguan proses pikir. Biasanya berlangsung 4-8 minggu.
12. Waktu berkurangnya simtom positif adalah lama yang diperlukan untuk menurunkan skor PANSS yaitu simtom positif yang dihitung pada hari ketiga, hari kelima, hari ketujuh, selanjutnya minggu kedua, minggu ketiga dan minggu keempat.
(44)
13. Tingkat keparahan komponen simtom positif : Skor PANSS simtom positif 1 - 7 = tidak ada Skor PANSS simtom positif 8 - 14 = minimal Skor PANSS simtom positif 15 - 21 = ringan Skor PANSS simtom positif 22 - 28 = sedang Skor PANSS simtom positif 29 - 35 = agak berat Skor PANSS simtom positif 36 - 42 = berat
Skor PANSS simtom positif 43 - 49 = sangat berat 14. Cut off adalah suatu nilai batas.
3.12. Kerangka Operasional
Inklusi Eksklusi Pasien skizofrenik dengan simtom positif
PANSS
Quetiapine
PANSS sub skala positif minggu I, II, III,
IV
Randomisasi Haloperidol
PANSS sub skala positif minggu I, II, III,
(45)
3.13. Analisis dan Penyajian Data
Pengolahan dan analisis data dengan menggunakan uji statistik SPSS versi 15,5 dengan uji hipotesis chi-square. Untuk menilai perbandingan skor PANSS pada pemberian quetiapine dan haloperidol digunakan uji t independen apabila distribusinya normal.42 Bila data tidak berdistribusi normal digunakan uji Mann Whitney. Untuk menguji kenormalan data digunakan Kolmogorov Smirnov.43
(46)
BAB. 4 HASIL PENELITIAN
Empat puluh orang pasien skizofrenik yang memenuhi kriteria penelitian dikumpulkan dari instalasi rawat jalan dan rawat inap Psikiatri BLUD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya dilakukan randomisasi untuk menentukan pasien mana yang akan memperoleh quetiapine dan haloperidol. Pasien yang diikut sertakan pada penelitian ini adalah pasien yang datang berobat dalam periode 1 Juli 2010 – 30 September 2010.
Tabel 4.1. Distribusi subjek penelitian berdasarkan umur dan jenis kelamin Karakteristik demografi Quetiapine Haloperidol
n (%) n (%) P * Umur (tahun)
15- 1 (5) 0 (0) 20- 3 (15) 7 (35) 25- 7 (35) 6 (30)
30- 3 (15) 4 (20) 0,324 35- 3 (15) 3 (15)
≥ 40 3 (15) 0 (0) Jumlah 20 (100) 20 (100) Jenis Kelamin
Laki-laki 16 (80) 15 (75)
Perempuan 4 (20) 5 (25) 0,705 Jumlah 20 (100) 20 (100)
* Chi-square
Tabel 4.1. memperlihatkan karakteristik demografi dari kelompok subjek yang mendapatkan quetiapine dan haloperidol. Dari uji statistik pada kelompok umur terhadap pemberian quetiapine dan haloperidol dengan menggunakan Chi-Square test diperoleh hasil P = 0,324 (P > 0,05). Tidak dijumpai perbedaan bermakna proporsi kelompok terapi berdasarkan umur.
(47)
Tabel 4.1.juga memperlihatkan bahwa subjek penelitian yang mendapatkan quetiapine berjenis kelamin laki-laki sebanyak 16 orang (80%) sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 4 orang (20%). Selanjutnya, pada subjek penelitian yang mendapatkan haloperidol yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (75%) sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 5 orang (25%). Dari uji statistik pada jenis kelamin terhadap pemberian quetiapine dan haloperidol dengan menggunakan Chi-Square test
diperoleh hasil P = 0,705 (P > 0,05). Tidak dijumpai perbedaan bermakna proporsi kelompok terapi berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 4.2. Karakteristik berat badan dan BMI pada penggunaan quetiapine dan haloperidol
Quetiapine Haloperidol P*
n mean SD n mean SD Berat badan 20 63,4 7,5 20 65,6 4,7 0,277 BMI 20 22,4 1,8 20 22,7 1,3 0,518
* t-independent
Tabel 4.2. memperlihatkan bahwa diperoleh nilai rerata berat badan pada kelompok subjek yang mendapatkan quetiapine adalah 63,4 (SD 7,5) kg dan rerata berat pada kelompok subjek yang mendapatkani haloperidol 65,5 (SD 4,7) kg. Dari uji statistik pada berat badan terhadap pemberian quetiapine dan haloperidol dengan menggunakan independent sample test diperoleh hasil P = 0,277 (P >0,05) Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perbedaan proporsi berat badan yang bermakna pada kelompok yang akan mendapat quetiapine dan haloperidol.
(48)
Pada penelitian diperoleh nilai rerata BMI pada kelompok subjek yang mendapatkan quetiapine 22,4 (SD 1,8) dan rerata BMI pada kelompok subjek yang mendapatkani haloperidol 22,7 (SD 1,3). Dari uji statistik pada BMI terhadap pemberian quetiapine dan haloperidol dengan menggunakan independent sample test diperoleh hasil P = 0,518 (P >0,05) Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perbedaan BMI yang bermakna pada kelompok yang akan mendapat
quetiapine dan haloperidol.
Tabel 4.3. Karakteristik skor PANSS saat pertama kali periksa
Quetiapine Haloperidol P*
Hari pertama n mean SD n mean SD PANSS 20 35,4 2,9 20 35,3 3,8 0,963
* t-independent
Tabel 4.3. memperlihatkan bahwa rerata skor PANSS pada pasien skizofrenik dengan simtom positif yang mendapatkan quetiapine adalah sebesar 35,4 (SD 2,9) sedangkan yang mendapatkan haloperidol adalah sebesar 35,3 (SD 3,8).
Dari uji statistik dengan menggunakan independent samples test terhadap skor PANSS pada pasien skizofrenik dengan simtom positif pada saat pertama sekali diperiksa diperoleh nilai P = 0,963 (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perbedaan yang bermakna terhadap skor PANSS pada saat pertama sekali pasien skizofrenik dengan simtom positif diperiksa pada masing-masing kelompok.
(49)
Tabel 4.4. Karakteristik tingkat keparahan sub skala positif pada saat pertama kali periksa
Quetiapine Haloperidol
Hari pertama P * n (%) n (%) Agak Berat 10 (50) 9 (45) 0,752
Berat 10 (50) 11 (55)
*Chi- square
Tabel 4.4. memperlihatkan bahwa tingkat keparahan sub skala positif pada subjek penelitian yang akan mendapat quetiapine dengan kategori agak berat adalah sebanyak 10 orang ( 50%), berat sebanyak 10 orang (50%). Sementara itu, tingkat keparahan sub skala positif pada subjek penelitian yang mendapatkan haloperidol dengan kategori agak berat adalah sebanyak 9 orang (45%), berat sebanyak 11 orang (55%). Dengan menggunakan uji statistik Chi-square terhadap tingkat keparahan sub skala positif saat pertama sekali diperiksa didapatkan hasil
P= 0,752 (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perbedaan bermakna tingkat keparahan sub skala positif pada pasien skizofrenik yang akan mendapat quetiapine dan haloperidol.
(50)
Tabel 4.5. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada hari ketiga
Quetiapine Haloperidol P*
Hari ketiga n mean SD n mean SD PANSS sub skala positif 20 30,6 3,3 20 29,9 3,2 0,495 *Mann Whitney
Dari tabel 4.5. dapat dilihat bahwa rerata skor PANSS sub skala positif
pada pasien yang mendapatkan quetiapine adalah sebesar 30,6 (SD 3,3)
sedangkan yang mendapatkan haloperidol adalah sebesar 29,9 (SD 3,2).
Dari uji statistik dengan menggunakan uji Mann Whitney terhadap skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik dengan simtom positif pada hari ketiga pemberian quetiapine dan haloperidol, diperoleh nilai P = 0,495 (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perubahan skor PANSS sub skala positif yang bermakna setelah pemberian quetiapine dan haloperidol pada hari ketiga.
Tabel 4.6. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada hari ketiga Quetiapine Haloperidol
Hari ketiga P* Tingkat keparahan n (%) n (%)
Sedang 4 (20) 8 (40) Agak Berat 13 (65) 9 (45) 0,357 Berat 3 (15) 3 (15)
*Chi-square
Dari tabel 4.6. memperlihatkan bahwa dalam waktu tiga hari, dari 20 orang pasien yang mendapat quetiapine, jumlah pasien dengan tingkat keparahan
(51)
(65%) dan tingkat keparahan berat menjadi 3 orang (15%). Sedangkan dalam waktu tiga hari , dari 20 orang pasien yang mendapat haloperidol, jumlah pasien dengan tingkat keparahan sedang menjadi 8 orang (40%), tingkat keparahan agak berat menjadi 9 orang (45%), sedangkan jumlah pasien dengan tingkat keparahan berat masih dijumpai sebanyak 3 orang (15%).
Dengan menggunakan uji statistik Chi-square terhadap perubahan tingkat keparahan sub skala positif dalam tiga hari setelah pemberian quetiapine dan haloperidol, didapatkan hasil P = 0,357 (P> 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu tiga hari setelah diberikan quetiapine tidak dijumpai perubahan tingkat keparahan sub skala positif yang bermakna dibandingkan dengan pemberian haloperidol.
Tabel 4.7. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada hari kelima
Quetiapine Haloperidol P*
Hari kelima n mean SD n mean SD PANSS sub skala positif 20 27,6 4,1 20 28,1 2,9 0,529 *Mann Whitney
Dari tabel 4.7. memperlihatkan bahwa rerata skor PANSS sub skala positif
pada pasien yang mendapatkan quetiapine adalah sebesar 27,6 (SD 4,1)
sedangkan yang mendapatkan haloperidol adalah sebesar 28,1 (SD 2,9.).
Dari uji statistik dengan menggunakan Mann Whitney terhadap skor PANSS sub skala positif terhadap pasien skizofrenik dengan simtom positif setelah hari kelima pemberian quetiapine dan haloperidol, diperoleh nilai P = 0,529 (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perubahan skor
(52)
PANSS sub skala positif yang bermakna setelah pemberian quetiapine dan haloperidol setelah hari kelima.
Tabel 4.8. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada hari kelima Quetiapine Haloperidol
Hari kelima P * Tingkat keparahan n (%) n (%) Ringan 2 (10) 0 (0)
Sedang 11 (55) 14 (70) 0,296 Agak Berat 7 (35) 6 (30)
*Chi-square
Tabel 4.8. memperlihatkan bahwa dalam waktu lima hari, dari 20 orang pasien yang mendapat quetiapine, jumlah pasien dengan tingkat keparahan ringan menjadi 2 orang (10%), tingkat keparahan sedang menjadi 11 orang (55%), tingkat keparahan agak berat menjadi 7 orang (35%). Sedangkan dalam waktu lima hari, dari 20 orang pasien yang mendapat haloperidol, jumlah pasien dengan tingkat keparahan sedang menjadi 14 orang (70%) dan dengan tingkat keparahan agak berat menjadi 6 orang (30%).
Dengan menggunakan uji statistik Chi-square terhadap perubahan tingkat keparahan sub skala positif dalam waktu lima hari setelah pemberian quetiapine
dan haloperidol, didapatkan hasil P = 0,296 (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu lima hari setelah diberikan quetiapine tidak dijumpai perubahan tingkat keparahan sub skala positif yang bermakna dibandingkan dengan pemberian haloperidol.
(53)
Tabel 4.9. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada hari ketujuh
Quetiapine Haloperidol P*
Hari ketujuh n mean SD n mean SD PANSS sub skala positif 20 23,8 3,9 20 26,4 2,9 0,049 *Mann Whitney
Tabel 4.9. memperlihatkan bahwa rerata skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik dengan simtom positif yang mendapatkan quetiapine
adalah sebesar 23,8 (SD 3,9) sedangkan yang mendapatkan haloperidol adalah sebesar 26,4 (SD 2,9).
Dari uji statistik dengan menggunakan Mann Whitney terhadap skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik dengan simtom positif setelah hari ketujuh pemberian quetiapine dan haloperidol, diperoleh nilai P = 0,049 (P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dijumpai perubahan skor PANSS sub skala positif yang bermakna setelah pemberian quetiapine dibandingkan dengan pemberian haloperidol setelah hari ketujuh.
Tabel 4.10.Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada hari ketujuh Quetiapine Haloperidol
Hari ketujuh P* Tingkat Keparahan n (%) n (%) Ringan 6 (30) 0 (0)
Sedang 11 (55) 17 (85) 0,026 Agak Berat 3 (15) 3 (15)
(54)
Tabel 4.10. memperlihatkan bahwa dalam waktu tujuh hari dari 20 orang yang mendapat quetiapine, jumlah pasien dengan tingkat keparahan ringan 6 orang (30%), tingkat keparahan sedang 11 orang (55%), tingkat keparahan agak berat 3 orang (15%). Sedangkan dalam waktu tujuh hari, dari 20 orang pasien yang mendapat haloperidol, pasien dengan tingkat keparahan sedang menjadi 17 orang (85%), tingkat keparahan agak berat menjadi 3 orang (15%).
Dari uji statistik Chi-square terhadap perubahan tingkat keparahan sub skala positif dalam waktu tujuh hari setelah pemberian quetiapine dan haloperidol, didapatkan hasil P = 0,026 (P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu tujuh hari setelah diberikan quetiapine dijumpai perubahan tingkat keparahan sub skala positif yang bermakna dibandingkan dengan pemberian haloperidol.
Tabel 4.11. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada minggu kedua
Quetiapine Haloperidol P*
Minggu kedua n mean SD n mean SD PANSS sub skala positif 20 19,6 3,6 20 23,9 2,1 0,001 *Mann Whitney
Tabel 4.11. memperlihatkan bahwa rerata skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik dengan simtom positif yang mendapatkan quetiapine
adalah sebesar 19,6 (SD 3,6) sedangkan yang mendapatkan haloperidol adalah sebesar 23,9 (SD 2,1).
Dari uji statistik dengan menggunakan Mann Whitney terhadap skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik dengan simtom positif setelah minggu kedua pemberian quetiapine dan haloperidol, diperoleh nilai P = 0,001
(55)
skala positif yang bermakna setelah pemberian quetiapine dibandingkan dengan pemberian haloperidol setelah minggu kedua.
Tabel 4.12. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada minggu kedua
Minggu kedua Quetiapine Haloperidol P*
Tingkat keparahan n (%) n (%) Minimal 2 (10) 0 ( 0 )
Ringan 12 (60) 0 ( 0 ) 0,0001 Sedang 6 (30) 20 (100)
*Chi-square
Tabel 4.12. memperlihatkan bahwa dalam waktu dua minggu, dari 20 orang pasien yang mendapat quetiapine, jumlah pasien dengan tingkat keparahan minimal menjadi 2 orang (10%), tingkat keparahan ringan menjadi 12 orang (60%), tingkat keparahan sedang menjadi 6 orang (30%). Sedangkan dalam waktu dua minggu, dari 20 orang pasien yang mendapat haloperidol, jumlah pasien dengan tingkat keparahan sedang menjadi 20 orang (100%).
Dengan menggunakan uji statistik Chi-square terhadap perubahan tingkat keparahan sub skala positif dalam waktu dua minggu setelah pemberian
quetiapine dan haloperidol, didapatkan hasil P = 0,0001 (P<0,05) . Hal ini
menunjukkan bahwa dalam waktu dua minggu setelah diberikan quetiapine
dijumpai perubahan tingkat keparahan sub skala positif yang bermakna dibandingkan dengan pemberian haloperidol.
(56)
Tabel 4.13. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada minggu ketiga
Quetiapine Haloperidol P*
Minggu ketiga n mean SD n mean SD PANSS sub skala positif 20 16,5 3,0 20 20,5 2,1 0,0001 *Mann Whitney
Tabel 4.13. memperlihatkan bahwa rerata skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik dengan simtom positif yang mendapatkan quetiapine
adalah sebesar 16,5 (SD 3,0) sedangkan yang mendapatkan haloperidol adalah sebesar 20,5 (SD 2,1).
Dari uji statistik dengan menggunakan Mann Whitney terhadap skor
PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik dengan simtom positif setelah minggu ketiga pemberian quetiapine dan haloperidol, diperoleh nilai P = 0,0001 (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dijumpai perubahan skor PANSS sub skala
positif yang bermakna pada pemberian quetiapine dibandingkan dengan
pemberian haloperidol setelah minggu ketiga.
Tabel 4.14. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada minggu ketiga Minggu ketiga Quetiapine Haloperidol P*
Tingkat Keparahan n (%) n (%) Minimal 5 (25) 0 (0)
Ringan 15 (75) 14 (70) 0,004 Sedang 0 (0) 6 (30)
(57)
Tabel 4.14 memperlihatkan bahwa dalam waktu tiga minggu, dari 20 orang pasien yang mendapat quetiapine, jumlah pasien dengan tingkat keparahan minimal menjadi 5 orang (25%), tingkat keparahan ringan menjadi 15 orang (75%). Sedangkan dalam waktu tiga minggu, dari 20 orang pasien yang mendapat haloperidol, jumlah pasien dengan tingkat keparahan ringan menjadi 14 orang (70%) dan jumlah pasien dengan tingkat keparahan sedang menjadi 6 orang (30%).
Dengan menggunakan uji statistik Chi-square terhadap perubahan tingkat keparahan sub skala positif dalam waktu tiga minggu setelah pemberian
quetiapine dan haloperidol, didapatkan hasil P= 0,004 (P<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa dalam waktu tiga minggu setelah diberikan quetiapine
dijumpai perubahan tingkat keparahan sub skala positif yang bermakna dibandingkan dengan pemberian haloperidol.
Tabel 4.15. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada minggu keempat
Quetiapine Haloperidol P*
Hari keempat n mean SD n mean SD PANSS simtom positif 20 12,4 2,4 20 16,8 2,3 0,0001 *Mann Whitney
Tabel 4.15 memperlihatkan bahwa rerata skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik dengan simtom positif yang mendapatkan quetiapine
adalah sebesar 12,4 (SD 2,4) sedangkan yang mendapatkan haloperidol adalah sebesar 16,8 (SD 2,3).
(58)
minggu keempat pemberian quetiapine dan haloperidol, diperoleh nilai P = 0,0001(P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dijumpai perubahan skor PANSS sub skala positif yang bermakna pada pemberian quetiapine dibandingkan dengan pemberian haloperidol setelah minggu keempat.
Tabel 4.16. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada minggu keempat
Minggu keempat Quetiapine Haloperidol P * Tingkat keparahan n (%) n (%)
Minimal 12 (60) 6 (30) 0,057 Ringan 8 (40) 14 (70)
* Chi-square
Tabel 4.16 memperlihatkan bahwa dalam waktu empat minggu, dari 20 orang pasien yang mendapat quetiapine, jumlah pasien dengan tingkat keparahan minimal menjadi 12 orang (60%), tingkat keparahan ringan menjadi 8 orang (40%). Sedangkan dalam waktu empat minggu, dari 20 orang pasien yang mendapat haloperidol, jumlah pasien dengan tingkat keparahan minimal menjadi 6 orang (30%) dan jumlah pasien dengan tingkat keparahan ringan menjadi 14
orang (70%).
Dengan menggunakan uji statistik Chi-square terhadap perubahan tingkat keparahan sub skala positif dalam waktu empat minggu setelah pemberian
quetiapine dan haloperidol, didapatkan hasil P = 0,057 (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu empat minggu setelah diberikan quetiapine dan
(59)
haloperidol tidak dijumpai perubahan tingkat keparahan sub skala positif yang bermakna.
Tabel 4.17. Efek samping yang dijumpai setelah pemberian obat
Quetiapine Haloperidol Efek samping n (%) n (%) Ada 10 (50) 15 (75) Tidak ada 10 (50) 5 (25)
Tabel 4.17 memperlihatkan bahwa dari 20 orang yang mendapatkan
quetiapine mempunyai efek samping sebanyak 10 orang sedangkan dari 20 orang yang mendapatkan haloperidol mempunyai efek samping sebanyak 15 orang . Adapun efek samping yang dijumpai pada pemberian quetiapine pada penelitian ini adalah mengantuk, hipotensi ortostatik, sedasi, sakit kepala, mulut kering. Sedangkan efek samping yang dijumpai pada pemberian haloperidol adalah tremor, akatisia, distonia, pusing, sakit kepala.
Tabel 4.18. Dosis rerata
Quetiapine Haloperidol Follow up
n mean SD n mean SD Hari pertama 20 50 0 20 5 0
Hari ketiga 20 200 0 20 7,5 0 Hari kelima 20 400 0 20 10 0 Hari ketujuh 20 480 41,0 20 14,0 2,1 Minggu kedua 20 490 55,3 20 14,0 2,1 Minggu ketiga 20 490 55,3 20 14,0 2,1 Minggu keempat 20 490 55,3 20 14,0 2,1
(60)
Tabel 4.18. memperlihatkan bahwa rerata dosis pada pasien yang mendapat quetiapine pada hari pertama adalah sebesar 50 (SD 0), hari ketiga 200 (SD 0), hari kelima 400 (SD 0), hari ketujuh 480 (SD 41,0), minggu kedua 490 (SD 55,3), minggu ketiga 490 (SD 55,3) dan minggu keempat 490 ( SD 55,3). Sedangkan yang mendapat haloperidol pada hari pertama adalah sebesar 5 (SD 0), hari ketiga 7,5 (SD 0), hari kelima 10 (SD 0), hari ketujuh 14,0 (SD 2,1), minggu kedua 14,0 (SD 2,1), minggu ketiga 14,0 (SD 2,1), minggu keempat 14,0 (SD 2,1).
(61)
BAB 5. PEMBAHASAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental two group pretest-posttest design, yang merupakan uji klinis tersamar ganda secara paralel dengan 2 kelompok melakukan randomisasi.37 Sampel penelitian adalah pasien skizofrenik pada fase akut dengan simtom positif. Pengambilan sampel dengan cara non probability sampling jenis consecutive sampling.38 Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membandingkan efek quetiapine dan haloperidol dalam menurunkan simtom-simtom positif pada pasien skizofrenik. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah quetiapine lebih baik dibandingkan haloperidol dalam
menurunkan skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik dan untuk mengetahui apakah quetiapine memiliki waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan haloperidol dalam menurunkan tingkat keparahan sub skala positif pada pasien skizofrenik. Penurunan simtom positif pada pasien skizofrenik diukur dengan menggunakan PANSS sub skala positif yang terdiri atas waham (P1), kekacauan proses pikir (P2), perilaku halusinasi (P3), gaduh gelisah (P4), waham kebesaran (P5), kecurigaan / kejaran (P6), permusuhan (P7).
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa kelompok yang diberi quetiapine, umur yang paling banyak dalam rentang 25- tahun sebanyak 7 orang (35%), dengan umur tertua adalah ≥ 40 tahun sebanyak 3 orang (15%) dan yang termuda adalah umur dalam rentang 15- tahun sebanyak 1 orang (5%). Pada subjek yang diberi haloperidol, umur yang paling banyak dalam 20- tahun sebanyak 7 orang (35%), dengan umur tertua dalam rentang 35- tahun sebanyak 3 orang (15%) dan yang termuda adalah umur dalam rentang 20- tahun sebanyak 7 orang (35%). Dari
(62)
hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square test diperoleh hasil P = 0,324. Tidak ada perbedaan proporsi umur yang bermakna pada kedua kelompok yang diintervensi dengan quetiapine maupun haloperidol.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa pada kelompok yang diberi
quetiapine dan haloperidol, pasien yang paling banyak adalah berjenis kelamin laki-laki masing-masing sebanyak 16 orang (80%) dan 15 orang (75%), sedangkan yang berjenis kelamin perempuan masing-masing sebanyak 4 orang (20%) dan 5 orang (25%). Dari hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square test diperoleh hasil P = 0,705. Tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin
yang bermakna pada kedua kelompok yang diintervensi dengan quetiapine
maupun haloperidol.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa dari 20 orang pasien yang diberi
quetiapine mempunyai berat badan rerata 63,4 (SD 7,5) kg, sedangkan pada 20 orang pasien yang diberi haloperidol mempunyai berat badan rerata 65,6 (SD 4,7) kg. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan independent sample test diperoleh hasil P = 0,277. Tidak ada perbedaan proporsi berat badan yang bermakna pada kedua kelompok yang diintervensi dengan quetiapine maupun haloperidol.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa dari 20 orang pasien yang diberi
quetiapine mempunyai BMI rerata 22,4 (SD 1,8), sedangkan pada 20 orang pasien yang diberi haloperidol mempunyai BMI rerata 22,7 (SD 1,3). Dari hasil uji statistik dengan menggunakan independent sample test diperoleh hasil P = 0,518. Tidak ada perbedaan BMI yang bermakna pada kedua kelompok yang diintervensi dengan quetiapine dan haloperidol.
(63)
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa dari 20 orang pasien yang akan
diberi quetiapine mempunyai skor PANSS rerata sebesar 35,4 (SD 2,9),
sedangkan dari 20 orang pasien yang akan diberi haloperidol mempunyai skor PANSS rerata sebesar 35,3 (SD 3,8). Dari hasil uji statistik dengan menggunakan
independent samples test terhadap skor PANSS pada pasien skizofrenik dengan simtom positif pada saat pertama sekali diperiksa diperoleh nilai P = 0,963. Tidak ada perbedaan skor PANSS yang bermakna pada saat pertama sekali pasien skizofrenik dengan simtom positif diperiksa pada masing-masing kelompok (sebelum diintervensi).
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa dari 20 orang pasien yang akan diberi quetiapine memiliki tingkat keparahan agak berat sebanyak 10 orang (50%) dan berat sebanyak 10 orang (50%). Selanjutnya dari 20 orang pasien yang akan diberi haloperidol memiliki tingkat keparahan agak berat sebanyak 9 orang (45%) dan berat sebanyak 11 orang (55%). Dari hasil uji statistik dengan menggunakan
Chi-square diperoleh hasil P= 0,752. Tidak ada perbedaan tingkat keparahan sub skala positif pada pasien skizofrenik yang akan diintervensi dengan quetiapine
dan haloperidol.
Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna pada kedua kelompok dalam hal umur, jenis kelamin, berat badan, BMI dan tingkat keparahan sub skala positif pada pasien skizofrenik, yakni nilai P > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelompok penelitian tersebut memiliki kesetaraan pada saat awal, sebelum dilakukan intervensi pengobatan baik dengan
(1)
1. Tidak ada. Definisi tidak dipenuhi
2. Minimal. Patologis diragukan; mungkin suatu ujung ekstrim dari batasan normal.
3. Ringan. Pasien tampak tidak enak dengan kehadiran orang lain dan lebih suka menghabiskan waktu sendirian, meskipun dia masih mengambil bagian dalam fungsi sosial bila diperlukan.
4. Sedang. Pasien dengan malas mengikuti semua atau sebagian besar aktivitas sosial tetapi mungkin perlu dibujuk atau mungkin mengakhiri lebih awal sehubungan dengan ansietas, kecurigaan atau permusuhan. 5. Agak berat. Pasien dengan ketakutan atau marah, menjauhi banyak
interaksi sosial walaupun orang-orang lain berusaha melibatkan dia. Cenderung menghabiskan waktu sia-sia sendirian.
6. Berat. Pasien mengambil bagian dalam sangat sedikit aktivitas sosial karena rasa takut, permusuhan atau tidak percaya. Bila didekati, pasien menunjukkan kecenderungan yang kuat untuk memutuskan interaksi, dan umumnya ia cenderung mengisolasi diri dari orang lain.
7. Sangat berat. Pasien tidak dapat dilibatkan dalam aktivitas sosial karena adanya ketakutan yang hebat, dan rasa permusuhan atau adanya waham kejaran. Bila mungkin, ia menghindari semua interaksi dan tinggal terisolasi dari orang lain.
Dikutip dari: Pedoman definisi PANSS. Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 1994.44
(2)
(3)
Lampiran 5
DATA SUBJEK PENELITIAN
Nomor : Tanggal
Nomor Medical Record : A. Data Demografik
1. Nama :
2. Umur : / (Tahun/bulan) 3. Jenis Kelamin : L / P
4. Alamat :
5. Pekerjaan :
6. Pendidikan :
7. Status perkawinan : Kawin/ Tidak Kawin/ Janda/Duda 8. Berat badan : TB : TD :
B. Diagnosis : Skizofrenia
C. Pengamatan pada pemeriksaan pertama : tanggal Nilai skor PANSS total dan sub skala positif :
Terapi :
D. Pengamatan pada hari ketiga : tanggal Nilai skor PANSS total dan sub skala positif :
Terapi :
(4)
115
E. Pengamatan pada hari kelima : tanggal Nilai skor PANSS total dan sub skala positif :
Terapi :
Efek samping :
F. Pengamatan pada hari ketujuh : tanggal Nilai skor PANSS total dan sub skala positif :
Terapi :
Efek samping :
G. Pengamatan minggu kedua : tanggal Nilai skor PANSS total dan sub skala positif :
Terapi :
Efek samping
H. Pengamatan minggu ketiga : tanggal Nilai skor PANSS total dan sub skala positif :
Terapi :
Efek samping :
I. Pengamatan minggu keempat : tanggal Nilai skor PANSS total dan sub skala positif :
(5)
116
Lampiran 6
JADWAL PENELITIAN
Waktu Kegiatan
Juni 2010
Juli – September 2010
Oktober 2010
Nopember 2010 Persiapan
Pelaksanaan
Penyusunan Laporan Seminar Hasil
(6)
117
Lampiran 7
RIWAYAT HIDUP PENELITI
Data Pribadi
Nama
Jenis Kelamin
Tempat dan tanggal lahir
Agama Alamat Telepon Riwayat Pendidikan
Tahun 1979 – 1984 Tahun 1984 - 1987 Tahun 1987 - 1990 Tahun 1991- 2000
Tahun 2006 – sekarang : : : : : : : : : : :
Siti Nurul Hidayati Perempuan
Medan, 29 Mei 1971 Islam
Jl. Flamboyan Raya Perum. Griya Nusa Tiga Blok A No. 13 Tanjung Selamat Medan 061 77269568
SD Pertiwi Medan SMP Negeri 9 Medan SMA Negeri 3 Medan
Pendidikan dokter umum di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara
Pendidikan Spesialis di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara