Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Istilah bank syariah dewasa ini bukan merupakan hal asing bagi masyarakat Indonesia. Diawali pada tahun 1992 dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama, di saat bank-bank konvensional terkena krisis moneter, bank syariah tetap digdaya dan kini bank syariah semakin banyak diminati oleh berbagai lapisan masyarakat, termasuk masyarakat yang beragama non muslim. Sehingga, banyak bank konvensional membuka unit khusus bank syariah. 1 Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Indonesia sudah seyogyanya jika kehadiran bank syariah menjadi suatu hal yang diharapkan. Tidak hanya untuk memperkuat perekonomian masyarakat, tetapi lebih dari itu juga sebagai sarana mengoptimalkan wujud ketaatan sebagai seorang muslim. Syariah merupakan suatu aturan yang menyangkut hukum yang berlaku yang dibebankan kepada mukallaf orang-orang yang berakal, mengenai apa yang harus dijauhi dan yang harus dikerjakan sesuai dengan perintah-perintah dan larangan- larangan dalam Al-Qur’an dan Hadis. 1 Karnaen Perwataatmaja dan Henry Tanjung, dalam Pengantar Penerbit, Bank Syariah: Teori, Praktik, dan Peranannya Jakarta: PT. Senayan Abadi, 2007, hal. v Islam sebagai Ad-din mengandung ajaran yang komprehensif dan sempurna Syumul. Yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja aspek ibadah, tetapi juga aspek muamalah, khususnya ekonomi Islam. Kesempurnaan Islam itu tidak saja diakui oleh intelektual muslim, tetapi juga para ilmuan dari barat. Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek ekonomi Mu’amalahIqtishodiyah. Ajaran Islam tentang ekonomi cukup banyak, baik dalam Al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijtihad para ulama. Hal ini menunjukan bahwa perhatian Islam dalam masalah ekonomi sangat besar. Ayat yang terpanjang dalam Al-Qur’an yaitu ayat 282 dalam surat Al-Baqarah yang berisi tentang masalah perekonomian, bukan masalah ibadah Mahdhah atau Aqidah. Kemudian Allah meminta kepada hambaNya untuk masuk Islam secara kaffah atau menyeluruh, perintah ini pun tercantum dalam Firman Allah SWT dalam surat Al- Baqarah ayat 208 dan ayat 85. Ayat tersebut mewajibkan kaum muslimin supaya masuk ke dalam Islam secara utuh dan menyeluruh. Namun sangat disesalkan, dalam bidang dan aktivitas ekonomi, banyak sekali umat Islam mengabaikan ajaran ekonomi syariah dan bergumul dengan sistem ekonomi ribawi. 2 Pemikiran ekonomi Islam lahir dari kenyataan bahwa Islam adalah sistem yang diturunkan Allah kepada umat manusia untuk menata berbagai aspek kehidupanya di seluruh ruang dan waktu. Islam dengan begitu merupakan konsep 2 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, edisi 2, Yogyakarta: Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII tentang sebuah proyek peradaban. Dan peradaban selalu berdiri di atas tempat kerangka ini yaitu bumi, tanah, waktu, manusia dan sistem. Jadi tanah merupakan Land Scape peradaban umat manusia sepanjang masa. Jika manusia berasal dari tanah dan seluruh kehidupan biologisnya untuk survive bertahan hidup secara keseluruhan disuplai dari tanah, maka hubungan manusia dengan tanah merupakan sesuatu yang azali dan primer. Dalam pengertiannya yang sangat natural, ekonomi sesungguhnya membahas hubungan antara manusia dengan tanahnya sebagai proses mempertahankan dan melanjutkan serta menikmati kehidupannya. 3 Ekonomi Islam bertujuan mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan memaksimalkan kesejahteraan manusia Falah. Chapra menyatakan Falah berarti terpenuhinya kebutuhan individu masyarakat dengan tidak mengabaikan keseimbangan makro ekonomi kepentingan sosial, keseimbangan ekologi dan tetap memperhatikan nilai-nilai keluarga dan norma-norma. Baru tiga dasawarsa menjelang abad 21, muncul kesadaran baru umat Islam untuk mengembangkan kembali kajian ekonomi syariah. Ajaran Islam tentang ekonomi, kembali mendapat perhatian serius dan berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Pada era tersebut, lahir dan muncul para ahli ekonomi syariah yang handal dan memiliki kapasitas keilmuan yang memadai dalam bidang Muamalah. Sebagai realisasi dari ekonomi syariah, maka sejak tahun 1975 didirikanlah Internasional Development Bank IDB di Jeddah. Setelah itu, di 3 Wawasan Islam dan Ekonomi : Sebuah Bunga Rampai, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1997 berbagai negara baik negeri-negeri muslim maupun bukan, berkembang pula lembaga-lembaga keuangan syariah. Sekarang di dunia telah berkembang lebih dari 400-an lembaga keuangan dan perbankan yang tersebar di 75 negara, baik di Eropa, Amerika, Timur Tengah maupun kawasan Asia lainnya. Perkembangan aset–aset bank mencatat jumlah fantastis yaitu 15 setahun. Kinerja bank – bank Islam cukup tangguh dengan hasil keuntungannya di atas perbankan konvensional. 4 Sehubungan dengan penggunaan otoritas moneter yang dilakukan bank sentral, sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan kebijakan moneter yang salah satunya yaitu pertumbuhan ekonomi. Dilakukan dengan menetapkan target yang menggunakan beberapa instrumen pokok dari kebijakan moneter dalam teori konvensional yang selama ini diterapkan yaitu kebijakan pasar terbuka, penentuan cadangan wajib minimum, penentuan discount rate, moral suasion yang bersifat himbauan atau bujukan kepada bank untuk meningkatkan permintaan kredit sebagai tanggung jawab mereka, ketika ekonomi berada dalam keadaan depresi. Instrumen moneter pada bank syariah yaitu dengan menggunakan prinsip syariah. Dalam ekonomi Islam, bank sentral tidak dapat menetapkan kebijakan discount rate seperti pada instrumen moneter konvensional. Bank sentral memerlukan instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan moneter dalam ekonomi 4 Agung Coriandri, Kehebatan Ekonomi Syari’ah, artikel diakses pada 15 Maret 2008 dari http: ekonomi-syariahyahoogroups.com Islam. Penghapusan sistem bunga tidak menghambat bank untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam ekonomi. Secara mendasar terdapat instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, antara lain yaitu: 1. Reserve ratio 2. Moral suassion 3. Lending ratio 4. Refinance ratio 5. Profit sharing ratio 6. Islamic sukuk 7. GIC goverment investment certivicate 5 Dari ke tujuh instrumen kebijakan moneter di atas akan dipaparkan pengertiannya satu persatu pada bab selanjutnya. Seiring kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh bank sentral, tentunya bank sentral tidak hanya melakukan tugasnya sendiri, melainkan bank sentral membutuhkan dukungan dari bank-bank komersil lainnya yang berada dibawah naungan bank sentral. Untuk pencapaian sistem moneter yang baik, otoritas moneter harus melakukan pengawasan pada keseluruhan sistem. Sektor moneter adalah jaringan penting yang mempengaruhi sektor ekonomi rill. Sehingga kebijakan moneter merupakan instrumen penting atas kebijakan publik dari sistem ekonomi 5 Karnaen Perwataatmaja dan Henry Tanjung, Bank Syariah, hal. 160 modern. Pada ekonomi Islam hal itu juga benar, namun terdapat perbedaan pada tujuan dasar yaitu pelarangan bunga dalam Islam 6 . Bank syariah diartikan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasianya didasarkan pada prinsip ekonomi Islam. Perbankan syariah sebagai lembaga yang menjalankan tugas fungsional sebagai perantara keuangan antara pihak yang uangnya berlebih surplus unit kepada pihak yang kekurangan uang defisit unit, secara konseptual bank syariah memiliki fungsi sebagai perantara, sekaligus katalisator bagi terciptanya berbagai transaksi perekonomian. Interaksi antara bank dengan pelaku ekonomi atas dasar prinsip keadilan, yang memungkinkan terjadinya realokasi sumber-sumber dana secara lebih merata ke segenap unit ekonomi yang membutuhkan, dan tersalurnya kembali seluruh dana masyarakat kedalam roda perekonomian secara riil. Dengan demikian, bank syariah mungkin akan menciptakan keseimbangan antara sektor keuangan dan sektor riil yang secara positif dapat mendorong peningkatan kapasitas produksi secara optimal dan semua potensi ekonomi bagi kesejahteraan umat. Pada gilirannya, akan tercipta berbagai lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang lebih luas dan merata. Dengan demikian, persoalan kemiskinan dan pengangguran akan dapat teratasi. 7 6 Muhammad, Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Ekonomi Islam, Jakarta: Salemba Empat, 2002 Terdapat fenomena yang menarik sebagai penyebab krisis moneter yang melanda Indonesia, seperti pendekatan jumlah uang beredar telah dipilih oleh otoritas moneter semenjak kebijakan moneter Indonesia beralih dari sistem pengendalian moneter langsung ke sistem pengendalian moneter tidak langsung pada tahun 1983, sistem pengendalian tidak langsung mengandalkan peran pasar keuangan dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter ke sektor riil. Sangat disadari bahwa pasar keuangan belum berjalan efisien mengingat pasar keuangan belum berkembang pada saat itu, pada waktu itu pemerintah berkeyakinan bahwa secara bertahap mekanisme pasar akan semakin efisien sejalan dengan berkembangnya pasar keuangan. 8 Pada tahun 1983 merupakan suatu langkah awal memodernisasikan bidang moneter di Indonesia. Dengan dilepasnya sistem pengendalian moneter secara langsung seperti penetapan suku bunga simpanan dan kredit bank. Pelaksanaan kebijakan moneter mengandalkan pada uang primer sebagai target operasional, dengan target nilai tukar nominal sebagai jangkar anchor kebijakan. Dengan sasaran akhir yang beragam, kebijakan moneter sulit dilakukan secara terfokus karena adanya benturan kebijakan moneter dalam rangka menekan laju inflasi dengan upaya menekan pertumbuhan ekonomi, perkembangan yang sangat cepat di pasar keuangan akibat serangkaian deregulasi dan semakin terintegrasinya 7 Muhammad Alim, Peran Perbankan Syariah dalam Menggerakan Sektor Ekonomi Rill, Sharing, Majalah Ekonomi dan Bisnis Syariah, edisi 14 thn II-Februari, 2008 8 Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia, Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2008, hal. 95-96 perekonomian domestik dengan luar negeri menyebabkan hubungan antara agregat moneter dengan output dan inflasi menjadi tidak stabil. Akibatnya, kebijakan moneter berdasarkan pendekatan kuantitas menjadi berkurang efektifitasnya. Pada tahun 1998 kebijakan moneter memasuki suatu periode pengetatan, terutama untuk mencegah terjadinya hiperinflasi, yaitu dengan upaya menghentikan semua bentuk ekspansi moneter agar tidak terjadi kelebihan likuiditas dalam perekonomian. Bank sentral menerapkan kembali kebijakan moneter ketat yang sempat kehilangan kendalinya ketika terpaksa harus menyalurkan pinjaman likuiditas besar-basaran kepada perbankan untuk menghentikan rush. 9 Pada saat ini Indonesia sedang mengembangkan tingkat pertumbuhan perbankan syariah, bank syariah telah membuktikan kemampuannya dalam menahan goncangan terutama pada saat krisis global yang melanda negara- negara di dunia termasuk Indonesia. Hal ini telah mematahkan ketangguhan sistem kapitalis yang selama ini diterapkan, meskipun demikian bank-bank di Indonesia belum sepenuhnya menggunakan prinsip syariah, sehingga perbankan syariah belum banyak ikut serta dalam menciptakan kestabilan moneter di Indonesia. Oleh karena itu penulis mencoba memasukan negara Sudan sebagai contoh kasus, dimana Bank Sentral Sudan telah menerapkan sistem moneternya dengan prinsip syariah. Sebelum melakukan Islamisasi, selama beberapa tahun bank-bank syariah di Sudan beroperasi berdampingan dengan bank-bank konvensional dual banking system , bank-bank tersebut sebelumnya telah dinasionalisasi pada tahun 9 Ibid, hal. 97 1970. Faisal Islamic Bank of Sudan mulai beroperasi sejak 1978 dengan dekrit khusus, disusul pada 1983 oleh El Tadamon Islamic Bank, Sudanese Islamic Bank, dan Islamic Coperative Development Bank dimiliki oleh lembaga-lembaga koperasi, dan pada 1984 Al Baraka Bank dan Islamic Bank of Western Sudan. Namun kondisi ini berubah pada September 1984 ketika seluruh sistem perbankan “diislamisasi” Sebelum sistem perbankan diislamisasi Bank Sentral Sudan Central Bank Of Sudan -BOS sangat tergantung pada instrumen langsung, yaitu: Interest Rate Controls, Credit Ceiling, Statutory Liquidity Ratio, Bank Rate rediscount rate. Instrumen ini tampak sangat efektif pada awalnya, sebab pada waktu itu ekonomi Sudan ditandai dengan sistem keuangan tidak ada persaingan non- competitive financial , pasar modal primer dan sekunder kurang dikembangkan serta adanya kelangkaan modal. Sekalipun begitu, instrumen yang demikian mengarahkan pada distorsi sumber daya bank, campur tangan pemerintah dengan mekanisme harga, pendistribusian kredit, kesalahan alokasi dan distrorsi kompetisi dengan pembebanan hambatan manajemen aset bank. Sebagai hasilnya BOS mengambil jalan instrumen tidak langsung indirect instrument seperti persyaratan cadangan reserve requitment dan operasi pasar terbuka open market operation, pembelian dan penjualan sekuritas pemerintah. 10 Dengan begitu sangat diharapkan Indonesia bisa mengikuti langkah Sudan, yaitu mengislamisasikan sistem perekonomian terutama di sektor perbankan. Setelah 10 Muhammad, Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Ekonomi Islam, Jakarta: Salemba Empat, 2002 diketahui bahwa sistem konvensional atau kapitalis yang selama ini digunakan tidak berhasil membawa rakyat Indonesia kepada kesejahteraan. Karena sistem ini berasaskan pada sekulerisme yaitu memisahkan ilmu pengetahuan dengan agama, dan tidak memasukan unsur norma ataupun aturan tertentu, sedangkan Allah SWT menyuruh hambanya untuk berpegang pada Al-Qur’an dan Hadis sebagai syariat. Dimana ada sebuah kalimat bijak yang mengatakan bahwa ”akal tanpa panduan Al-Qur’an akan menjadi musibah, dan Al-Qur’an tanpa bimbingan akal akan tersesat”, dalam hal ini ekonomi Islam adalah sebuah ajaran yang bertujuan memberikan solusi hidup yang lebih baik tanpa mengabaikan ajaran-ajaran agama. Sedangkan ilmu ekonomi hanya mengantarkan kita kepada pemahaman bagaimana kegiatan ekonomi berjalan. Sedangkan proses integrasi antara filosofi ekonomi ke dalam ilmu ekonomi murni disebabkan adanya pandangan bahwa kehidupan di dunia tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan akhirat, semuanya harus seimbang karena dunia adalah ladang sawah akhirat. Apa return yang kita peroleh di akhirat nanti akan bergantung pada apa yang kita investasikan selama di dunia. 11 11 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, IIIT Indonesia, Jakarta, November, 2003 h.6-7

B. Perumusan Masalah