Analisis Pengelolaan Keuangan Industri Perbankan dan Pengaruhnya terhadap Stabilitas Moneter

(1)

ANALISIS PENGELOLAAN KEUANGAN INDUSTRI

PERBANKAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP

STABILITAS MONETER DI INDONESIA

TESIS

Oleh

MUHAMMAD ZUHRI

NIM : 097018003

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

ANALISIS PENGELOLAAN KEUANGAN INDUSTRI

PERBANKAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP

STABILITAS MONETER DI INDONESIA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

Dalam Program Studi Ilmu Ekonomi Pembangunan

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD ZUHRI

NIM : 097018003

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGELOLAAN KEUANGAN INDUSTRI PERBANKAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS MONETER DI INDONESIA

Nama Mahasiswa : Muhammad Zuhri Nomor Pokok : 097018003

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Jonni Manurung, M.S) Ketua

(Dr. Dede Ruslan, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof.Dr. H. Sya’ad Afifuddin, M.Ec.)

Direktur

(Prof.Dr.Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 21 September 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Jonni Manurung, M.S Anggota : 1. Dr. Dede Ruslan, M.Si

2. Prof. Dr. H. Sya’ad Afifuddin, M.Ec 3. Dr. Murni Daulay, M.Si


(5)

PERNYA TAAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini : Nama : Muhammad Zuhri

NIM : 097018003

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pembangunan

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

“ANALISIS PENGELOLAAN KEUANGAN INDUSTRI PERBANKAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS MONETER DI INDONESIA”. Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 21 September 2011 Yang membuat pernyataan

Muhammad Zuhri 097018003/MEP


(6)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengelolaan keuangan industri perbankan dan pengaruhnya terhadap stabilitas moneter di Indonesia. Pengelolaan keuangan industri perbankan dalam penelitian ini diasumsikan oleh Peneliti dapat ditentukan oleh beberapa variable seperti variable total deposito berjangka (DEP), total kredit (KRD), suku bunga deposito berjangka (SBD), suku bunga kredit (SBK), dan total giro wajib minimum (GWM). Sementara stabilitas moneter diasumsikan oleh Peneliti dapat ditentukan oleh beberapa variable seperti jumlah uang kartal (JUB), suku bunga dari sertifikat bank Indonesia (SBI), tingkat inflasi (INF), kurs valuta asing (KURS), dan suku bunga dari surat berharga pasar uang (SBPU).

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan adalah data triwulan dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan 2010. Metode analisis yang dipergunakan adalah teknik analisis persamaan simultan untuk melihat pengaruh antar variable, baik yang berpengaruh terhadap kondisi keuangan industri perbankan maupun yang berpengaruh terhadap stabilitas moneter.

Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) sangat mempengaruhi stabilitas system keuangan dan stabilitas moneter. Dan pengaruh nilai tukar mata uang USD (Kurs USD) terlihat sangat signifikan dalam menentukan gejolak tingkat Inflasi. Sementara itu, variable lainnya memiliki pengaruh namun hubungan pengaruhnya bersifat inelastis. Namun secara keseluruhan variable yang diobservasi sangat menentukan kepada stabilitas system keuangan dan stabilitas moneter. Selanjutnya, peneliti melakukan simulasi terhadap instrumen moneter SBI dan GWM, dimana penurunan SBI ternyata dapat mempengaruhi kinerja industri perbankan dan mempengaruhi stabilitas moneter yaitu tingkat inflasi turun dan nilai tukar Rupiah terhadap USD (KURS) terapresiasi. Penurunan GWM ternyata sangat mempengaruhi kinerja industri perbankan dan mempengaruhi stabilitas moneter, yaitu tingkat inflasi (INF) naik dan nilai tukar Rupiah terhadap USD (KURS) terdepresiasi.

Kata kunci : Suku bunga deposito berjangka (SBD), suku bunga kredit (SBK), total deposito berjangka (DEP), total kredit (KRD), produk domestik bruto (PDB), suku bunga surat berharga pasar uang (PDB), suku bunga sertifikat bank Indonesia (SBI), dan tingkat inflasi (INF), jumlah uang kartal (MO), kurs (KURS), dan giro wajib minimum (GWM).


(7)

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the financial management of the banking industry and its impact on monetary stability in Indonesia. Financial management of the banking industry in this study assumed by the researcher can be determined by several variables such as the variable of total deposits (DEP), total loans (KRD), the interest rates of time deposits (SBD), mortgage interest rates (SBK), and total statutory minimum (GWM). While monetary stability is assumed by the researcher can be determined by several variables such as the amount of currency (JUB), interest rates of certificates of Bank Indonesia (SBI), the rate of inflation (INF), foreign exchange (KURS), and interest rates of money market securities (SBPU).

The data used in this research is secondary data sourced from Bank Indonesia and the Central Statistics Agency (BPS). The data used are quarterly data in the period 2000 to 2010. The method of analysis used is the technique of simultaneous equations analysis to see the influence between variables, both of which affect the financial condition of the banking industry as well as the effect on monetary stability. The results of this research note that the Gross Domestic Product (GDP) greatly affect the stability of the financial system and monetary stability. And the influence of exchange rate USD (exchange rate USD) looks very significant in determining the level of inflation volatility. Meanwhile, other variables have an influence, but all the effects are inelastic. However, all observed variables are crucial to the stability of the financial system and monetary stability. Furthermore, researcher conducted a simulation of the two monetary instruments, namely SBI and the reserve requirement. The decline in interest rates of SBI was found to affect the performance of the banking industry and monetary stability, the results are the inflation rate (INF) has decreased and the Rupiah is appreciated (KURS). GWM decline was greatly affects the performance of the banking industry and the influence of monetary stability, the results are the inflation rate (INF) rises and the Rupiah is depreciated (KURS).

Key words: Interest rates of time deposits (SBD), mortgage interest rates (SBK), total deposits (DEP), total loans (KRD), gross domestic product (GDP), interest rate of Money Market Securities (SBPU), interest rates of Bank Indonesia Certificates (SBI), and the inflation rate (INF), the amount of currency (MO), Exchange Rate (KURS), and the Minimum Reserve Requirement (GWM).


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmad dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Analisis Pengelolaan Keuangan Industri

Perbankan dan Pengaruhnya terhadap Stabilitas Moneter”, sebagai suatu kewajiban dalam menyelesaikan Program Pendidikan Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan yang baik ini Penulis secara khusus menghaturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc., (CTM). Sp.A(K) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan sehingga bisa mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan magister.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya pada Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. H. Sya’ad Afifuddin, M.Ec., sebagai Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembanding yang memberikan kritik dan saran yang sangat berharga kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya.

4. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS sebagai Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dengan sabar selama penyelesaian tesis ini serta dengan arif dan bijaksana dapat mengarahkan Penulis.

5. Bapak Dr. Dede Ruslan, M.Si sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberi masukan, arahan, bantuan, bimbingan dan motivasi kepada Penulis dalam penyelesaian tesis ini.

6. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, dan Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, MSc sebagai Dosen Pembanding yang telah membantu Penulis, memberikan kritik, saran, input, motivasi dan dukungan moril sehingga tesis ini menjadi lebih baik.

7. Teristimewa untuk isteri tercinta Leyna Taufiq, SE dan anak-anakku tersayang Yufani Muhari dan Hadian Nur Muhari yang telah memberikan dukungan, pengertian serta bantuan dan semangat buat Penulis sehingga Penulis dapat terus termotivasi dalam mengerjakan tesis ini.


(9)

8. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 17 yang telah sama-sama berjuang dengan Penulis.

Penulis sangat menyadari bahwa hasil dari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak agar nantinya dapat menjadi lebih baik dan sempurna.

Akhirul kalam, Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada Penulis, dan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.

Medan, 21 September 2011 Penulis,

Muhammad Zuhri NIM. 097018003


(10)

RIWAYAT HIDUP Identitas Diri

Nama : Muhammad Zuhri

Tempat dan Tanggal Lahir : Pematang Siantar, 12 Desember 1963 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Menikah

Nama Orang Tua

Ayah : Usman Syafei (Almarhum)

Ibu : Rosyda Arief Guci (Almarhumah)

Alamat Rumah : Jln. Palem I No.25 Blok 8 Helvetia - Medan

Pendidikan

1. Tahun 1969 - 1975 : SD Negeri 16 Pematang Siantar 2. Tahun 1975 - 1979 : SMP Negeri 2 Pematang Siantar 3. Tahun 1979 - 1982 : SMA Negeri 2 Pematang Siantar

4. Tahun 1982 - 1987 : Universitas Sumatera Utara – Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan.

5. Tahun 2005 - 2007 : Universitas Muslim Nusantara – FKIP Ekonomi. 6. Tahun 2009 - 2011 : Sekolah Pascasarjana Program Magister Ekonomi

Pembangunan USU-Medan. Pengalaman Kerja :

1. Tahun 1986 – 1987 : Bank Pembangunan Daerah Sumut (BPDSU). 2. Tahun 1987 – 1999 : PT. Bank Dagang Nasional Indonesia, Tbk.

Kantor Cabang Induk Medan.

3. Tahun 2000 – 2004 : PT. Thomas Jaya Trecimplant Abadi, Medan. 4. Tahun 2004 – sekarang : Politeknik Mandiri Bina Prestasi (MBP) Medan,

sebagai Kepala Program Studi Keuangan dan Perbankan.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……….. i

ABSTRACT ……… ii

KATA PENGANTAR ……… iii

RIWAYAT HIDUP ……… v

DAFTAR ISI ……….. vi

DAFTAR TABEL ……….. x

DAFTAR GAMBAR ………. xi

DAFTAR LAMPIRAN ………... xii

BAB 1 PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakang ……….……… 1

1.2 Perumusan Masalah ………. 14

1.3 Tujuan Penelitian ………. 15

1.4 Manfaat Penelitian ……….... 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………... 17

2.1 LANDASAN TEORITIS ………. 17

2.1.1 Sistem Keuangan ……….……….……….. 17

2.1.1.1 Pengertian Sistem Keuangan ……….………….. 17

2.1.1.2 Pengertian Stabilitas Sistem Keuangan ……….……….. 18

2.1.1.3 Pengertian Stabilitas Moneter ……….. ………….…….. 19

2.1.1.4 Indikator Variabel Moneter ………….. ………... 22

2.1.2 Keuangan Industri Perbankan ………..………… 27

2.1.2.1 Pengertian Industri Perbankan ………..……….. 27

2.1.2.2 Indikator Variabel Industri Perbankan ………..………... 28 2.1.3 Model yang terkait dengan stabilitas moneter dan –


(12)

industry Perbankan ………. 29

2.1.3.1 Model Persaingan Sempurna ………..… 29

2.1.3.2 Pendekatan Standar : Kredit Multiplier…..……….. 31

2.1.3.3 Model Monti-Klein atas Bank yang Monopolistik ……. 32

2.1.3.4 Model Asli Monti-Klein ………..… 33

2.1.3.5 Versi Oligopolistik ……….. 34

2.1.3.6 Menganalisis Dampak Regulasi terhadap Suku Bunga - Deposito ………. 35

2.1.3.7 Persaingan Double Bertrand .………. 36

2.1.3.8 Persaingan Monopolistik ……… 37

2.1.3.9 Persaingan Bebas dan Jumlah Optimal Bank ….……… 38

2.1.3.10 Dampak Regulasi Suku Bunga Simpanan ..……… 40

2.1.3.11 Hubungan GWM dan Deposito atau Kredit ……… 40

2.1.3.12 Hubungan Inflasi dan Suku Bunga Deposito atau Kredit. 43

2.2 LANDASAN HASIL PENELITIAN TERDAHULU. 45

2.2.1 Penelitian Terdahulu ………..………..……… 45

2.2.2 Kerangka Konseptual ………..……... 47

2.2.3 Hipotesis Penelitian ……… 48

BAB 3 METODE PENELITIAN ……… 49

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ……….. 49

3.2 Jenis dan Sumber Data ……… 50

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data……… 50

3.4 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) ……… 50

3.5 Uji Stasioneritas Data dengan Akar Unit………..……… 51

3.6 Uji Kointegrasi ……….. 54

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……… 57

3.8 Model dan Identifikasi Model ………..………. 59


(13)

3.10 Metode Analisis ……… 64

3.11 Definisi Operasional ……… 66

BAB 4 HASIL, ANALISIS DAN PEMBAHASAN ……… 68

4.1 HASIL PENELITIAN……… 68

4.1.1 Sektor Moneter dan Perbankan……… 68

4.1.2 Analisis Perkembangan Variabel-Variabel Penelitian… 74

4.1.2.1 Perkembangan Total Deposito ……… 74

4.1.2.2 Perkembangan Total Kredit ……… 76

4.1.2.3 Perkembangan Suku Bunga Deposito ………... 78

4.1.2.4 Perkembangan Suku Bunga Kredit ………. 80

4.1.2.5 Perkembangan Produk Domestik Bruto ……….. 82

4.1.2.6 Perkembangan Giro Wajib Minimum ………. 84

4.1.2.7 Perkembangan Tingkat Inflasi ………. 86

4.1.2.8 Perkembangan Jumlah Uang Beredar ………. 88

4.1.2.9 Perkembangan Kurs USD ……… 90

4.1.2.10 Perkembangan Suku Bunga SBI ………. 92

4.1.2.11 Perkembangan Suku Bunga SBPU ……….. 94

4.2 ANALISIS PENELITIAN ……….. 96

4.2.1 Hasil Uji Stasioneritas (Uji Akar-Akar Unit) ………….. 96

4.2.2 Uji Kointegrasi ………. 97

4.2.3 Hasil Estimasi Two Stages Least Squares (2SLS) ……. 103

4.2.4 Hasil Estimasi Persamaan Deposito ……….. 104

4.2.5 Hasil Estimasi Persamaan Kredit ……….. 105

4.2.6 Hasil Estimasi Persamaan Suku Bunga Deposito ……. 106

4.2.7 Hasil Estimasi Persamaan Suku Bunga Kredit ………... 110

4.2.8 Hasil Estimasi Persamaan Kurs ……….. 111

4.2.9 Hasil Estimasi Persamaan Suku Bunga SBPU………… 113


(14)

4.3 PEMBAHASAN PENELITIAN ……… 115

4.3.1 Simulasi Kebijakan Moneter……… 115

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ………. 122

5.1 Kesimpulan……… 122

5.2 Saran ……… 124

DAFTAR PUSTAKA ……….. 126


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1.1 : Indikator Perbankan Nasional (Tahun 2004 – 2010) ………. 4

Tabel 1.2 : Kegiatan Usaha Bank Umum (Tahun 2005-2010).………. … 6

Tabel 1.3 : Pergerakan Inflasi, BI rate dan Nilai Tukar (Tahun 2004-2010) … 8 Tabel 1.4 : Posisi Indikator Keuangan Perbankan (Tahun 2005 – 2010)…….. 9

Tabel 3.1 : Uji Identifikasi Persamaan……….. 64

Tabel 4.1 : Perkembangan Total Deposito Bank Umum……….. 75

Tabel 4.2 : Perkembangan Total Kredit Bank Umum……….. 77

Tabel 4.3 : Perkembangan Suku Bunga Deposito Bank Umum……… 79

Tabel 4.4 : Perkembangan Suku Bunga Kredit Bank Umum……… 81

Tabel 4.5 : Perkembangan PDB Indonesia……… 83

Tabel 4.6 : Perkembangan GWM Bank Umum……… 85

Tabel 4.7 : Perkembangan Tingkat Inflasi Indonesia……… 87

Tabel 4.8 : Perkembangan JUB………. 89

Tabel 4.9 : Perkembangan Kurs……… 91

Tabel 4.10 : Perkembangan Suku Bunga SBI………. 93

Tabel 4.11 : Perkembangan Suku Bunga SBPU………. 95

Tabel 4.12 : Hasil Uji Stasioneritas pada tahap Level/1st D/2nd D………. 97

Tabel 4.13 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi terhadap Persamaan…………... 101

Tabel 4.14 : Hasil Estimasi Two Stages Least Square………... 108

Tabel 4.15 : Hasil Uji Normalitas……….. 110


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1.1 : Sistem Keuangan di Indonesia ……….………….. 3

Gambar 2.1 : Hubungan Stabilitas Sistem Keuangan dan Stabilitas – Moneter ……… 21

Gambar 2.2 : Hubungan Pelaku Ekonomi dan Perbankan dalam – Model Persaingan Sempurna……… 31

Gambar 2.3 : Kerangka Konseptual ……….. 47

Gambar 4.1 : Perkembangan Total Deposito (2000 – 2010) ………. 75

Gambar 4.2 : Perkembangan Total Kredit (2000 – 2010) ………. 77

Gambar 4.3 : Perkembangan Suku Bunga Deposito (2000 – 2010) ………….. 79

Gambar 4.4 : Perkembangan Suku Bunga Kredit (2000 – 2010) ………. 81

Gambar 4.5 : Perkembangan PDB Indonesia (2000 – 2010) ………. 83

Gambar 4.6 : Perkembangan GWM (2000 – 2010) ………... 85

Gambar 4.7 : Perkembangan Tingkat Inflasi (2000 – 2010) ………. 87

Gambar 4.8 : Perkembangan JUB (2000 – 2010) ……….. 89

Gambar 4.9 : Perkembangan KURS (2000 – 2010) ……….. 91

Gambar 4.10 : Perkembangan Suku Bunga SBI (2000 – 2010) ……….. 93


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 : Tabel Data Hasil Observasi ……….………….. 129 Lampiran 2 : Daftar Tabel Hasil Residual Terhadap 7 Persamaan Simultan 130 Lampiran 3 : Model Persamaan Simultan ………. 131 Lampiran 4 : Model Persamaan Simultan (Asumsi Suku Bunga SBI turun –

0,25%) ……….. 132 Lampiran 5 : Model Persamaan Simultan (Asumsi GWM berkurang 5%) ... 133 Lampiran 6 : Model Persamaan Simultan (Asumsi JUB bertambah 5%)…… 134 Lampiran 7 : Model Persamaan Simultan (Asumsi PDB bertambah 6,5%)… 135 Lampiran 8 : Estimation Method: Two Stage Least Square ……… 136 Lampiran 9 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel Deposito……….. 139 Lampiran 10 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel Deposito……….. 140 Lampiran 11 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel Deposito……….. 141 Lampiran 12 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel Kredit………….. 142 Lampiran 13 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel Kredit………….. 143 Lampiran 14 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel Kredit………….. 144 Lampiran 15 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBD………. 145 Lampiran 16 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBD………. 146 Lampiran 17 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBD………. 147 Lampiran 18 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBK…..………... 148 Lampiran 19 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBK………. 149


(18)

Lampiran 20 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBPU…………... 150

Lampiran 21 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBPU…………... 151

Lampiran 22 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel KURS………….. 152

Lampiran 23 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel KURS………….. 153

Lampiran 24 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel INFLASI………. 154

Lampiran 25 Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel PDB………. 155

Lampiran 26 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel PDB………. 156

Lampiran 27 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel PDB………. 157

Lampiran 28 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel GWM…………... 158

Lampiran 29 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel GWM…………... 159

Lampiran 30 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel JUB……….. 160

Lampiran 31 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel JUB……….. 161

Lampiran 32 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel JUB……….. 162

Lampiran 33 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBI………... 163

Lampiran 34 : Hasil Uji Unit Root Test Terhadap Variabel SBI………... 164

Lampiran 35 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Terhadap Persamaan DEP……. 165

Lampiran 36 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Terhadap Persamaan KRD…… 166

Lampiran 37 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Terhadap Persamaan SBD……. 167

Lampiran 38 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Terhadap Persamaan SBK……. 168

Lampiran 39 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Terhadap Persamaan KURS…. 169 Lampiran 40 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Terhadap Persamaan SBPU…. 170 Lampiran 41 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Terhadap Persamaan INF……. 171


(19)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengelolaan keuangan industri perbankan dan pengaruhnya terhadap stabilitas moneter di Indonesia. Pengelolaan keuangan industri perbankan dalam penelitian ini diasumsikan oleh Peneliti dapat ditentukan oleh beberapa variable seperti variable total deposito berjangka (DEP), total kredit (KRD), suku bunga deposito berjangka (SBD), suku bunga kredit (SBK), dan total giro wajib minimum (GWM). Sementara stabilitas moneter diasumsikan oleh Peneliti dapat ditentukan oleh beberapa variable seperti jumlah uang kartal (JUB), suku bunga dari sertifikat bank Indonesia (SBI), tingkat inflasi (INF), kurs valuta asing (KURS), dan suku bunga dari surat berharga pasar uang (SBPU).

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan adalah data triwulan dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan 2010. Metode analisis yang dipergunakan adalah teknik analisis persamaan simultan untuk melihat pengaruh antar variable, baik yang berpengaruh terhadap kondisi keuangan industri perbankan maupun yang berpengaruh terhadap stabilitas moneter.

Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) sangat mempengaruhi stabilitas system keuangan dan stabilitas moneter. Dan pengaruh nilai tukar mata uang USD (Kurs USD) terlihat sangat signifikan dalam menentukan gejolak tingkat Inflasi. Sementara itu, variable lainnya memiliki pengaruh namun hubungan pengaruhnya bersifat inelastis. Namun secara keseluruhan variable yang diobservasi sangat menentukan kepada stabilitas system keuangan dan stabilitas moneter. Selanjutnya, peneliti melakukan simulasi terhadap instrumen moneter SBI dan GWM, dimana penurunan SBI ternyata dapat mempengaruhi kinerja industri perbankan dan mempengaruhi stabilitas moneter yaitu tingkat inflasi turun dan nilai tukar Rupiah terhadap USD (KURS) terapresiasi. Penurunan GWM ternyata sangat mempengaruhi kinerja industri perbankan dan mempengaruhi stabilitas moneter, yaitu tingkat inflasi (INF) naik dan nilai tukar Rupiah terhadap USD (KURS) terdepresiasi.

Kata kunci : Suku bunga deposito berjangka (SBD), suku bunga kredit (SBK), total deposito berjangka (DEP), total kredit (KRD), produk domestik bruto (PDB), suku bunga surat berharga pasar uang (PDB), suku bunga sertifikat bank Indonesia (SBI), dan tingkat inflasi (INF), jumlah uang kartal (MO), kurs (KURS), dan giro wajib minimum (GWM).


(20)

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the financial management of the banking industry and its impact on monetary stability in Indonesia. Financial management of the banking industry in this study assumed by the researcher can be determined by several variables such as the variable of total deposits (DEP), total loans (KRD), the interest rates of time deposits (SBD), mortgage interest rates (SBK), and total statutory minimum (GWM). While monetary stability is assumed by the researcher can be determined by several variables such as the amount of currency (JUB), interest rates of certificates of Bank Indonesia (SBI), the rate of inflation (INF), foreign exchange (KURS), and interest rates of money market securities (SBPU).

The data used in this research is secondary data sourced from Bank Indonesia and the Central Statistics Agency (BPS). The data used are quarterly data in the period 2000 to 2010. The method of analysis used is the technique of simultaneous equations analysis to see the influence between variables, both of which affect the financial condition of the banking industry as well as the effect on monetary stability. The results of this research note that the Gross Domestic Product (GDP) greatly affect the stability of the financial system and monetary stability. And the influence of exchange rate USD (exchange rate USD) looks very significant in determining the level of inflation volatility. Meanwhile, other variables have an influence, but all the effects are inelastic. However, all observed variables are crucial to the stability of the financial system and monetary stability. Furthermore, researcher conducted a simulation of the two monetary instruments, namely SBI and the reserve requirement. The decline in interest rates of SBI was found to affect the performance of the banking industry and monetary stability, the results are the inflation rate (INF) has decreased and the Rupiah is appreciated (KURS). GWM decline was greatly affects the performance of the banking industry and the influence of monetary stability, the results are the inflation rate (INF) rises and the Rupiah is depreciated (KURS).

Key words: Interest rates of time deposits (SBD), mortgage interest rates (SBK), total deposits (DEP), total loans (KRD), gross domestic product (GDP), interest rate of Money Market Securities (SBPU), interest rates of Bank Indonesia Certificates (SBI), and the inflation rate (INF), the amount of currency (MO), Exchange Rate (KURS), and the Minimum Reserve Requirement (GWM).


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah berlalunya krisis finansial. Banyak kalangan, khususnya kalangan dunia usaha dan pemerintah mengharapkan kontribusi perbankan yang lebih besar dalam menggerakkan perekonomian.

Sepanjang tahun 2009-2010, banyak kalangan menilai perbankan kurang optimal dalam menjalankan fungsi intermediasinya, hal tersebut berdasarkan penilaian dari berbagai pihak bahwa perbankan menerapkan strategi suku bunga yang tinggi untuk dapat mempertahankan tingkat keuntungan.

Dunia usaha sangat menaruh ekspektasi yang tinggi terhadap sektor perbankan, karena dunia usaha melihat peluang adanya perbaikan perekonomian di tahun 2011. Pandangan dunia usaha tersebut cukup beralasan dengan pulihnya ekonomi global yang ditunjukkan oleh mulai membaiknya ekonomi AS dan Jepang.

Ini diikuti juga dengan terus menguatnya ekonomi negara-negara emerging market seperti China dan India. Kondisi ini diprediksi akan berdampak pada terus membaiknya perekonomian Indonesia. Kinerja ekspor impor diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan permintaan global. Konsumsi rumah tangga akan meningkat seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat dan tetap menjadi motor pertumbuhan ekonomi. Kegiatan investasi akan meningkat terutama di sektor


(22)

infrastruktur. Kondisi membaiknya perekonomian global tersebut menjadi tantangan bagi perbankan nasional untuk melakukan efisiensi. Banyak kalangan menilai akibat belum efisiennya perbankan, maka suku bunga kredit belum bisa turun.

Sehingga, selain menghadapi resiko globalisasi, bank umum harus memperbaiki sistem perbankan, terutama terkait dengan efisiensi, intermediasi dan kesehatan bank. Hal ini sangat beralasan karena bank umum bersama dengan Bank Indonesia, yang disebut sebagai sistem moneter Indonesia, harus dapat menjaga stabilitas moneter. Lihat Gambar 1.1 : Sistem Keuangan di Indonesia dibawah ini.

Oleh karena itu, pemerintah dan Bank Indonesia secara terkoordinasi telah mengeluarkan langkah-langkah stabilisasi ekonomi sebagai bagian dari upaya meminimalkan dampak gejolak finansial global, yang dapat direspons cukup baik oleh pelaku pasar dan masyarakat sehingga dapat menjaga kepercayaan masyarakat pada industri perbankan di Indonesia. Sementara itu, pada level industri perbankan sendiri, dalam rangka mewujudkan sektor keuangan yang sehat, kuat, dan efisien serta meningkatkan intermediasi perbankan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi terutama mendukung pertumbuhan sektor riil, telah disusun Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang merupakan program jangka panjang.

Sehubungan dengan kondisi eksternal yang tidak menentu, terutama, sejak tahun 2008, telah ditetapkan kebijakan untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan domestik khususnya perbankan.


(23)

Beberapa kebijakan penting perbankan yang dikeluarkan oleh pemerintah selama tahun 2008 antara lain, pertama, memberi bantuan perbankan yang mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik serta menimbulkan potensi krisis yang akan dibiayai oleh pemerintah melalui APBN; kedua, mengubah besaran nilai simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan/LPS dari Rp100 juta

Sistem Keuangan di Indonesia

Sistem Perbankan

Otoritas Moneter Industri

Perbankan

Bank Indonesia Bank

Umum BPR

Sistem Moneter

Lembaga Keuangan Diluar Sistem Perbankan

Asuransi Sewa Guna Usaha

Modal Ventura Anjak Piutang

Pasar Modal Kartu Kredit Pegadaian Dana Pensiun


(24)

menjadi Rp2 miliar; serta ketiga, membentuk landasan hukum bagi Jaring Pengaman Sektor Keuangan.

Seiring dengan upaya tersebut, kondisi ketahanan perbankan dalam kurun waktu 2005–2010 dapat dijaga dengan relatif stabil. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi CAR bank umum yang berkisar antara 16,0-20,0 persen, yang berada jauh di atas ketentuan sebesar 8,0 persen (Tabel 1.1). Dan, terdapat potensi penurunan risiko yang tercermin dari penurunan angka NPL hingga mencapai 2,56 persen pada akhir 2010, setelah memiliki trend yang meninggi pada tahun 2005 yang antara lain disebabkan oleh melambatnya aktivitas ekonomi. Kondisi ini perlu dicermati mengingat pada periode-periode sebelumnya angka tersebut sudah cenderung menurun. Fungsi intermediasi perbankan juga mengalami kenaikan yang tercermin dari peningkatan LDR dan sedikit menurun pada 2009 kemudian meningkat kembali di 2010.

TABEL 1.1

INDIKATOR PERBANKAN NASIONAL TAHUN 2004-2010

(Persen)

Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Capital Adequacy Ratio

(CAR) 19.40 19.30 21.27 19.30 16.76 17.42 17.18 Non Performing Loans

(NPL) 1,50 7.56 6.07 4.07 3.20 3.31 2.56 Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia (2010)


(25)

Semula rasio tersebut cenderung meningkat seiring dengan optimisme akan prospek perekonomian, dari 50,0 persen pada akhir tahun 2004 menjadi 66,3 persen pada akhir tahun 2007 dan mencapai puncaknya pada 2008 menjadi 74,58 persen yang didorong oleh laju pertumbuhan kredit yang cukup tinggi (Tabel 1.2). Tetapi pada tahun 2009 menurun menjadi 72,88 persen dan pada tahun 2010 meningkat kembali mencapai 75,21 persen.

Di sisi pertumbuhan kredit, terlihat mengalami peningkatan yakni sebesar Rp.695,65 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp.1.765,85 triliun pada tahun 2010, sehingga kredit tumbuh sebesar 20,73 persen (y-o-y) dengan nilai rata-rata pertumbuhan sebesar Rp.214,04 triliun. Jika dilihat dari komponennya, pertumbuhan kredit tertinggi terjadi pada kredit investasi sebesar 30,0 persen pada periode yang sama. Di sisi penghimpunan dana, simpanan masyarakat pada bank tumbuh sebesar 15,72 persen (y-o-y), yaitu dari Rp1.127,94 triliun pada 2005 menjadi Rp.2.338,82 triliun pada 2010. Terjaganya kepercayaan masyarakat menjadi salah satu faktor pertumbuhan simpanan masyarakat yang tetap tinggi.

Kebijakan moneter sampai dengan tahun 2010 diarahkan untuk menjaga stabilitas harga dalam negeri dan nilai tukar rupiah serta mendorong kegiatan ekonomi secara seimbang. Dengan terjaganya stabilitas harga dan nilai tukar rupiah, diharapkan suku bunga berada pada tingkat yang kompetitif jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga sehingga kegiatan dan pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih kondusif dan berkualitas.


(26)

Indikator 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Penyaluran Dana

1. Kredit 695.648 792.297 1.002.012 1.307.688 1.437.930 1.765.845 2. Antar Bank Aktiva 159.120 156.906 139.777 213.779 261.474 228.549 3. Penempatan di BI 209.578 343.455 418.269 322.333 397.897 581.901 4. Surat Berharga 44.224 55.988 108.007 113.851 134.960 133.454

5. Penyertaan 6.122 5.924 5.620 6.626 6.626 12.356

6. Tagihan lainnya 25.586 25.803 28.835 50.944 39.908 43.807 Sumber Dana

1. DPK 1.127.937 1.287.102 1.510.834 1.753.292 1.973.042 2.338.824 2. Kewajiban pada

BI

11.874 10.807 9.105 11.272 8.028 6.107

3. Antar Bank Pasiva 99.417 119.454 137.790 158.648 134.543 152.746 4. Surat Berharga 13.411 14.942 17.333 14.301 14.918 17.158 5. Pinjaman yang

Diterima

11.406 12.883 14.319 12.949 21.553 29.323 6. Kewajiban lainnya 16.192 19.913 24.893 34.663 22.874 14.646

7. Setoran Jaminan 3.242 3.267 4.691 5.220 5.977 4.757

Loan to Deposit Ratio

(LDR) (%)

59,66 61,56 66,32 74,58 72,88 75,21

Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) dan Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Bank Indonesia (2010)

TABEL 1.2

KEGIATAN USAHA BANK UMUM TAHUN 2005-2010 (Miliar Rp.)


(27)

Kebijakan moneter yang dikeluarkan sejak tahun 2005 sampai dengan saat ini secara umum konsisten dengan rezim kebijakan moneter yang diterapkan sejak Juli 2005, yaitu kerangka kerja pencapaian sasaran inflasi (Inflation Targeting Framework – ITF) dengan menggunakan suku bunga referensi Bank Indonesia (BI rate) sebagai sinyal kebijakan moneter. Adapun sasaran inflasi yang ingin dicapai tersebut ditetapkan oleh pemerintah dengan melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders).

Kebijakan-kebijakan pengendalian inflasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar, yaitu kebijakan moneter, kebijakan pengaturan dan pemantauan transaksi devisa, serta koordinasi kebijakan antara otoritas moneter dan fiskal serta pemangku kepentingan lainnya, baik di pusat maupun di daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Koordinasi kebijakan antara pemerintah dan Bank Indonesia sangat diperlukan, terutama di dalam menghadapi berbagai guncangan eksternal, termasuk krisis keuangan global dan menjaga iklim usaha yang kondusif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Inflasi selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 secara umum berfluktuasi, tetapi terkendali. Lonjakan dan fluktuasi harga komoditas dunia yang berimbas pada kenaikan BBM dalam negeri telah menyebabkan inflasi meningkat cukup besar pada tahun 2005 dan 2008, yang masing-masing mencapai 17,11 persen dan 11,1 persen. Lonjakan inflasi tahun 2005, terutama, dipicu oleh tingginya harga minyak di pasar dunia yang menyebabkan beban subsidi BBM dalam negeri yang disediakan dalam APBN 2005 tidak mencukupi sehingga telah mengganggu kesinambungan fiskal pemerintah. (Lihat Tabel 1.3)


(28)

Periode Laju Inflasi Tahunan

BI Rate *) Nilai Tukar Rp./USD *)

2004 6.40 6.4 9,290

2005 17.11 12.75 9,830

2006 6.60 9.75 9,022

2007 6.59 8.00 9,419

2008 11.06 9.25 10,950

2009 Jan 9.17 8.75 11,355

Feb 8.60 8.25 11,980

Mar 7.92 7.75 11,575

Apr 7.14 7.50 10,713

Mei 6.04 7.25 10,340

Jun 3.65 7.00 10,225

Jul 2.71 6.75 9,920

Agt 2.75 6.50 10,060

Sep 2.83 6.50 9,681

Okt 2.57 6.50 9.545

Nov 2.41 6.65 9,480

Des 2.78 6.50 9,400

2010 Jan 3.72 6.50 9,412

Feb 3.81 6.50 9,382

Mar 3.43 6.50 9,161

Apr 3.91 6.50 9,057

Mei 4.16 6.50 9,226

Jun 5.05 6.50 9,128

Jul 6.22 6.50 8,997

Agt 6.44 6.50 9,086

Sep 5.80 6.50 8,969

Okt 5.67 6.50 8,973

Nov 6.33 6.50 9,058

Des 6.96 6.50 9,036

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia (2010) Keterangan : *) posisi akhir periode

TABEL 1.3

PERGERAKAN INFLASI, BI RATE DAN NILAI TUKAR TAHUN 2004–2010 (Persen)


(29)

TABEL 1.4 : POSISI INDIKATOR KEUANGAN PERBANKAN Periode : 2005 - 2010

No INDIKATOR 2005 2006 2007 2008 2009 2010

BANK UMUM

1 Kas 20,879 27,918 37,819 54,644 53,022 58,381

2 Giro Pada BI 102,266 125,791 167,566 83,927 101,364 164,833 3 SBI 54,256 179,045 203,863 166,518 212,116 139,316 4 Surat Berharga 44,224 55,988 108,007 113,851 134,860 133,454 5 Kredit 695,648 792,297 1,002,012 1,307,688 1,437,930 1,765,845 6 Dana Pihak Ketiga 1,127,937 1,287,102 1,510,834 1,753,292 1,973,042 2,338,824

Sumber : Statistik Perbankan Indonesia - Vol. 9. No.1, Desember 2010.


(30)

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM di dalam negeri pada tahun tersebut sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 1 Maret 2005 dengan tingkat kenaikan rata-rata sebesar 29 persen dan pada 1 Oktober 2005 dengan kenaikan rata-rata sebesar 126 persen. Meningkatnya inflasi pada tahun 2005 tersebut dikendalikan melalui langkah-langkah kebijakan pengetatan moneter yang konsisten. Secara bertahap, BI rate dinaikkan dari 8,50 persen pada bulan Juni 2005 menjadi 12,75 persen pada bulan November 2005 dan bertahan sampai dengan bulan April 2006 kemudian diturunkan bertahap sehingga mencapai 9,75 persen pada bulan Desember 2006. Selain melakukan peningkatan BI rate melalui operasi pasar terbuka (OPT), juga dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan likuiditas di pasar uang dan penyempurnaan berbagai instrumen moneter seperti menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) dan menaikkan suku bunga fasilitas simpanan Bank Indonesia (FASBI) 7 hari.

Langkah pengetatan moneter tersebut dibarengi dengan upaya-upaya menjaga stabilitas nilai tukar dan mengarahkan ekspektasi masyarakat. Pada tahun 2007, stabilitas ekonomi dan moneter cukup terjaga stabil. Kebijakan moneter melonggar, penyaluran kredit dan kegiatan ekonomi meningkat. BI rate pada bulan Desember 2006 sebesar 9,75 persen diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 8,0 persen pada akhir tahun 2007. Inflasi yang pada bulan Desember 2006 sebesar 6,60 persen, menurun tipis menjadi 6,59 persen pada akhir 2007.

Dalam memasuki tahun 2009 pergerakan inflasi menurun menjadi 9,17 persen, bila dibanding tahun 2008 yang berada pada tingkat 11.06 persen, seiring dengan berkurangnya tekanan inflasi sebagai dampak dari penurunan harga BBM dalam


(31)

negeri dan cukup terjaganya pasokan bahan pangan pokok domestik serta membaiknya ekspektasi inflasi dari para pelaku ekonomi. Hal tersebut pada akhirnya mendorong ekspektasi inflasi yang terus menurun sehingga pada tahun 2009, dengan tingkat inflasi terendah pada bulan November 2009 sebesar 2,41 persen. Meskipun pada bulan September 2009 inflasi sempat meningkat tipis menjadi 2,83 persen, akibat tekanan kenaikan harga karena berlangsungnya puasa dan lebaran, inflasi kembali melemah sehingga pada akhir tahun 2009 menjadi 2,78 persen (y-o-y), jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat inflasi pada akhir tahun 2008. Dan kembali meningkat menjadi 6,96 pada akhir 2010.

Seiring dengan penurunan laju inflasi dan untuk mendorong kegiatan sektor riil, BI rate diturunkan secara bertahap sehingga menjadi 6,5 persen sejak bulan Agustus 2009 dan dipertahankan stabil sampai dengan saat ini. Pada waktu yang sama nilai tukar rupiah juga menguat, yang semula mencapai Rp.11.980/USD pada January 2009 menguat hingga mencapai Rp.9.400/USD pada akhir Desember 2009, dan kembali menguat menjadi Rp.9.036/USD pada akhir tahun 2010. Penguatan nilai tukar rupiah tersebut, antara lain, didukung oleh neraca pembayaran yang surplus; imbal hasil rupiah yang menarik; premi risiko yang menurun; melemahnya mata uang dolar AS terhadap beberapa mata uang utama dunia serta meningkatnya keyakinan investor global kepada kinerja perekonomian Indonesia yang ditunjukkan dengan meningkatnya peringkat Indonesia dari “stable” ke “positive”. )


(32)

Dalam penulisan ini peneliti mengemukakan suatu fenomena tentang peran sektor perbankan sebagai lembaga yang membantu Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas moneter. Sektor perbankan, dalam hal ini melalui kemampuan aspek finansialnya telah membantu Bank Indonesia dengan menjadi pembeli Sertifikat Bank Indonesia. Sektor perbankan merupakan lembaga yang paling mudah untuk dikendalikan dan diawasi oleh Bank Indonesia dalam hal pemilikan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Sertifikat Bank Indonesia merupakan salah satu alat/instrumen moneter, dimana melalui SBI ini Bank Indonesia dapat mengendalikan tingkat inflasi.

Namun dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tanggal 2 Juli 2010 tentang Operasi Moneter dan peraturan pelaksanaannya, maka secara otomatis ketentuan-ketentuan yang lama seperti ketentuan OPT, FASBI, Repo dengan BI, Lelang SBI, Finance Tune Operation, Reserve Repo, dan jual beli SBN dengan BI tidak berlaku lagi.

Selain itu, salah satu prinsip dasar yang dipegang oleh Bank Indonesia dalam menjalankan tugasnya sebagai penjaga dan pemelihara stabilitas nilai tukar rupiah adalah mengupayakan meminimalkan transaksi valuta asing yang bersifat spekulatif, sehingga Bank Indonesia memberlakukan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.10/28/PBI/2008 tentang pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada bank, dan PBI No.10/37/PBI/2008 tentang transaksi valuta asing terhadap rupiah, yang mewajibkan bank untuk melakukan transaksi valuta asing terhadap rupiah harus disertai dengan pergerakan pokok secara penuh.


(33)

Bank Indonesia telah mengambil langkah-langkah lanjutan dengan mengelola arus modal asing yang tengah membanjiri pasar keuangan Tanah Air. Namun, menurut Direktur Kebijakan Riset Ekonomi dan Kebijakan BI Perry Warjiyo, langkah otoritas moneter itu perlu disertai kebijakan pendukung di ranah pemerintah atau otoritas fiskal agar lebih efektif. Langkah Bank Indonesia tersebut adalah mengurangi jumlah SBI milik Asing yang bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Dengan demikian dapat mengurangi ancaman pembalikan modal keluar Indonesia secara tiba-tiba (sudden reversal).

Sementara disisi lain, pertumbuhan ekonomi menjadi tidak optimal di saat likuiditas perbankan meningkat, namun tidak produktif. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya dana di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Giro Wajib Minimum (GWM) di Bank Indonesia yang hampir mencapai Rp.269 triliun. Ditambah lagi seretnya pertumbuhan kredit, diikuti pembiayaan obligasi rekap yang mencekik APBN. Karena itu, sudah seharusnya dana-dana di SBI dan GWM segera dialihkan menjadi Surat Berharga Negara (SBN). Hal ini, diungkapkan oleh ekonom dari The Indonesia Economic Inteligence, Djoko Retnadi, di Bogor (Harian Neraca, 11 Oktober 2010).

Dan menurut Djoko, hasil dana di SBN bisa dimanfaatkan sebagai pembiayaan APBN dan tidak akan menjadi beban yang membahayakan perekonomian di masa mendatang. Sebaliknya, jika diendapkan dalam SBI, dana tersebut tidak bisa dimanfaatkan kepada sektor riil secara langsung. Apabila tidak segera dilakukan hal ini bisa membuat bubble ekonomi dan akan membahayakan perekonomian, walaupun SBN tidak fleksibel karena harus melalui persetujuan DPR, namun instrument tersebut akan membantu bergeraknya sektor riil.


(34)

Dari fenomena terhadap keadaan diatas maka Peneliti mencoba untuk mengetahui lebih dalam tentang bagaimana pengaruh pengelolaan keuangan industri perbankan terhadap stabilitas moneter. Sehingga Peneliti mengambil judul “Analisis Pengelolaan Keuangan Industri Perbankan dan Pengaruhnya terhadap Stabilitas Moneter di Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diambil suatu rumusan masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh PDB, suku bunga Deposito, dan tingkat Inflasi terhadap Deposito industri perbankan Indonesia.

2. Bagaimana pengaruh PDB, suku bunga Kredit, dan tingkat Inflasi terhadap Kredit industri perbankan Indonesia.

3. Bagaimana pengaruh SBI, suku bunga SBPU, dan Total Deposito terhadap suku bunga Deposito industri perbankan Indonesia.

4. Bagaimana pengaruh SBI, suku bunga SBPU, dan Total Kredit terhadap suku bunga Kredit industri perbankan Indonesia.

5. Bagaimana pengaruh GWM, suku bunga SBI dan Total Kredit industri perbankan terhadap suku bunga SBPU di Indonesia.

6. Bagaimana pengaruh tingkat Inflasi dan Jumlah Uang Beredar terhadap Kurs USD di Indonesia.

7. Bagaimana pengaruh Kurs USD dan suku bunga SBPU terhadap tingkat Inflasi di Indonesia.


(35)

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas , maka tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk :

1. Menganalisis pengaruh PDB, suku bunga Deposito, dan tingkat Inflasi terhadap Total Deposito industri perbankan Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh PDB, suku bunga Kredit, dan tingkat Inflasi terhadap Total Kredit industri perbankan Indonesia.

3. Menganalisis pengaruh SBI, suku bunga SBPU dan Total Deposito terhadap suku bunga Deposito industri perbankan Indonesia.

4. Menganalisis pengaruh SBI, suku bunga SBPU dan Total Kredit terhadap suku bunga Kredit industri perbankan Indonesia.

5. Menganalisis pengaruh GWM, suku bunga SBI dan Total Kredit industri perbankan terhadap suku bunga SBPU di Indonesia.

6. Menganalisis pengaruh tingkat Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar, terhadap Kurs USD di Indonesia.

7. Menganalisis pengaruh Kurs USD dan suku bunga SBPU terhadap tingkat Inflasi di Indonesia.


(36)

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan penelitian yang dilakukan ini diharapkan akan membuahkan hasil yang dapat memberikan manfaat, antara lain :

1. Menambah khasanah dan wawasan ilmu pengetahuan bagi diri Peneliti sendiri terutama yang berkaitan dengan pengelolaan aspek keuangan pada industri perbankan dan pengaruhnya terhadap stabilitas moneter.

2. Sebagai referensi bagi peneliti lainnya yang berminat untuk mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan aspek keuangan pada industri perbankan dan pengaruhnya terhadap stabilitas moneter.

3. Sebagai bahan masukan bagi pihak perbankan yang terkait dengan pengelolaan aspek keuangan pada industri perbankan untuk dapat mengambil kebijakan dalam menjaga stabilitas moneter.

4. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah atau badan yang terkait untuk memperhatikan pengelolaan aspek keuangan pada industri perbankan untuk dapat mengambil kebijakan dalam menjaga stabilitas moneter.


(37)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Sistem Keuangan

2.1.1.1 Pengertian Sistem Keuangan

Sistem keuangan dapat diartikan sebagai kumpulan institusi, pasar, ketentuan perundangan, peraturan-peraturan, dan teknik-teknik dimana surat berharga diperdagangkan, tingkat bunga ditetapkan, dan jasa-jasa keuangan (financial services) dihasilkan serta ditawarkan ke seluruh bagian dunia (Rose : 2002).

Sistem keuangan, yang terdiri dari otoritas keuangan, sistem perbankan, dan sistem lembaga keuangan bukan bank, pada dasarnya merupakan tatanan dalam perekonomian suatu negara yang memiliki peran utama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa keuangan. Fasilitas jasa keuangan tersebut diberikan oleh lembaga-lembaga keuangan, termasuk pasar uang dan pasar modal.

Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.

Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.”

Salah satu masalah krusial dalam sistem keuangan yang dapat menjadi sumber instabilitas keuangan (financial instability) yakni menyangkut terjadinya


(38)

asimetri/ketidaksamaan informasi (asymmetric information), yakni suatu situasi dimana satu pihak yang terlibat dalam kesepakatan keuangan tidak memiliki informasi yang akurat dibanding pihak lain. sebagai contoh, peminjam (debitur) biasanya memiliki informasi yang lebih baik tentang keuntungan dan kerugian potensial dari suatu proyek investasi yang direncanakan dibandingkan dengan pihak pemberi pinjaman (kreditur).

2.1.1.2 Pengertian Stabilitas Sistem Keuangan

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) adalah sistem keuangan yang stabil yang mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan (Bank Indonesia).

Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.

Stabilitas Sistem Keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Operasi Pengendalian Moneter :

1. Berbeda dengan pelaksanaan selama ini yang menggunakan uang primer, sasaran operasional pengendalian moneter adalah BI Rate. Dengan langkah ini, sinyal kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat


(39)

ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula dapat meningkat efektivitas kebijakan moneter.

2. Pengendalian moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen: (i) Operasi Pasar Terbuka (OPT), (ii) Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities), (iii) Intervensi di pasar valas, (iv) Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan (v) Himbauan moral (moral suassion).

3. Pengendalian moneter diarahkan pula agar perkembangan suku bunga PUAB berada pada koridor suku bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

2.1.1.3 Pengertian Stabilitas Moneter

Stabilitas moneter adalah salah satu dimensi stabilitas nasional yang merupakan bagian integral dan sasaran pembangunan nasional. Stabilitas moneter yang mantap mempunyai pengaruh luas terhadap kegiatan perekonomian termasuk diantaranya kegiatan di sektor perbankan. (Pohan, 2008 : 51).

Monetery stability atau kestabilan moneter mengacu pada stabilitas harga (general price stability) dalam bentuk kestabilan mata uang sedangkan financial stability, mengacu kepada kestabilan institusi keuangan dan kestabilan pasar-pasar yang tergabung dalam pasar keuangan. Marcflame, Gubernur Reserve Bank Australia dalam “Financial Stability”. (1990) mengemukakan bahwa “financial stability is avoidance of crisis”. Artinya stabilitas keuangan diartikan sebagai upaya untuk menghindari terjadinya krisis, dari definisi diatas dapat ditarik benang merah


(40)

pengertian bahwa stabilitas keuangan terkait dengan ketiadaan krisis keuangan (finacial crisis).

Kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa, serta terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat (UU No.3 Tahun 2004).

Untuk mendukung terwujudnya pembangunan nasional yang berkesinambungan dan sejalan dengan tantangan perkembangan serta pembangunan ekonomi yang semakin kompleks, sistem keuangan yang semakin maju serta perekonomian internasional yang semakin kompetitif dan terintegrasi, maka kebijakan moneter harus dititikberatkan pada upaya untuk memelihara stabilitas nilai rupiah (UU No.3 Tahun 2004).

Hubungan antara stabilitas sistim keuangan dan stabilitas moneter ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut :


(41)

(42)

2.1.1.4 Indikator Variabel Moneter a. Inflasi (Inflation)

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi (Bank Indonesia).

Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.

Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian.

Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking.

b. Kurs

Salah satu teori yang digunakan untuk menjelaskan kurs mata uang adalah teori Paritas Daya Beli (purchasing power parity). Teori kurs daya beli ini menyatakan bahwa kurs mata uang antar negara harus mencerminkan nilai perbandingan nilai


(43)

mata uang satu negara terhadap negara lainnya yang ditentukan oleh daya beli masing-masing negara. (Kardoyo & Kuncoro, 2001).

Teori paritas daya beli ini menghubungkan kurs valas dengan dengan harga-harga komoditi yang dinyatakan dalam uang lokal di pasar internasional. Hubungan antara kurs valas dan harga komoditi dalam doktrin paritas daya beli yaitu kurs valas akan cenderung menurun dengan proporsi yang sama dengan kenaikan harga.

Teori paritas daya beli memiliki dua bentuk yaitu paritas daya beli absolut dan paritas daya beli relatif. Paritas daya beli absolut menyatakan bahwa keseimbangan nilai mata uang dalam negeri terhadap nilai mata uang luar negeri merupakan perbandingan harga absolut dalam dan luar negeri. Teori paritas daya beli ini dapat dinyatakan:

=

di mana : S adalah nilai kurs valas, P adalah tingkat harga, dan

Tanda (*) menunjukkan variabel luar negeri.

Paritas daya beli absolut ini selanjutnya menghasilkan hukum satu harga (law of oneprice) yang menyatakan bahwa untuk satu jenis barang yang sama, maka harga di tempat lain juga harus sama.

Paritas daya beli relatif menyatakan bahwa kurs valas merupakan suatu prosentase perbandingan perubahan harga absolut dalam negeri terhadap luar negeri. Paritas daya beli relatif ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

%∆ = %∆


(44)

Asumsi utama yang mendasari teori paritas daya beli adalah bahwa pasar komoditi merupakan pasar yang efisien baik dari segi alokasi, operasional, penentuan harga, dan informasi. Asumsi ini selanjutnya menyatakan bahwa (Kuncoro, 1996): (1) Semua barang merupakan barang yang diperdagangkan di pasar internasional (tradable goods) dan tidak ada biaya transportasi; (2) Tidak ada restriksi-restriksi dalam perdagangan internasional; (3) Barang dalam negeri dan luar negeri bersifat homogen sempurna untuk masing-masing barang; (4) Terdapat kesamaan indeks harga yang digunakan untuk memperhitungkan daya beli mata uang asing dan domestik, terutama untuk indeks harga dan elemen indeks harga.

c. Suku Bunga.

Paritas suku bunga (interest rate parity) merupakan teori yang paling dikenal dalam keuangan internasional. Doktrin paritas suku bunga ini mendasarkan nilai kurs berdasarkan tingkat bunga antar negara yang bersangkutan. Dalam negara dengan sistem kurs valas bebas, tingkat bunga domestik (i) cenderung disamakan dengan tingkat bunga luar negeri (i*) dengan memperhitungkan perkiraan laju depresiasi mata uang negara yang bersangkutan terhadap negara lain.

Teori paritas suku bunga terdiri dari dua bentuk yaitu paritas suku bunga tertutup (covered interest rate parity) dan paritas suku bunga tidak tertutup (uncovered interest rate parity).

Paritas Suku Bunga Tertutup (Covered Interest Rate Parity) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kurs spot, kurs forward, dan variabel suku bunga. Paritas suku bunga tertutup ini menjelaskan hubungan yang erat antara suku bunga dengan pergerakan kurs spot dan kurs forward mata uang tertentu khususnya mata


(45)

uang keras (hard currency) seperti dolar Amerika dan Yen Jepang. Paritas suku bunga tertutup dipandang sebagai dasar yang lebih relevan untuk menjelaskan kurs valas.

Penjelasan mengenai bekerjanya mekanisme paritas suku bunga tertutup, yaitu dengan menggunakan hubungan dua negara dengan nilai mata uang dan suku bunga masing-masing negara, dengan asumsi terdapat keterbukaan antar negara. Pelaku pasar di suatu negara memiliki dua alternatif untuk membelanjakan kekayaannya yaitu dengan membeli surat berharga baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hasil dari surat berharga dalam dan luar negeri akan berbeda tergantung dari tingkat bunga. Hasil satu periode mendatang dari surat berharga dalam negeri adalah (1+i) dalam satuan domestik. Sedangkan hasil surat berharga luar negeri dalam satuan luar negeri adalah (1+i*)/S, di mana i adalah prosentase suku bunga, S adalah kurs spot, dan tanda bintang (*) menunjukkan variabel luar negeri. Apabila kurs ekspektasi atau kurs yang diharapkan pada masa datang adalah F (kurs forward), maka hasil yang diperoleh dari pembelian surat berharga luar negeri adalah:

( 1 + i∗) F

S − 1

Keseimbangan paritas suku bunga tertutup akan terjadi bila hasil surat berharga sama dengan suku bunganya (i), sehingga :

( 1 + i∗) F

S − 1 = i

F

S=

( 1 + i) 1 + i∗


(46)

F

S−1 =

( 1 + i) 1 + i∗ −1 F

S−S =

( 1 + i−1−i∗) 1 + i∗

karena 1+i*≈1, maka keseimbangan:

F

S−S = ( i−i ∗)

Keseimbangan di atas dapat terjaga bila F dan S mengalami pergerakan secara proporsional. Bila pergerakan F dan S tidak proporsional maka yang terjadi adalah apresiasi atau depresiasi kurs valas.

Paritas Suku Bunga Tidak Tertutup (Uncovered Interest Rate Parity) juga digunakan untuk menganalisis model kurs valas. Dalam teori paritas suku bunga tidak tertutup, diasumsikan pasar yang efisien terjadi bila kurs forward merupakan peramal yang tidak bias untuk nilai kurs spot pada masa yang akan datang.

Et( St + 1) − St

St =

( it −it∗) ( i + it∗)

di mana Et adalah harapan informasi yang tersedia pada waktu t, sehingga paritas suku bunga tidak tertutup mengimplikasikan pelaku pasar dapat memiliki posisi terbuka pada pasar spot yang didasarkan pada harapan nilai kurs forward.

Et( St + 1) = Ft

Kurs forwad diharapkan menjadi penentu kurs spot masa datang secara efisien, yaitu mencakup seluruh informasi yang tersedia yang relevan pada tahun ke-t.


(47)

2.1.2 Keuangan Industri Perbankan 2.1.2.1 Pengertian Industri Perbankan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan pada Pasal 1 bahwa:

1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya;

2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak;

3. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;

Dan menurut Freixas-Rochet, definisi Bank adalah : “a bank is an institution whose current operations consist in granting loans and receiving deposits from the public”( Freixas-Rochet, 2008).

2.1.2.2 Indikator Variabel Industri Perbankan Indikator Variabel Industri Perbankan antara lain :

1. Dana Pihak Ketiga mencakup giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk antar Bank)


(48)

2. Suku Bunga Deposito Berjangka merupakan suku bunga simpanan pihak ketiga yang ditetapkan oleh masing-masing Bank.

3. Total Kredit, merupakan kredit yang diberikan kepada masyarakat dan bank lain.

4. Suku Bunga Kredit merupakan suku bunga kredit yang ditetapkan oleh masing-masing Bank.

5. GWM Primer adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening Giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.

6. GWM Sekunder adalah cadangan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank berupa SBI, SUN, SBSN, dan/atau Excess Reserve, yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.

7. GWM LDR adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening Giro pada Bank Indonesia sebesar persentase dari DPK yang dihitung berdasarkan selisih antara LDR yang dimiliki oleh Bank dengan LDR Target.

2.1.3 Model yang terkait dengan stabilitas moneter dan industri perbankan. 2.1.3.1 Model Persaingan Sempurna

Dalam model persaingan sempurna ini aktivitas perbankan menghasilkan "produk" berupa jasa deposito dan pinjaman, dan teknologi perbankan akan diwakili oleh suatu fungsi biaya C = f(D, L), yang diinterpretasikan sebagai biaya pengelolaan terhadap D (jumlah deposito) dan L (jumlah pinjaman). Diasumsikan ada sejumlah N


(49)

bank yang berbeda (diindeks dengan n = 1, ..., N). Dan bank ke-n memiliki fungsi biaya Cn = f(D, L) yang memenuhi asumsi konveksitas (yang berarti, skala keuntungan yang semakin menurun/decreasing returns to scale) dan keteraturan (Cn adalah dua kali terdiferensialkan). (Freixas : 2008 : 51).

Untuk menyederhanakan pembahasan ini, teknologi dianggap tersedia sama untuk semua bank [Cn = f(D, L)] = [C= f(D, L)]. Oleh karena itu, ciri khas Neraca dari suatu bank adalah sebagai berikut:

Assets Liabilities Rn (reserves) Dn (deposits) Ln (loans)

Dimana, Rn adalah selisih antara volume deposito (Dn) yang dapat dihimpun oleh bank n dan volume kredit (Ln) yang telah diberikan oleh bank n. Rn terbagi dua yaitu cadangan kas bank (Cn), yang ditransfer oleh bank n pada rekening bank tersebut pada Bank Sentral, dan posisi (bersih) bank di pasar antar bank (Mn) yang posisinya dapat positif atau negatif. Cn sama dengan proporsi α dari deposito. Oleh karena itu, untuk seluruh n, maka Cn = α Dn.

Koefisien α dari cadangan wajib bank dapat digunakan Bank Sentral sebagai instrumen kebijakan untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Secara riil, ada tiga jenis agen: pemerintah (termasuk Bank Sentral), perusahaan, dan rumah tangga.

Peran bank umum adalah untuk mengumpulkan tabungan (S) rumah tangga sehingga dapat membiayai kebutuhan investasi (I) perusahaan. Defisit keuangan pemerintah (G) ditutupi dengan menerbitkan Surat Berharga (Treasury Bills-ΔB), dan


(50)

basis uang atau ΔMo (monetary base) digunakan bank umum untuk membiayai cadangan wajib mereka di Bank Sentral.

Model ini mengabaikan mata uang asing, sehingga uang dianggap hanya terdiri dari jumlah simpanan yang dikumpulkan oleh bank umum ( = ∑ Dn). Jadi, basis uang (Mo) sama dengan jumlah cadangan bank komersial dalam rekening di Bank Sentral (ini adalah kondisi ekuilibrium di pasar antar bank):

= Cn = αD

Dalam kerangka yang sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :

2.1.3.2 Pendekatan Standar : Kredit Multiplier.

Gambar 2.2. : Hubungan Pelaku Ekonomi dengan Perbankan dalam Model Persaingan Sempurna. (Sumber : Freixas-Rochet (2008 : 72)) G

(public deficit)

ΔB (securities) ΔMo (monetary base) Government

ΔB (securities) ΔD (deposits)

S (savings) Households

I (investment

needs)

ΔL

(bank loans) Firms

ΔMo (monetary base)

ΔL (loans)

ΔD (deposits) Commercial Banks


(51)

Dalam pendekatan ini, perubahan basis moneter (∆ ) atau perubahan atas operasi pasar terbuka, yaitu perubahan dalam surat berharga (∆ ) memiliki dampak langsung terhadap uang dan kredit, sehingga hasilnya sebagai berikut:

Δ = Δ = G− ΔB

α

ΔL= Δ 1−1 = ( − ) 1−1

Pengganda uang didefinisikan oleh dampak perubahan marjinal pada basis moneter (atau operasi pasar terbuka) pada jumlah uang yang beredar:

D

= − D= 1

α > 0

Hal yang sama, pengganda kredit didefinisikan sebagai dampak terhadap kredit berupa perubahan marjinal :

= − = 1

α−1 > 0

Permasalahannya dalam model ini adalah bahwa bank ditempatkan sebagai pihak yang pasif. Dan kebijakan moneter menerangkan bahwa intervensi terhadap suku bunga (r) dengan mana Bank Sentral mendanai kembali bank-bank umum (yang secara sederhana diasumsikan menyamai suku bunga antar bank). Intervensi ini mempengaruhi sikap dari bank-bank umum dan oleh karena itu, mempengaruhi juga suku bunga keseimbangan atas deposito ( ) dan pinjaman ( ). Untuk menganalisis dampak ini kita harus membuat model sikap individual dari bank umum.


(52)

2.1.3.3 Model Monti-Klein atas Bank Yang Monopolistik.

Asumsi persaingan sempurna mungkin tidak tampak benar-benar tepat untuk sektor perbankan, di mana terdapat hambatan penting untuk masuk. Model persaingan tidak sempurna (oligopoli) mungkin lebih tepat. Pada versi yang paling sederhana, model Monti-Klein ini terpisah dari model murni kompetitif, karena model ini menganggap perbankan bersifat monopolistik.

2.1.3.4 Model Asli Monti-Klein

Model Monti-Klein menganggap bank yang monopolistik dihadapkan pada permintaan pinjaman L ( ) yang berslope negatif dan penawaran deposito D ( ) yang berslope positif. Sehingga, bank akan lebih baik untuk bekerja dengan fungsi invers-nya, (L) dan (D). Variabel keputusan bank adalah L (jumlah pinjaman) dan D (jumlah deposito) pada tingkat ekuitas tertentu.

Dan laba bank mudah diadaptasi dari model diatas. Namun bank harus pula mempertimbangkan pengaruh L terhadap dan pengaruh D terhadap . Dimana, bank menetapkan suku bunga r sesuai ketetapan Bank Sentral atau ditentukan oleh tingkat ekuilibrium di pasar modal internasional:

= ( , ) = ( ) − ) + ( ( 1− )− ( ) − ( , ) .

Keuntungan bank ini, seperti sebelumnya, jumlah margin intermediasi atas pinjaman dan atas deposito dikurangi biaya manajemen. Agar maksimal akan ditandai oleh first order condition, menganggap bahwa cekung. First order condition-nya adalah:


(53)

= ( ) − − − ( , ) = 0.

= ( ) + ( 1− )− − ( , ) = 0.

2.1.3.5 Versi Oligopolistik

Pada umumnya, industri perbankan secara nyata tidak boleh dikendalikan oleh perusahaan apapun. Kelebihan model Monti-Klein adalah model ini dapat dengan mudah diinterpretasikan kembali sebagai sebuah model persaingan tidak sempurna (Cournot) diantara sejumlah Bank (N), yang mendeskripsikan suatu kenyataan yang lebih akurat. Misalnya, kasus dari N bank (diindex oleh n = 1,……N) yang ditujukan untuk penyederhanaan untuk mendapatkan fungsi biaya yang sama, yang diambil secara linier.

( , ) = + , n = 1, …….., N.

Keseimbangan Cournot dari industri perbankan adalah sejumlah N-tuple vectors ( ∗ , ∗) = 1, …. , , dengan demikian untuk setiap n, ( ∗ , ∗)

memaksimumkan keuntungan bank n (dimana jumlah deposito dan pinjaman bank lain dianggap tetap). Dengan kata lain, untuk setiap n, ( ∗ , ∗) membuktikan

Max( , ){( ( − ∑ ∗ )− ) + ( ( 1− )− ÷ ∑ ∗ ) ) −

( , ) }

Dengan demikian, dalam setiap bank terdapat suatu keseimbangan yang unik, yaitu ∗ = ∗ dan ∗ = ∗. Sehingga first order condition- nya adalah :

= ( ∗) ∗


(54)

= − ( ∗) + ( 1− )− − ( , ) = 0.

Syarat First Order Condition diatas dapat juga ditulis sebagai :

r∗ −( r − γD)

r∗ =

1 Nε ( r∗) r ( 1 − α) – γD − r∗

r∗ =

1 Nε ( r∗)

2.1.3.6 Menganalisis Dampak Regulasi terhadap Suku Bunga Deposito

Model Monti-Klein juga mempelajari tentang apa yang terjadi jika pemerintah menetapkan suatu batas atas terhadap suku bunga deposito, yaitu : ≤ ̅ . Pembatasan semacam ini di Amerika Serikat dikenal sebagai "regulasi Q", itu diterapkan sampai April 1986. Masih ada di beberapa negara Eropa (termasuk Jerman dan Perancis) dan dinegara lainnya hal ini sudah tidak ada lagi.

Salah satu justifikasi untuk menerapkan peraturan suku bunga deposito adalah anggapan bahwa penurunan biaya sumber daya untuk bank akan memerlukan penurunan tarif yang mereka tetapkan kepada debitur. Hal ini didasarkan pada gagasan mark up harga atas nama bank. Dalam yang lebih rumit, atur seperti pada model Monti-Klein, ide ini tidak benar, karena akan ditampilkan.

Sebagai bagian terakhir menunjukkan, diskusi dapat dibatasi, tanpa kehilangan umum, untuk kasus monopoli, maka (simetris) Cournot oligopoli yang diperoleh dengan memperbaiki elastisitas dengan parameter perkalian. Sebuah penyederhanaan


(55)

yang kedua diperoleh, dalam konteks ini, dengan menggunakan tingkat bunga sebagai fungsi keuntungan bank monopoli dapat ditulis dipersamakan sebagai

( , ) = ( ( ) − ) + − ( ) − ( , ) ,

atau

Π( r , r ) = ( r − r ) L ( r ) ÷ ( r − r ) D( r )− C( D( r ) , L( r ) )

dimana diasumsikan untuk kesederhanaan bahwa = 0 (tidak ada cadangan wajib). Komputasi kondisi order pertama untuk memaksimalkan yang tanpa sehubungan dengan hasil r dan r .

2.1.3.7 Persaingan Double Bertrand

Model (umum) Monti-Klein, yang disajikan diatas merupakan suatu deskripsi yang baik sekali dari persaingan tidak sempurna pada industri perbankan, walaupun mendapat kritikan dianggap sama seperti model Cournot, karena model ini mengadaptasinya. Secara khusus, Bertrand menekankan bahwa harga (suku bunga) merupakan variabel yang strategis dalam menggambarkan perilaku perusahaan (bank). Seperti diketahui, bagaimanapun, kompetisi harga ala Bertrand akan terus terjadi, karena (1) tidak terjamin akan tetap ada suatu keseimbangan, dan (2) apabila terdapat dua perusahaan, maka persaingan sempurna akan terjadi. Sebuah kompromi klasik terjadi karena adanya keterbatasan kapasitas ala Edgeworth.

Sepanjang bank-bank masih beroperasi, memungkinkan terjadinya kendala kapasitas. Sehingga, paradigma Bertrand-Edgeworth menjadi tidak sesuai dalam konteks perbankan.


(1)

Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Terhadap Persamaan :

( ) = + ( ) + ( ) + ( ) +

Date: 08/12/11 Time: 21:40 Sample: 2000Q1 2010Q4 Included observations: 42

Series: LOG(KRD) LOG(PDB) LOG(SBK) LOG(INF) Lags interval: 1 to 1

Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model

Data Trend: None None Linear Linear Quadratic

Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept

No Trend No Trend No Trend Trend Trend

Trace 3 4 2 2 4

Max-Eig 3 4 2 1 1

*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model

Data Trend: None None Linear Linear Quadratic

Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept

No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend

Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)

0 308.0422 308.0422 323.7061 323.7061 324.1672

1 327.3550 329.9640 342.0633 343.0613 343.4095

2 338.2250 342.8809 353.0151 354.7220 355.0636

3 344.5027 353.1537 359.0803 361.5038 361.5787

4 344.5455 359.2158 359.2158 366.8512 366.8512

Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns)

0 -13.90677 -13.90677 -14.46220 -14.46220 -14.29367

1 -14.44548 -14.52209 -14.95539 -14.95530 -14.82902

2 -14.58214 -14.70861 -15.09596* -15.08200 -15.00303

3 -14.50013 -14.76922 -15.00382 -14.97637 -14.93232

4 -14.12122 -14.62932 -14.62932 -14.80244 -14.80244

Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns)

0 -13.24480 -13.24480 -13.63474 -13.63474 -13.30072

1 -13.45252 -13.48777 -13.79695* -13.75548 -13.50509

2 -13.25821 -13.30193 -13.60653 -13.50982 -13.34810

3 -12.84521 -12.99018 -13.18341 -13.03184 -12.94641


(2)

( ) = + ( ) + ( ) + ( ) + Date: 08/12/11 Time: 21:42

Sample: 2000Q1 2010Q4 Included observations: 42

Series: LOG(SBD) LOG(SBI) LOG(SBPU) LOG(DEP) Lags interval: 1 to 1

Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model

Data Trend: None None Linear Linear Quadratic

Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept

No Trend No Trend No Trend Trend Trend

Trace 2 3 4 1 1

Max-Eig 2 2 1 1 1

*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model

Data Trend: None None Linear Linear Quadratic

Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept

No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend

Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)

0 199.3028 199.3028 215.6745 215.6745 223.4086

1 223.0153 225.7119 235.4865 235.8703 243.1799

2 238.3087 242.6664 243.7342 244.1212 250.0088

3 242.5219 249.5092 250.2605 250.8190 255.9846

4 243.3965 253.0629 253.0629 256.1144 256.1144

Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns)

0 -8.728703 -8.728703 -9.317835 -9.317835 -9.495649

1 -9.476918 -9.557711 -9.880311 -9.850969 -10.05619*

2 -9.824224 -9.936497 -9.892107 -9.815294 -10.00042

3 -9.643899 -9.833772 -9.821928 -9.705666 -9.904027

4 -9.304595 -9.574426 -9.574426 -9.529256 -9.529256

Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns)

0 -8.066734 -8.066734 -8.490373 -8.490373 -8.502695

1 -8.483964 -8.523384 -8.721864 -8.651149 -8.732247*

2 -8.500286 -8.529812 -8.402676 -8.243117 -8.345494

3 -7.988976 -8.054729 -8.001512 -7.761131 -7.918119


(3)

Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Terhadap Persamaan :

( ) = + ( ) + ( ) + ( ) +

Date: 08/12/11 Time: 21:45 Sample: 2000Q1 2010Q4 Included observations: 42

Series: LOG(SBK) LOG(SBI) LOG(SBPU) LOG(KRD) Lags interval: 1 to 1

Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model

Data Trend: None None Linear Linear Quadratic

Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept

No Trend No Trend No Trend Trend Trend

Trace 1 2 1 1 1

Max-Eig 1 2 1 1 1

*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model

Data Trend: None None Linear Linear Quadratic

Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept

No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend

Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)

0 270.3067 270.3067 285.7596 285.7596 286.4433

1 289.2035 290.5621 301.4551 303.2799 303.6844

2 296.8921 302.8234 308.5189 310.4910 310.8160

3 300.5545 308.7061 312.1552 317.0485 317.1307

4 300.5545 312.2923 312.2923 320.3381 320.3381

Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns)

0 -12.10984 -12.10984 -12.65522 -12.65522 -12.49730

1 -12.62874 -12.64581 -13.02167 -13.06095* -12.93735

2 -12.61391 -12.80111 -12.97709 -12.97576 -12.89600

3 -12.40736 -12.65267 -12.76929 -12.85945 -12.81575

4 -12.02640 -12.39487 -12.39487 -12.58753 -12.58753

Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns)

0 -11.44788 -11.44788 -11.82776 -11.82776 -11.50434

1 -11.63578 -11.61149 -11.86322* -11.86113 -11.61342

2 -11.28997 -11.39443 -11.48766 -11.40358 -11.24107

3 -10.75243 -10.87363 -10.94888 -10.91492 -10.82984


(4)

Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Terhadap Persamaan :

( ) = + ( ) + ( ) +

Date: 08/12/11 Time: 21:47 Sample: 2000Q1 2010Q4 Included observations: 42

Series: LOG(KURS) LOG(INF) LOG(JUB) Lags interval: 1 to 1

Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model

Data Trend: None None Linear Linear Quadratic

Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept

No Trend No Trend No Trend Trend Trend

Trace 2 2 1 0 0

Max-Eig 2 2 1 0 0

*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model

Data Trend: None None Linear Linear Quadratic

Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept

No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend

Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)

0 135.2105 135.2105 154.1454 154.1454 157.5252

1 157.2353 158.5091 165.3533 165.3778 168.3043

2 167.1455 168.4300 170.6125 171.2311 173.3233

3 167.2622 172.6926 172.6926 173.7704 173.7704

Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns)

0 -6.010025 -6.010025 -6.768830 -6.768830 -6.786913

1 -6.773108 -6.786149 -7.016824* -6.970372 -7.014489

2 -6.959307 -6.925240 -6.981546 -6.915768 -6.967774

3 -6.679152 -6.794887 -6.794887 -6.703351 -6.703351

Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns)

0 -5.637667 -5.637667 -6.272353* -6.272353* -6.166316

1 -6.152512 -6.124179 -6.272109 -6.184283 -6.145654

2 -6.090473 -5.973659 -5.988592 -5.840067 -5.850701


(5)

Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Terhadap Persamaan :

( ) = + ( ) + ( ) + ( ) +

Date: 08/12/11 Time: 21:50 Sample: 2000Q1 2010Q4 Included observations: 42

Series: LOG(SBPU) LOG(GWM) LOG(SBI) LOG(KRD) Lags interval: 1 to 1

Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model

Data Trend: None None Linear Linear Quadratic

Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept

No Trend No Trend No Trend Trend Trend

Trace 2 3 2 2 4

Max-Eig 1 2 1 0 0

*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model

Data Trend: None None Linear Linear Quadratic

Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept

No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend

Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)

0 136.4926 136.4926 150.4081 150.4081 151.1409

1 155.4759 155.6167 164.5879 165.0606 165.6390

2 164.0101 167.3735 174.7186 177.3629 177.6854

3 168.7124 175.0716 179.3703 182.8215 182.9289

4 169.8771 179.5946 179.5946 187.0036 187.0036

Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns)

0 -5.737741 -5.737741 -6.209911 -6.209911 -6.054329

1 -6.260755 -6.219841 -6.504187 -6.479075 -6.363763

2 -6.286197 -6.351121 -6.605646 -6.636327* -6.556445

3 -6.129160 -6.289124 -6.446206 -6.467689 -6.425185

4 -5.803672 -6.075932 -6.075932 -6.238268 -6.238268

Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns)

0 -5.075772 -5.075772 -5.382449* -5.382449* -5.061374

1 -5.267801 -5.185514 -5.345741 -5.279256 -5.039824

2 -4.962258 -4.944436 -5.116215 -5.064149 -4.901522

3 -4.474237 -4.510081 -4.625790 -4.523154 -4.439277


(6)

( ) = + ( ) + ( ) + Date: 08/12/11 Time: 21:53

Sample: 2000Q1 2010Q4 Included observations: 42

Series: LOG(INF) LOG(KURS) LOG(SBPU) Lags interval: 1 to 1

Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model

Data Trend: None None Linear Linear Quadratic

Test Type No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept

No Trend No Trend No Trend Trend Trend

Trace 1 1 3 1 3

Max-Eig 1 1 1 1 1

*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model

Data Trend: None None Linear Linear Quadratic

Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept

No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend

Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)

0 58.53352 58.53352 58.85053 58.85053 59.11420

1 70.95334 73.73048 73.86207 74.24863 74.33886

2 74.47728 78.44134 78.57286 79.97264 79.98522

3 74.48902 81.96496 81.96496 84.14690 84.14690

Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns)

0 -2.358739 -2.358739 -2.230978 -2.230978 -2.100676

1 -2.664445 -2.749070* -2.660098 -2.630887 -2.539946

2 -2.546537 -2.640064 -2.598708 -2.570125 -2.523106

3 -2.261382 -2.474522 -2.474522 -2.435567 -2.435567

Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns)

0 -1.986381 -1.986381 -1.734501 -1.734501 -1.480080

1 -2.043848 -2.087101* -1.915383 -1.844799 -1.671111

2 -1.677702 -1.688483 -1.605753 -1.494425 -1.406033